Historis IDEOLOGI FEMINISME DALAM KARYA SASTRA ANGKATAN 1970 DAN

4.3 Historis

Dalam memahami karakteristik yang ketiga analisis wacana kritis ini perlu diperhatikan konteks historis teks atau wacana tersebut. Sebenarnya masih berkaitan dengan konteks, hanya saja karakteristik yang ketiga ini lebih ditekankan pada unsur historis atau sejarah yang melatarbelakangi penciptaan wacana tersebut. Apabila dikaitkan dengan teks-teks dalam novel-novel yang dikaji dapat digambarkan sebagai berikut. ”Ning...maafkanlah aku,” katanya dengan suara gemetar,” Aku tahu bahwa dosaku kepadamu bukan main besarnya. Tetapi ijinkanlah aku membela diriku. Ikutilah cara berpikirku. Aku tumbuh dari keluarga yang kuat menjunjung susila sopan santun dan etika moral. Dan perkawinan tunggal merupakan tujuan utama sehingga memilih istri bagiku merupakan sesuatu yang harus kuperhitungkan matang- matang. Selama ini aku telah berperang melawan prinsip, egoisme dan perasaan cintaku padamu. Ketika kita terpaksa harus menikah, kuanggap semacam petunjuk bahwa aku memang harus berkorban. Kalau seorang wanita yang telah bertobat dari jalannya yang sesat, maka aku tak hendak menerimanya bukan?...MdMK: 192. Jika dilihat dari konteks historisnya, khususnya yang berkaitan dengan budaya, novel Melati di Musim Kemarau karya Maria A. Sardjono yang mewakili Angkatan 1970 ini menggunakan tokoh Rudi yang ternyata telah keliru menilai Tuning, istrinya. Rudi pada awalnya menganggap profesi Tuning sama seperti kakak Tuning, yang mantan pelacur. Sampai suatu ketika Rudi mengetahui sendiri setelah Rudi menikahinya, bahwa Tuning belum pernah disentuh oleh lelaki manapun. Meskipun kecewa dengan semua prasangka yang ditujukan padanya, tetapi Tuning yang berhati tulus akhirnya mau memaafkan Rudi. Tuning yang dikiranya mantan Universitas Sumatera Utara pelacur, dengan sendirinya mengetahui bahwa Tuning tidaklah sehina yang dipikirnya. Selain itu Tuning juga seorang sarjana, meskipun Tuning juga tidak pernah mengatakannya kepada Rudi. Semua pembayaran kuliah Tuning dibiayai kakaknya sebagai seorang perempuan pekerja seks. Dari contoh kutipan di atas dapat dimengerti sikap yang ditunjukkan tokoh Rudi. Budaya Timur yang masih terasa kuat melekat dalam keluarganya yang menyebabkan ia sangat berhati-hati dalam memilih istri. Tuning yang notabene adik seorang mantan pelacur tentu dikira memiliki kesamaan dengan profesi kakaknya tersebut dan ternyata sudah terbukti bahwa Tuning memang tidak pernah dikecap oleh laki-laki manapun. Karya Angkatan 1970 yang lain dapat pula dilihat, misalnya pada novel Pada Sebuah Kapal berikut. Anggapannya bahwa orang lain bekerja kurang giat daripada dirinya itulah yang menyakitkan hatiku. Dan satu lagi.”Karena kau komunis,” kataku kemudian. Dia tidak menjawab. ”Aku tidak menganut aliran yang manapun juga. Tapi aku tidak suka komunis.” ”Aku bukan komunis,” sahutnya perlahan. ”Aku ke Peking karena pemerintah dari sanalah yang membiayai pameran-pameran, mengundang kami dan memperhatikan kami. Pihak kanan tidak pernah mengeluarkan biaya besar-besaran seperti itu” ”Mungkin apa yang dikatakannya adalah kenyataan. Kalau ada pameran-pameran lukisan kebanyakan adalah atas biaya golongan kiri PSK: 53. Pada cuplikan novel di atas dapat diketahui dengan sangat jelas bahwa, Sri tidak menyukai Yus yang mencoba melamarnya dikarenakan Sri berpikir Yus Universitas Sumatera Utara seorang komunis. Tidak mengherankan, pengarang melalui tokoh Sri begitu lugas menyatakan ketidaksukaannya terhadap aliran komunis yang pada waktu diciptakannya novel ini, gerakan komunis di Indonesia baru saja berhasil diberantas oleh pemerintahan Orde Baru yang baru berkuasa. Masih dalam novel Pada Sebuah Kapal, contoh kutipan lain dapat dilihat sebagai berikut. ”Kau mengerti aku kini bukan lagi orang Indonesia menurut tata kenegaraan. Kalau aku turut giat dan kelihatan bergerombol dengan orang-orang Indonesia akan ada orang Prancis yang panjang lidah. Tidak semuanya baik hati.” Aku sudah memikirkannya. Aku akan menilpon kepada isteri konsul Prancis mengenai hal ini. Aku ingin menanyakan pendapatnya. Kalau dia tidak keberatan, tentu saja kami tidak akan memintamu muncul di panggung. PSK: 133. Contoh kutipan di atas memperlihatkan adanya persamaan antara tokoh Sri dan Nh. Dini sebagai pengarangnya. Tokoh Sri adalah istri Charles Vincent, seorang Konsul Prancis di Kobe, Jepang. Sedangkan Nh. Dini dalam kehidupan nyata juga pernah bermukim di Kobe, Jepang karena mengikuti suaminya yang bertugas sebagai Konsul Prancis. Jadi tidak mengherankan apabila pengarang begitu fasih dalam menggambarkan pengalaman istri seorang diplomat karena pengarang juga mengalami hal yang serupa seperti yang dialami tokoh Sri. Dari kutipan novel Perempuan Kedua, dapat juga dilihat konteks historisnya sebagai berikut. Hati Yanuar bertambah menggelegak mendengar suara laki-laki itu. Besar. Dalam. Berwibawa. Suara seorang penguasa. Seorang penakluk. Seorang pemilik...Laki-laki itu bertubuh tinggi besar. Tegap dan gagah seperti seorang perwira tinggi. Rahangnya juga besar dan kokoh menambah ketampanan wajahnya. Bahunya lebar. Dadanya Universitas Sumatera Utara bidang. Sama sekali tidak melukiskan seorang laki-laki tua berumur enam puluh tahun... PK: 159. Primodarso tahu, upacara inilah yang paling penting untuk popularitasnya. Karena itu takkan diserahkannya kepada orang lain. Pada saat dia memukul gong, puluhan kamera wartawan dari dalam dan luar negeri, termasuk kamera TVRI, akan merekamnya PK: 259. Dari contoh kutipan di atas pengarang menggunakan Primodarso sebagai tokoh antagonis yang menjadi streotip tokoh-tokoh nyata di masa pemerintahan Orde Baru. Tokoh tersebut dilukiskan dari golongan elit di Indonesia, berasal dari TNI, dan tentunya memiliki kekuasaan. Pengarang seakan mengkritik perilaku orang-orang berkuasa pada masa lalu yang di depan publik seakan-akan menjadi malaikat penolong bagi masyarakat yang tidak mampu. Dikisahkan di novel ini bahwa Primodarso sebagai pelindung, ketua, atau sebagai anggota kehormatan berbagai yayasan di Indonesia. Sebenarnya Primodarso melakukan hal itu supaya masyarakat mengetahui dia seorang dermawan. Sayangnya semua itu hanya topeng belaka. Pada kenyataannya Primodarso memiliki banyak istri dan juga simpanan. Selain itu ia berhati jahat. Ia bisa mencelakakan orang-orang yang dianggap berseberangan dengannya. Adapun contoh konteks historis dari Angkatan 2000 dapat dilihat pada novel Saman sebagai berikut. Sekarang, bagaimana keadaan di tanah air, terutama Medan? Aku baru mulai memeriksa laporan dan file tentang unjuk rasa yang rusuh dua pekan lalu itu, yang akhirnya membikin aku terdampar di sini. Nampaknya banyak orang tidak begitu paham apa yang terjadi dan Universitas Sumatera Utara menjadi canggung untuk bersikap. Demonstrasi buruh yang diikuti enam ribu orang sebetulnya adalah hal yang simpatik, dan luar biasa untuk ukuran Indonesia di mana aparat selalu terserang okhlosofobia—cemas setiap kali melihat kerumunan manusia. Namun, simpati orang segera berbalik setelah unjuk rasa itu menampilkan wajah rasis dan memakan korban. Aku amat sedih dan menyesali kematian pengusaha Cina itu. Alangkah mudahnya kemarahan yang terpendam betapapun didahului ketidakadilan yang panjang dialihkan menjadi kebencian yang rasial. Kukira, kita seharusnya sudah mesti belajar dari kelemahan aksi massa. Ribuan orang berkerumun akan dengan segera berubah menjadi kawanan dengan mentalitasnya yang khas: satu intel atau bukan intel bersuara lantang menyusup lalu berteriak dengan yakin, dan manusia-manusia itu akan menurut, seperti kawanan kambing patuh pada anjing, tak bisa lagi membedakan mana herder mana serigala. Bukankah sudah sering kita mengatakan bahwa itu yang terjadi dalam peristiwa Malari? Saman: 168-169. Dari contoh kutipan di atas dapat dilihat bahwa Ayu Utami sebagai pengarang mencoba sedikit menguraikan situasi dan kondisi pada waktu terjadinya peristiwa demonstrasi buruh besar-besaran pada April 1994. Hal ini dikarenakan tuntutan para buruh mengenai kenaikan upah yang layak dan hal tersebut tidak bisa dipenuhi oleh pihak pengusaha. Pada akhirnya demonstrasi yang diikuti oleh ribuan buruh tersebut berlangsung anarkis. Para pendemo melakukan perusakan dan pembakaran toko-toko, terutama di Kawasan Industri Medan KIM. Peristiwa yang kacau balau ini pun memakan korban dari kalangan pengusaha Tionghoa bernama Yuly Kristanto yang dikeroyok dan jiwanya pun tidak terselamatkan Nasution, 2007: 260. Di kedua novelnya —Saman dan Larung— Ayu selalu menggabungkan peristiwa nyata yang pernah terjadi di republik ini dengan tokoh-tokoh fiksi yang Universitas Sumatera Utara diciptakannya. Peristiwa yang memiliki kemiripan dengan peristiwa demonstrasi buruh pada tahun 1994 tersebut adalah peristiwa menuju reformasi di tahun 1998. Sebelum akhirnya Soeharto lengser dari kekuasaannya, berbagai peristiwa kerusuhan telah terjadi di berbagai daerah. Selain demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dari berbagai penjuru tanah air, dari kalangan masyarakat juga bertindak anarkis dan main hakim sendiri. Kerusuhan massa yang terjadi medio Mei 1998 tersebut memakan banyak korban khususnya dari kalangan Tionghoa. Peristiwa tragis yang dialami mereka adalah terjadinya penjarahan dan pembakaran terhadap toko-toko yang dilakukan oleh orang-orang yang sudah dikuasai kemarahan. Peristiwa yang tidak menentu ketika itu dapat dikatakan sebagai salah satu dampak krisis ekonomi yang berlarut- larut yang semakin membuat miskin masyarakat. Selain itu gelombang desakan dari para mahasiswa yang menginginkan pergantian kekuasaan serta reformasi karena mahasiswa atas nama rakyat sudah tidak tahan lagi dengan kediktatoran pemerintah Orde Baru setelah berkuasa hingga 32 tahun lamanya. Selain peristiwa demo besar- besaran, peristiwa lain yang juga diungkapkan Ayu adalah peristiwa yang berkaitan dengan komunisme yang ada di Indonesia. Cuplikan kejadian tersebut dapat disaksikan dalam cuplikan Larung berikut. Kulihat mereka menanggalkan seragamnya dan menggantung anakku di tangannya pada pohon asam, sehari semalam, setelah mencambuknya dengan rotan dan popor, menindih tungkainya dengan kaki meja. Mereka mengubah wajahnya, meregangkan persendiannya. Apa kesalahannya, tak ada lagi orang bertanya. Sebab ia dikenal semua tentara di kompleks kita, sebab ia biasa datang dari rumah ke rumah mengurusi perdagangan beras subsidi. Maka ketika para Universitas Sumatera Utara perwira harus menyebut orang-orang dalam pasukan yang terlibat dalam kudeta 30 September, mereka menyebut namanya. Larung: 67-68. ... ia menemukan Kaum Tani Menggajang Setan 2 Desa dari D.N. Aidit, 1964. Ia menyentuhnya dengan berdebar. Sebab nama itu, nama itu sepadan dengan iblis. Ujung arit dan wajah petani di sampulnya menyampaikan keberingasan. Dan judul itu menyebut ”setan”, ”ganyang”. Di bawah potret besar Sukarno yang dipasang orangtuanya pada dinding ia membaca seperti membaca sebuah sihir kuno dari makam terlarang. Inilah Kitab yang disembunyikan Orde Baru. Sebuah dari Kitab-Kitab Kebenaran. Mantra yang mengajak dia menyelami kaum tani, tinggal bersama mereka... Larung: 212. Dari penggalan di atas, pengarang begitu lugas bertutur mengenai peristiwa PKI ini dan seakan begitu menaruh simpati kepada para korban yang tidak bersalah namun dianggap terlibat dalam partai yang beraliran komunis ini. Terjadinya pemberontakan komunis dan puncaknya ketika terjadi peristiwa penculikan dan pembunuhan beberapa jenderal di tahun 1965 membuat pemerintahan yang baru benar-benar ingin menumpas aliran ini sampai ke akar-akarnya meski dalam praktiknya banyak orang-orang yang tidak berdosa dan tidak tahu menahu, turut pula menjadi korban. Pengarang juga tampaknya ingin menyelipkan berbagai peristiwa yang selama masa Orde Baru ditutup rapat. Pengarang beruntung sudah menikmati masa reformasi yang semua pendapat dan pemikiran dihargai. Hal yang diungkapkan pengarang dalam bagian novel ini tentu tidak bisa disampaikan seterbuka ini jika rezim Orde Baru masih berkuasa. Umumnya bahasa pada karya-karya sastra yang dilahirkan pada masa reformasi cenderung lebih lugas dan terbuka. Begitu pula dalam hal ide cerita yang Universitas Sumatera Utara juga lebih variatif bahkan terkesan berani. Hal ini jelas terlihat pada novel-novel masa kini yang berani mengangkat tema-tema yang masih terlalu minor bagi masyarakat Timur. Misalnya tema cinta pasangan sejenis lesbian dan gay. Tokoh-tokoh yang memiliki orientasi seksual yang menyimpang ini umumnya menceritakan tokoh- tokoh dari kalangan usia muda, metropolis, mandiri serta hidup dalam latar kota-kota besar. Di samping itu, tema seks dan perselingkuhan juga masih menjadi santapan lezat bagi para pengarang perempuan Angkatan 2000. Hal ini cukup dimaklumi karena setelah sekian lama pengarang seolah hidup dalam keterkungkungan yang mengakibatkan mereka tidak bisa berkreasi dengan leluasa. Apabila ada kritik dan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan pihak penguasa ketika itu, maka karya tersebut dipastikan tidak akan muncul di pasaran lagi. Kisah yang mengungkapkan tema percintaan yang kontroversial dari Angkatan 2000 dapat dilihat dari dua cuplikan novel Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh di bawah ini. ”Aku kok jadi ingin jujur tentang sesuatu,” terdengar suara menelan ludah,”aku sebenarnya...” ”Gay?” Dhimas terlongo, ”Lho, gimana kamu bisa...?” Ruben tertawa keras. ”It was so obvious... ” KPBJ: 8. Uniknya, sekalipun sudah sekian lama mereka resmi menjadi pasangan, Ruben dan Dhimas tidak pernah tinggal seatap sebagaimana biasanya pasangan gay lain. Kalau ditanya, jawabannya supaya bisa tetap kangen. Tetap dibutuhkan usaha bila ingin bertemu satu sama lain KPBJ: 10. Universitas Sumatera Utara Pada contoh lain, dapat pula disaksikan konteks historis dalam novel Perempuan Berkalung Sorban sebagai berikut. ”Baiklah anak-anak,” pak guru mencoba menguasai suasana, ”Dalam adat istiadat kita, seorang laki-laki memiliki kewajiban dan laki-laki, yang terutama adalah bekerja mencari nafkah, mendatangkan rezeki yang halal. Sedangkan seorang perempuan, mereka juga memiliki kewajiban, yang terutama adalah mengurus rumah-tangga dan mendidik anak. Jadi memasak, mencuci, mengepel, menyetrika, menyapu dan merapikan seluruh rumah adalah kewajiban seorang perempuan. Demikian juga memandikan anak, menyuapi, menggantikan popok dan menyusui, itu juga kewajiban perempuan. Sudah paham anak-anak.” PBS: 12. Dalam penggalan novel di atas diketahui bahwa pengarang mencoba menggugat sistem patriarki yang begitu melekat erat dalam adat istidat Indonesia dan di negara-negara lain yang masih mempertahankan sistem patriarki. Penggalan novel di atas tampak sangat jelas mempertanyakan kewajiban laki-laki dan perempuan yang dipertanyakan tokoh Annisa, namun sang guru yang juga merupakan bagian dari sistem tersebut mengganggap hal tersebut wajar dan memang seperti itulah yang biasa terjadi dalam masyarakat. Pengarang, via tokoh Annisa, begitu menggebu dalam mengungkapkan ketidakadian yang dialami perempuan. Latar cerita ini dikisahkan di sebuah pesantren yang masih begitu kukuh mempertahankan sistem patriarki dengan dalih ajaran agama. Menurut pengakuan pengarang sendiri di sebuah media televisi, ketika ditanyai seputar film Perempuan Berkalung Sorban, sewaktu tinggal di pesantren, dia memang mengetahui dan mengalami sendiri masih banyaknya orang-orang yang selama ini dianggap kiyai dan Universitas Sumatera Utara ulama namun masih berpikiran picik ketika berhadapan dengan permasalahan perempuan. Kitab-kitab yang menjadi landasan mereka pun kebanyakan tidak berasal dari Quran dan Hadist, melainkan kitab yang terkadang diragukan kesahihannya. Jika ada hal yang dinukil dari Quran dan Hadist, namun isinya ditafsirkan sendiri menurut keinginan mereka. Padahal tidak pernah ada dinyatakan secara lugas di dalam Quran dan Hadist bahwa kewajiban perempuan istri itu memasak, mencuci, menyetrika, dan aktivitas domestik lainnya. Sayangnya dalam kultur masyarakat hal itu seolah- olah merupakan kewajiban yang mesti dipatuhi seorang perempuan istri. Tabel 3 : Konteks Historis No Angkatan Konteks Historis 1970 Sosial Budaya Politik Primordial Kontemporer 1 Perempuan Kedua √ √ ─ √ 2 Karmila √ √ ─ ─ 3 Bukan Impian Semusim ─ √ ─ ─ 4 Namaku Hiroko √ √ ─ ─ 5 Pada Sebuah Kapal √ √ ─ √ 6 Melati di Musim Kemarau √ √ ─ ─ 2000 1 Larung √ ─ √ √ 2 Saman √ ─ √ √ 3 Perempuan Berkalung Sorban √ ─ √ ─ Universitas Sumatera Utara 4 Geni Jora √ ─ √ √ 5 Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh √ ─ √ √ 6 Supernova: Akar √ ─ √ ─ 7 Nayla √ ─ √ ─ Berdasarkan tabel di atas dapat disaksikan bahwa konteks historis yang paling mendominasi adalah konteks yang berkaitan dengan sosial, baik dari Angkatan 1970 maupun Angkatan 2000. Begitu pun dengan konteks budaya. Novel-novel pada Angkatan 1970 pada umumnya memiliki konteks budaya yang cenderung primordial dan ingin mempertahankan nilai-nilai tradisi yang sudah dianut masyarakat. Adapun budaya yang ditampilkan dalam novel Angkatan 2000 lebih pada budaya kontemporer. Para tokoh, terutama tokoh perempuan, yang ada di dalam Angkatan 2000 ini umumnya mempertanyakan kembali nilai-nilai budaya yang selama ini masih diyakini dan dijunjung tinggi dalam masyarakat di novel tersebut. Tidak jarang dalam tarik menarik antara budaya primordial dan budaya kontemporer menjadikan konflik semakin meruncing di antara tokoh-tokohnya. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa konteks historis yang berkaitan dengan konteks sosial pada Angkatan 1970 terdapat dalam lima novel. Sedangkan pada konteks budaya masih cenderung budaya primordial, yaitu berjumlah enam novel. Adapun pada konteks politik hanya terdapat dalam dua novel saja. Pada Angkatan 2000 terdapat tujuh atau semua novel yang termasuk dalam konteks sosial. Lanjutan tabel 3 Universitas Sumatera Utara Adapun konteks budaya sudah cenderung kontemporer yaitu terdapat di semua novel yang mewakili. Sedangkan konteks yang berkaitan dengan peristiwa politik terdapat dalam empat novel. Dalam hal politik ini ditemukan ternyata pada Angkatan 2000 persoalan ini lebih banyak dikemukakan. Berbagai ragam peristiwa politik yang pernah terjadi di tanah air tentunya begitu menarik perhatian para pengarang perempuan yang seakan mengingatkan kembali atas peristiwa yang disebutkan serta tentunya diharapkan pembaca dapat mengambil hikmahnya. Representasi berbagai peristiwa politik yang pernah terjadi di Indonesia disinggung dan yang paling menonjol adalah Larung dan Saman. Berikutnya yang juga menyinggung arena politik adalah Geni Jora, Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh yang mewakili Angkatan 2000. Sedangkan dalam novel Perempuan Kedua dan Pada Sebuah Kapal mewakili Angkatan 1970.

4.4 Kekuasaan