700MB, DVD atau digital versatile disk kapasitas 4,7 sampai 8,5 GB maupun flashdisk saat ini kapasitas yang tersedia sampai 16 GB.
Format multimedia memungkinkan e-book menyediakan tidak saja informasi tertulis tetapi juga suara, gambar, movie dan unsur multimedia
lainnya. Penjelasan tentang satu jenis musik misalnya, dapat disertai dengan cuplikan suara jenis musik tersebut sehingga pengguna dapat
dengan jelas memahami apa yang dimaksud oleh penyaji.
d. Pengertian film
Azhar Arsyad 2002 :48 menyebutkan, film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame
diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga
memberikan visual yang kontinu. Kemampuan film melukiskan gambar dan memberikan suara memberinya daya tarik tersendiri. Media ini pada
umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Media ini dapat menyajikan informasi, memaparkan proses,
menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan ketrampilan, menyingkat dan memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.
Di dalam buku Azhar Arsyad 2002 :49 menjelaskan keuntungan film diantaranya adalah:
1 Film dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktek,dll.
2 Film dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu.
3 Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi fim menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainya, misal film pahlawan nasional dapat
meningkatkann sikap nasionalisnya. 4 Film yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran
dan pembahasan dalam kelompok siswa. 5 Fim dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara
langsung seperti perilaku binatang buas dan lahar gunung berapi.
6 Film dapat ditunjukan kepada kelompok besar atau kelompok kecilo, kelompok heterogen maupun perorangan.
7 Dengan kemampuan dan tehnik pengambilan gambar frame demi frame film yang kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat
ditampilkan dalam satu atau dua menit. Misalnya, bagaimana kejadian mekarnya bunga dari lahir kuncup bunga hingga kuncup itu mekar.
e. Pengertian Film Sebagai Media Pembelajaran.
Pemanfaatan film sebagai media pembelajaran untuk menumbuhkan rasa nasionalisme pada siswa sangatlah tepat karena penggunakan film
dalam pendidikan dan pengajaran di kelas sangat berguna atau bermanfaat terutama untuk:
1 Mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa. 2 Menambah daya ingat pada pelajaran.
3 Mengembangkan daya fantasi anak didik. 4 Menumbuhkan minat dan motivasi belajar.
Carpenter dan Greenhill dalam Zurkarimein Nasution 1984:17-18
dalam mengkaji hasil-hasil penelitian tentang film menyimpulkan sebagai berikut.
1 Film yang diproduksi dengan baik, bila digunakan baik sendirian maupun dalam suatu seri dapat diterapkan sebagai alat utama untuk
mengajar ketarampilan penampilan performance tertentu dan untuk menyampaikan beberapa jenis data faktual.
2 Tes setelah menonton akan meningkatkan belajar, jika siswa telah diberi tahu apa yang harus diperhatikannya dalam film, dan bahwa
mereka akan di tes tentang isi film tersebut. 3 Siswa akan belajar lebih banyak jika diberi petunjuk studi untuk tiap
film yang dipakai dalam kegiatan belajar-mengajar. 4 Mencatat sambil menonton film hendaknya dicegah, karena hal itu akan
mengganggu perhatian siswa trhadap film itu sendiri. 5 Pertunjukan film secara bergantian dapat meningkatkan belajar.
6 Film-film pendek dapat dipenggal menjadi film sambung dan bermanfaat untuk kepentingan praktek atau latihan.
7 Siswa dapat menonton film selama satu jam tanpa mengurangi keefektifan dari tujuan pertemuan tersebut.
8 Keefektifan belajar melalui film harus dievaluasi. 9 Sesudah sebuah film dipertunjukkan, lalu pokok-pokok isinya
dijelaskan dan didiskusikan, akan mengurangi salah pengertian di kalangan siswa.
10 Kegiatan lanjutan setelah menonton film hendaknya digalakkan
untuk memungkinkan pemahaman yang lebih tuntas.
f.
Film Tanah Surga Katanya
Film “Tanah Surga Katanya” dapat dikategorikan terasuk kedalam film drama yang berdurasi 90 menit. Film ini diproduseri oleh Bustal Nawawi
dan penulis naskah film ini adlah Danial Rifki, film ini diperankan oleh artis-artis terkenal yang kiprahnya sudah malang melintang di kancah film
Indonesia nama artis tersebut diantaranya adalah diantaranya Osa Aji Santoso, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani Azzahra, Ringgo
Agus Rahman, dan Andre Dimas Apri. Film ini tayang perdana pada hari Rabu, 15 Agustus 2012. filmindonesia.or.id, diakses 7 September 2016
Film ini sangat layak untuk dijadikan media pembelajaran untuk meningkatkan sikap nasionalisme pada siswa karena unsur kepahlawananya
sangat kental dalam film ini. Sikap nasionalisme ditunjukkan oleh tokoh utama dalam film ini yaitu Salman serta kakeknya Hasyim yang diceritakan
sebagai mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965. Setelah meninggalnya istri tercinta, Hasyim, mantan sukarelawan
Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965, memutuskan tidak menikah. Ia tinggal bersama anak laki-laki satu-satunya yang juga menduda, dan dua
cucunya: Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia
merupakan persoalan tersendiri bagi mereka, karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.
Astuti, guru sekolah dasar di kota, datang tanpa direncanakan. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh karena setahun tidak berfungsi. Tak
lama berselang datang pula dokter Anwar, dokter muda yang datang karena tidak mampu bersaing sebagai dokter professional di kota.
Haris mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan tetap tinggal
di wilayah Indonesia. Hasyim bersikeras tidak mau pindah. Baginya kesetiaan pada bangsa adalah harga mati.
Persoalan semakin meruncing ketika Hasyim tahu bahwa Haris ternyata sudah menikah dengan perempuan Malaysia dan bermaksud mengajak
Salman dan Salina. Salman yang dekat dengan sang kakek memilih tetap tinggal di Indonesia.
Hasyim sakit, dokter Anwar berusaha memberikan perawatan dan obat yang lebih rutin. Namun, keterbatasan sarana dan obat, membuat kondisi
Hasyim memburuk. Dokter Anwar memutuskan untuk membawa Hasyim ke rumah sakit kota. Dengan uang hasil kerja Salman, Hasyim dibawa pakai
perahu. Mereka berangkat ditemani oleh Astuti dan dokter Anwar. Di tengah perjalanan nyawa Hasyim tidak tertolong. Ia meninggal bersamaan
dengan pekik dan sorak sorai Haris atas kemenangan kesebelasan Malaysia atas Indonesia.
Danial Rifki adalah sutradara lulusan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Di masa kuliah, dia aktif membuat film pendek
yang memenangkan beberapa penghargaan nasional dan internasional. Film pendeknya „Karena Aku Sayang Markus’ memenangkan Piala Citra untuk
Film Pendek Terbaik pada FFI Festival Film Indonesia 2007. Film kelulusannya yang berjudul „Anak-anak Lumpur’ yang mengangkat isue
Lumpur Lapindo, memenangkan penghargaan di Kyoto International Student and Video Festival KISFVF 2010. Di luar kampus, Danial Rifki
„berguru’ langsung kepada 2 mentornya, senior di dunia perfilman Indonesia ; Garin Nugroho dan Slamet Rahardjo Djarot. Mewarisi
pandangan dari kedua mentornya, film-film Danial Rifki memiliki kepedulian tinggi pada tema-tema sosial. filmindonesia.or.id, diakses 7
September 2016 Kehidupan orang-orang diperbatasan khususnya perbatasan Indonesia
– Malaysia nampaknya menjadi sebuah fakta yang begitu menggemparkan. Sudah seperti rahasia umum memang, bahwa tak jarang orang-orang di
perbatasan tersebut adalah orang-orang yang memiliki penghasilan dibawah rata-rata. Tak jarang mereka lebih memilih bekerja di negara tetangga
karena peluang dan penghasilan yang lebih menjanjikan. Seolah-olah mereka melarikan diri dari bangsanya sendiri, akibat dari tidak
diperhatikannya kehidupan mereka oleh bangsanya sendiri, Indonesia. Film ini banyak menceritakan tentang kehidupan perekonomian dan
nasionalisme orang-orang perbatasan. Diambil contoh, Salman, seorang
anak kecil yang sangat mencintai tanah airnya, Indonesia. Melalui cerita keluarga yang terbelah ayah dan anak perempuannya pindah ke Malaysia
untuk mencari kehidupan yang lebih baik, sedangkan anak laki-laki dan kakeknya yang bekas pejuang memilih tetap bertahan di tengah
“hujan batu di negeri sendiri”, kita pelan-pelan diajak melihat berbagai ketertinggalan
dan keterasingan masyarakat di sana terhadap negaranya sendiri. Jauh dari penggambaran Koes Plus dalam lagu Kolam Susu, yang penggalan liriknya
Orang bilang tanah kita t anah surga… filmindonesia.or.id, diakses 7
September 2016 Hal itu sekaligus kritik pedas mengenai absennya negara atau
ketidakpedulian pemerintah Republik Indonesia. Perhatikan bagaimana tokoh gu
ru dan dokter yang merupakan simbol dari “perhatian pusat terhadap daerah” hadir di sana karena sebuah “kecelakaan”, yakni terpaksa
dan mau coba-coba saja. Film ini cukup memberikan sedikit banyolan yang terkesan membuat film ini menjadi lebih aneh, dengan memberikan tokoh
kepala desa dan pejabat dari pusat yang kelakuan tidak seperti apa yang seharusnya diharapkan masyarakat.
Lebih lanjut lagi, film ini mengajak penonton untuk meningkatkan rasa nasionalisme mereka dan seakan menyindir pemerintah yang seakan lupa
terhadap masyarakatnya di daerah-daerah pedalaman dan perbatasan. Untuk menganalisis film Tanah Surga Katanya ini digunakan
pendekatan sosiologi sastra. Adapun pendekatan sosiologi sastra adalah telaah yang subjektif dan ilmiah tentang diri seseorang dalam masyarakat,
telaah tentang lembaga, dan proses sosial. Sapardi Djoko Darmono 2003: 10. Ini berarti rasa nasionalisme itu ada dari pengalaman diri seseorang
yang berupa rasa cinta terhadap tanah air. Adapun diri seseorang yang mengalami rasa nasionalisme dimaksudkan adalah tokoh dalam film Tanah
Surga Katanya. Kakek Hasyim merupakan tokoh utama sebagai bekas pejuang
sukarelawan Konfrontasi perbatasan ketika masa perang Indonesia-Malaysia tahun 1965 yang memiliki pendirian kuat, cinta mati kepada bangsa
Indonesia. Haris merupakan anak Kakek Hasyim, Haris seorang duda yang
memutuskan untuk menikahi wanita Malaysia untuk mempermudahnya menetap di Malaysia. Haris bermaksud mengajak ayah dan kedua anaknya
ikut pindah ke Malaysia, walaupun di tawari berbagai fasilitas yang tidak bisa didapatkan di daerahnya namun tetap ditolak oleh Hasyim karena bagi
dirinya kesetiaan pada bangsa adalah harga mati. Salman dan Salina merupakan cucu Kakek Hasyim, Salman seorang
siswa kelas 4 dan Salina kelas 3 mereka merupakan siswa tercerdas di sekolahnya, polos, memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, sangat
menyayangi kakeknya, memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Sebagai seorang sukarelawan bekas pejuang konfrontasi perbatasan,
Kakek Hasyim menanamkan rasa nasionalismenya kepada Salman dalam melawan para pasukan gurka yang datang dari inggris untuk membantu
Malaysia dalam melawan para pejuang Indonesia dari suku Sasak di Kalimantan Barat. Seperti kutipan adegan percakapan di bawah ini:
Adegan 1 Hasyim: “ketika Kakek berada diperbatasan, tiba-tiba dari sana
muncullah pasukan gurka yang datang dari Inggris membela Malaysia, nah Kakek dan sukarelawan lainnya menyelinaplah pulang susup sasap
sembunyi-sembunyi. Para sukarelawan bertempur diperbatasan tartartar tartartartartartaratar pasukan gurka tu lari tunggang-langgang lintang
pulang balik kampung.” Salman: “oh, pasukan Inggris te, mukanya seram-seram ya Kek ?”
Hasyim:” Salman, pasukan gurka itu orang dari Nepal atau India, yang mukanya hitam dan kumisnya tebal.
” Sumber: Narasi film tanah surga katanya karyaNovianto, 2012
Kutipan di atas menunjukkan adanya rasa nasionalisme Hasyim yang
bekas sukarelawan itu tak pernah surut jiwa nasionalismenya. Hasyim berusaha menularkan jiwa nasionalismenya itu kepada cucunya melalui
cerita-cerita heroik di era Konfrontasi. Namun, jiwa nasionalisme Hasyim ditentang oleh kenyataan. Anaknya, Haris lebih memilih bekerja dan
menetap di Malaysia. Komentar Haris cukup menggelitik. Ketika bapaknya, Hasyim,
menyatakan Indonesia lebih makmur dari Malaysia, Haris membantah, “Jakarta yang makmur. Bukan di sini pelosok Kalimantan.” Kehidupan
yang ditawarkan di Malaysia yang jauh lebih baik mengakibatkan orang- orang di perbatasan rela melepas status WNI-nya. Namun, sesungguhnya
masalah itu dapat ditanggulangi jika pemerintah Indonesia memberikan perhatian secara khusus untuk daerah perbatasan. Fenomena ini dapat dilihat
pada adegan Haris membujuk Hasyim untuk pindah ke Malaysia.
Adegan 2 Haris
: Malaysia tu negeri yang makmur, Yah. Hasyim : Negara kita lebih makmur, Haris.
Haris : Jakarta yang makmur, bukan di sini. Kita ni di pelosok Kalimantan. Siapa yang peduli?
Hasyim : Haris, mengatur negeri ini tidaklah mudah. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tahu kau?
Haris : Tapi apa yang Ayah harapkan dari pemerintah? Mereka tidak pernah memberikan apa-apa untuk Ayah yang pernah berjuang di
perbatasan. Hasyim : Aku mengabdi bukan untuk pemerintah. Tapi untuk negeri
ini, bangsaku sendiri. Haris : Sekali lagi, Yah. Aku cuma ingin menyejahterakan ayah,
membahagiakan anak-
anak. Dan aku…… aku sudah menikah dengan perempuan Malaysia, Yah.
Hasyim : Apa maksudmu, hah? Haris : Yah, supaya segala sesuatunya lebih mudah, saya harus
menjadi warga negara sana, Yah. Yah, di sana ayah akan mendapatkan perawatan kesehatan yang lebih baik, anak-anak bisa bersekolah lebih
tinggi, dan kita bisa tinggal di tempat yang lebih layak. Tak macam di sini, Yah
Sumber: Narasi film tanah surga katanya karya Novianto, 2012
Pada kutipan di atas nampak jelas bahwa, kebijakan sentralisasi politik dan pembangunan yang pernah diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru
dahulu memang memunculkan resistensi dari daerah-daerah. Sentralisasi pembangunan-pembangunan baik itu infrastruktur, pendidikan, dan
sebagainya di pulau Jawa, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, menimbulkan kesenjangan yang sangat timpang dengan daerah-daerah non-
Jawa, terutama di daerah-daerah perbatasan. Walaupun pemerintahan Orde Baru sudah berakhir dan digantikan dengan pemerintahan era reformasi
yang salah satu tuntutannya adalah kebijakan desentralisasi yang telah diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah, namun masalah kesenjangan di
daerah-daerah terpencil belum juga mendapatkan perhatian dari
pemerintahan pusat dan daerah seperti dalam film ini. Padahal masalah pendidikan dan kesehatan secara terang-terangan sudah diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Sementara itu, pengasingan terjadi pada lainnya, yaitu bendera merah
putih dan mata uang rupiah. Saat Bu Astuti menyuruh anak-anak untuk menunjukkan tugas membuat gambar bendera merah putih yang didapat
olehnya adalah gambar-gambar berwarna merah dan putih yang bentuk dan komposisinya bukan berupa bendera Merah-Putih Indonesia. Ada yang
berbentuk segitiga, layang-layang, garis belang-belang, dan lain sebagainya. Hanya Salina yang menggambar dengan benar. Itu pun ia ketahui dari
kakeknya yang mantan pejuang perbatasan. Tidak hanya sampai di situ, di film ini terdapat adegan lain yang lebih
ironis, yaitu ketika pedagang Indonesia yang berdagang di Malaysia memakai bendera merah-putih sebagai kain pembungkus dagangannya. Dari
sini dapat dilihat bahwa lambang negara yang satu ini tidak pernah dikenal oleh orang Indonesia sendiri.
Adegan 3 Salman
: Pak Pedagang : Apa?
Salman : Itu merah putih. Pedagang : Ku tahu. Ini warnanya merah, ini warna putih, ini kuning,
ini hijau, ini warna cokelat. Salman : Merah putih itu bendera Indonesia, Pak.
Pedagang : Ini kain kan kain pembungkus dagangan aku. Salman : Ini bendera pusaka.
Pedagang : sambil menunjuk sebuah Mandau milikny Ini Mandau pusaka kakek aku. Pergi no
Sumber: Narasi film tanah surga katanya karyaNovianto, 2012
Pada kutipan ketiga di atas, rasa nasionalisme Salman akan kecintaannya
terhadap bangsa
Indonesia sangat
tinggi. Salman
memberanikan diri untuk menegur pedagang Malaysia yang telah meremehkan bendera Indonesia untuk digunakan sebagai dasaran tempat
berjualan. Terkait dengan judul “Tanah Surga Katanya”, dalam film ini dikisahkan
suatu hari ada pejabat provinsi datang ke sekolah Salman. Murid-murid menyambutnya dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan tarian khas
Kalimantan Barat. Adapun sajian lain yang ditampilkan untuk para pejabat adalah deklamasi puisi karangan Salman oleh dirinya sendiri. Puisi itu
merupakan puisi satir dengan judul Tanah Surga gubahan dari lirik lagu Kolam Susu yang sering didengar dan dinyanyikan anak-anak di dusun itu.
Berikut lirik puisi Tanah Surga yang dibawakan oleh Salman. Tanah Surga
Bukan lautan hanya kolam susu, katanya... tapi kata kakekku, hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu
Kayu dan jala cukup untuk menghidupimu, katanya... tapi kata kakekku, ikan-ikan kita dicuri oleh banyak negara
Tiada badai tiada topan kau temui, katanya ... tapi kenapa ayahku tertiup angin ke Malaysia
Ikan dan udang menghampiri dirimu, katanya... tapi kata kakek, awas Ada udang di balik batu
Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan batu jadi tanaman, katanya...
tapi kata dokter Intel belum semua rakyatnya sejahtera, banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membangun
surganya sendiri Sumber: Narasi film tanah surga katanya karyaNovianto, 2012.
Di akhir cerita, kakek Salman, Hasyim yang merupakan veteran
pejuang perbatasan meninggal karena sakit jantung yang dideritanya.
Selama ini, ia tidak mengobati penyakitnya. Alasan biaya menjadi alasan klasik dan lumrah bagi veteran apalgi yang tinggal di daerah perbatasan.
Jangankan untuk dirawat di rumah sakit, membeli obat-obatannya pun ia tak mampu. Biaya perjalanan menggunakan sampan ke kota pulang pergi sudah
menghabiskan 400 ringgit. Uang sebanyak itu memang tidak mustahil diperoleh, namun alangkah lebih berartinya bila uang sebanyak itu dipakai
untuk keperluan lain daripada dihabiskan hanya untuk biaya perjalanan mengobati penyakitnya. Ia berpikir, kebutuhan cucu-cucunya jauh lebih
penting daripada pengobatan penyakitnya itu. Adegan 4
Hasyim : Salman…
Salman : Iya, Kek…
Hasyim : Indonesia tanah surga. Apa pun yang terjadi pada dirimu,
jangan sampai kehilangan cintamu pada negeri ini. Genggam erat cita- citamu, katakan kepada dunia dengan bangga “kami bangsa
Indonesia….” Laa illaaha illallaah….. Salman
: Kakek…. Sumber: Narasi film tanah surga katanya karyaNovianto, 2012.
Dari kutipan di atas Sebelum meninggal, Hasyim berpesan kepada cucunya, Salman, agar tetap mencintai bangsanya. Sementara itu, di lain
tempat, Haris sedang ber-euforia bersama warga Malaysia atas kemenangan Malaysia pada pertandingan sepakbola Malaysia melawan Indonesia.
Dengan bangganya ia mengibarkan spanduk Malaysia. Dengan sepenuh hati ia mendukung Malaysia untuk menjadi jawaranya. Hilangnya rasa memiliki
Indonesia, bergeseranya identitas diri menjadi orang Malaysia, telah terpatri dalam diri Haris.
Demikian digambarkan adanya perbedaan ideologi dari generasi satu ke generasi berikutnya, yaitu generasi nasionalisme Hasyim dengan generasi
matrealistis Haris. Proses sosial yang terjadi dalam masyarakat perbatasan di mana mereka lebih sering berinteraksi dengan bangsa lain, ditambah
dengan tidak adanya sosialisasi akan makna dan nilai nasionalisme mengakibatkan hilangnya rasa memiliki dan rasa cinta tanah air masyarakat
tersebut. Fenomena-fenomena yang digambarkan di atas merefleksikan
bagaimana sebuah masyarakat membentuk pola dan mengorganisasikan kehidupan sosial. Identitas sosial mereka mengalami pergeseran, yang
mulanya mengaku orang Indonesia kemudian setelah mereka merasa tidak mendapat perhatian oleh pemerintah Indonesia dan merasa lebih difasilitasi
oleh negara Malaysia, mereka pun berusaha untuk menjadi warga negara Malaysia. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah menikah dengan
orang Malaysia dan bertempat tinggal di sana. Entah ada berapa puluh atau bahkan ratus orang yang telah mengalami pergeseran identitas itu,
berpindah kewarganegaran dan domisili, semuanya tidak pernah tercatat dalam administrasi pemerintahan Indonesia. Nasionalisme warga negara
Indonesia di perbatasan seolah tergadai karena tuntutan ekonomi. Tidak ada yang mensosialisasikan nasionalisme, sementara kebutuhan ekonomi,
pendidikan, dan kesehatan terus meningkat. Pemerintah Indonesia juga tidak pernah melakukan usaha prefentif maupun represif untuk para WNI yang
berpindah kewarganegaraan dan domisili.
Film “Tanah Surga... Katanya” hanyalah contoh kecil film yang kental dengan teori sosiologi. Hasyim yang berusaha tetap mempertahankan
nasionalismenya dalam gencarnya perubahan pola pikir dan hidup masyarakat daerah perbatasan untuk lebih memilih Malaysia sebagai tempat
berlabuh, ia tularkan kepada cucunya, Salman. Nasionalisme itu ternyata dapat diterima dengan baik olehnya, meski ayahnya telah berpindah
kewarganegaraan dan domisili dengan kehidupan yang lebih layak. Ia bertahan dengan nasionalisme yang sarat keterbatasan.
Seandainya jika kita yang mengalami kenyataan seperti di atas, apakah kita akan tetap mempertahankan nasionalisme seperti Hasyim? Atau
memilih jalan realistis mendapat keuntungan materi yang lebih banyak dengan mempertaruhkan nasionalisme kita seperti Haris. Sutradara film ini
memberikan sebuah petuah agar masyarakat tidak meninggalkan rasa cinta tanah airnya di akhir film.
Pernyataan yang sama tentang film “Tanah Surga Katanya
” sangat baik untuk mengingkatkan rasa nasionalisme juga dipublikasikan di laman planet.qwords.com, diakses 7 september 2015
Ungkapan salut saya sampaikan kepada Osa Aji Santoso yang berhasil membawakan perannya sebagai sosok Salman. Di film yang berdurasi 90
menit ini, ia tampil begitu memikat dan natural membawakan sosok anak miskin di perbatasan yang tetap memegang teguh nilai kebangsaan serta
tegar menghadapi segala ujian kehidupan. Tak terasa mata saya sempat menghangat basah, saat tokoh Salman berlari membawa bendera merah
putih yang ditukarnya dengan sarung di sebuah pasar di Malaysia dengan
latar belakang lagu “Tanah Air” yang begitu menyentuh kalbu. Film ini benar-benar telah menyajikan tontonan berkelas, bagaimana memaknai
nasionalisme dengan p enuh semangat sekaligus sebentuk “protes” tersirat
atas ketidak adilan dinegeri ini. Saat meninggalkan bioskop, terngiang kembali Puisi yang dibacakan
Salman, saat menyambut tamu-tamu penting disekolahnya. Sederhana, namun tajam menikam.
2. Tinjauan Sikap Nasionalisme