Pada sila yang kelima bangsa Indonesia mengakui dan menghargai warganya untuk mencapai kesejahteraan sesuai dengan Menumbuhkan
rasa senasib dan sepenanggungan. ”
Selain itu Sunarso, dkk, 2008: 39 mengungkapkan bahwa nasionalisme Indonesia disebut juga dengan nasionalisme Pancasila, yaitu
paham kebangsaan yang berdasar pada nilai-nilai Pancasila. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nasionalisme bangsa Indonesia
tercermin dalam dasar negara yaitu Pancasila yang terdiri dari lima nilai dasar yaitu ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Semangat nasionalisme bangsa Indonesia dituangkan dalam pancasila
sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, yang menggambarkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam
suku, ras, budaya, agama, adat istiadat dan kepercayaan yang berbeda-beda tetapi tetap satu sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia yang bersemboyan
“Bhineka Tunggal Ika”.
e. Revitalisasi Nasionalisme
Sultan Hamengku Buwono X 2008:88-89 mengemukakan bahwa Di era reformasi dan otonomi ini makna nasionalisme justru terasa kabur.
Bahkan sebagai akumulasi dari sejarah perkembangan nasionalisme itu sendiri, nasionalisme tak jarang disebut - sebut sebagai sesuatu yang
usangketinggalan jaman.
Akumulasi itu terjadi karena nasionalisme sudah kehilangan makna dan ruhnya ketika ia sudah teramat sering dibajak oleh rezim untuk kepentingan
kekuasaan. Nasionalisme tak jarang dipakai rezim sebagai komoditas politik dan tameng untuk melanggengkan kekuasaan yang korup dan otoriter.
Konteks inilah yang mengantarkan nasionalisme menjadi meaningless, usang, dan tak bermakna.
Kalau kita mau belajar dari masa lalu, kita pernah memiliki rasa nasionalisme yang begitu tinggi menjelang dan awal kemerdekaan. Bisa jadi
hal ini disebabkan oleh tiga hal.
Pertama , bangsa Indonesia menghadapi musuh bersama common
enemy, yakni penjajahan. Adanya musuh bersama ini telah membentuk rasa solidarisme yang sangat tinggi untuk menghadapi dan mengusir musuh
sejauh-jauhnya.
Kedua , berhubungan dengan yang pertama, pada waktu itu bangsa ini
memiliki tujuan yangsama, yakni ingin mandiri sebagai sebuah bangsa yang merdeka.
Ketiga , karena kedua hal di atas, waktuitu bangsa ini merasa senasib
seperjuangan. Semua merasa tertindas dan teraniaya oleh bangsa asing. Kehidupan menjadi terasa selalu diinjak-injak dan sama sekali tidak
dihargai. Di sinilah terjadi sinergi dari segenap lapisan masyarakat dengan kemampuan masing-masing berjuang mengubah nasib bersama.
”
Saat ini kita sebenarnya masih memiliki ketiga hal tersebut. Pertama,
yang dapat dijadikan musuh bersama bangsa ini dan masih sangat garang mencengkeram kita berupa KKN, kebodohan, dan kemiskinan.Musuh yang
ini bukanlah sesuatu yang ringan dan sebenarnya itulahmusuh bangsa ini
yang sesungguhnya. Kedua, kemakmuran bangsa ini merupakan tujuan
bersamayang masih terus harus diperjuangkan secara suingguh-sungguh. Kita sebenarnya juga masih senasib berada dibawah cengkraman bangsa
asing yang bernama kebodohan, kemiskinan, dan lilitan utang tanpa mampu berbuat banyak. Bila ingin memperoleh kembali kehidupan kita yang
sewajarnya, kita harus bisa membebaskan diri bangsa ini darinya. Sejalan dengan tantangan zaman, semnagat kebangsaan sesungguhnya
bisa digunakan sebagai semangat kebersamaan untuk melawan musuh bersama seperti KKN, kediktaktoran, dan sikap represi itu sendiri. Bahkan
lebih jauh, sebenarnya nasionalisme bisa dipakai sebagai alat untuk
memodernisasi masyarakat di tengah kecenderungan globalisasi yang makin masif. Tetapi syaratnya satu, yakni seperti disarankan pakar politik
terkemuka Peter Evans dalam buku Sultan Hamengku Buwono X 2008: 89 untuk “bringing state back in”, membawa kembali negara sesuai fungsinya,
dalam kapasitas negara yang cukup untuk melakukan proses modernisasi dan kesejahteraan bersama.
f. Pendidikan Nasionalisme