PENGARUH PEMANFAATAN FILM “TANAH SURGA KATANYA” SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh :

RADEN RAHMAT WIJAYA NIM. 11401244025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

i

Katanya‟ Sebagai Media Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa” yang disusun oleh Raden Rahmat Wijaya, NIM 11401244025 telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 21 Maret 2016 Pembimbing

Dr. Suharno, M.Si NIP.19680417 200003 1 001


(3)

ii

Katanya’ Sebagai Media Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 31 Maret 2016 dan dinyatakan LULUS

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tanggal

Tangan

Dr. Marzuki, M.Ag. Ketua Penguji ... ...

Suyato, M.Pd. Sekertaris Penguji ... ...

Dr. Mukhamad Murdiono, M.Pd. Penguji Utama ... ...

Dr. Suharno, M.Si Penguji Pendamping ... ...

Yogyakarta,

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

Prof.Dr.Ajat Sudrajat,M.Ag NIP.19620321 198903 1 001


(4)

iii NIM : 11401244025

Jurusan : Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas : Ilmu Sosial

Judul Skripsi : Pengaruh Pemanfaatan Film “Tanah Surga Katanya” Sebagai Media Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa

Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti kata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, 21 Maret 2016 Yang menyatakan,

Raden Rahmat Wijaya NIM.11401244025


(5)

iv

selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu. (Terjemahan Q.S Al Insyirah : 6-8)

Jika keajaiban itu tidak berpihak kepada kita, maka kita sendiri yang akan membuat keajaiban itu.

(Roronoa Zoro).

Jer basuki mawa beya. (Paribasan Jawa)

Ketika muak terhadap sesuatu, lakukan sesuatu untuk mengubahnya. Jangan malah memelihara drama dengan cara mengeluh dan mengeluh saja.


(6)

v

karunia Allah Swt. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberiku kekuatan, membekaliku dengan ilmu dan atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu telimpahkan kehariban Rasulullah Muhammad Saw. Karya ini kupersembahkan untuk:

 Kedua orang tuaku, Bapak Drs.R. Budi Pranowo dan Ibu Sri Muryani dari beliau curahan kasih sayang, serta doa yang tulus dan ikhlas yang senantiasa mengiringi setiap langkahku.

 Pakdhe Wiyardi dan Budhe Kardilah yang telah ikhlas memberikan tempat tinggal dengan segala fasilitasnya serta memberikan motivasi selama kuliah.  Hidupku terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan

bantuan Tuhan dan orang lain, tak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama sahabat-sahabat terbaik. Terima kasih kuucapkan kepada semua teman-temanku yang karena motivasi, semangat, dukungan serta doanya telah membantuku dalam menyelesaikan karya ini.


(7)

vi

NASIONALISME SISWA Oleh :

Raden Rahmat Wijaya NIM. 11401244025

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan film “Tanah Surga Katanya” sebagai media pembelajaran dibandingkan dengan media

slide powerpoint pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap sikap

nasionalisme pada siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian Pre-experimental designs

(nondesign) dengan bentuk Intact Group Comparison. Variabel bebas pada

penelitian ini adalah Pemanfaatan film “Tanah Surga Katanya” sebagai media pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang diterapkan pada kelas eksperimen, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap nasionalisme pada siswa yang diterapkan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA N 1 Pengasih. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan simple

random sampling atau sampel campur. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 62

peserta didik yang terbagi menjadi dua kelas yaitu kelas eksperimen dengan jumlah 31 siswa dan kelas kontrol dengan jumlah 31 siswa. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket. Penelitian ini menggunakan uji independent sample t-test, yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas untuk menganalisis hasil pengumpulan data.

Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh pemanfaatan film “Tanah Surga Katanya” sebagai media pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewaganegaraan terhadap sikap nasionalisme pada siswa karena dapat diketahui dari hasil uji hipotesis besar t hitung adalah 3,195 dan nilai t tabel dengan df 60 pada taraf signifikasnsi 5% sebesar 2,000. Nilai t hitung > t tabel (3,195 > 2,000) , atau nilai p lebih kecil dari 0,05 (p = 0,002 < 0,05) sehingga Ho ditolak. Dari hasil tersebut menunjukan ada perbedaan sikap nasionalisme kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah di berikan perlakuan berupa media film kepahlawanan “Tanah Surga Katanya”.

Kata kunci: Media Pembelajaran, Sikap Nasionalisme, Film “Tanah Surga Katanya”


(8)

vii

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya yang tiada terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh Pemanfaatan Film “Tanah Surga Katanya” Sebagai Media Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa.

Suatu kebahagiaan tersendiri bagi penulis karena dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkan penulis untuk mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd, M.A. selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk kuliah kepada penulis di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta staf yang telah memberikan ijin dan kemudahan dalam menyelesaikan penelitian.

3. Dr. Mukhamad Murdiono, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, sekaligus penguji utama yang telah mengarahkan, membimbing serta memberikan nasehat selama penyusunan skripsi.


(9)

viii bermanfaat.

5. Dr. Marzuki, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan dan memberikan nasihat selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

6. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mengarahkan penulis dalam menuntut ilmu, semoga benar-benar menjadi ilmu yang bermanfaat.

7. Drs. Ambar Gunawan selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Pengasih yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian.

8. Ambal Lusitarti, S.Pd selaku guru mata pelajaran PKn, atas kesediannya dalam membantu pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

9. Peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Pengasih yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

10. Segenap pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah Swt membalas semua bantuan, bimbingan dan dorongan yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini.


(10)

ix sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, 21 Maret 2016


(11)

x

HALAMAN PERNYATAAN... iii

MOTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

ABSTRAK... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 11

C. Pembatasan Masalah... 12

D. Rumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian... 13

F. Manfaat Penelitian... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teori 1. Tinjauan Media Pembelajaran Film a. Pengertian Media …... 16

b. Pengertian Pembelajaran... 17

c. Pengertian Media Pembelajaran... 18

d. Pengertian Film ... 24

e. Pengertian Film Sebagai Media Pembelajaran... 25

f. Film Tanah Surga Katanya... 26

2. Tinjauan Sikap Nasionalisme a. Pengertian Nasionalisme ... 38

b. Nilai Nasionalisme... 39

c. Sikap Nasionalisme ... 41

d. Paham Nasionalisme Indonesia ... 42

e. Revitalisme Nasionalisme... 46

f. Pendidikan Nasionalisme ... 48

g. Rasionalisasi Media Film Dalam Mengembangkan Nilai Nasionalisme 58 3. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan... 61

b. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan... 62

B. Penelitian Yang Relevan ... 63

C. Kerangka Pikir ... 66


(12)

xi

D. Populasi dan Sampel Penelitian... 71

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian... 72

1. Teknik Pengumpulan Data... 72

2. Instrumen Penelitian... 73

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 75

G. Tekhnik Analisis Data ... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 82

1. Deskripsi lokasi penelitian... 82

2. Pelaksanaan Penelitian... 84

3. Analisis data penelitian... 84

4. Diskripsi Data Penelitian... 87

B. Pembahasan... 94

1. Pembahasan Data Hasil Penelitian... 94

2. Keterbatasan Penelitian... 97

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan ... 98

2. Saran... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(13)

xii

Tabel 3. Uji Validitas Sikap Nasionalisme...77

Tabel 4.Reliabilitas Instrumen...78

Tabel 5.Hasil Uji Reliabilitas...79

Tabel 6.Uji Homogenitas Data...85

Tabel 7. Rangkuman Uji t Sikap Nasionalisme...87

Tabel 8. Jumlah skor Indikator Kuesioner Kelas Eksperimen...91


(14)

(15)

xiv 1.1 Angket Penelitian Untuk Siswa

1.2 Data Pengisian uji Validitas angket 1.3 Data pengisian angket kelas eksperimen 1.4 Data pengisian angket kelas kontrol

Lampiran 2...146 2.1 Uji Validitas Instrumen

2.2 Uji Reliabilitas Instrumen 2.3 Uji Normalitas Data 2.4 Uji Homogenitas

2.5 Hasil Uji Independent Sample T Test

Lampiran 3...174 3.1 Surat-surat


(16)

1

Era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan, perubahan itu sangatlah kompleks, baik perubahan teknologi informasi yang semakin canggih, sistem informasi tradisional yang sudah di tinggalkan, maupun perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung menjadi konsumerisme. Demikian juga dengan bangsa Indonesia pada saat ini perubahanya sangatlah terlihat karena terpengaruh budaya luar seiring dengan perkembangan arus globalisasi tersebut. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki sejarah panjang dan tentunya tidak mudah untuk mencapai kemerdekaan dan kemakmuran seperti saat ini. Perjuangan yang kuatlah yang membawa bangsa Indonesia mewuudkan cita-citanya. Kunci utama untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia adalah persatuan seluruh kalangan masyarakat Indonesia dan agar terjadi persatuan diperlukan sikap nasionalisme seluruh masyarakat Indonesia.

Menurut H.A.R Tilaar (2007:25) beberapa faktor penting dalam menumbuhkan nasionalisme diantaranya :1) bahasa 2) budaya 3) pendidikan. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan nasionalisme. Pendidikan yang tersentralisasi dalam pengertian tertentu dapat menjadi suatu alat pemersatu yang sangat kuat. Kita lihat misalnya pendidikan demokrasi di Amerika Serikat adalah penunjang dari kehidupan demokrasinya.

Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan salah satu pilar yang memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan dan keselamatan bangsa. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan


(17)

output yang cerdas, kreatif, dan inovatif sehingga mampu mengikuti perkembangan arus globalisasi tanpa terpengaruh budaya barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Semangat nasionalisme, heroisme, patriotisme dan sejenisnya sekarang ini sepertinya sudah jarang dijumpai lagi di berbagai kalangan masyarakat.Sebaliknya nilai-nilai seperti individualisme, konsumerisme, dan sejenisnya yang masih mudah merasuki sendi-sendi dasar kebudayaan nasional kita. Hal ini didukung dengan berkembangnya teknologi yang dikarenakan semakin berkembangnya era globalisasi yang semakin pesat. Teknologi yang semakin canggih memungkinkan masyarakat memperoleh berbagai informasi dengan cepat, jelas, dan lengkap. Dunia semakin penuh dengan Informasi dari segala penjuru untuk segala macam keperluan dan sasaran melalui berbagai cara dan saluran.

Ali Masyur Musa (2011:150) mempertanyakan bahwa “adakah yang masih tersisa dari nasionalisme jika sekumpulan anak muda, nongkrong di café

Starbuck, mengenakan kaos dan arloji bermerk impor, menggenggam blackberry,

asyik membicarakan mode dan trend musik dunia mutakhir, menyelingi bahasa dengan bahasa asing, berselera makan pizza dan sejenisnya, apa kira-kira presepsi mereka tentang nasionalisme? Jika istri pejabat lebih suka belanja di Singapura atau para pengusaha merasa lebih aman menyimpan uangnya di bank-bank luar negeri. Seorang warga pedalaman di kepulauan paling ujung negri hanya mengenal Indonesia dari siaran radio dan tidak tahu guna negara bagi hidupnya.


(18)

Seorang pemeluk agama yang saleh menggangap negara penghambat pengamalan keberagamaanya, apa kira-kira tanggapan mereka tentang nasionalisme?”

Derasnya arus globalisasi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan tentang rasa cinta tanah air atau nasionalisme sebagai sarana bertindak atau filterisasi diri juga akan meruntuhkan nilai - nilai moral dan sosial serta tatanan kemasyarakatan yang dianggap telah mapan di masyarakat dari generasi kegenaresi. Gaya pergaulan yang kebarat-baratan, perilaku seks bebas, narkoba, tawuran, dan perilaku menyimpang lainya dikalangan anak muda adalah sedikit contoh sikap yang terpengaruh oleh budaya asing yang tidak baik sehingga memudarkan nilai-nilai semangat nasionalisme pada diri para peserta didik.

Menurut M.’azzam manan dan Thung Jul Lan (2011:14), nasionalisme Indonesia di masa depan hanya mampu bertahan jika seluruh warga dan para penyelenggara negara bisa mengelola dengan baik perbedaan dan keanekaragaman etnik, budaya dan juga bahasa daerah menjadi asset brsama bagi persatuan yang kokoh dalam satu bangunan bersama yang bernama “Negara Bangsa Indonesia”.

Persoalanya tidak berhenti sampai disitu menurut Azyumardi Azra (dalam M.’Azzam manan dan Thung Jul Lan 2011:14) , akhir-akhir ini kita bisa melihat adanya perkembangan dari Nasionalisme Indonesia, yaitu: pertama, melalui penerapan otonomisasi dan desentralisasi sejak 1999 yang cenderung menonjolkan “semangat kedaerahan”, tidak jarang berimplikasi teradinya konflik dan kekerasan antar etnik pada lokalitas tertentu. Kedua, adanya kecenderungan meningkatnya arus dan gerakan Islam transaksional yang menolak bukan hanya


(19)

nasionalisme Indonesia, melainkan negara Indonesia, dan sebagai gantinya menawarkan „khilafah’ atau entitas politik tunggal bagi seluruh umat Islam di dunia.

Dalam hal ini pendidikan sangat diperlukan untuk menumbuhkan sikap nasionalisme pada peserta didik agar nasionalisme tidak hilang dan pudar dimasa depan, Dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 bab I pasal 1 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan penddikan nasional menurut Wiji Suwarno (2006: 32) untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Pendidikan nasional di dalam UU No. 20 Tahun 2003 bab II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


(20)

Nilai-nilai nasionalisme dapat ditanamkan melalui pendidikan di sekolah, dalam melaksanakan penanaman nilai nasionalisme di sekolah ada 2 cara yang bisa dilakukan yaitu melalui kegiatan pembelajaran dan melalui kegiatan diluar pembelajaran. Penanaman sikap dan nilai nasionalisme di luar pembelajaran dapat ditanamkan dengan pelaksanaan penanaman nilai nasionalisme dapat dilakukan melalui berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah dengan pembiasaan dalam kehidupan keseharian di sekolah.

Pembiasaan dalam kehidupan keseharian disekolah dapat dilakukan dengan cara kegiatan rutin, kegiatan spontan dan keteladanan. Selain itu bisa juga dilakukan dengan mengintegrasikan kedalam kegiatan ekstrakulikuler, misalnya kegiatan pramuka, latihan tari, karawitan, dan olahraga pencak silat. Semua kegiatan tersebut akan terlaksana apabila guru ikut berperan serta dalam kegiatan-kegiatan tersebut. sehingga guru dapat menjadi teladan dalam bersikap dan berprilaku bagi para siswa-siswanya. Tentu saja sikap dan prilaku guru harus mencerminkan nilai-nilai naionalisme yang ada supaya proses pelaksanaan penanaman nilai nasionalisme bisa berjalan dengan baik. Selain diluar kegiatan belajar mengajar penanaman nilai nasionalisme dan sikap nasionalisme dapat dilakukan didalam kegiatan pembelajaran.

Di dalam kegiatan pembelajaran, Mulyasa (2003:100) mengatakan bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam individu maupun faktor eksternal yang datang


(21)

dari lingkungan. Sedangkan menurut Syaiful Sagala (2006:61) mengatakan pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa atau murid. Pendidik yang baik akan melakukan komunikasi dua arah atau timbal balik dan memancing siswa untuk belajar secara aktif sehingga dapat terjadi proses komunikasi yang diinginkan.

Masih dalam bukunya Syaiful Sagala (2006:61) pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Salah satu mata pelajaran di sekolah menegah yang dapat menunjang keberhasilan pendidikan untuk mencetak manusia yang cerdas dan bermoral adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Melaui Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik dipupuk dengan nilai-nilai, sikap, dan kepribadian yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, menumbuhkan sikap cinta tanah air, serta berwawasan kebangsaan. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Sutoyo (2011: 6) bertujuan untuk menumbuhan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap, serta perilaku yang cinta tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara dan tatanan nasional kepada siswa, mahasiswa, calon ilmuwan warga negara Republik Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang dijiwai nilai-nilai pancasila.

Dengan demikian mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang banyak membahas tentang sikap, perilaku, dan nilai-nilai luhur yang berlandaskan


(22)

Pancasila untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat menumbuhkan sikap nasionalisme pada siswa. Sikap nasionalisme dapat diwujudkan dengan tindakan yang dilakukan siswa sebagai wujud sikap nasionalisme di sekolah dan di rumah. Contoh tindakan yang dilakukan siswa sebagai wujud sikap nasionalisme di sekolah antara lain dengan mengikuti upacara bendera, mengikuti kegiatan Pramuka, dan lain sebaganya. Tindakan yang dapat dilakukan siswa sebagai kegiatan pramuka, dan lain sebagainya. Tindakan yang dapat dilakukan siswa sebagai wujud sikap nasionalisme di rumah atau masyarakat antara lain mencintai produk dalam negeri, tetap menghargai dan bangga akan budaya Indonesia, dan sebagainya.

Saat ini terdapat ciri-ciri yang menunjukan bahwa remaja Indonesia mengalami penurunan dalam mengembangkan rasa nasionalisme kepada negara Indonesia. Ciri-ciri dari penurunan rasa nasionalisme remaja tersebut seperti, lebih menyukai gaya hidup bangsa Barat, misal mereka selalu ingin hidup bebas tanpa batas atau sekehendanya sendiri untuk melakukan hal yang melanggar norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat. Selain itu ciri-ciri yang lain adalah mereka bersikap apatis terhadap lingkungan atau merasa acuh tak acuh pada lingkungan masyarakat. Ciri-ciri yang terakhir adalah mereka kurang berpartisipasi dalam kehidupan sosial seperti saat ada sebuah acara di dalam masyarakat mereka tidak pernah mau untuk mengikuti acara-acara tersebut, misal kegiatan kerja bakti, organisasi remaja (Karang Taruna) dan kegiatan-kegiatan yang lain yang mereka anggap tidak penting.


(23)

Sebagai generasi penerus bangsa, kita wajib meningkatkan rasa nasionalisme kita. Dengan begitu, maka akan banyak manfaat bagi pribadi, masyarakat, dan negara. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SMA N 1 Pengasih banyak dijumpai perilaku siswa yang bertolak belakang dengan sikap nasionalisme. Diantaranya, masih sering dijumpai siswa yang lebih menyukai gaya hidup bangsa Barat, misal mereka selalu ingin hidup bebas tanpa batas atau sekehendanya sendiri untuk melakukan hal yang melanggar norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat, teknologi yang masuk pada para peserta didik sehingga siswa mudah terpengaruh budaya asing yang bisa melunturkan rasa nasionalisme, selain itu ciri-ciri yang lain adalah mereka bersikap apatis terhadap lingkungan atau merasa acuh tak acuh pada lingkungan masyarakat.

Di dalam mata pelajaran PKn yang merupakan mata pelajaan yang bertujuan untuk mendidik siswa menjadi warga negara yang baik, membahas tentang sikap nasionalisme dan hal-hal yang dapat menumbuhkan sikap nasionalisme tersebut. Hal ini di tunjukan pada silabus PKn Kelas X semester 1 KD 1.4 tentang menunjukkan semangat kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di dalam KD tersebut dibahas tentang semangat kebangsaan, makna nasionalisme, makna patriotisme, tata cara penerapan patriotisme dalam kehidupan.

Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme pada siswa tentunya tidaklah mudah dan dibutuhan media pembelajaran yang tepat supaya dalam tujuan dari Indikator pada KD tersebut dapat terpenuhi. Menurut Nana Sudjana (2002:102) Pemanfaatan film sebagai media pembelajaran untuk menumbuhkan rasa


(24)

nasionalisme pada siswa sangatlah tepat karena penggunakan film dalam pendidikan dan pengajaran di kelas sangat berguna atau bermanfaat terutama untuk:

1. Mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa. 2. Menambah daya ingat pada pelajaran.

3. Mengembangkan daya fantasi anak didik. 4. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar.

Untuk membuat pembelajaran yang efektif maka film yang digunakan haruslah cocok dan mempunyai bobot supaya siswa dapat termotivasi dan sikap nasionalisme itu muncul dengan sendirinya.

Salah satu film yang cocok untuk digunakan sebagai media pembelajaran adalah “Tanah Surga Katanya” Film ini sangat layak untuk dijadikan media pembelajaran untuk meningkatkan sikap nasionalisme pada siswa karena unsur kepahlawananya sangat kental dalam film ini. Sikap nasionalisme ditunjukkan oleh tokoh utama dalam film ini yaitu Salman serta kakeknya Hasyim yang diceritakan sebagai mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965.

Didalam film ini diceritakan, setelah meninggalnya istri tercinta, Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965, memutuskan tidak menikah. Ia tinggal bersama anak laki-laki satu-satunya yang juga menduda, dan dua cucunya: Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia merupakan persoalan tersendiri bagi mereka, karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.


(25)

Astuti, guru sekolah dasar di kota, datang tanpa direncanakan. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh karena setahun tidak berfungsi. Tak lama berselang datang pula dr. Anwar, dokter muda yang datang karena tidak mampu bersaing sebagai dokter professional di kota.

Haris mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan tetap tinggal di wilayah Indonesia. Hasyim bersikeras tidak mau pindah. Baginya kesetiaan pada bangsa adalah harga mati.

Persoalan semakin meruncing ketika Hasyim tahu bahwa Haris ternyata sudah menikah dengan perempuan Malaysia dan bermaksud mengajak Salman dan Salina. Salman yang dekat dengan sang kakek memilih tetap tinggal di Indonesia.

Hasyim sakit. Dr Anwar berusaha memberikan perawatan dan obat yang lebih rutin. Namun, keterbatasan sarana dan obat, membuat kondisi Hasyim memburuk. Dr Anwar memutuskan untuk membawa Hasyim ke rumah sakit kota. Dengan uang hasil kerja Salman, Hasyim dibawa pakai perahu. Mereka berangkat ditemani oleh Astuti dan dr. Anwar. Di tengah perjalanan nyawa Hasyim tidak tertolong. Dari cerita tersebut diharapkan siswa dapat terketuk hatinya sehingga rasa nasionalisme pada diri siswa dapat tumbuh setelah melihat perjuangan tokoh utama dalam film tersebut yaitu Hasyim dan Salman.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengkaji sejauh mana peran mata pelajan Pendidikan Kewarganegaraan dalam menumbuhkan rasa nasionalisme pada peserta didik. Penulis mencoba melakukan


(26)

penelitian dengan judul: Pengaruh Pemanfaatan Film “Tanah Surga Katanya” Sebagai Media Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diindentifikasi beberapa masalah, yaitu :

1. Lunturnya sikap nasionalisme khususnya di kalangan siswa sekolah menengah atas yang sedang mencari jati diri dan sebagai generasi penerus bangsa.

2. Semangat nasionalisme, heroisme, patriotisme dan sejenisnya yang sepertinya sekarang ini sudah jarang dijumpai lagi di berbagai kalangan masyarakat. Sebaliknya nilai-nilai seperti individualisme, konsumerisme, dan sejenisnya yang masih mudah merasuki sendi-sendi dasar kebudayaan nasional kita.

3. Derasnya arus globalisasi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan tentang rasa cinta tanah air atau nasionalisme sebagai sarana bertindak atau filterisasi diri juga akan meruntuhkan nilai - nilai moral dan sosial serta tatanan kemasyarakatan yang dianggap telah mapan di masyarakat. 4. Penerapan otonomisasi dan desentralisasi sejak 1999 yang cenderung

menonjolkan “semangat kedaerahan”, tidak jarang berimplikasi teradinya konflik dan kekerasan antar etnik pada lokalitas tertentu sehingga lupa akan nasionalisme Indonesia.


(27)

5. Adanya kecenderungan meningkatnya arus dan gerakan Islam transaksional yang menolak bukan hanya nasionalisme Indonesia, melainkan negara Indonesia, dan sebagai gantinya menawarkan „khilafah’ atau entitas politik tunggal bagi seluruh umat Islam di dunia sehingga mengancam penumbuhan sikap nasionalisme di Indonesia.

6. Para remaja khususnya di kalangan sekolah menengah lebih memilih untuk mengadopsi budaya asing yang menyimpang dari norma dan nilai sosial yang ada dalam masyarakat dan sudah ditanamkan sejak dahulu. 7. Pendidikan sangat diperlukan untuk menumbuhkan sikap

nasionalismepada siswa dan salah satu pelajaran yang berperan penting dalam menumbuhkan sikap nasionalisme siswa adalah Pendidikan Kewarganegaraan.

8. Untuk menumbuhkan rasa nasionalisme pada siswa tentunya tidaklah mudah dan dibutuhan media pembelajaran yang tepat supaya dalam tujuan dari Indikator pada Kompetensi Dasar tersebut dapat tercapai.

9. Film “Tanah Surga Katanya” dapat dipakai sebagai media pembelajaran dalam menumbuhkan sikap nasionalisme siswa.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti perlu melakukan pembatasan masalah agar penelitian ini dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Pembatasan masalah yang diterapkan dalam penelitian ini ialah sikap nasionalisme pada siswa dengan penggunaan media film “tanah surga katanya”.


(28)

D. Rumusan Masalah

Dari latarbelakang yang telah disampaikan di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah adakah pengaruh pemanfaatan film “tanah surga katanya” sebagai media pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap sikap nasionalisme siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal utama yang menjadi motif seseorang untukmelakukan tindakan. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan film “tanah surga katanya” sebagai media pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap sikap nasionalisme pada siswa. Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemanfaatan film “tanah surga katanya” sebagai media pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap sikap nasionalisme siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik manfaat secara teoretis maupun praktis, manfaat-manfaat tersebut diantaranya sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Melalui penelitian ini, diharapkan secara teoretis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan serta konsep dalam kegiatan belajar mengajar terutama dalam menggunakan media pembelajaran untuk meningkatan sikap nasionalisme siswa.


(29)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik

1) Menambah pengetahuan tentang arti pentingnya Nasionalisme

2) Mengajarkan penanaman rasa nasionalisme di kehidupan sehari-hari sebagai wujud warga negara yang baik.

3) Menanamkan pada siswa tentang nasionalisme agar supaya tidak terpengaruh dengan budaya asing yang menyimpang dari budaya masyarakat Indonesia.

b. Bagi Guru

1) Mengembangkan inovasi dalam mengajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan meningkatkan wawasan dan pemahaman tentang pemanfaatan film sebagai media pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.pada mahasiswa melalui proses belajar mengajar.

2) Meningkatkan pengetahuan guru tentang penanaman rasa nasionalisme pada siswa supaya siswa dapat mempersiapkan diri terhadap arus globalisasi.

3) Menambah wawasan tentang nasonalisme supaya dapat menghindarkan siswa dari budaya asing yang menyimpang dari, budaya masyarakat Indonesia.


(30)

c. Bagi Perguruan Tinggi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber referensi dan memberikan manfaat sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa UNY dan khususnya untuk mahasiswa Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum.


(31)

16 1. Tinjauan Media Pembelajaran Film

a. Pengertian Media

Menurut Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2009 :6), kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar. Kemudian telah banyak pakar dan juga organisasi yang memberikan batasan mengenai pengertian media. Rudi Susilana dan Cepi Riyana,( 2009 :7) mengemukakan bahwa media adalah sebagai berikut.

1) Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru.

2) National Education Asociation (NEA) memberikan batasan bahwa media merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya.

3) Briggs berpendapat bahwa media merupakan alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar.

4) Associciation for Educational Communication and Technology (AECT) memberikan batasan bahwa media merupakan segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan. 5) Gagne berpendapat bahwa berbagai jenis komponen dalam

lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

6) Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa untuk belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa media adalah sarana untuk menyalurkan pesan atau informasi dari guru ke siswa atau sebaliknya. Penggunaan media akan memungkinkan terjadinya proses belajar pada diri siswa dan dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran.


(32)

Di dalam buku Azhar Arsyad, (2002 :3) menyebutkan, kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti „tengah’,„perantara’ atau „pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Disamping sebagai sistem penyampaian dan pengantar, media sering diganti dengan kata mediator dengan istilah tersebut media menunjukan fungsi atau peranya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya media adalah alat yang menyampaikan atau menghantarkan pesan-pesan pengajaran. Jadi, telefisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan ataun informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pengajaran”.

b. Pengertian Pembelajaran

Beberapa Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah


(33)

mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi siswa.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Unsur material meliputi; buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide, film, audio, dan radio tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer (multimedia). Unsur prosedur meliputi; jadwal, metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya, dalam Oemar Hamalik (2010 : 57).

Menurut Hamdani (2010 : 23), pembelajaran merupakan usaha untuk membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Sedangkan menurut Sugandi dalam Hamdani (2010 : 23), pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menghubungkan sistem lingkungan sebagai proses belajar.

c. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Arif Sadiman (2010 : 6), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke


(34)

penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Pesan atau informasi yang disampaikan melalui media dalam bentuk isi atau materi pengajaran itu harus dapat diterima oleh penerima pesan dengan menggunakan salah satu gabungan beberapa alat indera mereka.

Menurut Yusufhadi Miarso (2004 : 458), media pembelajaran dapat diartikan segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali. Yusufhadi Miarso (2004 : 458-460), menyimpulkan bahwa ada berbagai kajian teoretik maupun empirik menunjukkan kegunaan media dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut: mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada kita sehingga otak dapat berfungsi secara optimal, dapat membatasi keterbatasan pengalaman peserta didik, dapat melampaui batas ruang kelas, memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya, menghasilkan keseragaman pengamatan, membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi untuk belajar, memberikan pengalaman integral atau menyeluruh dari sesuatu konkrit maupun abstrak, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri, pada tempat dan waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri, meningkatkan keterbacaan baru, meningkatkan efek sosialisasi, serta dapat meningkatkan kemampuan ekspresi diri.


(35)

Selain itu, Pemilihan media pembelajaran dalam menunjang kegiatan belajar mengajar sangat penting. Menurut Nana Sudjana (2009:80) dalam memilih media hendaknya mengacu pada kriteria sebagai berikut:

1) Ketepatannya dengan tujuan pengajaran. 2) Dukungan terhadap isi bahan pelajaran. 3) Kemudahan memperoleh media.

4) Ketrampilan guru dalam menggunakannya. 5) Tersedia waktu untuk menggunakannya. 6) Sesuai dengan taraf berfikir siswa.

Menurut Zainal Aqib (2013 : 52), ada beberapa prinsip umum yang digunakan dalam pembuatan media pembelajaran antara lain:

1) Visible : mudah dilihat.

2) Interesting : menarik.

3) Simple : sederhana.

4) Useful : bermanfaat bagi pelajar.

5) Accurate : benar dan tepat sasaran. 6) Legitimate : sah dan masuk akal.

7) Structured : tersusun secara baik, runtut.

Menurut Zainal Aqib (2013 : 53), prinsip pemanfaatan media pembelajaran antara lain:

1) Setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan. 2) Gunakan media seperlunya, jangan berlebihan. 3) Penggunaan media mampu mengaktifkan pelajar.

4) Pemanfaatan media harus terencana dalam program pembelajaran. 5) Hindari penggunaan media yang hanya sekedar mengisi waktu. 6) Perlu persiapan yang cukup sebelum menggunakan media.

Media pembelajaran yang modern dan sangat muda dicerna oleh siswa salah satunya adalah media pembelajaran berbasis TIK (bahasa Inggris:

Information and Communication Technologies/ICT). Menutut Koesnandar

(2008:6) TIK adalah adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun,


(36)

menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi.

Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang tidak terpisahkan. Jadi Teknologi Informasi dan Komunikasi mengandung pengertian luas yaitu segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antar media.

Menurut Koesnandar (2008:7)Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi, Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan.

Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global.


(37)

Arti teknologi informasi bagi dunia pendidikan seharusnya berarti tersedianya saluran atau sarana yang dapat dipakai untuk menyiarkan program pendidikan. Pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pendidikan sudah merupakan kelaziman. Membantu menyediakan komputer dan jaringan yang menghubungkan rumah siswa dengan ruang kelas, guru, dan administrator sekolah. Semuanya dihubungkan ke Internet, dan para guru dilatih menggunakan komputer pribadi.

Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran.

Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik.

Menurut Koesnandar (2008:7) Pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pendidikan sudah merupakan suatu keharusan untuk memfasilitasi dan mempermudah proses pembelajaran. Seperti menggunakan komputer


(38)

interconnection-networking (internet), Compact Disk (CD), flasdisk, dimana pemanfaatannya tersebut dapat membantu proses kegiatan belajar mengajar.

Berikut ini merupakan beberapa contoh media pembelajaran menurut koesnandar (2008:7-8) berbasis TIK, antara lain:

1) Powerpoint.

Microsoft powerpoint adalah salah satu program bawaan microsoft

Office yang digunakan untuk membuat dokumen presentasi. Presentasi

merupakan kegiatan penyampaian gagasan atau ide seseorang kepada para audiens. Presentasi akan lebih mudah dimengerti dan dipahami jika ditampilkan dalam bentuk slide. Dengan microsoft powerpoint, kita bisa membuat slide presentasi yang unik dan menarik dengan menambahkan efek teks, gambar, clip Art, musik, video, dan Iain-lain.

2) Internet.

Internet (interconnection-networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar sistem global

Transmission Control Protocol/Internet Protocol Suite (TCP/IP) sebagai

protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. (id.wikipedia.org/wiki/Internet, diakses 7 september 2015)

3) Compact Disk (CD) pembelajaran.

CD pembelajaran adalah suatu media yang dirancang secara sistematis dengan berpedoman kepada kurikulum yang berlaku dan dalam pengembangan mengaplikasikan prinsip-prinsip pembelajaran sehingga program tersebut memungkinkan peserta didik menerima materi pembelajaran secara lebih mudah dan menarik. Secara fisik CD pembelajaran merupakan program pembelajaran yang dikemas dalam CD. 4) Video pembelajaran.

Video pembelajaran adalah suatu media yang dibuat untuk menunjukkan contoh konkret atau penguatan dari isi materi pelajaran yang telah disampaikan sehingga siswa dapat memahami dan dapat menarik kesimpulan.

5) Buku Elektronik.

Buku elektronik atau e-book adalah salah satu teknologi yang memanfaatkan komputer untuk menayangkan informasi multimedia dalam bentuk yang ringkas dan dinamis. Dalam sebuah e-book dapat diintegrasikan tayangan suara, grafik, gambar, animasi, maupun movie sehingga informasi yang disajikan lebih kaya dibandingkan dengan buku konvensional. Jenis e-book paling sederhana adalah yang sekedar memindahkan buku konvensional menjadi bentuk elektronik yang ditayangkan oleh komputer. Dengan teknologi ini, ratusan buku dapat disimpan dalam satu keping CD atau compact disk (kapasitas sekitar


(39)

700MB), DVD atau digital versatile disk (kapasitas 4,7 sampai 8,5 GB) maupun flashdisk (saat ini kapasitas yang tersedia sampai 16 GB).

Format multimedia memungkinkan e-book menyediakan tidak saja informasi tertulis tetapi juga suara, gambar, movie dan unsur multimedia lainnya. Penjelasan tentang satu jenis musik misalnya, dapat disertai dengan cuplikan suara jenis musik tersebut sehingga pengguna dapat dengan jelas memahami apa yang dimaksud oleh penyaji.

d. Pengertian film

Azhar Arsyad (2002 :48) menyebutkan, film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang kontinu. Kemampuan film melukiskan gambar dan memberikan suara memberinya daya tarik tersendiri. Media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Media ini dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan ketrampilan, menyingkat dan memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

Di dalam buku Azhar Arsyad (2002 :49) menjelaskan keuntungan film diantaranya adalah:

1) Film dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktek,dll.

2) Film dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu.

3) Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi fim menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainya, misal film pahlawan nasional dapat meningkatkann sikap nasionalisnya.

4) Film yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa.

5) Fim dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara langsung seperti perilaku binatang buas dan lahar gunung berapi.


(40)

6) Film dapat ditunjukan kepada kelompok besar atau kelompok kecilo, kelompok heterogen maupun perorangan.

7) Dengan kemampuan dan tehnik pengambilan gambar frame demi frame film yang kecepatan normal memakan waktu satu minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit. Misalnya, bagaimana kejadian mekarnya bunga dari lahir kuncup bunga hingga kuncup itu mekar. e. Pengertian Film Sebagai Media Pembelajaran.

Pemanfaatan film sebagai media pembelajaran untuk menumbuhkan rasa nasionalisme pada siswa sangatlah tepat karena penggunakan film dalam pendidikan dan pengajaran di kelas sangat berguna atau bermanfaat terutama untuk:

1) Mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa. 2) Menambah daya ingat pada pelajaran.

3) Mengembangkan daya fantasi anak didik. 4) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar.

Carpenter dan Greenhill dalam Zurkarimein Nasution (1984:17-18) dalam mengkaji hasil-hasil penelitian tentang film menyimpulkan sebagai berikut.

1) Film yang diproduksi dengan baik, bila digunakan baik sendirian maupun dalam suatu seri dapat diterapkan sebagai alat utama untuk mengajar ketarampilan penampilan (performance) tertentu dan untuk menyampaikan beberapa jenis data faktual.

2) Tes setelah menonton akan meningkatkan belajar, jika siswa telah diberi tahu apa yang harus diperhatikannya dalam film, dan bahwa mereka akan di tes tentang isi film tersebut.

3) Siswa akan belajar lebih banyak jika diberi petunjuk studi untuk tiap film yang dipakai dalam kegiatan belajar-mengajar.

4) Mencatat sambil menonton film hendaknya dicegah, karena hal itu akan mengganggu perhatian siswa trhadap film itu sendiri.

5) Pertunjukan film secara bergantian dapat meningkatkan belajar.

6) Film-film pendek dapat dipenggal menjadi film sambung dan bermanfaat untuk kepentingan praktek atau latihan.


(41)

7) Siswa dapat menonton film selama satu jam tanpa mengurangi keefektifan dari tujuan pertemuan tersebut.

8) Keefektifan belajar melalui film harus dievaluasi.

9) Sesudah sebuah film dipertunjukkan, lalu pokok-pokok isinya dijelaskan dan didiskusikan, akan mengurangi salah pengertian di kalangan siswa.

10) Kegiatan lanjutan setelah menonton film hendaknya digalakkan untuk memungkinkan pemahaman yang lebih tuntas.

f. Film Tanah Surga Katanya

Film “Tanah Surga Katanya” dapat dikategorikan terasuk kedalam film drama yang berdurasi 90 menit. Film ini diproduseri oleh Bustal Nawawi dan penulis naskah film ini adlah Danial Rifki, film ini diperankan oleh artis-artis terkenal yang kiprahnya sudah malang melintang di kancah film Indonesia nama artis tersebut diantaranya adalah diantaranya Osa Aji Santoso, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani Azzahra, Ringgo Agus Rahman, dan Andre Dimas Apri. Film ini tayang perdana pada hari Rabu, 15 Agustus 2012. (filmindonesia.or.id, diakses 7 September 2016)

Film ini sangat layak untuk dijadikan media pembelajaran untuk meningkatkan sikap nasionalisme pada siswa karena unsur kepahlawananya sangat kental dalam film ini. Sikap nasionalisme ditunjukkan oleh tokoh utama dalam film ini yaitu Salman serta kakeknya Hasyim yang diceritakan sebagai mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965.

Setelah meninggalnya istri tercinta, Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965, memutuskan tidak menikah. Ia tinggal bersama anak laki-laki satu-satunya yang juga menduda, dan dua cucunya: Salman dan Salina. Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia


(42)

merupakan persoalan tersendiri bagi mereka, karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi.

Astuti, guru sekolah dasar di kota, datang tanpa direncanakan. Ia mengajar di sekolah yang hampir rubuh karena setahun tidak berfungsi. Tak lama berselang datang pula dokter Anwar, dokter muda yang datang karena tidak mampu bersaing sebagai dokter professional di kota.

Haris mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan tetap tinggal di wilayah Indonesia. Hasyim bersikeras tidak mau pindah. Baginya kesetiaan pada bangsa adalah harga mati.

Persoalan semakin meruncing ketika Hasyim tahu bahwa Haris ternyata sudah menikah dengan perempuan Malaysia dan bermaksud mengajak Salman dan Salina. Salman yang dekat dengan sang kakek memilih tetap tinggal di Indonesia.

Hasyim sakit, dokter Anwar berusaha memberikan perawatan dan obat yang lebih rutin. Namun, keterbatasan sarana dan obat, membuat kondisi Hasyim memburuk. Dokter Anwar memutuskan untuk membawa Hasyim ke rumah sakit kota. Dengan uang hasil kerja Salman, Hasyim dibawa pakai perahu. Mereka berangkat ditemani oleh Astuti dan dokter Anwar. Di tengah perjalanan nyawa Hasyim tidak tertolong. Ia meninggal bersamaan dengan pekik dan sorak sorai Haris atas kemenangan kesebelasan Malaysia atas Indonesia.


(43)

Danial Rifki adalah sutradara lulusan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Di masa kuliah, dia aktif membuat film pendek yang memenangkan beberapa penghargaan nasional dan internasional. Film pendeknya „Karena Aku Sayang Markus’ memenangkan Piala Citra untuk Film Pendek Terbaik pada FFI (Festival Film Indonesia) 2007. Film kelulusannya yang berjudul „Anak-anak Lumpur’ yang mengangkat isue Lumpur Lapindo, memenangkan penghargaan di Kyoto International Student and Video Festival (KISFVF) 2010. Di luar kampus, Danial Rifki „berguru’ langsung kepada 2 mentornya, senior di dunia perfilman Indonesia ; Garin Nugroho dan Slamet Rahardjo Djarot. Mewarisi pandangan dari kedua mentornya, film-film Danial Rifki memiliki kepedulian tinggi pada tema-tema sosial. (filmindonesia.or.id, diakses 7 September 2016)

Kehidupan orang-orang diperbatasan (khususnya perbatasan Indonesia – Malaysia) nampaknya menjadi sebuah fakta yang begitu menggemparkan. Sudah seperti rahasia umum memang, bahwa tak jarang orang-orang di perbatasan tersebut adalah orang-orang yang memiliki penghasilan dibawah rata-rata. Tak jarang mereka lebih memilih bekerja di negara tetangga karena peluang dan penghasilan yang lebih menjanjikan. Seolah-olah mereka melarikan diri dari bangsanya sendiri, akibat dari tidak diperhatikannya kehidupan mereka oleh bangsanya sendiri, Indonesia.

Film ini banyak menceritakan tentang kehidupan perekonomian dan nasionalisme orang-orang perbatasan. Diambil contoh, Salman, seorang


(44)

anak kecil yang sangat mencintai tanah airnya, Indonesia. Melalui cerita keluarga yang terbelah (ayah dan anak perempuannya pindah ke Malaysia untuk mencari kehidupan yang lebih baik, sedangkan anak laki-laki dan kakeknya yang bekas pejuang memilih tetap bertahan di tengah “hujan batu di negeri sendiri”), kita pelan-pelan diajak melihat berbagai ketertinggalan dan keterasingan masyarakat di sana terhadap negaranya sendiri. Jauh dari penggambaran Koes Plus dalam lagu Kolam Susu, yang penggalan liriknya (Orang bilang tanah kita tanah surga…) (filmindonesia.or.id, diakses 7 September 2016)

Hal itu sekaligus kritik pedas mengenai absennya negara atau ketidakpedulian pemerintah Republik Indonesia. Perhatikan bagaimana tokoh guru dan dokter yang merupakan simbol dari “perhatian pusat terhadap daerah” hadir di sana karena sebuah “kecelakaan”, yakni terpaksa dan mau coba-coba saja. Film ini cukup memberikan sedikit banyolan yang terkesan membuat film ini menjadi lebih aneh, dengan memberikan tokoh kepala desa dan pejabat dari pusat yang kelakuan tidak seperti apa yang seharusnya diharapkan masyarakat.

Lebih lanjut lagi, film ini mengajak penonton untuk meningkatkan rasa nasionalisme mereka dan seakan menyindir pemerintah yang seakan lupa terhadap masyarakatnya di daerah-daerah pedalaman dan perbatasan.

Untuk menganalisis film Tanah Surga Katanya ini digunakan pendekatan sosiologi sastra. Adapun pendekatan sosiologi sastra adalah telaah yang subjektif dan ilmiah tentang diri seseorang dalam masyarakat,


(45)

telaah tentang lembaga, dan proses sosial. Sapardi Djoko Darmono (2003: 10). Ini berarti rasa nasionalisme itu ada dari pengalaman diri seseorang yang berupa rasa cinta terhadap tanah air. Adapun diri seseorang yang mengalami rasa nasionalisme dimaksudkan adalah tokoh dalam film Tanah Surga Katanya.

Kakek Hasyim merupakan tokoh utama sebagai bekas pejuang sukarelawan Konfrontasi perbatasan ketika masa perang Indonesia-Malaysia tahun 1965 yang memiliki pendirian kuat, cinta mati kepada bangsa Indonesia.

Haris merupakan anak Kakek Hasyim, Haris seorang duda yang memutuskan untuk menikahi wanita Malaysia untuk mempermudahnya menetap di Malaysia. Haris bermaksud mengajak ayah dan kedua anaknya ikut pindah ke Malaysia, walaupun di tawari berbagai fasilitas yang tidak bisa didapatkan di daerahnya namun tetap ditolak oleh Hasyim karena bagi dirinya kesetiaan pada bangsa adalah harga mati.

Salman dan Salina merupakan cucu Kakek Hasyim, Salman seorang siswa kelas 4 dan Salina kelas 3 mereka merupakan siswa tercerdas di sekolahnya, polos, memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, sangat menyayangi kakeknya, memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.

Sebagai seorang sukarelawan bekas pejuang konfrontasi perbatasan, Kakek Hasyim menanamkan rasa nasionalismenya kepada Salman dalam melawan para pasukan gurka yang datang dari inggris untuk membantu


(46)

Malaysia dalam melawan para pejuang Indonesia dari suku Sasak di Kalimantan Barat. Seperti kutipan adegan percakapan di bawah ini:

Adegan 1

Hasyim: “ketika Kakek berada diperbatasan, tiba-tiba dari sana muncullah pasukan gurka yang datang dari Inggris membela Malaysia, nah Kakek dan sukarelawan lainnya menyelinaplah pulang susup sasap sembunyi-sembunyi. Para sukarelawan bertempur diperbatasan tartartar tartartartartartaratar!! pasukan gurka tu lari tunggang-langgang lintang pulang balik kampung.”

Salman: “oh, pasukan Inggris te, mukanya seram-seram ya Kek ?” Hasyim:” Salman, pasukan gurka itu orang dari Nepal atau India, yang mukanya hitam dan kumisnya tebal.”

(Sumber: Narasi film tanah surga katanya karyaNovianto, 2012)

Kutipan di atas menunjukkan adanya rasa nasionalisme Hasyim yang bekas sukarelawan itu tak pernah surut jiwa nasionalismenya. Hasyim berusaha menularkan jiwa nasionalismenya itu kepada cucunya melalui cerita-cerita heroik di era Konfrontasi. Namun, jiwa nasionalisme Hasyim ditentang oleh kenyataan. Anaknya, Haris lebih memilih bekerja dan menetap di Malaysia.

Komentar Haris cukup menggelitik. Ketika bapaknya, Hasyim, menyatakan Indonesia lebih makmur dari Malaysia, Haris membantah, “Jakarta yang makmur. Bukan di sini (pelosok Kalimantan).” Kehidupan yang ditawarkan di Malaysia yang jauh lebih baik mengakibatkan orang-orang di perbatasan rela melepas status WNI-nya. Namun, sesungguhnya masalah itu dapat ditanggulangi jika pemerintah Indonesia memberikan perhatian secara khusus untuk daerah perbatasan. Fenomena ini dapat dilihat pada adegan Haris membujuk Hasyim untuk pindah ke Malaysia.


(47)

Adegan 2

Haris : Malaysia tu negeri yang makmur, Yah. Hasyim : Negara kita lebih makmur, Haris.

Haris : Jakarta yang makmur, bukan di sini. Kita ni di pelosok Kalimantan. Siapa yang peduli?

Hasyim : Haris, mengatur negeri ini tidaklah mudah. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tahu kau?

Haris : Tapi apa yang Ayah harapkan dari pemerintah? Mereka tidak pernah memberikan apa-apa untuk Ayah yang pernah berjuang di perbatasan.

Hasyim : Aku mengabdi bukan untuk pemerintah. Tapi untuk negeri ini, bangsaku sendiri.

Haris : Sekali lagi, Yah. Aku cuma ingin menyejahterakan ayah, membahagiakan anak-anak. Dan aku…… aku sudah menikah dengan perempuan Malaysia, Yah.

Hasyim : Apa maksudmu, hah?!

Haris : Yah, supaya segala sesuatunya lebih mudah, saya harus menjadi warga negara sana, Yah. Yah, di sana ayah akan mendapatkan perawatan kesehatan yang lebih baik, anak-anak bisa bersekolah lebih tinggi, dan kita bisa tinggal di tempat yang lebih layak. Tak macam di sini, Yah!

(Sumber: Narasi film tanah surga katanya karya Novianto, 2012) Pada kutipan di atas nampak jelas bahwa, kebijakan sentralisasi politik dan pembangunan yang pernah diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru dahulu memang memunculkan resistensi dari daerah-daerah. Sentralisasi pembangunan-pembangunan baik itu infrastruktur, pendidikan, dan sebagainya di pulau Jawa, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, menimbulkan kesenjangan yang sangat timpang dengan daerah-daerah non-Jawa, terutama di daerah-daerah perbatasan. Walaupun pemerintahan Orde Baru sudah berakhir dan digantikan dengan pemerintahan era reformasi yang salah satu tuntutannya adalah kebijakan desentralisasi yang telah diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah, namun masalah kesenjangan di daerah-daerah terpencil belum juga mendapatkan perhatian dari


(48)

pemerintahan pusat dan daerah seperti dalam film ini. Padahal masalah pendidikan dan kesehatan secara terang-terangan sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Sementara itu, pengasingan terjadi pada lainnya, yaitu bendera merah putih dan mata uang rupiah. Saat Bu Astuti menyuruh anak-anak untuk menunjukkan tugas membuat gambar bendera merah putih yang didapat olehnya adalah gambar-gambar berwarna merah dan putih yang bentuk dan komposisinya bukan berupa bendera Merah-Putih Indonesia. Ada yang berbentuk segitiga, layang-layang, garis belang-belang, dan lain sebagainya. Hanya Salina yang menggambar dengan benar. Itu pun ia ketahui dari kakeknya yang mantan pejuang perbatasan.

Tidak hanya sampai di situ, di film ini terdapat adegan lain yang lebih ironis, yaitu ketika pedagang Indonesia yang berdagang di Malaysia memakai bendera merah-putih sebagai kain pembungkus dagangannya. Dari sini dapat dilihat bahwa lambang negara yang satu ini tidak pernah dikenal oleh orang Indonesia sendiri.

Adegan 3

Salman : Pak! Pedagang : Apa?

Salman : Itu merah putih.

Pedagang : Ku tahu. Ini warnanya merah, ini warna putih, ini kuning, ini hijau, ini warna cokelat.

Salman : Merah putih itu bendera Indonesia, Pak. Pedagang : Ini kain kan kain pembungkus dagangan aku. Salman : Ini bendera pusaka.

Pedagang : (sambil menunjuk sebuah Mandau milikny) Ini Mandau pusaka kakek aku. Pergi no!


(49)

Pada kutipan ketiga di atas, rasa nasionalisme Salman akan kecintaannya terhadap bangsa Indonesia sangat tinggi. Salman memberanikan diri untuk menegur pedagang Malaysia yang telah meremehkan bendera Indonesia untuk digunakan sebagai dasaran tempat berjualan.

Terkait dengan judul “Tanah Surga Katanya”, dalam film ini dikisahkan suatu hari ada pejabat provinsi datang ke sekolah Salman. Murid-murid menyambutnya dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan tarian khas Kalimantan Barat. Adapun sajian lain yang ditampilkan untuk para pejabat adalah deklamasi puisi karangan Salman oleh dirinya sendiri. Puisi itu merupakan puisi satir dengan judul Tanah Surga gubahan dari lirik lagu Kolam Susu yang sering didengar dan dinyanyikan anak-anak di dusun itu. Berikut lirik puisi Tanah Surga yang dibawakan oleh Salman.

Tanah Surga

Bukan lautan hanya kolam susu, katanya...

tapi kata kakekku, hanya orang-orang kaya yang bisa minum susu Kayu dan jala cukup untuk menghidupimu, katanya...

tapi kata kakekku, ikan-ikan kita dicuri oleh banyak negara Tiada badai tiada topan kau temui, katanya ...

tapi kenapa ayahku tertiup angin ke Malaysia Ikan dan udang menghampiri dirimu, katanya... tapi kata kakek, awas! Ada udang di balik batu!

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan batu jadi tanaman, katanya...

tapi kata dokter Intel belum semua rakyatnya sejahtera,

banyak pejabat yang menjual kayu dan batu untuk membangun surganya sendiri (Sumber: Narasi film tanah surga katanya karyaNovianto, 2012).

Di akhir cerita, kakek Salman, Hasyim yang merupakan veteran pejuang perbatasan meninggal karena sakit jantung yang dideritanya.


(50)

Selama ini, ia tidak mengobati penyakitnya. Alasan biaya menjadi alasan klasik dan lumrah bagi veteran apalgi yang tinggal di daerah perbatasan. Jangankan untuk dirawat di rumah sakit, membeli obat-obatannya pun ia tak mampu. Biaya perjalanan menggunakan sampan ke kota pulang pergi sudah menghabiskan 400 ringgit. Uang sebanyak itu memang tidak mustahil diperoleh, namun alangkah lebih berartinya bila uang sebanyak itu dipakai untuk keperluan lain daripada dihabiskan hanya untuk biaya perjalanan mengobati penyakitnya. Ia berpikir, kebutuhan cucu-cucunya jauh lebih penting daripada pengobatan penyakitnya itu.

Adegan 4

Hasyim : Salman… Salman : Iya, Kek…

Hasyim : Indonesia tanah surga. Apa pun yang terjadi pada dirimu, jangan sampai kehilangan cintamu pada negeri ini. Genggam erat cita-citamu, katakan kepada dunia dengan bangga “kami bangsa Indonesia….” Laa illaaha illallaah…..

Salman : Kakek….!!

(Sumber: Narasi film tanah surga katanya karyaNovianto, 2012). Dari kutipan di atas Sebelum meninggal, Hasyim berpesan kepada cucunya, Salman, agar tetap mencintai bangsanya. Sementara itu, di lain tempat, Haris sedang ber-euforia bersama warga Malaysia atas kemenangan Malaysia pada pertandingan sepakbola Malaysia melawan Indonesia. Dengan bangganya ia mengibarkan spanduk Malaysia. Dengan sepenuh hati ia mendukung Malaysia untuk menjadi jawaranya. Hilangnya rasa memiliki Indonesia, bergeseranya identitas diri menjadi orang Malaysia, telah terpatri dalam diri Haris.


(51)

Demikian digambarkan adanya perbedaan ideologi dari generasi satu ke generasi berikutnya, yaitu generasi nasionalisme Hasyim dengan generasi matrealistis Haris. Proses sosial yang terjadi dalam masyarakat perbatasan di mana mereka lebih sering berinteraksi dengan bangsa lain, ditambah dengan tidak adanya sosialisasi akan makna dan nilai nasionalisme mengakibatkan hilangnya rasa memiliki dan rasa cinta tanah air masyarakat tersebut.

Fenomena-fenomena yang digambarkan di atas merefleksikan bagaimana sebuah masyarakat membentuk pola dan mengorganisasikan kehidupan sosial. Identitas sosial mereka mengalami pergeseran, yang mulanya mengaku orang Indonesia kemudian setelah mereka merasa tidak mendapat perhatian oleh pemerintah Indonesia dan merasa lebih difasilitasi oleh negara Malaysia, mereka pun berusaha untuk menjadi warga negara Malaysia. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah menikah dengan orang Malaysia dan bertempat tinggal di sana. Entah ada berapa puluh atau bahkan ratus orang yang telah mengalami pergeseran identitas itu, berpindah kewarganegaran dan domisili, semuanya tidak pernah tercatat dalam administrasi pemerintahan Indonesia. Nasionalisme warga negara Indonesia di perbatasan seolah tergadai karena tuntutan ekonomi. Tidak ada yang mensosialisasikan nasionalisme, sementara kebutuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan terus meningkat. Pemerintah Indonesia juga tidak pernah melakukan usaha prefentif maupun represif untuk para WNI yang berpindah kewarganegaraan dan domisili.


(52)

Film “Tanah Surga... Katanya” hanyalah contoh kecil film yang kental dengan teori sosiologi. Hasyim yang berusaha tetap mempertahankan nasionalismenya dalam gencarnya perubahan pola pikir dan hidup masyarakat daerah perbatasan untuk lebih memilih Malaysia sebagai tempat berlabuh, ia tularkan kepada cucunya, Salman. Nasionalisme itu ternyata dapat diterima dengan baik olehnya, meski ayahnya telah berpindah kewarganegaraan dan domisili dengan kehidupan yang lebih layak. Ia bertahan dengan nasionalisme yang sarat keterbatasan.

Seandainya jika kita yang mengalami kenyataan seperti di atas, apakah kita akan tetap mempertahankan nasionalisme seperti Hasyim? Atau memilih jalan realistis mendapat keuntungan materi yang lebih banyak dengan mempertaruhkan nasionalisme kita seperti Haris. Sutradara film ini memberikan sebuah petuah agar masyarakat tidak meninggalkan rasa cinta tanah airnya di akhir film. Pernyataan yang sama tentang film “Tanah Surga Katanya” sangat baik untuk mengingkatkan rasa nasionalisme juga dipublikasikan di laman (planet.qwords.com, diakses 7 september 2015)

Ungkapan salut saya sampaikan kepada Osa Aji Santoso yang berhasil membawakan perannya sebagai sosok Salman. Di film yang berdurasi 90 menit ini, ia tampil begitu memikat dan natural membawakan sosok anak miskin di perbatasan yang tetap memegang teguh nilai kebangsaan serta tegar menghadapi segala ujian kehidupan. Tak terasa mata saya sempat menghangat basah, saat tokoh Salman berlari membawa bendera merah putih yang ditukarnya dengan sarung di sebuah pasar di Malaysia dengan latar belakang lagu “Tanah Air” yang begitu menyentuh kalbu. Film ini benar-benar telah menyajikan tontonan berkelas, bagaimana memaknai nasionalisme dengan penuh semangat sekaligus sebentuk “protes” tersirat atas ketidak adilan dinegeri ini.

Saat meninggalkan bioskop, terngiang kembali Puisi yang dibacakan Salman, saat menyambut tamu-tamu penting disekolahnya. Sederhana, namun tajam menikam.


(53)

2. Tinjauan Sikap Nasionalisme a. Pengertian Nasionalisme

Bangsa (nation) adalah sekumpulan manusia yang sama bahasanya, sama adat istiadatnya, sama asal usulnya, sama kebudayaannya, senasib dan sepenanggungan dan tempat kediamannya pun sama, pendapat di atas dikemukakan oleh Mohammad Mustari (2011:190). Hal ini juga ditegaskan oleh Slamet Muljana (2008:3) yang mengemukakan bahwa nasionalisme adalah manifestasi kesadaran bernegara atau semangat bernegara.Selain itu, Ali Maschan Moesa (2007:28) berpendapat bahwa nasionalisme adalah paham yang direalisasikan dalam sebuah gerakan yang mendambakan kepentingan bersama, yaitu kepentingan bangsa (nation), walaupun mereka terdiri dari masyarakat majemuk. Selain itu Smith D Anthony (2003:10) berpendapat bahwa nasionalisme adalah suatu ideologi yang meletakkan bangsa di pusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaannya.

Pengertian nasionalisme juga dikemukakan oleh Kohn dalam Ali Maschan Moesa (2007: 3) yang menyatakan nasionalisme sebagai suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada sepanjang sejarah dan kekuatan-kekuatan yang berbeda-beda. Selain Kohn, pengertian nasionalisme juga dijabarkan oleh Deddy Ismatullah (2006:140) yang berpendapat bahwa nasionalisme adalah perasaan atas dasar kesamaan


(54)

asal-usul, rasa kekeluargaan, rasa memiliki hubungan-hubungan yang lebih erat dengan sekelompok orang daripada dengan orang lain, dan mempunyai perasaan berada dibawah pada satu kekuasaan.

Sartono Kartodirojo dalam Ali Maschan Moesa (2007: 63), ada lima prinsip dalam nasionalisme, dimana yang satu dengan yang lainnya saling terakit untuk membentuk wawasan nasional. Kelima prinsip tersebut adalah: 1) Kesatuan (unity) yang dinyatakan sebagai conditio sine qua non, syarat

yang tidak bisa ditolak.

2) Kemerdekaan (liberty), termasuk kemerdekaan untuk mengemukakan pendapat.

3) Persamaan (equality) bagi setiap warga negara untuk mengembangkan kemampuannya masing-masing.

4) Kepribadian (personality) yang terbentuk oleh pengalaman budaya dan sejarah bangsa, serta perfomance.

Stanley Ben dalam (Dedy Ismatullah,2006:141), menyatakan bahwa dalam mendefinisikan istilah nasionalisme setidaknya ada lima elemen, yaitu:

1) Semangat ketaatan kepada suatu bangsa/semacam patriotisme.

2) Dalam aplikasinya pada politik, nasionalisme menunjuk pada kecondongan untuk mengutamakan kepentingan bangsa sendiri,khususnya jika kepentingan bangsa itu berlawanan dengan kepentingan bangsa lain.

3) Sikap yang melihat amat pentingnya penonjolan ciri khusus suatu bangsa. Karena itu, doktrin yang memandang perlunya kebudayaan bangsa harus dipertahankan.

4) Nasionalisme adalah suatu teori politik yang menekankan bahwa umat manusia secara alami terbagi-bagi menjadi beberapa bangsa, dan ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta para anggota bangsa itu.

b. Nilai Nasionalisme

Menurut Ki Supriyoko (2001:2) nilai yang terkandung dalamnasionalisme Indonesia seperti persatuan dan kesatuan, perasaan senasib, toleransi, kekeluargaan, tanggung jawab, sopan santun dan gotong


(55)

royong. Hal senada juga diungkapkan oleh Lailatus Sa’diyah (2012:48) bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang juga berpengaruh pada pembentukan sikap nasionalisme diantaranya: nasionalisme, tanggug jawab, disiplin, toleransi, kerja keras dan peduli sosial. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasanya bentuk dari nilai nasionalisme yaitu memiliki toleransi, memiliki kedisiplinan, memiliki tanggung jawab, memiliki kerja keras, memiliki sopan santun, memiliki sikap gotong royong dan peduli sosial.

Dari berbagai pendapat yang terdapat pada pengertian nilai dan pengertian nasionalisme, dapat dikaji bahwasanya nilai nasionalisme yakni rasa cinta terhadap tanah air serta sikap untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan bangsa, sehingga akan muncul perasaan satu sebagai suatu bangsa, satu dengan seluruh warga yang ada dalam masyarakat. Adapun bentuk dari nilai nasionalisme yaitu memiliki toleransi, memiliki kedisiplinan, memiliki tanggung jawab, memiliki kerja keras, memilki sopan santun, dan memiliki sikap peduli sosial.

Akan tetapi melihat kondisi banyaknya penyimpangan dikalangan remaja dan generasi muda saat ini yang begitu kuat, tentu ini menjadikan tugas yang diberikan kepada para pendidik dan perancang di dalam penanaman nilai nasionalisme sangat berat. Banyak generasi muda yang mulai kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda sekarang. gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang jelas-jelas


(56)

bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia. Dilihat dari sikap, banyak generasi muda yang tingkah lakunya tidak mengenal sopan santun dan cenderung memiliki rasa tidak peduli terhadap lingkungan. Pengaruh-pengaruh tersebut memang tidak secara langsung berPengaruh-pengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang.

Arti penting dari implementasi terhadap penanaman nilai-nilai nasionalisme adalah menjaga tiap-tiap individu dari pengaruh luar yang semakin mudah seiring berkembangnya era globalisasi saat ini. Tidak semua kemajuan di era globalisasi sekarang ini membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang memiliki sikap nasionalisme, tentunya semua lapisan masyarakat tidak menginginkan pengaruh negatif masuk ke dalam diri generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari bangsa Indonesia sendiri untuk berpegang teguh pada nilainilai nasionalisme.

Kesadaran dalam berperilaku atau bersikap dalam kehidupan sehari-hari yang jarang ditemui tersebut menjadi beberapa kendala yang dialami oleh pendidik dalam penanaman nilai nasionalisme. Maka dari itu dalam pengembangan strategi penanaman nilai nasionalisme harus diupayakan seoptimal dan sedini mungkin.

c. Sikap Nasionalisme

Sikap nasionalisme yaitu respon oleh seseorang terhadap paham kebangsaan karena adanya persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan


(57)

untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan maju dalam satu kesatuan bangsa dan negara serta cita-cita bersama guna mencapai, memelihara, dan mengabdi identitas, persatuan, kemakmuran dan kekuatan atau kekuasaan negera dan bangsa yang bersangkutan yang terdapat dalam Ensikopledi Nasional Indonesia (2011:3).

Berdasarkan teori dan nasionalisme yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme yaitu suatu respon seseorang yang timbul dari diri terhadap rasa rela berkorban untuk kepentingan bersama maupun kepentingan bangsa yang berupa semangat patriotik sebagai perwujudan kesetiaan serta rasa cinta terhadap tanah air.

d. Paham Nasionalisme Indonesia

Menurut Sri Sultan Hamengkubuwono (2008,108 ) masyarakat Indonesia bersifat prural yang diikat dalam sesanti Bhineka Tunggal Ika. Kemajemukan marupakan modal kebesaran bangsa dan negara Indonesia, Asalkan dijalin erat dan dibalu dengan wawasan kebangsaan yang utuh lahir dan batin. Bangsa dan negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila UUD 1945 menjadi landasan ideologis dan konstitusional bagi berkembangnya paham nasionalisme. Berdirinya negara Indonesia merupakan perwujudan dan persamaan kesadaran dan cita-cita masyarakat Indonesia melalui wawasan kebangsaan yang telah lama tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara.

Motivasi dan gerakan nasionalsime pada awal abad ke-20 yang melahirkan Kebangkitan Nasional itu, sekalipun masih bersifat majemuk, tersebar dan terpisah-pisah, namun secara mendalam telah mengisyaratkan adanya konsepsi yang berwawasasn persatuan dan kesatuan. Hal seperti itulah yang mengilhami gerakan kemersekaan Indonesia. Melalui janin gerakan yang dimotori oleh founding fathers, paham nasionalisme kita tumbuh sebagai identitas diri dari pengalaman sejarah yang bersifat mejemuk, tetapi tetap dalam kesatuan (Bhineka Tunggal Ika).

Sejarah perkembangan paham nasionalisme Indonesia berbeda dengan paham nasionalisme di Eropa. Nasionalisme Eropa tumbuh sebagai gejala


(58)

dan reaksi dari revolusi industri: sebuah gejala yang lahir akibat adanya transformasi dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Sedangkan paham nasionalisme Indonesia lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan kolonial. Dalam ungkapan Bung Karno dalam buku Sri Sultan Hamengkubuwono (2008, 109 ) nasionalisme merupakan kekuatan bagi bangsa-bangsa terjajah yang kelak akan membuka masa gemilang bagi bangsa tersebut.

Sistem kewarganegaraan Indonesia mengalami perubahan. Jika sebelumnya kewarganegaraan didasarkan atas kelahiran, ikatan perkawinan, dan sistem kekerabatan, maka dengan pembentukan bangsa Indonesia kewarganegaraan dibentuk berdasarkan pada kehendak untuk hidup bersama di tanah air sebagai satu bangsa.Inilah karakteristik baru kewargaan di tanah air sebagai satu bangsa. Inilah karakteristik baru kewarganegaraan dalam negara-bangsa. Sebenarnya bangsa dan negara merupakan dua konsep berbeda, namun nasionalisme telah menyatukan keduanya dalam satu wadah negara-bangsa. Terkait berbedaan megara dan bangsa. Harsya W Bachtiar (1976:8) menyatakan.

negara adalah suatu organisasi politik, suatu struktur politik. Para warga negara adalah anggota organisasi politik. Keanggotaan dalam organisasi negara atau kewarganegaraan seseorang diatur oleh aturan-aturan hukum. Jadi, undang-undanglah yang menyatakan apakah seseorang adalah warga negara Indonesia atau bukan. Akan tetapi nation adalah suatu kesatuan solidaritas kebangsaan. Kebanyakan anggota nation Indonesia adalah warga negara Indonesia. Akan tetapi, mungkin saja seseorang yang berkewaganegaraan negara lain, memiliki paspor negara asing, dalam kenyataan adalah bagian dari nation Indonesia, merasa diri orang Indonesia. Sebaliknya, seorang warga negara Indonesia yang memiliki paspor Indonesia, dapat saja dalam kenyataan tidak merasa dirinya sebagai orang


(59)

Indonesia dan oleh sebab itu dalam kenyataan tidak merupakan bagian dari

nation Indonesia atau bangsa Indonesia.

Keanggotaan disuatu kesatuan sosial lain, seperti nation Indonesia tidak berarti bahwa orang yang bersangkutan melepaskan keanggotaanya di kesatuan sosial lain, seperti Bangsa Aceh. Keanggotaan dalam nation Indonesia tidak harus diartikan sebagai terlepasnya keanggotaan dalam

nation lama. Seseorang dapat berbicara baik Bahasa Indonesia maupun

Bahasa Jawa, tergantung pada bahasa yang dipelajarinya. Hal ini berarti ia juga dapat bertindak, baik mengacu pada kebudayaan nation Indonesia maupun pada kebudayaan suku bangsa atau daerah tertentu. Tentu saja semua ini berlangsung dalam keadaan, dan berhubungan dengan kepentingan yang berbeda-beda.

Dengan demikian, antara nation Indonesia dengan pruralitas agama, etnis, dan bahasa tidak dapat dipisahkan, bahkan harus berjalan secara bersama-sama. Meskipun seseorang mempunyai agama, etnis, dan bahasa yang berbeda, tetapi jika ia mempunyai pemikiran Indonesia, maka seseorang tersebut adalah bagian dari bangsa Indonesia. Heterogenitas harus berjalan dengan subur di tengah-tengah perlunya memelihara persatuan dak kesatuan bangsa. Yang terpenting, seseorang tersebut harus mempunyai cara berpikir, berperilaku, perasaan, dan jatin diri bangsa Indonesia. Berbicara tentang orang Indonesia pada dasarnya hanya membicarakan aspek-aspek tertentu saja dari orang tertentu dalam kenyataan, dan tidak berbicara tentang keseluruhan orang yang bersangkutan. Sebab, orang yang sama dapat mempunyai jati diri sebagai anggota kesatuan sosial tertentu yang lain.

Keterikatan dan kepatuhan seseorang pada agamanya juga tidak harus mengurangi rasa nasionalisme yang bersangkutan. Para tokoh kemerdekaan dan perumus UUD 1945 kendatipun menganut gagasan sekuler, tetap mengakui pentingnya agama dalam mempengaruhi kehidupan bernegara.


(60)

Negara yang diidamkan para pendiri republik bukanlah negara yang didasarkan pada agama, melainkan, dalam ungkapan Soepomo, “Negara kebangsaan yang memperhatikan dan memberi peluang kepada agama-agama”.

Di Indonesia nasionalisme juga tercermin dari ideologi bangsa yang dimiliki yakni pancasila. Menurut Arif Rohman (2009: 42) mengemukakan “ idiologi Pancasila memiliki lima prinsip nilai yang bersifat dasar (staat

fundamental norms) yang merupakan ajaran dasar yang dipedomani oleh

seluruh warga bangsa baik dalam tataran individu maupun kelompok. Kelima nilai dasar itu adalah sebagai berikut.

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan keyakinan pada Tuhan. Pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari misalnya saling menghormati, memberi kesempatan dan kebebasan menjalankan ibadah, serta tidak memaksakan atau kepercayaan pada orang lain. Melalui pelaksanaan sila yang pertama ini bangsa Indonesia menghendaki keutuhan dan kebersamaan dengan cara saling menghormati.

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

Pada sila kemanusiaan yang adil dan beradab bangsa Indonesia mengakui, menghargai dan memberikan hak dan kebebasannya yang sama pada tiap warganya, akan tetapi dalam pelaksanaannya harus tetap menghormati hak-hak orang lain untuk menjaga toleransi.

3) Persatuan Indonesia

Pada sila persatuan Indonesia bangsa Indonesia lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Pelaksanaannya dalam kehidupan dengan cara mendahulukan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan golongan, suku, atau individu. Sila yang ketigaini menegaskan komitmen dan pendirian warga negara untuk mengutamakan, memperhatikan dan menjaga keutuhan bangsa dan negara.

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

` Pada sila yang keempat bangsa Indonesia mengakui untuk mengambil keputusan yang menyangkut orang banyak dilaksanakan dengan cara musawarah mufakat. Pelaksanaan musawarah mufakat ini untuk menghargai perbedaan pendapat.


(1)

Group Statistics

VAR00002 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

VAR00001 kontrol 31 70,90 5,534 ,994

eksperimen 31 65,71 7,161 1,286

Independent Samples Test Levene's Test for

Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Mean Differen ce Std. Error Differen ce

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

VAR00001 Equal varian ces assum ed

2,308 ,134 3,195 60 ,002 5,194 1,625 1,942 8,445

Equal varian ces not assum ed

3,195 56,4 12


(2)

174


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Representasi Nasionalisme dalam Film Tanah Surga, Katanya (Studi Semiotik Roland Barthes Mengenai Representasi Nasionalisme dalam Film Tanah Surga,Katanya)

1 14 72

KONSTRUKSI NASIONALISME PADA FILM TANAH SURGA KATANYA (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran PPKn) Konstruksi Nasionalisme Pada Film Tanah Surga Katanya (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran PPKn).

0 3 20

PENDAHULUAN Konstruksi Nasionalisme Pada Film Tanah Surga Katanya (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran PPKn).

0 2 6

KONSTRUKSI NASIONALISME PADA FILM TANAH SURGA KATANYA (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran PPKn) Konstruksi Nasionalisme Pada Film Tanah Surga Katanya (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran PPKn).

0 2 12

REPRESENTASI NASIONALISME DAN PATRIOTISME Representasi Nasionalisme dan Patriotisme dalam Film Tanah Surga Katanya.

0 2 15

PENDAHULUAN Representasi Nasionalisme dan Patriotisme dalam Film Tanah Surga Katanya.

0 3 41

REPRESENTASI NASIONALISME DAN PATRIOTISME Representasi Nasionalisme dan Patriotisme dalam Film Tanah Surga Katanya.

0 1 16

PENGARUH FILM TANAH AIR BETA TERHADAP SIKAP NASIONALISME SISWA Film Tanah Air Beta Dan Sikap Nasionalisme (Studi Eksperimen Pengaruh Film Tanah Air Beta Terhadap Sikap Nasionalisme Siswa-Siswi kelas VIII di SMP N 4 Surakarta).

0 0 14

PENERIMAAN KHALAYAK TERHADAP NILAI NASIONALISME DALAM FILM “TANAH SURGA KATANYA” | Linadi | Jurnal e-Komunikasi 1781 3440 1 PB

0 0 7

MAKNA NASIONALISME MASYARAKAT PERBATASAN DALAM FILM TANAH SURGA KATANYA (Analisis Semiotik pada FIlm "Tanah Surga Katanya" tentang Nasionalisme Masyarakat di Perbatasan) - UNS Institutional Repository

0 0 15