49 memegang grip pada tongkat, 7 memfungsikan jari terunjuk untuk
menggerakkan tongkat, 8 melakukan teknik satu sentuhan dan 9 melakukan teknik dua sentuhan.
Tes kinerja memuat 20 butir soal yang dikembangkan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan. pengukuran penilaian terhadap kemampuan
orientasi dan mobilitas dilakukan dengan menentukan skoring sesuai dengan kriteria skoring yang telah ditentukan. Skoring diberikan sesuai dengan
kemampuan siswa dalam melakukan tes kinerja. Adapun rubrik skoring dalam tes kinerja diberikan skor 4 apabila siswa mampu melakukan tes
kinerja dengan baik tanpa bantuan, diberikan skor 3 apa bila siswa mampu melakukan tes kinerja dengan bantuan verbal dari guru, diberikan skor 2
apabila siswa mampu melakuakan tes kinerja dengan bantuan verbal dan nonverbal dari guru, dan skor I bila siswa tidak dapat melakukan tes kinerja.
Perhitungan skoring dihitung dengan menggunakan pedoman penilaian yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto 2006: 102 sebagai berikut:
100
Keterangan : N = Nilai yang dicari R = Skor yang didapat siswa
SM = Skor maksimal semua item
F. Kerangka Pikir
Siswa tunanetra memiliki keterbatasan dalam mengembangkan konsep, penyesuaian diri atau sosial, dan orientasi dan mobilitasnya. Dari
50 keterbatasan tersebut anak tunanetra mengalami sulit dalam melakukan
sesuatu dengan mandiri sehingga ketergantungan dengan orang lain saat melakukan aktivitas. Untuk mengurangi keterbatasan yang dimiliki siswa
tuanetra diperlukan kurikulum tambahan atau program kompensatoris yang dapat mengurangi hambatan yang dimiliki siswa tunanetra.
Kurikulum tambahan atau program kompensatoris ini mencakup beberapa pembelajaran salah satunya adalah pembelajaran orientasi dan
mobilitas. Orientasi dan mobilitas ini perlu dikuasai oleh siswa tunanetra karena pembelajaran ini berkaitan dalam kehidupan tunanetra sehari-hari.
Apabila orientasi dan mobilitas siswa tunanetra mengalami masalah maka akan menghambat tiga tahapan kehidupan siswa tunanetra diantaranya
hambatan dalam memperoleh pengalaman baru, hambatan dalam mengadakan hubungan sosial, dan hambatan dalam memperoleh kemandirian.
Salah satu materi pembelajaran orientasi dan mobilitas yang sangat dibutuhkan dan wajib dikuasai oleh siswa tuanetra adalah melawat dengan
tongkat. Kemampuan orientasi dan mobilitas melawat dengan tongkat di kelas V SLB A Yaketunis Yogyakarta masih rendah. Siswa sering melakukan
teknik tongkat yang salah dalam mobilitasnya. Pembelajaran orientasi dan mobilitas dilakukan secara bersama-sama dengan kelas lain sehingga ada
beberapa siswa yang terlambat dalam menerima pembelajaran. Pada pembelajaran orientasi dan mobilitas siswa tunanetra
membutuhkan pembelajaran praktik maupun sumber belajar yang dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih memberikan pengalaman untuk
51 siswa belajar mandiri. Sumber belajar yang siswa dapat di kelas V SLB A
Yaketunis Yogyakarta adalah lingkungan siswa dan penjelasan dari guru. Guru SLB A Yaketunis belum menerapkan sumber belajar lain selain
lingkungan dan penjelasan guru selama pembelajaran orientasi dan mobilitas. Belum adanya sumber belajar selain lingkungan dan penjelasan guru
yang digunakan dalam pembelajaran orientasi dan mobilitas siswa tunanetra kelas V di SLB A Yaketunis Yogyakarta maka diperlukan suatu sumber
belajar yang dapat digunakan siswa secara mandiri maupun klasikal. Sumber belajar ini merupakan salah satu upaya menfasilitasi kemampuan karakteristik
siswa tunanetra
dalam proses
pembelajaran yang
berbeda-beda. Pegorganisasian materi ke dalam satu diktat yaitu diktat
“Teknik Melawat dengan Tongkat” di pilih sebagai alternatif sebagai mengefektifkan
pembelajaran orientasi dan mobilitas siswa tunanetra. Penggunaan diktat yang didesain sesuai dengan standar kompetensi
kurikulum orientasi dan mobilitas menggunakan tulisan Braille sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa tunanetra dalam membaca dan menulis
Braille. Materi yang terdapat didiktat bersisikan pengertian tongkat dan tahapan penggunaan teknik melawat dengan tongkat yang sesuai dengan
tahapan yang benar. Diktat diberikan agar siswa mampu belajar secara mandiri maupun kelompok sehingga siswa mampu mengatahui materi
orientasi dan mobilitas melawat dengan tongkat dengan tahapan yang benar. Oleh karena itu diharapkan penggunaan diktat
“Teknik Melawat dengan
52 Tongkat” efektif terhadap kemampuan orientasi dan mobilitas siswa tunanetra
kelas 5 SLB A Yaketunis Yogyakarta.
Gambar 1. Efektivitas Penerapan Diktat “Teknik Melawat Dengan Tongkat”
terhadap Kemampuan Orientasi dan Mobilitas Siswa Tunanetra Kelas 5 di SLB-
A Yaketunis Yogyakarta
Keterbatasan siswa tuanentra kelas V SD
di SLB A Yaketunis Yogyakarta
Kemampuan siswa dalam orientasi dan
mobilitas masih rendah
Pembelajaran kompensatoris salah satunya orientasi dan mobilitas
- melatih siswa untuk mengenal lingkungan - melatih siswa dalam bergerak di lingkungan
Keunggulan Penerapan Diktat Melawat dengan Tongkat
•memberikan penjelasan tentang pembelajaran tongkat dengan
benar yang disusun dengan tulisan Braille.
•menyertakan tahapan-tahapan penggunaan tongkat yang benar.
Adanya peningkatan kemampuan orientasi dan mobilitas pada siswa
tunanetra Diktat tentang Teknik
Melawat dengan Tongkat efektif terhadap
kemampuan siswa dalam orientasi dan mobilitas
masih kurang dan belum adanya media yang
digunakan guru dalam pembelajara orientasi dan
mobilitas
53
G. Hipotesis