Sifat Eksklusif dan Superioritas

14 itu bukannya tidak penting. Karena itu, rupanya diperlukan sekali untuk meneliti bagaimana citra ini sampai terbentuk dan sampai dimana mereka itu mempunyai setitik kebenaran, sebelum mencoba membatasi bagian-bagian tertentu dari masyarakat Indonesia yang dalam hal ini paling berurat akar. Mellaz, August,2002:43-44

2.2.2 Sifat Eksklusif dan Superioritas

Proses ini yakni asimilasi akan terjadi dengan sendirinya di kalangan penduduk Tionghoa di Indonesia kalau tidak ada faktor- faktor penghalang itu, yang orang Tionghoa sendiri secara sadar atau tidak sadar telah membantu menciptakannya. Selama zaman penjajahan, orang Tionghoa dengan jelas sekali lebih unggul dibandingkan dengan rakyat jelata Indonesia, baik dalam status hukum maupun dalam kekuatan ekonomi, dan hampir dalam semua hubungan antar etnis kedudukan orang Tionghoa ternyata lebih tinggi dari orang Indonesia. Dalam hubungan inilah maka kesadaran tentang keunggulan orang Tionghoa dalam situasi yang menguntungkannya itu adalah bukti satu-satunya yang seringkali menyakitkan hati. Coppel,Charles A.1994:57 Sekalipun kebudayaan orang Tionghoa yang berakar sering dipengaruhi sekali oleh kebudayaan berbagai kelompok etnis Indonesia khususnya, seperti terlihat dalam kasus Tionghoa peranakan ini tidaklah berarti bahwa mereka itu telah terasimilasikan ke dalam masyarakat pribumi itu. Memang tidak diragukan bahwa ada sebagian yang mengalami hal demikian selama beberapa abad ini. Keadaan yang memungkinkan perkembangan itu telah dijelaskan oleh The Siauw Giap. 2 Misalnya, ia menjumpai kasus-kasus tentang berubahnya keyakinan orang Tionghoa peranakan di Makasar 2 The Siauw Giap, 1980. “The Chinese in Indonesia” dalam Coppel, Charles A. 1994 15 Ujungpandang dan menjadi orang Islam lalu lenyap melalui penyatuan ke dalam penduduk setempat; kasus-kasus lainnya di daerah pedesaan Jawa yang “telah meleburkan diri sepenuhnya dengan kaum pribumi”, kasus-kasus lainnya lagi yang telah berhasil memperoleh tanda jasa dalam pengabdiannya kepada para penguasa setempat pada masa-masa sebelum para penguasa itu berada di bawah pengaruh atau kekuasaan Belanda. Meskipun ada sejumlah besar orang Tionghoa yang berakulturasi secara mendalam tetapi tetap merupakan masyarakat Tionghoa yang menyendiri, asimilasi ke dalam masyarakat pribumi merupakan suatu perkecualian ketimbang kelaziman. Skinner melihat bahwa di Jawa “terdapat ribuan orang Tionghoa yang menyusut kembali leluhur mereka di Indonesia sampai sebanyak dua belas generasi”. Suatu keadaan yang sangat berbeda dengan keadaan di Thailand dimana kebanyakan orang Tionghoa telah bergabung dengan penduduk Thailand sampai empat generasi. 3 Ada suatu hal yang menunjukkan kegigihan masyarakat Tionghoa yang tersendiri itu selama beberapa generasi di Indonesia, tetapi ada hal lain yang dikesankan oleh Muaja, bahwa kegagalan mereka untuk berasimilasi justru disebabkan karena adanya “faktor- faktor penghalang itu yang orang Tionghoa itu sendiri secara sadar dan tidak sadar ikut membantu menciptakannya”. 4 Memang benar bahwa dalam abad ke-20 telah berkembang proses-proses tertentu di dalam masyarakat Tionghoa yang menghalangi asimilasi itu, tetapi sebenarnya perintang utama pada masa-masa awal adalah kekuasaan kolonial Belanda dan politik yang mereka pilih. Karena kekuasan Belanda semakin meluas, prestise mereka meningkat dan karena itulah prestise elite pribumi merosot, maka akibatnya orang Tionghoa yang mobil ke atas itu mungkin semakin tidak tertarik kepada pihak 3 Skinner,G. William,1960. “Change and Persistence in Chinese Cultural Overseas: A Comparison of Thailand and Java.” Dalam Coppel, Charles A. 1994 4 Muaja,A.J.,1958. “The Chinese problem in Indonesia.” Dalam Coppel, Charles A. 1994 16 masyarakat pribumi. Di daerah-daerah seperti di Jawa di mana akulturasi di kalangan orang Tionghoa adalah terhebat sehingga karena itu dapat dianggap bahwa asimilasi mungkin sekali terjadi antara kelas dan kelompok etnis dengan orang Tionghoa membentuk suatu kelas menengah dagang antara sebagian besar kelas penguasa Belanda dan lapisan bawah kaum pribumi. Masyarakat majemuk ini, seperti dikatakan Furnivall, pada waktunya diperkukuh oleh hukum sehingga seluruh penduduk ini terbagi ke dalam tiga golongan yang berbeda-beda, yakni golongan Eropa, golongan Timur Asia, dan Golongan pribumi. Tiga golongan ini memiliki hak-hak hukum dan hak-hak istimewa yang juga berbeda-beda, dan pada umumnya, orang Tionghoa sebagai golongan Timur Asing mempunyai kedudukan yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan penduduk pribumi. 5 Maka dari itu, asimilasi dengan penduduk pribumi akan menurunkan status sosial mereka dan menyebabkan mereka kehilangan beberapa hak istimewa dalam hukum. Bahkan sekaligus ada keinginan untuk berasimilasi, politik pemerintah Belanda terutama pada abad ke-19 semakin mempersulitnya. Sistem perkampungan wijkenstelsel, yang mengharuskan orang Tionghoa bermukim di ghetto kota tertentu telah diperhebat, dan kini pun mereka diharuskan memperoleh surat jalan apabila mereka hendak melakukan perjalanan keluar. Paling tidak, dalam satu hal, orang Tionghoa yang telah berasimilasi secara menyeluruh dengan penduduk Sunda di suatu desa di Keresidenan Cirebon sehingga “satu-satunya hal yang mengingatkan bahwa mareka itu keturunan Tionghoa adalah kuncirnya saja”, telah dipaksa pindah ke suatu perkampungan Tionghoa dan membuat mereka itu mengenali dirinya kembali sebagai orang Tionghoa. Contoh ini memberi gambaran umum bagaimana pemerintah kolonial Belanda dengan giat menghalang-halangi penyeberangan perbatasan etnis itu. 5 Furnival, J.S., 1944. “Netherlands India; A Study of Plural Economy.” dalam Coppel, Charles A. 1994 17 Orang Tionghoa diharapkan berpakaian sebagaimana biasa termasuk mengenakan kuncir dan merupakan pelanggaran kriminal “apabila tampil di depan umum dengan tersamar pakaian lain daripada pakaian nasional itu, terkecuali dalam arak-arakan bertopeng atau kesenangan belaka”. Lain dari pada di Thailand, di Indonesia tidak ada prosedur yang dilembagakan yang memungkinkan seorang penduduk Tionghoa dapat melepaskan diri dari golongan Tionghoa dan menjadi warga penduduk pribumi. Ini tidak berarti bahwa hal semacam itu tidak pernah terjadi, karena jelas ada kasus-kasus serupa itu yang terjadi tanpa diketahui pihak penguasa, dan rupanya terdapat satu kasus yang disetujui pula oleh pemerintah kolonial mengenai asimilasi peranakn Tionghoa di Madura ke dalam status pribumi. Namun, pada umumnya politik Belanda barangkali memainkan peranan penting sekali dalam memastikan bahwa suatu masyarakat peranakan yang mantap terbentuk dari keturunan imigran Tionghoa dan bahwa keturunan imigran ini tidak terserap oleh penduduk pribumi. Coppel, Charles A, 1994:57-64 2.2.3 Kebijakan dan peraturan Pemerintah terhadap Minoritas Tionghoa selepas Kemerdekaan Indonesia.

a. Pembatasan dan Penekanan Secara Budaya

Dokumen yang terkait

PENGARUH DAYA TARIK BERITA METRO XIN WEN TERHADAP INTENSITAS ETNIK TIONGHOA MENONTON METRO XIN WEN Studi pada Masyarakat Etnik Tionghoa di Pecinan Malang

1 28 2

Hubungan antara Kegiatan Menonton Program Metro Xin Wen dengan Pemenuhan Kebutuhan Informasi Penonton Etnis Tionghoa.

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) T1 362009073 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Dan Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap Etnis Tionghoa)

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Dan Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap Etnis Tionghoa) T1 362008017 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Dan Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap Etnis Tionghoa) T1 362008017 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Dan Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap Etnis Tionghoa) T1 362008017 BAB V

1 1 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Dan Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap Etnis Tionghoa) T1 362008017 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Dan Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap Etnis Tionghoa)

0 0 34

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis Video Dokumenter Kompas TV “Sianida di Kopi Mirna” T1 BAB II

0 1 10