43 yang telah dibaptis tersebut tetap menjadi satu
koinonia, keempat, selalu ada dari mereka yang menjual hartanya untuk keperluan bersama
diakonia, dan kelima, apa yang mereka lakukan disukai banyak orang
martyria. Berdasarkan uraian ini maka penghayatan iman dan perwujudan iman bagi
mahasiswa dapat dibedakan berdasarkan kegiatannya sebagai berikut :
1. Pengahayatan iman
a. Liturgi Liturgia
Liturgi adalah perayaan iman umat. Dalam hal ini iman berarti dihayati melalui kegiatan-kegiatan liturgis yang dilakukan secara konsisten. Bentuk nyata
penghayatan iman dalam bidang ini adalah kebiasaan berdoa secara pribadi dan doa bersama. Doa tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan. Doa berarti
mengarahkan hati kepada Tuhan. Oleh sebab itu berdoa tidak membutuhkan banyak kata-kata, tidak terikat waktu dan tempat tertentu serta tidak menuntut gerak-gerik
yang khusus KWI, 2012: 393. Dalam liturgi yang utama bukanlah sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan
kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah karya Kristus sang Imam Agung serta Tubuh-Nya, yakni Gereja. Oleh karena itu liturgi
bukan hanya kegiatan suci yang sangat istimewa, tetapi juga sebagai wahana utama untuk menghantar Gereja ke dalam persatuan dengan Kristus SC, art. 7. Penghayatan
iman dalam bidang liturgi dapat dilihat dari partisipasi aktif dalam perayaan-perayaan sakramen misalnya, mengikuti misa pada hari minggu dan misa harian, kegiatan doa
di lingkungan, menerima sakramen tobat serta doa-doa pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44 b.
Pewartaan Kerygma Pewartaan
berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah
menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya.
Pewartaan merupakan tugas dan panggilan setiap orang yang percaya kepada Kristus KWI, 2012: 390.
Penghayatan iman dalam bidang pewartaan menjadi nyata melalui keterlibatan dalam kegiatan pewartaan kabar suka cita bagi sesama. Dalam konteks
hidup mahasiswa tugas ini dapat dilaksanakan melalui peran aktif dalam kegiatan pendalaman Kitab Suci dan pendalaman iman. Namun yang paling utama adalah
menerapkan pesan Kitab Suci dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menjadi teladan bagi orang lain.
2. Perwujudan iman
a. Persekutuan Koinonia
Persekutuan berarti ikut serta dalam communio atau persaudaraan sebagai
anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh Kudus-Nya.
Membangun persekutuan sering kali dibatasi hanya dalam lingkup Gereja umat seiman. Dalam perwujudan iman, persekutuan mendapat makna yang lebih luas
yakni, membangun suatu komunitas yang berlandaskan nilai persaudaraan tanpa membedakan suku, ras dan agama. Maka perwujudan iman dalam bidang persekutuan
ini akan menjadi nyata ketika kita mampu menjalin relasi dengan sesama yang berbeda ras, suku dan agama.
45 b.
Pelayanan Diakonia Yesus pernah bersabda; “Sabat untuk manusia, bukan manusia untuk Sabat”.
Bertolak dari sabda Yesus itu dapat diartikan bahwa Gereja untuk manusia, bukan manusia untuk Gereja dengan segala ajaran dan ibadatnya. Gereja dipanggil untuk
melayani seluruh umat manusia KWI, 2012: 445. Pelayanan berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif cinta kasih
melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin, telantar dan tersingkir,
misalnya memberi donasi, perhatian kepada kaum kecil, lemah tersingkir dan difabel. Dalam perwujudan iman pelayanan bukan hanya dimaksudkan
untuk mereka yang lemah dan tidak mendapat perhatian. Pelayanan bisa berupa pemberian diri untuk kepentingan bersama, misalnya, menjadi pengurus organisasi
sosial, aktivis lingkungan, dll.
F. Gambaran Iman yang Berkembang
Syarat yang paling mendasar dalam hidup beriman adalah kebebasan. Tanpa kebebasan iman hanya akan menjadi kewajiban semata yang tidak memiliki makna
bagi kehidupan. Kebebasan dalam beriman akan menghantar seseorang untuk menghayati imannya dengan sadar dan bertanggung jawab. Maka perkembangan iman
seseorang akan ditinjau dari kebebasannya dalam beriman. Mengingat pembahasan mengenai perkembangan iman sangat luas, maka pada bagian ini secara khusus hanya
menggambarkan perkembangan iman mahasiswa. Injil Matius memberikan gambaran iman yang berkembang melalui sebuah
perumpamaan tentang orang yang sedang membangun rumah. Seorang yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan adalah orang yang membangun rumah
46 di atas batu. Ketika hujan dan badai melanda rumah tersebut tidak rusak, karena
didirikan di atas batu. Sedangkan orang yang hanya mendengarkan dan tidak melaksanakannya sama seperti orang bodoh yang membangun rumah di atas pasir.
Ketika hujan dan badai menerpa rumah tersebut hancur berantakan Mat 7:24-27. Kisah ini menegaskan bahwa iman yang berkembang adalah iman yang
sungguh dihayati dan diwujudkan. Sebagai seorang mahasiswa jika hanya mengetahui tentang apa yang ia imani sama seperti orang bodoh yang membangun rumah di atas
pasir. Ketika diterjang oleh berbagai macam persoalan mulai menjauh dari iman, mencari jalan pintas dan tidak mampu bertahan. Sementara orang yang mendengarkan
dan melaksanakan sabda Tuhan adalah mereka yang membangun rumah di atas batu. Ketika masalah datang menerpa, ia tetap teguh dan semakin tekun menghayati
imannya. Cremers mengungkapkan kembali pandangan Fowler 1995: 160-179 yang
menyatakan bahwa iman yang berkembang berada pada tahap keempat yakni, tahap
individuatif-reflektif sekitar usia 21-35 tahun. Pada tahap ini muncul kesadaran dan
refleksi diri yang mendalam. Dalam tahap ini seseorang semakin kritis melihat perbedaan jati dirinya yang dipersepsikan oleh orang lain dengan yang ia alami
sendiri. Refleksi dan penilaian diri tidak lagi seluruhnya bergantung pada pandangan orang lain. Melalui sikap reflektif ini akan muncul pertanyaan kritis tentang
keseluruhan nilai, pandangan hidup, kepercayaan, dan komitmen yang selama ini diterima dan dijalani.
Tahap individuatif-reflektif ini adalah tahap di mana seseorang dengan berani dan kritis memilih secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang
menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri dalam segala hubungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47 dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan
orang lain, tid ak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan
sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional. Iman dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas
dan otonomi. Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya Yesus, maka pengakuan itu bukan berdasarkan tradisi Kristen yang mengumumkan dan
mengesahkan tokoh tersebut sebagai pendiri Gereja dan nabi yang utama melainkan karena pribadi istimewa tersebut dipandang sebagai tokoh yang sungguh menghayati
hubungan dengan Allah. Bagi orang dewasa muda yang dijadikan kriteria adalah aspek penghayatan yang sungguh-sungguh pribadi dan mesra sebagaimana diilhami
dan disemangati oleh Roh Allah yang berkarya dan mendorong hati mereka. Dalam tahap ini seseorang menemukan identitasnya dan terbuka pada
realitas sosial yang ada. Dasar imannya sungguh berasal dari kebebasan dalam dirinya bukan lagi iman yang bergantung pada orang lain dan lingkungan. Meskipun
lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat tidak menunjukkan sikap beriman misalnya, tidak pergi ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi, hal ini tidak lagi
memberi pengaruh terhadap niatnya untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Groome 2010: 81 juga menggambarkan iman yang berkembang adalah
iman yang mencakup tiga dimensi yakni, iman sebagai keyakinan faith as believing,
iman sebagai kepercayaan faith as trusting, iman sebagai tindakan faith as doing.
Iman sebagai keyakinan faith as believing berkenaan dengan hal-hal yang bersifat
kognitif dari iman, misalnya sebagai orang Katolik ia mengetahui dan menyadari apa yang ia imani. Sedangkan iman sebagai kepercayaan
faith as trusting berhubungan dengan afeksi atau perasaan misalnya, merasa senang dan bersuka cita atas pilihannya