1. Organoleptis dan pH
Organoleptis sediaan sabun cair ekstrak etanol rimpang lengkuas yang diamati adalah bentuk, warna, dan aroma. Berdasarkan hasil pengamatan
sediaan yang diasjikan pada tabel VI, sabun cair ekstrak rimpang lengkuas memiliki bentuk yang sama yaitu cairan kental, serta aroma yang sama yaitu
khas rempah. Aroma khas rempah diperoleh dari percampuran antara aroma lengkuas dan fragrance melati yang ditambahkan. Warna sediaan relatif sama
karena warna sediaan terpengaruh oleh warna cokelat tua pekat dari ekstrak, hanya terdapat perbedaan warna yang lebih tua yang terdapat pada formula b.
Warna yang lebih tua diakibatkan oleh penambahan cocoamidopropyl betaine dan gliserin yang keduanya merupakan level tinggi.
Sediaan pada semua formula memiliki pH 5,5. Penambahan cocoamidopropyl betaine
dan gliserin dalam jumlah yang berbeda pada setiap formula tidak mempengaruhi pH sediaan. Cocoamidopropyl betaine
merupakan surfaktan yang bersifat amfoter, lingkungan yang cenderung asam akan membuat cocoamidopropyl betaine bermuatan positif. Muatan negatif
dari lingkungan akan berinteraksi dengan N
+
pada cocoamidopropyl betaine dan hasil akhirnya cenderung netral. Gliserin merupakan bahan dengan pH
netral. Penggunaan gliserin dalam formula yang dioptimasi hanya 7 dan 10 sehingga tidak mempengaruhi pH sediaan. pH sediaan tersebut sesuai
dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. pH merupakan parameter yang perlu dikontrol
karena sediaan diharapkan mendekati pH kulit. pH yang terlalu asam akan
mengiritasi kulit sedangkan yang terlalu basa akan mengakibatkan kulit kering.
2. Viskositas
Viskositas merupakan faktor yang mempengaruhi sifat alir dari sabun cair ekstrak etanol. Viskositas berpengaruh pada pengisian sediaan ke
dalam kemasan serta aplikasi sediaan. Semakin tinggi viskositas maka tahanan pada sediaan akan semakin besar dan sediaan akan semakin sulit untuk
mengalir sehingga sulit dituang. Jika viskositas rendah maka sediaan akan mudah tahanan sediaan kecil sehingga mudah mengalir, hal ini menyebabkan
sediaan mudah tumpah dari kemasan. Berdasarkan sediaan pembanding, maka ditetapkan kriteria penerimaan viskositas sebesar 5-7 d.Pas.
Tabel VI menunjukkan bahwa formula ab memiliki viskositas yang paling tinggi diikuti oleh formula b dengan perbedaan yang tidak begitu jauh.
Formula ab dan b merupakan formula dengan cocoamidopropyl betaine level tinggi, maka penggunaan cocoamidopropyl betaine level tinggi dapat
meningkatkan viskositas sediaan. Persamaan desain faktorial yang didapatkan memiliki p-value 0,05
yang menyatakan bahwa hasil permodelan signifikan pada respon viskositas. Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Y = -11,97037 + 1,79815X
1
+ 0,092593X
2
– 3,70370E-003X
1
X
2
dengan X
1
merupakan faktor cocoamidopropyl betaine, X
2
merupakan faktor gliserin, dan X
1
X
2
merupakan interaksi dari kedua faktor tersebut.
Tabel VII. Pengaruh cocoamidopropyl betaine, gliserin, dan interaksinya terhadap respon
viskositas
Faktor Efek
p-value p-value
Persamaan
Cocoamidopropyl betaine A
5,30 0,0001
Gliserin B 0,183
0,2080 0,0001
AB - 0,016
0,9040 Data tabel VII efek paling besar ditunjukkan oleh cocoamidopropyl
betaine dengan nilai efek sebesar 5,30. Nilai efek yang besar berarti
cocoamidopropyl betaine memiliki pengaruh dalam menentukan viskositas
sediaan. Efek gliserin sebesar 0,183 maka gliserin memiliki pengaruh yang lebih kecil dalam menentukan respon viskositas. Cocoamidopropyl betaine
dan gliserin menunjukan nilai efek yang positif sehingga efek faktor tersebut meningkatkan viskositas sabun cair. Interaksi keduanya menunjukkan efek
negatif sehingga menurunkan viskositas tetapi efeknya hanya sebesar 0,016. Berikut merupakan grafik interaksi antara cocoamidopropyl betaine dan
gliserin terhadap respon viskositas.
Gambar 5. Grafik hubungan efek cocoamidopropyl betaine terhadap respon
viskositas
Gambar 6. Grafik hubungan efek gliserin terhadap respon viskositas
Pada gambar 5, garis merah merupakan pengaruh cocoamidopropyl betaine
level tinggi, sedangkan garis hitam merupakan pengaruh cocodamidopropyl betaine
level rendah. Jumlah cocoamidopropyl betaine
Design-Expert® Software Factor Coding: Actual
viskositas d.Pas Design Points
X1 = A: cocoamidopropyl betaine X2 = B: gliserin
B- 7 B+ 10
A: cocoamidopropyl betaine B: gliserin
7 7.6
8.2 8.8
9.4 10
v is
k o
s it
a s
d .P
a s
1 2
3 4
5 6
7
2 2
2 3
2
Interaction
Design-Expert® Software Factor Coding: Actual
viskositas d.Pas Design Points
X1 = B: gliserin X2 = A: cocoamidopropyl betaine
A- 7 A+ 10
B: gliserin A: cocoamidopropyl betaine
7 7.6
8.2 8.8
9.4 10
v is
k o
s it
a s
d .P
a s
1 2
3 4
5 6
7
2 2
2
Interaction
level rendah maupun level tinggi yang semakin tinggi akan meningkatkan viskositas sediaan. Pada gambar 6, garis merah merupakan pengaruh gliserin
level tinggi, sedangkan garis hitam merupakan pengaruh gliserin level rendah. Kedua garis tersebut hampir linear, hal ini menunjukkan bahwa gliserin tidak
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan viskositas.
Gambar 7. Contour plot respon viskositas
Warna pada gambar 7 menunjukkan gambaran pengukuran viskositas sabun cair ekstrak rimpang lengkuas. Semakin merah pada gambar
berarti viskositas
semakin tinggi.
Semakin banyak
penggunaan cocoamidopropyl betaine
akan menyebabkan peningkatan viskositas, terlihat pada gambar bahwa pada penggunaan cocoamidopropyl betaine level rendah
memberikan respon viskositas yang rendah dan viskositas meningkat seiring dengan penambahan cocoamidopropyl betaine. Gliserin pada level rendah
sampai dengan level tinggi tidak memberikan pengaruh karena pada level
Design-Expert® Software Factor Coding: Actual
viskositas d.Pas Design Points
7 1
X1 = A: cocoamidopropyl betaine X2 = B: gliserin
7 7.6
8.2 8.8
9.4 10
7 7.6
8.2 8.8
9.4 10
viskositas d.Pas
A: cocoamidopropyl betaine B
: g
li s
e r
in
2 3
4 5
6
3 3
3 3
rendah maupun level tinggi jika cocoamidopropyl betaine yang digunakan level rendah maka viskositas sediaan yang dihasilkan tetap kecil.
Cocoamidopropyl betaine akan memberikan sifat anionik di bagian
hidrofil pada permukaan micelle. Konformasi micelle berbentuk spherical karena adanya gaya tolak menolak antar muatan pada head groups di
permukaan micelle. Adanya gliserin menyebabkan berkurangnya gaya tolak menolak antar muatan pada permukaan micelle sehingga ukuran micelle dapat
membesar. Membesarnya ukuran micelle terjadi karena adanya perubahan konformasi micelle menjadi non-spherical. Ukuran micelle yang besar akan
meningkatkan viskositas sediaan Atwood dan Florence, 2008. Peningkatan konsentrasi surfaktan akan membentuk rod-like micelle. Micelle tersebut akan
saling berpilin sehingga viskositas sistem akan semakin meningkat.
3. Ketahanan busa