6 c. Persimpangan digunakan oleh rata-rata lebih dari 175 pejalan kakijam,
terjadi secara kontinu 8 jam sehari. d. Sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan.
e. Pada daerah yang bersangkutan dipasang suatu sistem pengendalian lalu lintas terpadu Area Traffic ControlATCS, sehingga setiap
persimpangan yang termasuk didalam daerah yang bersangkutan harus dikendalikan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas.
f. Atau merupakan kombinasi dari sebab-sebab tersebut diatas.
Syarat-syarat yang disebut diatas tidak baku dan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.
Pada umumnya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut Departemen P.U.,1997:
a. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan,
bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak. b. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan pejalan kaki dari
jalan simpang kecil untuk memotong jalan utama. c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara
kendaraan-kendaraan dari arah yang berlawanan.
2.3 Pola Pergerakan dan Konflik-konflik pada Simpang
Tujuan utama perencanaan simpang adalah mengurangi konflik antara kendaraan bermotor serta tidak bermotor dan penyediaan fasilitas yang
memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan terhadap pemakai jalan yang melalui persimpangan. Terdapat beberapa cara untuk mengurangi konflik
pergerakan lalu lintas pada suatu persimpangan, yaitu 1.
Solusi time-sharing Solusi ini melibatkan pengaturan penggunaan badan jalan untuk masing-
masing arah pergerakan lalu lintas pada setiap periode tertentu. Contohnya adalah pengaturan siklus pergerakan lalu lintas Gambar 2.2 pada
persimpangan dengan lampu lalu lintassignalized intersection Departemen P.U., 1997.
7 Gambar 2.2
Contoh siklus pergerakan lalu lintas pada persimpangan empat lengan prioritas belok kanan dengan lampu lalu lintas
Sumber : Departemen P.U. 1997
2. Solusi space-sharing
Prinsip dari solusi jenis ini adalah dengan merubah konflik pergerakan dari crossing menjadi jalinan atau weaving kombinasi diverging dan merging.
Contohnya adalah bundaran lalu lintas roundabout seperti pada Gambar 2.3. Prinsip roundabout ini juga bisa diterapkan pada jaringan jalan yaitu
dengan menerapkan larangan belok kanan pada persimpangan. Dengan adanya larangan belok kanan di suatu persimpangan, maka konflik di
persimpangan dapat dikurangi. Untuk itu, sistem jaringan jalan harus mampu menampung kebutuhan pengendara yang hendak belok kanan, yakni
dengan melewatkan kendaraan melalui jalan alternatif yang pada akhirnya menuju pada arah yang dikehendaki Gambar 2.3. Prinsip ini dikenal
dengan istilah rerouting.
Gambar 2.3 Prinsip rerouting pada jaringan jalan
Sumber : Departemen P.U. 1997
Karakteristik persimpangan bersinyal diterapkan dengan maksud sebagai berikut Departemen P.U., 1997: