KARAKTERISTIK ADSORBEN KONDISI KESETIMBANGAN

27

B. KARAKTERISTIK ADSORBEN

Adsorben yang digunakan untuk penelitian ini adalah bentonit dengan arang aktif sebagai adsorben pembanding. Karakterisasi terhadap adsorben dilakukan dengan mengamati sifat fisik yang meliputi ukuran partikel, bentuk, dan warna visual. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik sifat fisik adsorben Jenis Adsorben Karakteristik Ukuran Partikel mesh Bentuk Warna Bentonit 150 Serbuk Putih kecoklatan Arang Aktif 150 Serbuk Hitam Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kedua jenis adsorben yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran partikel sebesar 150 mesh dan berbentuk serbuk. Ukuran partikel sebesar 150 mesh tergolong ke dalam ukuran yang sangat kecil. Ukuran partikel dari bentonit yang biasa digunakan untuk mendapatkan hasil adsorpsi yang optimal berkisar 100-325 mesh www.nusagri.com. Adsorben dengan bentuk serbuk mempunyai luas permukaan kontak yang besar dengan bahan yang diadsorpsi sehingga digunakan untuk proses adsorpsi campuran cair Bernasconi et al., 1995. Menurut Ketaren 1986, daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral.

C. KONDISI KESETIMBANGAN

Kondisi kesetimbangan dapat diartikan keadaan dimana dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama. Ciri suatu sistem pada kesetimbangan adalah adanya nilai tertentu yang tidak berubah dengan berubahnya waktu Petrucci, 1995. Bernasconi 1985 menambahkan keadaan kesetimbangan pada proses sorpsi dipengaruhi oleh suhu dan massa. 28 Proses adsorpsi β-karoten dari olein sawit kasar merupakan suatu kondisi dimana pigmen kuning kemerahan dalam olein sawit kasar secara selektif dijerap pada permukaan pori adsorben. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein yang semakin menurun menunjukkan semakin banyaknya komponen β-karoten dalam olein sawit kasar yang terserap oleh adsorben. Semakin rendah nilai konsentrasi β-karoten dalam olein dapat menunjukkan proses adsorpsi yang berjalan dengan baik. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 7. 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 Lama Adsorpsi [menit] K o n sen tr as i β -k ar o ten d al am O le in [ μg ml ] . Gambar 7. Hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi , pada bentonit suhu 40°C; , pada bentonit suhu 50°C; , pada bentonit suhu 60°C; , pada arang aktif suhu 40°C; , pada arang aktif suhu 50°C; , pada arang aktif suhu 60°C Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa nilai konsentrasi β-karoten dalam olein semakin menurun seiring dengan lamanya proses 29 adsorpsi. Penurunan tersebut dapat terlihat pada tiap kondisi suhu dan kedua jenis adsorben. Kondisi kesetimbangan tercapai apabila pada lama adsorpsi tertentu nilai konsentrasi β-karoten dalam olein tidak mengalami penurunan lagi. Konsentrasi β-karoten dalam olein yang menurun seiring dengan semakin lamanya waktu menyebabkan konsentrasi β-karoten yang diserap dalam adsorben meningkat sehingga adsorben mengalami kapasitas jenuh penyerapan. Gambar perubahan warna pada bentonit dan olein sawit kasar sebelum dan sesudah adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 5. Selanjutnya dapat diketahui bahwa pada masing-masing suhu reaksi dan jenis adsorben diperoleh kondisi kesetimbangan yang berbeda. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing- masing kondisi suhu dan jenis adsorben disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan untuk masing-masing kondisi suhu dan jenis adsorben Perlakuan Lama Tercapainya Kesetimbangan [menit] Konsentrasi β-karoten dalam Olein [ μgml] Jenis Adsorben Suhu [°C] Bentonit 40 20 68 50 20 44 60 18 32 Arang Aktif 40 22 45 50 22 60 60 19 85 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu menyebabkan lama tercapainya kesetimbangan menit yang semakin cepat pada bentonit dan arang aktif. Di lain hal, seiring dengan meningkatnya suhu adsorpsi, konsentrasi β-karoten dalam olein pada kondisi kesetimbangan semakin menurun pada penggunaan bentonit, sedangkan pada arang aktif nilai konsentrasi β-karoten dalam olein justru semakin meningkat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa suhu dan jenis adsorben mempengaruhi laju adsorpsi dan kondisi kesetimbangan proses adsorpsi tersebut. Penentuan terhadap kondisi kesetimbangan dapat dilihat pada Lampiran 6. 30 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui perolehan lama tercapainya kesetimbangan pada bentonit lebih cepat dibandingkan dengan arang aktif pada kondisi suhu 40°C. Namun, nilai konsentrasi β-karoten dalam olein pada bentonit lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya kombinasi dengan air terikat pada struktur molekulnya hilang sehingga mengurangi daya penyerapan terhadap zat warna Ketaren, 1986. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah luas permukaan bentonit yang lebih kecil dibandingkan dengan arang aktif dan pada kondisi suhu 40°C pori-pori bentonit belum sepenuhnya teraktifkan sehingga kemampuan penyerapannya masih kurang. Daya adsorpsi yang besar pada arang aktif dapat disebabkan arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar dan luas permukaan yang besar. Sifat fisik tersebut menyebabkan arang memiliki kemampuan untuk menyerap molekul organik dari larutan atau gas lebih banyak dibandingkan dengan bleaching earth . Adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Lama tercapainya kesetimbangan pada arang aktif lebih lambat dibandingkan bentonit dan konsentrasi β-karoten dalam olein pada arang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan bentonit pada kondisi suhu 50°C dan 60°C. Peningkatan suhu akan mampu memperbesar pori-pori yang terdapat pada adsorben sehingga mampu meningkatkan kemampuan adsorpsinya. Apabila dalam suatu larutan mengandung lebih dari satu macam zat yang dapat diadsorpsi, maka zat tersebut akan bersaing menempati permukaan atau pori- pori dari adsorben tersebut. Berdasarkan nilai kondisi kesetimbangan, bentonit merupakan adsorben selektif yang mampu menyerap komponen β-karoten dibandingkan dengan zat warna lain. Oleh karena itu, komponen yang teradsorpsi oleh bentonit pada kondisi suhu yang lebih tinggi merupakan β-karoten. Proses pemucatan gabungan antara perlakuan panas dengan arang aktif dapat menimbulkan senyawa-senyawa penghasil warna baru seperti hasil oksidasi tokoferol. Arang aktif tidak tergolong ke dalam adsorben selektif sehingga zat warna lain akan ikut teradsorpsi sehingga arang aktif lebih cepat jenuh oleh zat warna lain dan kurang menyerap komponen β-karoten. Menurut 31 Djatmiko et al. 1985, apabila struktur molekul dari dua macam zat sama, maka yang berat molekulnya lebih besar akan lebih banyak diserap oleh arang aktif. Tetapi, apabila struktur molekulnya tidak sama maka adsorpsinya lebih dipengaruhi oleh susunan molekul. Struktur bentonit terdiri dari rantai silika ganda yang berikatan dengan oksigen yang merupakan gugus kurang polar. Ion aluminium yang berada di pusat berikatan dengan oksigen dan gugus hidroksil yang merupakan gugus polar Grim, 1968. Gugus kurang polar yang terdapat dalam bentonit inilah yang berfungsi di dalam proses adsorpsi fisik pada pengikatan β-karoten. Menurut Chu et al. 2004 ikatan yang kurang polar merupakan ikatan antara silika dengan oksigen Si-O-Si yang disebut siloksan. Sebagian besar dari molekul β-karoten yang merupakan gugus nonpolar akan diadsorpsi oleh ikatan siloksan yang kurang polar. Jenis ikatan yang terjadi pada bentonit dan β-karoten adalah van der Waals, dimana ikatan yang terjadi tergolong lemah. Gaya van der Waals yang terjadi pada saat terjadi adsorpsi di permukaan silika timbul sebagai akibat interaksi dipol-dipol. Interaksi dipol-dipol ini menimbulkan gaya tarik menarik antara muatan yang berlainan tanda dan tolak menolak antara muatan yang sama. Molekul non polar saling ditarik oleh interaksi dipol-dipol yang lemah yang disebut gaya London. Menurut Caffaro 1978 dalam Bale-Therik 1992 bentonit mempunyai atom Si yang kekurangan satu elektron sehingga mudah menerima kation, yaitu atom H pada β-karoten . Keadaan ini disebut dengan kemampuan pertukaran kapasitas ion. Karotenoid memiliki sifat proton aseptor sehingga cenderung menarik kation dari luar. Menurut Hendricks 1940 dalam Harter 1986, pertukaran ion-ion positif terjadi diantara lapisan aluminium silikat hidrous yang melewati pusat dari ion-ion oksigen. Interaksi yang terjadi diantara permukaan atom dan ion oksigen pada permukaan silika tersebut adalah van der Waals. Proses adsorpsi pada arang aktif mempunyai ikatan fisik yang kuat pada struktur porinya. Ikatan yang terjadi bisa digolongkan ke dalam ikatan London atau van der Waals. Penyerapan β-karoten dapat terjadi akibat interaksi dari 32 permukaan arang aktif lebih kuat dibandingkan dengan interaksi yang menyebabkan β-karoten tetap terlarut pada olein. Hui 1996 menyatakan teori dari proses adsorpsi pada suhu yang rendah, seperti pemucatan bleaching, lebih disebabkan oleh ikatan intermolekular daripada pembentukan ikatan kimia baru. Ikatan yang terbentuk antara adsorben dan zat warna relatif lemah dan disebut dengan ikatan van der Waals. Pengamatan tersebut mengindikasikan bahwa mekanisme adsorpsinya adalah secara fisik. Swern 1982 menambahkan cukup untuk menyatakan adsorpsi sebagai fenomena permukaan, bergantung dari adanya afinitas spesifik antara adsorben dan zat yang diadsorpsi. Grafik hubungan antara penurunan konsentrasi β-karoten dalam olein dengan lama adsorpsi merupakan data percobaan yang digunakan untuk menentukan konsentrasi penyerapan β-karoten dalam fase padat adsorben. Hubungan antara konsentrasi β-karoten dalam olein dan konsentrasi β-karoten dalam adsorben dapat dilihat pada Gambar 8. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 Kons e ntras i β-karoten dalam olein [μgml] Ko n se n tr a si β -k a r ot en d a la m A d so rb e n [ μ g g ] Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben dengan konsentrasi β-karoten dalam olein , pada bentonit suhu 40°C; , pada bentonit suhu 50°C; , pada bentonit suhu 60°C; , pada arang aktif suhu 40°C; , pada arang aktif suhu 50°C; , pada arang aktif suhu 60°C 33 Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa konsentrasi β-karoten dalam olein yang menurun seiring dengan lama adsorpsi menyebabkan konsentrasi penyerapan β-karoten dalam adsorben meningkat. Penyerapan terhadap komponen β-karoten ke dalam adsorben semakin lama menyebabkan adsorben tersebut tidak mampu untuk menyerap lagi. Kondisi tersebut merupakan kondisi setimbang dimana adsoben mengalami kapasitas jenuh penyerapan. Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui kuantitas adsorpsi yang lebih besar terjadi pada suhu yang lebih tinggi pada penggunaan bentonit. Hal yang berlawanan terjadi pada arang aktif dimana kuantitas adsorpsi yang besar terjadi pada suhu yang rendah. Gambar 8 menunjukkan isoterm adsorpsi yang berbentuk cekung ke atas atau disebut kurva unfavorable pada kedua jenis adsorben. Bentuk isoterm adsorpsi berhubungan dengan nilai efisiensi dari adsorpsi. Jenis kurva unfavorable mempunyai nilai indeks efisiensi adsorpsi n yang lebih dari satu. Hubungan antara konsentrasi pada fase fluida dan konsentrasi di dalam adsorben yang unfavorable menunjukkan bahwa pemuatan zat padatnya relatif rendah. Oleh karena itu, zona perpindahan massa di dalam hamparan cukup panjang sehingga proses desorpsinya akan memerlukan suhu yang lebih rendah. McCabe et al. 1989 menyatakan bahwa semua sistem menunjukkan gejala berkurangnya kuantitas yang diadsorpsi pada suhu yang lebih tinggi. Zona perpindahan massa dapat diartikan sebagai daerah dimana sebagian besar perubahan konsentrasi berlangsung. Lebar zona perpindahan massa bergantung pada laju perpindahan massa, laju aliran dan bentuk kurva kesetimbangan. Jika zona perpindahan massa pada hamparan cukup panjang dapat mengakibatkan penggunaan adsorben yang tidak efisien dan dapat menambah biaya energi untuk melakukan regenerasi adsorben. Bentuk kurva yang paling dikehendaki pada proses industri adalah yang berbentuk irreversible dibandingkan bentuk kurva very favorable, unfavorable, dan linear. Hal ini dikarenakan kuantitas yang diadsorpsi tidak bergantung pada konsentrasi adsorbat dan mengurangi biaya energi untuk regenerasi McCabe et al., 1999. 34

D. KINETIKA ADSORPSI