Analisis Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Tanjung Medan PTPN V Propinsi Riau

(1)

T E S I S

Oleh

ZAMAAN TARIGAN

067010023/KK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

ANALISIS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS)

TANJUNG MEDAN PTPN V PROVINSI RIAU

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZAMAAN TARIGAN

067010023/KK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Nama Mahasiswa : Zamaan Tarigan

Nomor Pokok : 067010023

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) (Ir. Kalsum, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 11 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota : 1. Ir. Kalsum, M.Kes

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM 3. dr. Halinda, MKKK


(5)

ANALISIS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA DI PABRIK KELAPA SAWIT (PKS)

TANJUNG MEDAN PTPN V PROVINSI RIAU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 13 Desember 2008 (Zamaan Tarigan)


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba memberikan jawaban tentang program-program apakah dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dilaksanakan penyelia pengelola pabrik kelapa sawit Tanjung Medan, berapakah persentasi penggunaan alat pelindung diri yang dilaksanakan pekerja, dan lokasi kerja manakah yang paling sering terjadi kecelakaan kerja.

Populasi penelitian ini adalah sebanyak 152 orang yaitu seluruh pekerja pada pabrik kelapa sawit Tanjung Medan Provinsi Riau. Penganalisaan permasalahan dianalisis secara deskriptif, dilengkapi dengan penyajian dalam bentuk tabel frekwensi tangensi.

Hasil penelitian: Program sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja telah diterapkan di pabrik kelapa sawit Tanjung Medan seperti rekruitmen, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penggunaan alat pelindung diri, papan peringatan/rambu-rambu kecelakaan kerja, sanksi dan penghargaan, sehingga diharapkan kinerja, keselamatan dan kesehatan kerja semakin meningkat. Namun segi pengontrolan masih kurang sehingga masih ditemukan kecelakaan kecil yang tidak mengakibatkan hilangnya hari kerja pekerja. Penggunaan alat pelindung diri seperti penggunaan helm sekitar 89,48%, sepatu boot dipakai 63,34% pekerja, sarung tangan dipakai 72,73% pekerja, penutup telinga dipakai 88,24% pekerja, penahan radiasi komputer dipakai 62,50% pekerja, penutup mulut dipakai 77,78% pekerja, pelindung dada dipakai 53,34% pekerja. Perlu disarankan pengawasan yang baik seperti pengecekan penggunaan alat pelindung diri, perawatan berkala. Diperlukannya penyuluhan dari manajemen pabrik dengan mengadakan kursus dan mendatangkan ahli keselamatan dan kesehatan kerja. Perlunya mendesain ulang bak penampungan tandan buah segar sesuai dengan volume, ketinggian bak penampungan, dan penambahan penerangan di lokasi, memperbaiki jaringan komputer/printer agar tidak ada kabel yang terkelupas.


(7)

ABSTRACT

This research is trying to give solution about the proper programs safety management system and health work which have been performed by the supervisor of Crude Palm Oil Factory Tanjung Medan, about the percentage of body protection usage which performed by workers, and which working location often suggest work accidents.

The population of this research were 152 people from all workers in Crude Palm Oil Factory Tanjung Medan. The analysis of the problems established descriptively, completed with tangency frequency table form presentation.

Research result: the program ofa safety management and health work program have been applied in Crude Palm Oil Factory Tanjung Medan, such as recruitment, education and training, counseling, the body protection usage, caution board/work accident fringes, sanction and reward, therefore the performance, safety and health work increased better. Nevertheless the controlling aspect still minor therefore, there is small accident, which cause the loss of working days of the workers. The body protection usage such as helmet about 89,46%, boot usage 63,34%, hand gloves use by 72,73%, ear covering use by 88,24% workers, the computer radiation inhibitor use by 62,50% workers, mouth masker use by 77,78% workers, chest covering use by 53,34% workers. It is suggested that good supervision such as checking on body protection, periodic maintenance. It need counseling from factory management by established course and invites the safety and health work specialist. The necessities to redesign the relocation basin of fresh palm oil suitable to the volume, the height of the relocation basin, and addition light in location, repair computer/network in order to hinder uncovered cables.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas keyakinan, kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan, dalam rangka menempuh salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Selesainya Penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Rektor Universitas

Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana USU Medan dan Bapak Wakil Direktur SPs USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister USU Medan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja.

3. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM. Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana USU Medan.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE dan Ibu Ir. Kalsum, M.Kes yang bersedia menjadi ketua dan anggota komisi pembimbing serta telah memberikan


(9)

masukan dan arahan sangat banyak dan bermanfaat bagi penulis sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM dan Ibu dr. Halinda, MKKK yang bersedia menjadi penguji serta telah memberikan masukan dan arahan sangat banyak dan bermanfaat.

6. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, dr. Candra Syafie, SpOG yang memberikan tugas belajar ke Universitas Sumatera Utara.

7. Buat isteriku tercinta Rosmawati, SKM dan putra/iku tersayang, Rian Maulana Tarigan, Ayu Permatasari br Tarigan, dan Fauzi Maulia Tarigan yang dengan sabar mendampingi penulis sejak mulai kuliah hingga selesainya penulisan tesis ini.

8. Buat orang tuaku, Alm H. Abd Manan Tarigan dan Hj. Zamiah br Ginting yang memberikan dorongan dan bantuan baik dalam bentuk moral dan material selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Kawan-kawan Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana USU angkatan 2006 yang memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. 10. Pegawai Biro Administrasi Sekolah Pascasarjana USU Medan yang telah


(10)

Dengan segala kerendahan hati, tulisan ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi, pengambilan kebijakan dalam perencanaan kesehatan masyarakat serta untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2008

Zamaan Tarigan


(11)

RIWAYAT HIDUP

Zamaan Tarigan, lahir di Belawan, 29 Agustus 1964, anak ke 1 (satu) dari Bapak Alm H. Abd Manan Tarigan dan Hj. Zamiah br Ginting.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Alwashliyah Belawan, SMP Alwashliyah Begawan, SMA N Labuhan Deli, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana USU Medan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja.

Bekerja sebagai Kepala Puskesmas Kuta Buluh Kabupaten Dairi pada tahun 1997 hingga 2000, tahun 2000 – 2006 sebagai kepala UPTD Kesehatan Kecamatan Lau Baleng. Tahun 2006-2007 staf Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, tahun 2007 sebagai Staf Penginderaan dan Pencegahan Penyakit.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB 1 PENDAHULUAN --- 1

1.1. Latar Belakang --- 1

1.2. Permasalahan--- 7

1.3. Tujuan Penelitian --- 8

1.4. Manfaat Penelitian--- 9

1.5. Batasan Penelitian --- 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA --- 11

2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (SMK3) --- 11

2.2 Penyebab Kecelakaan Kerja --- 30

2.3 Pabrik Kelapa Sawit --- 35

2.4 Lokasi Kecelakaan --- 39

2.5 Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko --- 41

2.5 Tenaga Kerja --- 42


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN --- 47

3.1. Jenis Penelitian --- 47

3.2. Tempat dan Waktu--- 47

3.3. Populasi dan Sampel --- 48

3.4. Pengumpulan Data--- 48

3.5. Informan Penelitian --- 49

3.6. Variabel Penelitian --- 50

3.7. Definisi Operasional --- 50

3.8. Pelaksanaan Penelitian --- 51

3.9. Analisa Data--- 53

BAB 4. GAMBARAN UMUM --- 54

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian --- 54

4.2. Pabrik Kelapa Sawit Tanjung Medan--- 55

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN --- 64

5.1. Gambaran Umum Responden --- 64

5.2. SMK3 --- 70

5.3. Pengaruh SMK3 --- 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN --- 100

6.1. Kesimpulan --- 100

6.2. Saran --- 100


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi Umur Responden... 64

5.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden... 66

5.3. Distribusi Besar Tanggungan Responden... 67

5.4. Distribusi Lama Bermukim Responden... 68

5.5. Distribusi Lama Bekerja... 69

5.6. Rekapitulasi Penggunaan Alat Pelindung Diri Berdasarkan Lokasi Kerja... 76

5.7. Jawaban Responden terhadap SMK3 PKS Tanjung Medan 87 5.8. Identifikasi Bahaya Potensial, Usulan/Pemecahan/ Rekomendasi... 90

5.9. Kecelakaan Kerja yang Mengakibatkan Hilangnya Hari Kerja Tahun 2005... 94

5.10. Kecelakaan Kerja yang Mengakibatkan Hilangnya Hari Kerja Tahun 2006... 95

5.11. Kecelakaan Kerja yang Mengakibatkan Hilangnya Hari Kerja Tahun 2007... 96


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional sedang memasuki era industrialisasi dan globalisasi yang ditandai dengan semakin berkembangnya perindustrian dengan mendayagunakan tekhnologi tinggi, sehingga diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia serta pelaksanaan yang konsisten dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman, selamat dan nyaman, serta terbebas dari resiko bahaya yang mungkin timbul dan pada gilirannya perusahaan akan memperoleh pekerja yang sehat dan produktif (Depnaker RI, 2000).

Pertimbangan diterapkannya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tercantum dalam Permennaker No. 05/MEN/1996 adalah:


(17)

1. Bahwa terjadinya kecelakaan di tempat kerja sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia dan sebagian kecil oleh faktor teknis,

2. Bahwa untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, maka perlu penerapan SMK3,

3. Bahwa dengan penerapan SMK3 dapat mengantisipasi hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan.

Tahapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja meliputi 4 kegiatan antara lain (1) perencanaan identifikasi bahaya, penilaian, pengendalian resiko; (2) perundang-undangan, seluruh undang-undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja; (3) tujuan/sasaran manajemen, (4) indikator kerja. Keempat hal tersebut yang dituangkan dalam perencanaan SMK3 perusahaan (Tunggal S.W, 1996).

Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor industri masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan, hal ini terindikasi dari tingkat kecelakaan kerja yang relatif masih tinggi. Tingginya angka kecelakaan ini umumnya terjadi pada industri skala menengah dan kecil, sedangkan pada industri besar dan strategis lainnya pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja umumnya cukup baik dan angka kecelakaan relatif kecil karena didukung oleh kemampuan sumberdaya manusia dan dana yang tersedia.


(18)

3

Agar kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja tidak terjadi, maka perlu dilakukan berbagai upaya pengendalian yang efektif dan efisien melalui penerapan program K3 yang berkesinambungan. Namun pengendalian secara teknis tekhnologi pada sumber bahaya itu sendiri yang paling efektif (Siswanto, 1983).

Sesuai dengan Pasal 2 Permennaker No. 05/MEN/1996, tujuan dan sasaran penerapan SMK3 adalah menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Di Indonesia disadari bahwa pelanggaran tentang norma K3 masih sering ditemukan di lapangan. Salah satu akibat yang ditimbulkan pelanggaran tersebut adalah kasus kecelakaan kerja pada tahun 2000 sebanyak 66.367 kasus, kecelakaan kerja yang mengakibatkan meninggal dunia sebanyak 4.142 orang, luka berat atau cacat 20.970 orang (Ichsan, 2002). Menurut data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan bahwa di Indonesia selama tahun 2001 setiap harinya terjadi 17 orang meninggal dunia di tempat kerja (Depnaker RI, 2000).

Perusahaan yang beroperasi di Indonesia belum menerapkan program K3, hal ini dapat dilihat dari sekitar 169.000 perusahaan yang terdaftar, serta 25.000 perusahaan dengan jumlah karyawan di atas 100 orang, ternyata yang meraih penghargaan zero accident hanya 66 perusahaan (Santoso, 2002).

Kondisi nihil kecelakaan atau zero accident tidak dapat tercapai tanpa diiringi penerapan yang benar dan jujur terhadap Sistem Manajemen Keselamatan dan


(19)

Kesehatan Kerja, bahkan pada perusahaan yang mendapat sertifikat bendera emas masih terjadi kecelakaan (Subroto, 2001).

Dalam penerapan kebijakan SMK3 berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Permennaker No. 05/MEN/1996, perusahaan wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:

a. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMK3.

b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan K3.

c. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3.

d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.

Menurut H.W Heinrich et. al (1980) bahwa sekitar 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe action) dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak aman (unsafe condition), sehingga pengendaliannyapun harus bertitik tolak dari perbuatan yang tidak aman dalam hal ini adalah perilaku manusia.

Pendapat tersebut selaras dengan modul pembinaan operasional Panitia Pembina Kesehatan Keselamatan Kerja (P2K3) bahwa perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh: (1) kekurangan pengetahuan, keterampilan dan sikap; (2) keletihan atau kebosanan; (3) cara kerja manusia tidak sepadan secara ergonomis; (4) gangguan


(20)

5

psikologis; (5) pengaruh sosial-psikologis. Begitu juga untuk penyebab penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: (1) faktor biologis; (2) faktor kimia termasuk debu dan uap logam; (3) faktor fisik termasuk kebisingan/ getaran, radiasi, penerangan, suhu dan kelembaban; (4) faktor psikologis karena tekanan mental/stress.

Pekerja pada industri pabrik kelapa sawit Tanjung Medan Provinsi Riau tidak terlepas dari kecelakaan kerja, namun kecelakaan yang terjadi secara umum tidak menyebabkan terganggunya hari kerja di lingkungan pabrik tersebut, berdasarkan survey awal kecelakaan yang sering terjadi adalah para pekerja terkena duri buah segar kelapa sawit di mana pada saat menurunkan serta memasukkannya ke dalam lori, pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan atau yang memakai sarung tangan yang tidak standar selalu tertusuk duri buah kelapa sawit. Demikian halnya pekerja pada bagian pembongkaran tandan buah segar (TBS) yang menurunkan tandan buah segar sering tertimpa, kecelakaan lainnya adalah terkena uap pemanasan buah pada bagian perebusan.

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada pabrik kelapa sawit ini ditunjukkan dari sebahagian besar pekerja yang bekerja pada pabrik kelapa sawit Tanjung Medan Provinsi Riau telah menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, sepatu bot, penutup telinga, anti radiasi pada layar komputer, namun pada beberapa orang pekerja penggunaan alat pelindung diri ini sering tidak digunakan karena dianggap mengurangi kecekatannya bekerja (kurang bebas bergerak).


(21)

Demikian halnya di area pabrik kelapa sawit Tanjung Medan juga telah dilengkapi dengan rambu-rambu K3 di hampir seluruh bagian dari pabrik kelapa sawit, di samping rambu-rambu K3 pada lokasi pabrik juga telah tersedia peralatan tanggap darurat seperti alat pemadam kebakaran, karung basah, alat P3K yang keseluruhan peralatan tersebut ditempatkan di tempat yang mudah terjangkau para pekerja.

Seluruh persiapan keselamatan kerja tersebut merupakan bagian dari kebijakan K3 yang telah diterapkan di lingkungan pabrik kelapa sawit Tanjung Medan. Namun pada survey awal di lokasi pabrik masih juga ditemukan pekerja yang yang mengalami gangguan kesehatan akibat kerja antara lain, selama tahun 2006 terdapat 3 kecelakaan kerja seperti 1 kasus kaki pekerja tertimpa tandan buah segar, 1 kasus pekerja tertusuk duri tandan buah segar, 1 kasus tangan pekerja terkena uap air panas. Kecelakaan kerja tahun 2007 menurun menjadi 2 kasus meliputi, 1 kasus tertimpa tandan buah segar dan 1 kasus terkena arus pendek printer (PKS Tanjung Medan, 2008).

Fokus dari penelitian ini dan yang dialami oleh pabrik kelapa sawit Tanjung Medan dalam menerapkan sistem keselamatan dan kesehatan kerja adalah:

1. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja masih tergantung dari penyelia pengelola perusahaan.

2. Penggunaan alat pelindung diri masih belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan.


(22)

7

3. Lokasi kecelakaan kerja yang relatif sama, di mana hal ini selayaknya dapat diatasi dengan mempelajari kejadian-kejadian sebelumnya.

4. Belum ditanganinya sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja oleh tenaga ahli yang berpengalaman.

5. Tidak disediakannya waktu khusus bagi pekerja untuk mengikuti pendidikan dan penyuluhan SMK3.

6. Tidak disediakan perusahaan dana untuk pembelian alat pelindung diri secara lengkap dan dibagikan secara berkala pada para pekerja.

Untuk dapat mengidentifikasi faktor penyebab kecelakaan dan gangguan kesehatan akibat kerja di lingkungan pabrik kelapa sawit, maka diperlukan suatu penelitian yang lebih komprehensif.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas diketahui bahwa pada banyak perusahaan masalah pencegahan kecelakaan dan kesehatan kerja telah direncanakan dalam program kebijakan K3, namun pada kenyataannya kebijakan K3 tersebut banyak yang tidak dilakukan dengan baik dan benar yang berakibat terjadinya kecelakaan dan terganggunya kesehatan kerja para pekerja pada perusahaan tersebut. Bahkan pada perusahaan penerima bendera emas masalah terganggunya kesehatan kerja sering terjadi namun karena program kebijakan K3 telah berjalan dengan baik sehingga tingkat resiko kecelakaan dan kesehatan kerja dapat diminimalisir sehingga tidak mengakibatkan hilangnya hari kerja di sekitar perusahaan tersebut. Berdasarkan


(23)

keadaan tersebut serta fokus penelitian di atas maka diperlukan penelitian tentang SMK3 di lingkungan pabrik kelapa sawit Tanjung Medan Provinsi Riau dengan permasalahan:

1. Program-program apakah dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dilaksanakan di pabrik kelapa sawit Tanjung Medan.

2. Berapakah persentasi penggunaan alat pelindung diri yang dilaksanakan pekerja, dibandingkan dengan target penggunaan yang diharapkan.

3. Lokasi kerja manakah yang paling sering terjadi kecelakaan kerja.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis program-program apakah dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dilaksanakan penyelia pengelola pabrik kelapa sawit Tanjung Medan.

2. Untuk menganalisis persentasi penggunaan alat pelindung diri yang dilaksanakan pekerja, dibandingkan dengan target penggunaan yang diharapkan.

3. Untuk menganalisis lokasi kerja manakah yang paling sering terjadi kecelakaan kerja.


(24)

9

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah manfaat untuk:

1. Ilmu pengetahuan, sebagai bahan masukan untuk pengembangan wahana ilmu pengetahuan tentang program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada pekerja, serta lokasi kerja yang selalu terjadi kecelakaan di lingkungan pabrik kelapa sawit Tanjung Medan Provinsi Riau.

2. Masyarakat, sebagai informasi tentang program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang diterapkan terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada pekerja pabrik kelapa sawit serta lokasi kerja yang sering terjadi kecelakaan.

3. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka kebijakan penanggulangan penyebab kecelakaan kerja pada pabrik kelapa sawit.

1.5. Batasan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada pabrik kelapa sawit Tanjung Medan Provinsi Riau, meliputi:

1. Komitmen dan Kebijakan; dikelolanya divisi K3 pada Ast Pengendali Mutu.

2. Perencanaan, direncanakannya pelatihan/penyuluhan serta pemberian penghargaan dan hukuman.

3. Penerapan, rekruitmen, pelatihan dan pendidikan, penyuluhan, Alat pelindung diri, pengumuman peringatan, penghargaan dan sanksi, perawatan peralatan.


(25)

4. Pengukuran dan evaluasi, perbaikan kegiatan penerimaan TBS, penerangan. 5. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (SMK3)

Masalah keselamatan dan kecelakaan kerja kerja pada umumnya sama tua dengan kehidupan manusia. Demikian juga keselamatan kerja dimulai sejak manusia bekerja. Manusia purba mengalami kecelakaan-kecelakaan kerja, dan dari padanya berkembang pengetahuan tentang bagaimana agar kecelakaan tidak berulang (Suma’mur, 1987).

Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang disebut SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi: struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Secara filosofi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur (Depnaker RI, 1993).

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan


(27)

lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Di mana sasaran keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara (Suma’mur, 1987).

Menurut Maimum (2004), kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 23 tentang Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja secara optimal, meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja.

Pelaksanaan produktivitas kerja maksimum dibutuhkan faktor pendukung antara lain kesehatan pekerja. Adapun tujuan dari diselenggarakannya upaya kesehatan kerja dalam suatu industri antara lain:

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

3. Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien (Sama’mur, 1992).

Secara aspek juridis keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta


(28)

13

agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien (Soemaryanto, 2002).

Secara aspek teknis keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang disebut SMK3 (Soemaryanto, 2002).

Menurut Dewi (2006), dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja adalah sarana utama dalam pencegahan penyakit, cacat dan kematian yang disebabkan oleh penyakit akibat hubungan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan memberi arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan hubungan kerja (Muhammad, 2005).

Ditinjau dari aspek yuridis K3 adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien, jika ditinjau dari efek teknis K3 adalah ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam sistem manajemen yang disebut SMK3 (Soemaryanto, 2002).


(29)

Menurut Tunggal S.W (1996), Tahapan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja memiliki beberapa tahapan antara lain:

1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Resiko.

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan produk barang dan atau jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, karenanya harus dipelihara dan ditetapkan prosedurnya.

2. Peraturan Perundangan dan Peraturan Lainnya

Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi dan pemahaman keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan organisasi yang bersangkutan. Manajemen organisasi juga harus menjelaskan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja. 3. Tujuan dan Sasaran Manajemen

Tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja ditetapkan oleh organisasi sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut:

a. Dapat diukur,

b. Satuan/indikator pengukuran, c. Sasaran pencapaian,


(30)

15

4. Indikator Kerja

Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja organisasi harus menggunakan indikator yang dapat diukur sebagai penilaian kinerja keselamatan dan kesehatan kerja yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian Sistem Manajemen K3.

Kecelakaan yang didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kerugian fisik (Physical harm) atas orang atau kerusakan atas milik atau harta benda (property). Kecelakaan terjadi adalah sebagai akibat dari kontak dengan sumber energi (kinetik, kimia, dan panas) yang melebihi nilai ambang batas. Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja (Notoadmojo S, 1996).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 disebutkan bahwa: kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu pernyataan tertulis yang dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang memuat keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja perusahaan yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan ini ditanda tangani oleh pengusaha dan atau pengurus.

Untuk pembuktian penerapan SMK3 perusahaan dapat melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk menteri (Pasal 5 ayat 1 PER.05/MEN/1996). Unsur-unsur audit SMK3 meliputi:


(31)

a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen,

Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap K3 dengan menyediakan sumberdaya yang memadai. Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 yang diwujudkan dalam:

1. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan,

2. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan di bidang K3,

3. Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3,

4. Perencanaan K3 yang terkoordinasi,

5. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.

Beberapa hal tentang pembangunan dan pemeliharaan komitmen antara lain: 1. Adanya kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal dan secara jelas

menyatakan tujuan-tujuan K3 dan komitmen perusahaan dalam memperbaiki kinerja K3,

2. Kebijakan yang ditanda tangani oleh pengusaha dan atau pengurus,

3. Kebijakan disusun oleh pengusaha dan atau pengurus setelah melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga kerja,


(32)

17

4. Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan K3 kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok dengan tata cara yang tepat,

5. Apabila diperlukan, kebijakan khusus dibuat untuk masalah K3 yang bersifat khusus,

6. Kebijakan K3 dan kebijakan khusus lainnya ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut mencerminkan dengan perubahan yang terjadi dalam peraturan perundangan.

b. Strategi pendokumentasian

Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap sistem manajemen dan harus dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan dan didokumentasikan serta diperbaharui apabila diperlukan. Perusahaan harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya yang efektif.

Pendokumentasian SMK3 didukung kesadaran tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan K3 dan evaluasi terhadap sistem kinerja K3. Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan. Apabila unsur SMK3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian SMK3 harus diintegrasikan dalam keseluruhan dokumen yang ada. Perusahaan harus mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk:


(33)

2 Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran K3, 3 Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur,

4 Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan,

5 Menunjukkan bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.

Perencanaan dan rencana strategi K3 meliputi:

1 Petugas yang berkompoten telah mengidentifikasi dan menilai potensi bahaya dan risiko K3 yang berkaitan dengan operasi,

2 Perencanaan strategi K3 perusahaan telah ditetapkan dan diterapkan untuk mengendalikan potensi bahaya dan resiko K3 yang telah terindentifikasi yang berhubungan dengan operasi,

3 Rencana khusus yang berkaitan dengan produk, proses proyek atau tempat kerja tertentu telah dibuat,

4 Rencana didasarkan pada potensi bahaya dan insiden, serta catatan K3 sebelumnya,

5 Rencana tersebut menetapkan tujuan K3 perusahaan yang dapat diukur, menetapkan prioritas dan menyediakan sumber daya.


(34)

19

c. Peninjauan ulang disain dan kontrak

Peninjauan ulang disain dan kontrak meliputi:

1 Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang dilakukan pada tahap melakukan perancangan atau perancangan ulang,

2 Prosedur dan instruksi kerja untuk penggunaan produk, pengoperasian sarana produksi dan proses yang aman disusun selama tahap perancangan, 3 Petugas yang kompoten telah ditentukan untuk melakukan verifikasi

bahwa perancangan memenuhi persyaratan K3 yang ditetapkan,

4 Semua perubahan dan modifikasi perancangan yang mempunyai implikasi terhadap K3 diidentifikasikan, didokumentasikan, ditinjau ulang dan disetujui oleh petugas yang berwenang sebelum pelaksanaan,

5 Prosedur yang terdokumentasi harus mampu mengidentifikasi dan menilai potensi bahaya K3 tenaga kerja, lingkungan dan masyarakat, di mana prosedur tersebut digunakan pada saat memasok barang dan jasa dalam suatu kontrak,

6 Identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilakukan pada tahap tinjauan ulang kontrak oleh personil yang berkompoten,

7 Kontrak-kontrak ditinjau ulang untuk menjamin bahwa pemasok dapat memenuhi persyaratan K3 bagi pelanggan,


(35)

d. Pengendalian dokumen

Perusahaan harus menjamin bahwa:

1 Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan,

2 Dokumen ditinjau ulang secara berkala dan, jika diperlukan dapat direvisi, 3 Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh personil

yang berwenang,

4 Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu, 5 Semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan,

6 Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami. e. Pembelian

Spesifikasi pembelian barang dan jasa meliputi:

1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi yang dapat menjamin spesifikasi teknik dan informasi lain yang relevan dengan K3 telah diperiksa sebelum keputusan untuk membeli,

2 Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana produksi, zat kimia atau jasa harus dilengkapi spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan K3 dicantumkan dalam spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan dan standar K3 yang berlaku,

3 Konsultasi dengan tenaga kerja yang potensial berpengaruh pada saat keputusan pembelian dilakukan apabila persyaratan K3 dicantumkan dalam spesifikasi pembelian,


(36)

21

4 Kebutuhan pelatihan, pasokan alat pelindung diri dan perubahan terhadap prosedur kerja perlu dipertimbangkan sebelum pembelian, serta ditinjau ulang sebelum pembelian dan pemakaian sarana produksi dan bahan kimia,

5 Barang dan jasa yang telah dibeli diperiksa kesesuaiannya dengan spesifikasi pembelian,

6 Barang dan jasa yang dipasok pelanggan, sebelum digunakan terlebih dahulu diidentifikasi potensi bahaya dan dinilai resikonya,

7 Produksi yang disediakan oleh pelanggan dapat diidentifikasikan dengan jelas.

f. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3 Keamanan bekerja berdasarkan SMK3:

1 Petugas yang berkompoten telah mengidentifikasikan bahaya yang potensial dan telah menilai risiko-risiko yang timbul dari suatu proses kerja,

2 Apabila upaya pengendalian risiko diperlukan maka upaya tersebut ditetapkan melalui tingkat pengendalian,

3 Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan diterapkan suatu sistem izin kerja untuk tugas-tugas kerja yang beresiko tinggi,

4 Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh risiko yang teridentifikasi didokumentasikan,


(37)

5 Kepatuhan dengan peraturan, standar, ketentuan pelaksanaan diperhatikan pada saat mengembangkan atau melakukan modifikasi prosedur atau petunjuk kerja,

6 Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang berkompeten dengan masukan dari tenaga kerja yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas dan prosedur disahkan oleh pejabat yang ditunjuk,

7 Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara benar serta dipelihara selalu dalam kondisi layak dipakai,

8 Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan layak pakai sesuai dengan standar dan atau peraturan perundangan yang berlaku, 9 Upaya pengendalian risiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan pada

proses kerja,

10 Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditentukan,

11 Setiap orang diawasi sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dan tingkat risiko tugas,

12 Pengawas ikut serta dalam identifikasi bahaya dan membuat pengendalian, 13 Pengawas diikutsertakan dalam pelaporan dan penyelidikan penyakit

akibat kerja dan kecelakaan, dan wajib menyerahkan laporan dan saran-saran kepada pengurus,


(38)

23

15 Persyaratan tugas tertentu, termasuk persyaratan kesehatan diidentifikasi dan dipakai untuk menyeleksi dan penempatan tenaga kerja,

16 Penugasan pekerjaan harus didasarkan pada kemampuan dan tingkat keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing tenaga kerja,

17 Perusahaan melakukan penilaian lingkungan kerja untuk mengetahui daerah-daerah yang memerlukan pembatasan izin masuk,

18 Terdapat pengendalian atas tempat-tempat dengan pembatasan izin masuk, 19 Fasilitas-fasilitas dan layanan yang tersedia di tempat kerja sesuai dengan

standar dan pedoman teknis,

20 Rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu darurat harus dipasang sesuai dengan standar dan pedoman teknis,

21 Penjadwalan pemeriksaan dan pemeriksaan sarana produksi serta peralatan mencakup verifikasi alat-alat pengaman dan persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundangan standar dan pedoman teknis.

g. Standar pemantauan

Standar pemantauan meliputi:

1 Inspeksi tempat kerja dan cara kerja yang dilaksanakan secara teratur, 2 Inspeksi dilakukan bersama oleh wakil pengurus dan wakil tenaga kerja

yang telah memperoleh pelatihan mengenai identifikasi potensi bahaya, 3 Inspeksi mencari masukan dari petugas yang melakukan tugas di tempat


(39)

4 Daftar periksa chek list tempat kerja telah disusun untuk digunakan pada saat inspeksi,

5 Laporan inspeksi diajukan kepada pengurus dan P2K3 sesuai dengan kebutuhan,

6 Tindakan korektif dipantau untuk menentukan efektifitasnya,

7 Pemantauan lingkungan tempat kerja dilaksanakan secara teratur dan hasilnya yang dicatat dipelihara,

8 Pemantauan lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, biologis, radiasi dan psikologis,

9 Terdapat sistem yang terdokumentasi mengenai identifikasi, kalibrasi, pemeliharaan, penyimpanan untuk alat pemeriksaan, ukur dan uji mengenai kesehatan dan keselamatan,

10 Alat dipelihara dan dikalibrasi oleh petugas yang berkompeten,

11 Sesuai dengan peraturan perundangan, kesehatan tenaga kerja yang bekerja pada tempat kerja yang mengandung bahaya harus dipantau,

12 Perusahaan telah mengidentifikasi keadaan di mana pemeriksaan kesehatan perlu dilakukan dan telah melaksanakan sistem untuk membantu pemeriksaan ini,

13 Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh dokter pemeriksa yang ditunjuk sesuai peraturan perundangan,

14 Perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan kerja sesuai peraturan perundangan,


(40)

25

15 Catatan mengenai pemantauan kesehatan dibuat sesuai dengan peraturan perundangan.

h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan

Pelaporan dan perbaikan kekurangan meliputi:

1 Terdapat prosedur proses pelaporan sumber bahaya dan personil perlu diberitahu mengenai proses pelaporan sumber bahaya terhadap K3,

2 Terdapat prosedur terdokumentasi yang menjamin bahwa semua kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilaporkan sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundangan,

3 Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilaporkan sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundangan,

4 Perusahaan mempunyai prosedur penyelidikan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dilaporkan,

5 Penyelidikan dan pencegahan kecelakaan kerja dilakukan oleh petugas atau ahli K3 yang telah dilatih,

6 Laporan penyelidikan berisi saran-saran dan jadwal waktu pelaksanaan usaha perbaikan,

7 Tanggung jawab diberikan kepada petugas yang ditunjuk untuk melaksanakan tindakan perbaikan sehubungan dengan laporan penyelidikan,

8 Tindakan perbaikan didiskusikan dengan tenaga kerja di tempat terjadinya kecelakaan,


(41)

9 Tenaga kerja diberi informasi mengenai prosedur penanganan masalah K3 dan menerima informasi kemajuan penyelesaiannya.

i. Pengelolaan material dan pemindahannya,

Pengelolaan material dan pemindahannya meliputi:

1 Terdapat prosedur untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan menilai risiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual dan mekanis, 2 Identifikasi dan penilaian dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten, 3 Perusahaan menerapkan dan meninjau ulang cara pengendalian risiko

yang berhubungan dengan penanganan secara manual atau mekanis, 4 Prosedur untuk penanganan bahan meliputi metode pencegahan terhadap

kerusakan, tumpahan dan kebocoran,

5 Terdapat prosedur untuk menjamin bahwa bahan disimpan dan dipindahkan dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,

6 Terdapat prosedur yang menjelaskan persyaratan pengendalian bahan yang dapat rusak dan kadaluarsa,

7 Terdapat prosedur menjamin bahwa bahan dibuang dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan perundangan,

8 Perusahaan telah mendokumentasikan prosedur mengenai penyimpanan, penanganan dan pemindahan bahan-bahan berbahaya yang sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan, standar dan pedoman teknis,


(42)

27

9 Lembar data keselamatan bahan yang komprehensif untuk bahan-bahan berbahaya harus mudah didapat,

10 Terdapat sistem untuk mengidentifikasi dan pemberian bahan-bahan berbahaya,

11 Rambu peringatan bahaya dipampang sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan dan standar yang berlaku,

12 Terdapat prosedur yang didokumentasikan mengenai penanganan secara aman bahan-bahan berbahaya,

13 Petugas yang menangani bahan-bahan berbahaya diberi pelatihan mengenai cara penanganan yang aman,

14 Identifikasi dan penilaian dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten. j. Pengumpulan dan penggunaan data

Pengumpulan dan penggunaan data meliputi:

1 Perusahaan mempunyai prosedur untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, mengarsipkan, memelihara dan menyimpan catatan K3,

2 Undang-undang, peraturan, standar dan pedoman teknis yang relevan dipelihara pada tempat mudah didapat,

3 Terdapat prosedur yang menentukan persyaratan untuk menjaga kerahasiaan catatan,

4 Catatan mengenai peninjauan ulang dan pemeriksaan dipelihara,

5 Catatan kompensasi kecelakaan kerja dan rehabilitasi kesehatan dipelihara,


(43)

6 Data K3 yang terbaru dikumpulkan dan dianalisa,

7 Laporan rutin kinerja K3 dibuat dan disebarluaskan di dalam perusahaan. k. Audit SMK3

Audit SMK3 meliputi:

1 Audit SMK3 yang terjadwal dilaksanakan untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk menentukan apakah kegiatan tersebut efektif,

2 Audit internal SMK3 dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan independen di perusahaan,

3 Laporan audit didistribusikan kepada manajemen dan petugas lain yang berkepentingan,

4 Kekurangan yang ditemukan pada saat audit diprioritaskan dan dipantau untuk menjamin dilakukannya tindakan perbaikan.

l. Pengembangan keterampilan dan kemanusiaan

Pengembangan keterampilan dan kemanusiaan meliputi:

1 Analisis kebutuhan pelatihan yang mencakup persyaratan K3 telah dilaksanakan,

2 Rencana pelatihan K3 telah disusun bagi semua tingkatan dalam perusahaan,

3 Pelatihan harus mempertimbangkan perbedaan tingkat kemajuan dan latar belakang pendidikan,


(44)

29

4 Pelatihan dilakukan oleh orang atau badan yang mempunyai kemampuan dan pengalaman yang memadai serta diakreditasi menurut peraturan perundangan yang berlaku,

5 Terdapat fasilitas dan sumber daya memadai untuk pelaksanaan pelatihan yang efektif,

6 Perusahaan mendokumentasikan dan menyimpan catatan seluruh pelatihan,

7 Evaluasi dilakukan pada setiap sesi pelatihan untuk menjamin peningkatan secara berkelanjutan,

8 Program pelatihan ditinjau ulang secara teratur untuk menjamin agar tetap relevan dan efektif,

9 Anggota manajemen eksekutif dan pengurus berperan serta dalam pelatihan yang mencakup penjelasan tentang kewajiban hukum dan prinsip-prinsip serta pelaksanaan K3,

10 Manajer dan supervisor menerima pelatihan yang sesuai dengan peran dan tanggung jawab mereka,

11 Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kerja termasuk tenaga kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara aman,

12 Pelatihan diselenggarakan kepada tenaga kerja termasuk tenaga kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara aman,


(45)

13 Apabila diperlukan diberikan pelatihan penyegaran kepada semua tenaga kerja,

14 Perusahaan mempunyai program pengenalan untuk semua tenaga kerja dengan memasukkan materi kebijakan dan prosedur K3,

15 Terdapat prosedur yang menetapkan persyaratan untuk memberikan teklimat kepada pengunjung dan mitra kerja guna menjamin keselamatan dan kesehatan,

16 Perusahaan mempunyai sistem untuk menjamin kepatuhan terhadap peraturan perundangan untuk melaksanakan tugas khusus, melaksanakan pekerjaan atau mengoperasikan peralatan.

2.2. Penyebab Kecelakaan Kerja

Penyebab kecelakaan kerja secara umum diartikan sebagai faktor-faktor yang dapat, menyebabkan terjadinya kecelakaan. Menurut Notoatmodjo (2003), penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni:

(a) Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia), yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya: karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan karena faktor manusia ini.

(b) Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya.


(46)

31

Penyebab terjadinya kecelakaan kerja dapat disebabkan faktor karakteristik pekerja, demikian halnya kurangnya kemampuan/pelatihan, rekruitmen pekerja yang tidak benar, kelelahan akibat jam kerja yang berlebih, serta minimnya pengawasan terhadap pekerja (Notoadmojo S, 1996).

Terjadinya kecelakaan kerja merupakan rangkaian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, faktor penyebab kecelakaan kerja antara lain (H.W. Heinrich, 1980):

1. Ancestry and Social Environment, yaitu faktor keturunan, keras kepala,

gugup, penakut, iri hati, sembrono, tidak sabar, pemarah, tidak mau bekerja sama, tidak mau menerima pendapat orang lain, dan lain-lain.

Fault of person, yaitu merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan. Ada beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang melakukan kesalahan-kesalahan:

a. Pendidikan, pengetahuan dan keterampilan rendah, b. Karena seseorang tidak memenuhi syarat secara fisik,

c. Keadaan mesin atau lingkungan fisik yang tidak memenuhi syarat.

2. Unsafe actions an unsafe conditions, yaitu tindakan berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik memudahkan terjadinya kecelakaan. Contoh tindakan tidak aman (unsafe actions), yaitu: mengerjakan pekerjaan yang bukan tugasnya/ tanpa perintah, membuat alat pengaman yang bukan tugasnya, menjalankan mesin dengan kecepatan yang membahayakan, kurang pengetahuan dan keterampilan, tidak memakai salah satu alat pelindung diri, kesalahan


(47)

memberikan peringatan atau keamanan, memakai peralatan yang rusak, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, mengangkat dengan cara yang salah, posisi kerja yang tidak sesuai, memperbaiki peralatan yang sedang bergerak, bekerja sambil bercanda, bekerja tidak konsentrasi, bekerja sambil merokok/makan, meminum minuman keras dan obat-obatan terlarang, cacat tubuh yang tidak jelas kelihatan, kelelahan dan kelesuan.

3. Kondisi tidak aman sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan antara lain: mesin tidak diberi pagar pengaman, pagar pengaman tidak berfungsi, kerusakan alat, peralatan dan substansi/bahan baku yang digunakan, desain dan konstruksi bangunan/tempat bekerja yang tidak benar, ventilasi yang tidak memenuhi persyaratan, tidak ada sistem peringatan keselamatan di tempat kerja, bahaya kebakaran dan ledakan, kemacetan alat/peralatan yang digunakan, pemeliharaan kebersihan di bawah standar, kondisi lingkungan yang tidak kondusif (panas, bising, cahaya tidak memadai), cara penyimpanan yang berbahaya, tidak ada prosedur kerja, adanya pemakaian bahan-bahan yang mudah terbakar, tata letak area kerja yang tidak baik.

4. Accident, yaitu peristiwa kecelakaan (tertimpa benda, jatuh terpeleset, rambut tergulung mesin, dan lain-lain) yang menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh berbagai kerugian.

5. Injury, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan cedera (luka ringan, luka berat/ parah), cacat dan bahkan kematian (Allen and Friends, 1976).


(48)

33

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja (kecelakaan kerja) dapat diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:

a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

Klasifikasi menurut jenis kecelakaan meliputi beberapa hal, yaitu: 1. terjatuh,

2. tertimpah benda,

3. tertumbuk atau terkena benda-benda, 4. terjepit oleh benda,

5. gerakan-gerakan melebihi kemampuan, 6. pengaruh suhu tinggi

7. terkena arus listrik,

8. kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi. b. Klasifikasi menurut penyebab

Klasifikasi menurut penyebab meliputi beberapa hal, yaitu:

1. mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu dan sebagainya,

2. Alat angkut, alat angkut darat, udara, dan alat angkut air,

3. bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat kimia dan sebagainya,

4. peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya,


(49)

5. lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah),

6. penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas. c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan.

Klasifikasi menurut sifat luka meliputi beberapa hal, yaitu: 1. patah tulang,

2. diskolasi (keseleo) 3. regang otot (urat),

4. memar dan luka dalam yang lain, 5. amputasi,

6. luka di permukaan, 7. gegar dan remuk, 8. luka bakar,

9. keracunan-keracunan mendadak, 10.pengaruh radiasi,

11.lain-lain.

d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh

Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh meliputi beberapa hal, yaitu:

1. kepala, 2. leher, 3. badan,


(50)

35

4. anggota atas, 5. anggota bawah, 6. banyak tempat,

7. letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.

2.3. Pabrik Kelapa Sawit

Agro industri terutama industri minyak sawit berkembang pesat di Provinsi Riau. Hal ini disebabkan berkembangnya perkebunan kelapa sawit, baik milik perusahaan negara, swasta, dan rakyat.

Industri minyak sawit yang lebih dikenal dengan sebutan PKS (Pabrik Kelapa Sawit) merupakan suatu industri dengan kegiatan pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil). Bermacam-macam produksi pabrik kelapa sawit seperti fraksi: olein, fatty acid, fatty alkohol, dan lain-lain dapat diperoleh dari CPO. Selain itu CPO dengan kualitas rendah merupakan bahan dasar pembuatan sabun.

Pabrik kelapa sawit memiliki beberapa peralatan utama dalam proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak crude palm oil (CPO), beberapa peralatan yang digunakan pada pabrik kelapa sawit: (Chairul, 2004).

a. Penerimaan Tandan Buah Segar

Tandan buah segar (TBS) yang masuk ke pabrik diangkut menggunakan truk. Buah lalu ditimbang di jembatan timbang untuk mengetahui jumlah berat buah yang diterima oleh pabrik. Setelah ditimbang TBS dipindahkan ke


(51)

loading ramp pembagi tempat penimbunan sementara sebelum dimasukkan ke lori rebusan. Buah yang akan diolah disortir di loading ramp.

b. Perebusan (Sterilizer)

Buah yang telah disortir dimasukkan ke dalam lori-lori rebusan yang terbuat dari plat baja berlubang-lubang dan langsung di masukkan ke alat sterilizer. Alat ini merupakan bejana perebusan dengan menggunakan uap air bertekanan antara 2,5- 3,0 kg/cm2. Adanya lubang-lubang pada badan lori ini untuk memudahkan uap air masuk dan merebus buah secara merata. Proses perebusan ini bertujuan untuk mematikan enzim-enzim yang dapat menghidrolisa minyak sehingga kualitas minyak yang akan dihasilkan menurun. Di samping itu untuk memudahkan pemisahan cangkang dari inti dengan keluarnya air dari biji. Proses perebusan biasanya berlangsung selama 80-85 menit dan uap yang dibutuhkan sebesar 280-290 kg/ton TBS.

c. Pemisahan Brondolan (Stripping)

Perlakuan selanjutnya terhadap buah setelah disterilisasikan disebut stripping atau thresshing. Tujuannya untuk memisahkan brondolan (fruitlet) dari tangkai tandan. Alat yang digunakan disebut thresher berupa drum berputar (rotary drum thresher). Hasil pemisahan brondolan ini tidak selalu sempurna karena masih ada brondolan tandan buah yang melekat pada tangkai tandan yang disebut USB (Unstripped Bunch). Untuk mengatasi hal ini, maka dipakai sistem double thressing. Sistem ini bekerja dengan cara tandan kosong EFB (Empty Fruti Bunch) dan USB yang keluar dari thresher pertama tidak


(52)

37

dibuang langsung, tetapi masuk ke thresher kedua yang selanjutnya tandan kosong di bawa ke tempat penumpukan yang nantinya dimanfaatkan sebagai pupuk dengan suatu pemrosesan.

d. Pelumatan (Digesting)

Buah yang lepas dari tandan dan dibawa ke alat digester oleh fruit conveyor. Dalam alat ini daging buah dilepaskan dari biji. Selama pelumatan berlangsung temperatur dalam digester dijaga stabil.

e. Pengempaan (Pressing)

Masa buah dimasukkan ke dalam screw press (alat kempa). Mesin pengempa yang biasa digunakan adalah double screw press. Alat ini terdiri dari dua worm crew yang terletak di dalam press cake dan dua buah cone yang dapat bergerak maju mundur. Akibat putaran kedua worm screw dan penekanan cone maka minyak dalam mesocarp akan diperas dan keluar melalui lubang-lubang kecil pada pres cake. Ampas hasil kempa campuran serat (fibre) dan kernel (nut) keluar melalui bagian ujung worm screw. Proses pengempaan harus dilakukan sampai kering sehingga minyak yang melekat pada ampas pengempaan cukup rendah. Agar diperoleh pengektraksian minyak yang maksimum diperlukan keseimbangan dan proses pengendalian yang baik. f. Pemurnian Minyak (Clarification)

Hasil dari proses pengempaan diperoleh CPO yang merupakan campuran minyak, air dan padatan. Penyaringan minyak ini dilakukan dengan alat vibrating screen yang bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel serat dan


(53)

cangkang yang terbawa bersama saat keluar dari proses pengempaan. Di samping itu penyaringan juga menurunkan kekentalan (fiscositas) CPO yang selanjutnya dipompakan ke tangki clarifer.

Pengutipan minyak secara statis berlangsung dalam clarier tank. Dalam tangki ini berlaku sistem pengendapan. Di mana minyak mempunyai berat jenis ringan akan berada di lapisan atas, sedangkan sludge berada di lapisan bawah. Minyak disaring dan sludge dimasukkan ke dalam tangki lumpur (sludge tank). Desain volume clarifier tank harus disesuaikan dengan kapasitas pabrik.

g. Pengolahan Inti Sawit

Ampas kempa yang terdiri dari biji dan serat dimasukkan ke depericarper melalui cake breaker conveyor yang dipanaskan dengan uap agar sebahagian kandungan air dapat diperkecil. Akibat pemanasan dengan uap ini press cake terurai dan mempermudah proses pemisahan serta dari biji pada depericarper. Pemisahan ini terjadi akibat perbedaan daya isap blower. Biji ditampung pada nut silo yang dialiri dengan udara panas selama 10-14 jam dengan tujuan mengurangi kadar air. Serat yang terpisah dialirkan ke boiler station sebagai bahan baku ketel uap.

h. Nut Cracker

Sebelum biji masuk ke nut craker terlebih dahulu diproses dalam nut grading fraction. Selanjutnya biji dialirkan ke dalam nut craker untuk pemecahan biji.


(54)

39

Masa biji yang dipecah dialirkan ke light tenera dust seperator dan vibrating grade untuk memisahkan cangkang halus biji dengan cangkang inti.

i. Hydrocyclone

Masa cangkang yang bercampur inti dialirkan masuk ke hydrocyclone untuk memisahkan cangkang dengan inti. Cangkang dipakai sebagai bahan bakar ketel uap dan pengerasan jalan, sedangkan inti dialirkan masuk ke dalam ketel silo untuk proses pengeringan sampai kadar air 7% dengan tingkat pengeringan 60-70oC. Selanjutnya inti ditimbun dalam kernel storage pada bulk silo yang siap untuk dipasarkan.

2.4. Lokasi Kecelakaan

Dalam suatu industri pengolahan kelapa sawit menjadi crude palm oil (CPO) banyak peralatan/areal kerja dan sistem yang dapat menjadi penyebab kecelakaan. Beberapa areal tempat terjadinya kecelakaan kerja pada pabrik kelapa sawit antara lain:

a. Aktivitas di ruang komputer, resiko tersengat listrik, dan iritasi mata,

b. Menarik lori dengan capstand/mengisi TBS/memasukkan TBS ke rebusan, beresiko jari/tangan terjepit, terlibas tali, tertimpa TBS, tersodok galah, tertimpa jembatan rebusan, tertimpa lori,

c. Merebus TBS/membuka steam/membuka pintu rebusan, beresiko rebusan meledak, tersengat anggota badan, terpapar pendengaran, tertimpa jembatan rebusan, terkena steam panas,


(55)

d. Pengoperasian theresing/pengoperasian presan, beresiko terlilit anggota badan, tersambar, terjatuh, terhirup, terpapar pendengaran,

e. Membersihkan bodi elevator, beresiko terjatuh, kepala terbentur, tangan terkena duri,

f. Aktivitas di kamar mesin, beresiko terkena serpihan ledakan, terbakar/ tersengat aliran listrik, terpapar pendengaran, terhirup,

g. Aktivitas di ruangan work shop, beresiko tertimpa/terjepit, meledak/terhirup, tersengat/terbakar arus listrik, pijar mata, kebutaan,

h. Aktivitas di pabrik biji, beresiko terjatuh, terpapar pendengaran, sesak penapasan, terlibas, tergilas anggota tubuh,

i. Aktivitas di boiler, beresiko terkena serpihan uap dan air panas, melepuh terkena panas, sesak napas, tersengat anggota tubuh, jatuh, terbakar anggota badan,

j. Mendorong lori dengan loader, beresiko tertabrak loader, terbentur benda keras, tertimpa TBS, terkena gancu/tojok,

k. Mencampur bahan kimia/menganalisa sampel, beresiko merusak kesehatan paru-paru, iritasi kulit, korosif, merusak kesehatan paru-paru, terkena anggota badan,

l. Penempatan barang/material/penyusunan bahan kimia, beresiko tersandung, tertimpa material, terjatuh, korosif,

m. Aktivitas klarifikasi, beresiko tersambar, terjatuh, anggota tubuh terkena, minyak panas, tersengat,


(56)

41

n. Membersihkan tangki timbun, beresiko terjatuh, gangguan pernapasan,

o. Aktivitas incenerator, beresiko terhirup mengakibatkan gangguan paru-paru, tertimpa, tertonjok,

p. Aktivitas recovery, beresiko terjatuh, terhirup, terkena anggota badan, q. Aktivitas tower air, beresiko terjatuh dari menara, tenggelam ke dalam air, r. Pembersihan dinding/atap pabrik, beresiko terjatuh/terpelesat, dari atap,

gangguan pernapasan,

s. Pengelasan ditempat ketinggian, beresiko tersengat listrik, kebakaran, terjatuh dari ketinggian,

t. Banjir/angin/gempa dan huru hara, beresiko kebakaran, terendam air, tertimpa bangunan, tertimbun tanah, tersengat listrik,

u. Kantin beresiko tersengat listrik, kebakaran.

2.5. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko

Sumber bahaya yang terindifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat resiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit dari kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko.

2.5.1 Pertimbangan Identifikasi

Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:


(57)

2. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi.

2.5.2 Tindakan Pengendalian

Pengendalian yang dilakukan perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalian kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagian tempat bekerja, perancangan pabrik dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengukur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa. Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan metode:

a. Pengendalian tekhnis/rekayasa seperti eliminasi, substitusi, isolasi, ventilasi, higiene dan sanitasi,

b. Pendidikan dan pelatihan,

c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan dan motivasi diri,

d. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi, e. Penegakan hukum.

2.6 Tenaga Kerja

Beberapa peristilahan mengenai tenaga kerja dipengaruhi oleh posisi dan tempat tenaga kerja tersebut bekerja. Misalnya ada yang menyebut buruh, karyawan atau pegawai. Namun sesungguhnya dapat dipahami bahwa maksud dari semua


(58)

43

peristilahan tersebut adalah sama, yaitu: orang yang bekerja pada orang lain dan mendapat upah sebagai imbalannya. Maka berdasarkan rumusan tersebut, maka yang dimaksud dengan tenaga kerja (pekerja)/karyawan/buruh atau pegawai itu mencakup pegawai swasta maupun pegawai negeri (sipil dan militer) (Prinst, 1994).

Maimun (2004) berpendapat pekerja/buruh dewasa (biasa disebut pekerja/ buruh) adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Di mana dalam definisi tersebut terdapat dua unsur yaitu unsur orang yang bekerja dan unsur menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Selanjutnya Maimun (2004) menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Pengertian tenaga kerja mencakup pekerja/buruh, pegawai negeri, tentara, orang yang sedang mencari pekerjaan, orang-orang yang berprofesi bebas seperti pengacara, dokter, pedagang, penjahit dan lain-lain.

Pendapat lainnya mengatakan tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan di dalam atau di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang-barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengertian ini sangat luas karena meliputi juga pegawai negeri yang bekerja pada instansi pemerintah yang dilindungi Undang-Undang Kepegawaian. Sedangkan buruh adalah pekerja di suatu perusahaan, dan dalam melakukan pekerjaannya harus tunduk pada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh pengusaha (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan perusahaannya, dan buruh/pekerja akan


(59)

memperoleh upah serta jaminan hidup lainnya yang wajar dari pengusaha (majikan) (Anwar, 1991).

Beberapa pendapat tentang batasan pekerja/buruh memberikan arti yang lebih meluas dan pembatasan-pembatasan yang akurat. Menurut Maimun (2004), pekerja/ buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja, di bawah perintah pemberi kerja (bisa perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan lainnya) dan atas jasanya dalam bekerja yang bersangkutan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata lain tenaga kerja disebut sebagai pekerja/buruh bila ia melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja dan di bawah perintah orang lain dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tenaga kerja yang bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain tetapi tidak di dalam hubungan kerja seperti tukang semir sepatu, bukan merupakan pekerja/buruh.

Pendapat Suprihanto (1986) mengatakan bahwa tenaga kerja dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu: angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang mengganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja masih dibagi lagi yaitu golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan yang lain atau penerima pendapatan, atau kelompok potential labour force.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa pembedaan pekerja/buruh hanya didasarkan pada jenis kelamin (pekerja/ buruh perempuan dan laki-laki) dan usia (pekerja/buruh anak). Menurut Maimum


(60)

45

(2004), pembedaan ini dilakukan bukan karena diskriminatif tetapi untuk melindungi pekerja/buruh yang lemah daya tahan tubuhnya dan untuk menjaga norma-norma kesusilaan.

2.7. Alat Pelindung Diri

Secara umum alat pelindung diri dimaksud sebagai alat yang digunakan untuk menghindari kecelakaan bagi pemakainya. Menurut Suma’mur (1992) alat pelindung diri merupakan cara terakhir yang harus dilakukan untuk mencegah kecelakaan apabila program pengendalian lain tidak mungkin dilaksanakan.

Beberapa alat pelindung diri yang sering digunakan adalah:

1. Helmet, melindungi kepala terhadap kemungkinan tertimpa benda jatuh atau menghindari cedera kepala akibat benturan benda berat,

2. Earplug/earmuff, sebagai alat pelindung telinga karena bekerja di daerah kebisingan akibat penggerindaan dan pemukulan,

3. Sarung tangan, melindungi jari dan tangan pekerja dari goresan, benturan dan pengaruh sinar las. Sarung tangan terbuat dari kain yang nyaman serta memungkinkan jari dan tangan bergerak bebas. Untuk melindungi dari pengaruh sinar las maka sarung tangan terbuat dari kulit,

4. Masker, untuk melindungi wajah dari pengaruh sinar pada waktu bekerja, 5. Apron, baju panjang dari bahan karet timbal dengan daya serap radiasi.


(61)

Syarat-syarat alat pelindung diri yang dipergunakan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: (Sama’mur, 1986)

1. Enak dipakai pada kondisi pekerja yang sesuai dengan disain alat,

2. Tidak mengganggu kerja, dalam arti alat pelindung diri ini harus sesuai dengan tubuh pemakainya dan tidak menyulitkan gerak pengguna,

3. Memberikan perlindungan efektif terhadap bahaya yang khusus sebagaimana alat pelindung tersebut didesain,

4. Harus tahan lama,

5. Mudah dibersihkan dan dirawat pekerja,

6. Harus ada disain, konstruksi, pengujian dan penggunaan APD yang sesuai standar.


(62)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini merupakan jenis penelitian survey dengan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan seluruh pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja pada pabrik kelapa sawit yang dilaksanakan di lokasi penelitian.

3.2. Tempat dan Waktu 3.2.1. Tempat

Tempat penelitian dilaksanakan di pabrik kelapa sawit Tanjung Medan Provinsi Riau. Adapun alasan memilih tempat penelitian adalah:

a. Provinsi Riau merupakan daerah yang memiliki luas lahan perkebunan kelapa sawit yang besar di Indonesia,

b. Tingginya tingkat pertumbuhan infrastruktur kota, c. Perdagangan minyak sawit.

3.2.2. Waktu

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan dalam waktu selama 6 (enam) bulan. Penelitian ini dimulai bulan Juli 2008 hingga bulan Desember 2008. Penelitian


(63)

dimulai dengan persiapan penelitian, survey awal dan seminar, selanjutnya pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data melalui pengamatan/wawancara/ kuesioner, analisis data serta penulisan tesis.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Besarnya populasi penelitian ini adalah sebanyak 152 orang yaitu seluruh pekerja pada pabrik kelapa sawit Tanjung Medan Provinsi Riau.

3.3.2. Sampel

Besarnya sampel penelitian diambil dengan totaling sample yaitu seluruh populasi menjadi sampel, sehingga jumlah seluruh sampel adalah sebesar 152 orang yang terdiri dari 6 penyelia (general manejer, manejer dan kepala bagian), 146 karyawan (kepala seksi hingga petugas kebersihan).

3.4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan pengamatan yang dibantu dengan kuesioner dan wawancara. Untuk penyelia akan dilakukan dengan pembagian kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan karyawan lainnya akan dilakukan dengan pembagian kuesioner serta wawancara.


(64)

49

3.5. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini dikategorikan atas informan kunci, informan biasa dan informan pangkal. Ketiga kategori informan diambil dari pengambil kebijakan di pabrik kelapa sawit, jumlah seluruh informan ada 6 orang yang terdiri dari:

a. Satu orang dari general manejer yang menjadi pimpinan keseluruhan pabrik, b. Dua orang dari manejer yang masing-masing membidangi permesinan dan

produksi,

c. Tiga orang dari kepala bagian yang masing-masing membidangi, keuangan, administrasi dan internal.

Di awal penelitian penulis terlebih dahulu menjumpai general manejer, dan manejer serta kepala bagian dari masing-masing bagian. Dari merekalah penulis memperoleh rujukan, orang-orang di ketiga bagian tersebut yang memiliki pengetahuan yang banyak tentang masalah yang penulis teliti. Setelah itu penulis mengelompokkannya berdasarkan kedalaman data yang diperoleh.

Informan kunci merupakan orang yang mengetahui banyak tentang masalah yang diteliti, informan biasa adalah orang yang punya pengetahuan cukup, tetapi tidak terlalu mendalam. Sedangkan informan pangkal adalah orang yang pertama kali dijumpai ketika penulis sampai di lapangan, dan ia juga memiliki informasi tentang masalah yang diteliti (Moleong, 1993).


(65)

3.6. Variabel Penelitian

Adapun variabel dari penelitian ini adalah: a. Kebijakan Perusahaan di Bidang K3, b. Penerapan Kebijakan,

c. Pengawasan Kebijakan, d. Evaluasi Program Kebijakan, e. Pegaruh SMK3.

3.7. Definisi Operasional

Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka diambil definisi operasional dari variabel adalah sebagai berikut:

1 Kebijakan Perusahaan di Bidang K3 adalah seluruh kebijakan berupa peraturan-peraturan yang tertulis di lingkungan pabrik,

2 Penerapan Kebijakan adalah langkah-langkah yang dilakukan manajemen pabrik untuk menerapkan kebijakan K3,

3 Pengawasan Kebijakan adalah pengawasan yang dilakukan manajemen untuk memastikan bahwa kebijakan K3 telah dilaksanakan,

4 Evaluasi Program Kebijakan adalah kegiatan pengukuran keberhasilan K3 yang telah dilakukan,

5 Pengaruh SMK3 adalah pengaruh yang ditimbulkan akibat diterapkannya program K3 di lingkungan pabrik,


(66)

51

6 Perencanaan identifikasi bahaya adalah mengidentifikasi sumber bahya sehingga dapat dinilai tingkat resiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja,

7 Indikator kerja adalah sasaran yang akan dicapai atau target kerja yang disusun perusahaan setelah menerapkan SMK3 pada pabrik kelapa sawit Tanjung Medan, dalam bentuk ukuran-ukuran yang dapat dinilai (seperti jam kerja, pencapaian kesehatan kerja, angka kehilangan jam kerja).

3.8. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 4 (empat) tahap, yaitu: a. Tahap awal

Pelaksanaan penelitian diawali dengan pengamatan dan survey awal terhadap lokasi tempat pekerja pabrik kelapa sawit bekerja, sehingga diperoleh masukan data-data awal tentang keberadaan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk pencegahan terjadinya kecelakaan kerja di sekitar pabrik kelapa sawit, pengumpulan bahan-bahan literatur serta penelitian-penelitian terdahulu, selanjutnya mengadakan persiapan penelitian dan seminar untuk mendapatkan informasi serta penilaian kelayakan penelitian.

b. Tahap Menjalin Komunikasi

Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:

1. Melakukan pendekatan intensif dengan para pekerja pabrik kelapa sawit secara langsung di sekitar pabrik,


(67)

2. Mendata seluruh peralatan yang digunakan para pekerja pabrik kelapa sawit dalam melakukan kegiatan di lokasi dan di sekitar pabrik kelapa sawit,

3. Mengikuti jalur lintasan bahan baku sampai ke lokasi pabrik kelapa sawit. c. Tahap Penelitian Secara Umum

Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilaksanakan adalah

1. Memberikan sosialisasi tentang kegunaan dan tatacara menjawab kuesioner yang akan diberikan,

2. Memberikan penyuluhan tentang menjaga agar tidak terjadi kecelakaan kerja kepada pekerja pabrik kelapa sawit.

d. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilaksanakan adalah

1. Mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan, wawancara dan pengisian kuesioner terhadap informan. Wawancara dilakukan berdasarkan keadaan lapangan, untuk memperkaya kandungan hasil penelitian, sehingga hal-hal yang bersifat pribadi dapat terungkap,

2. Meminta kesediaan informan untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner,

3. Membuat data base data dari penelitian berupa, umur, lama bekerja, pendidikan, domisili, jumlah anggota keluarga, keluhan kesehatan, gangguan yang dialami, dan pendapatan.


(68)

53

3.9. Analisa Data

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara deskriptif yaitu dengan cara menggambarkan seluruh kegiatan dan pengelolaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada pabrik kelapa sawit Tanjung Medan, serta dilengkapi dengan penyajian dalam bentuk tabel frekwensi tangensi yaitu penyajian seluruh data-data penelitian dalam tabel tunggal selanjutnya menganalisis data tersebut.


(69)

BAB 4

GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pabrik kelapa sawit (PKS) Tanjung Medan adalah salah satu pabrik kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara V yang terletak di Desa Pujud Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Tanjung Medan dibangun tahun 1995 dengan luas areal 17,03 Ha dan luas pencadangan air seluas 111,50 Ha. Commisioning Take Over Test (TOT) dilaksanakan pada bulan Oktober 1996 dengan kapasitas terpasang 30 ton TBS/jam. Untuk menunjang proses pengolahan di Pabrik Kelapa Sawit Tanjung Medan, bahan baku berasal dari kebun inti Tanjung Medan yang terdiri dari 6 afdeling dengan luas total 4.601 Ha dan TBS dari masyarakat di sekitar pabrik.

Tujuan dari pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Tanjung Medan adalah untuk:

2. Meningkatkan hasil devisa negara dari komoditi Non Migas yang dapat diekspor berupa minyak dan inti kelapa sawit,

3. Mengolah kelapa sawit dari kebun Tanjung Medan dan kebun rakyat di sekitarnya,


(70)

55

4. Membuka kesempatan dan lapangan kerja baru yang cukup luas dan diharapkan dapat merangsang pembangunan sektor lainnya, terutama transportasi, perdagangan dan sebagainya,

5. Pemerataan ekonomi dan pembangunan dalam rangka otonomi daerah.

4.2. Pabrik Kelapa Sawit Tanjung Medan

Pabrik Kelapa Sawit Tanjung Medan telah menerapkan prinsip-prinsip SMK3 yang banyak menghasilkan penghargaan-penghargaan antara lain:

1. Audit Ekternal SMK3 tanggal 13 s/d 15 Nopember 2000. Sertifikat Bendera Emas Tingkat pencapaian 86 %,

2. Audit Internal SMK3 tanggal 17 s/d 18 Oktober 200. Sertifikat Bendera Perak Tingkat pencapaian 83,13 %,

3. Audit Internal SMK3 tangga l 9 s/d 11 Oktober 2002. Sertifikat Bendera Emas Tingkat pencapaian 90,36 %,

4. Audit Internal SMK3 tanggal 17 s/d 19 Juni 2003. Sertifikat Bendera Perak Tingkat pencapaian 77,10 %,

5. Audit Ekternal SMK3 tanggal 26 s/d 28 Agustus 2003. Sertifikat Bendera Perak Tingkat pencapaian 82,53 %,

6. Januari 2005 memperoleh penghargaan sertifikat Zero Accident karena selama 1.327.266 jam kerja karyawan, tanpa kecelakaan kerja yang mengakibatkan kehilangan waktu kerja, terhitung sejak tanggal 01 Januari 2002 sampai dengan 11 Desember 2004,


(71)

7. Audit Internar SMK3 tanggal 01-03 Pebruari 2006. Sertifikat Bendera Emas Tingkat pencapaian 86”74 %,

8. Audit External SMK3 tanggal 26 -28 Agustus 2003. Sertifikat Bendera Emas Tingkat pencapaian 92,15 %.

Pelaksana operasional Pabrik Kelapa Sawit Tanjung Medan diatur dalam petunjuk pelaksanaan Badan Koordinasi Ketertiban (Bakortiba) yang dibagi sesuai dengan jabatan masing-masing, struktur organisasi Pabrik Kelapa Sawit Tanjung Medan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau seperti pada Gambar 4.1.

1. Manejer

Tugas dari manejer antara lain, mengelola seluruh asset yang menjadi tanggung jawabnya, berupa kegiatan perencanaan, pelaksanaan operasional dan pemeliharaan pabrik kelapa sawit yang meliputi produksi, pengelolaan teknis lapangan dan administrasi/keuangan serta pengawasannya untuk menghasilkan kinerja, dalam bentuk laba secara maksimal dengan berpedoman pada kebijakan (Rencana Jangka Panjang, Rencana Kerja Anggaran Pendapatan, Rencana Kerja Operasional) yang ditetapkan direksi. Adapun tugas dari manejer dalam Bakortiba antara lain:

a. Sebagai pembina Tim Bakortiba,

b. Memberikan pengarahan/instruksi kepada ketua tentang pelaksanaan tugas dari masing-masing bagian,

c. Membuat keputusan tentang perlu tidaknya melibatkan Dinas Pencegah/Pemadam Kebakaran (DP2K) dari Daerah Tingkat II/Kota,


(72)

57

d. Mengawasi pelaksanaan kegiatan dari tiap-tiap regu pada saat kejadian,

e. Menentukan keadaan AMAN.


(73)

2. Asisten-asisten

Asisten umum, tugas dari asisten umum melaksanakan kegiatan bidang sumberdaya manusia dan umum untuk mencapai kinerja optimal dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan direksi dan arahan manajer. Asisten administrasi, bertugas mengelola bidang administrasi keuangan dan umum di unit kerjanya untuk mencapai kinerja yang optimal dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan direksi.

Asisten tekhnik pabrik, bertugas mengelola kegiatan pemeliharaan mesin-mesin pabrik kelapa sawit maupun mesin-mesin peralatan lain di luar mesin-mesin pabrik yang meliputi perencanaan teknis lapangan dan administrasi serta pengawasannya untuk mencapai kinerja yang optimal dengan berpedoman pada kebijakan direksi dan arahan manejer pabrik kelapa sawit.

Asisten Pengolahan, bertugas melaksanakan kegitan operasional pengolahan dan pengawasan pada shifnya untuk mencapai kinerja yang optimal dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh manejer PKS.

Asisten Pengendalian Mutu, bertugas melaksanakan pengawasan mutu operasional, mutu bahan baku, mutu produksi, tingkat kehilangan, tingkat rendeman, mutu air umpan ketel uap dan mutu limbah dalam sifatnya untuk mencapai kinerja yang optimal dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan direksi dan arahan manejer pabrik. Untuk kegiatan K3 dikelola pada Asisten Pengendalian Mutu.


(1)

cara membuka bak belakang, sehingga tandan buah segar tergelincir menimpa kaki pekerja yang sedang berdiri mengawasi penurunan tandan buah segar tersebut.

Bulan Juli 2006 tidak terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya hari kerja, namun pada bulan tersebut terjadi kecelakaan yaitu satu pekerja tertusuk duri tandan buah segar, yaitu pada saat memindahkan tandan buah segar dari pinggir penampungan untuk ditumpuk dengan tandan buah segar lainnya yang telah terkumpul.

Bulan November 2006 tidak terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya hari kerja, namun pada bulan tersebut terjadi kecelakaan yaitu 1 pekerja terkena uap air panas pada tanganya, kecelakaan kecil ini terjadi pada saat ketel perebusan tidak tertutup rapat yang diakibatkan terdapat bagian yang berkarat pada salah satu sisi penutup ketel, sehingga pada saat akan ditutup dengan perekat uap panas dari ketel keluar dan mengenai tangan pekerja tersebut, namun dengan cara pengompresan tangan pekerja tersebut membaik dan dapat bekerja seperti sediakala.

Pada bulan Pebruari 2007 tidak terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya hari kerja, namun pada bulan tersebut terjadi kecelakaan yaitu 1 pekerja,


(2)

99

secara estapet, sehingga banyak pekerja yang memilih membuka bak samping atau belakang pada saat menurunkan tandan buah segar.

Bulan Agustus 2007 tidak terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya hari kerja, namun pada bulan tersebut terjadi kecelakaan yaitu 1 pekerja terkena arus pendek printer pada saat bekerja, di mana pekerja tersebut sedang memprinter, namun pada sambungan arus dengan printer terdapat bagian metal yang tidak terlapisi dengan baik, sehingga terjadi arus pendek dan mengenai pekerja tersebut.

Memang perlu diketahui bahwa kecelakaan-kecelakaan walaupun tidak menghilangkan hari kerja namun menurunkan produktivitas, hal ini diakibatkan hilangnya jam kerja, serta terganggunya kesehatan pekerja tersebut.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Program sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja telah diterapkan di Pabrik Kelapa Sawit Tanjung Medan seperti rekruitmen, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penggunaan alat pelindung diri, papan peringatan/rambu-rambu kecelakaan kerja, sanksi dan penghargaan. 2. Jumlah pekerja yang menggunakan alat pelindung diri antara lain helm

dipakai sekitar 89,48% pekerja yang seharusnya menggunakan, sepatu boot dipakai 63,34% pekerja, sarung tangan dipakai 72,73% pekerja, penutup telinga dipakai 88,24% pekerja, penahan radiasi komputer dipakai 62,50% pekerja, penutup mulut dipakai 77,78% pekerja, pelindung dada dipakai 53,34% pekerja yang seharusnya menggunakan.


(4)

101

terlaksananya program keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melibatkan seluruh pekerja.

2. Diperlukannya suatu penyuluhan yang lebih baik dari manajemen pabrik kelapa sawit kepada seluruh pekerja, dengan cara mengadakan kursus singkat dengan mendatangkan ahli keselamatan dan kesehatan kerja, serta melakukan simulasi pencegahan kecelakaan kerja di lingkungan pabrik. 3. Perlunya menghitung volume bak penampungan tandan buah segar sesuai

dengan besarnya volume tandan buah segar yang diterima pabrik setiap harinya, penambahan penerangan di lokasi tersebut. Serta memperbaiki seluruh jaringan komputer/printer untuk memastikan tidak ada kabel yang terkelupas dan servis dilakukan pada saat seluruh listrik telah dimatikan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraheni. S. Sistem Manajemen K3 dalam Upaya Meminimalisasi Kecelakaan Kerja di PT. Petronika Gresik. Tesis. Universitas Air Langga. 2007.

Allen W Robert, Friends. Industrial Hygiene. Prentice-Hall. New Jersey. 1976.

Chairul, Analis Mengenai Dampak Lingkungan Pabrik Kelapa Sawit PT. Era Karya Prima Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat. CV. Multi. 2004.

Depnaker RI. Tata Cara Pengajuan, Penilaian dan Pemberian Penghargaan Kecelakaan Nihil (Zero Accident Award). Penerbit Depnaker. 2000.

Djojodibroto. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1999.

Heinrich HW, et al. Industrial Accident Prevention, A Safety Management Approach. Ed 5. Mc. Graw-Hill Book Comnpany. New York. 1980.

Ichsan. Program Kesehatan di Tempat Kerja Sebagai Upaya Pengembangan Kondisi Lingkungan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja. 2002 http//www.idionline.org/makalah/Dr%Selamet%20Ichsan%20jd.doc Diakses 5 Desember 2007.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 68/MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja, 2004. Nazir. M. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. 1998.


(6)

103

Prinst. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Buku Pegangan Bagi Pekerja untuk Mempertahankan Hak-haknya. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1994.

Ritonga. BT. Ketenaga Kerjaan dalam Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Santoso. MS. Pentingnya Keselamatan Kerja. http//www.pikiran-rakyat.com/prcetak022002/17/05/html. 2002. Diakses 5 Januari 2008.

Siegel, S. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. 1994.

Soerono. H. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada PT. BAT Indonesia Leaf Station Lombok. Post Graduate Airlangga University. 2005.

Subroto. E. Studi Komperatif Penerapan Sistem Manajemen K3 Terhadap Kecelakaan Kerja dan Produktifitas pada Pabrik Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Karya Akhir Profesional. Magister Kesehatan Kerja. USU. Medan. 2001.

Suma’mur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Penerbit Haji Masagung. Jakarta. 1987.

Suprihanto. Hubungan Industrial, Sebuah Pengantar. Penerbit BPFE. Yogyakarta. 1986.

Tunggal S.W, A.W Tunggal. Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan Baru di Indonesia. Penerbit Harvarindo. Jakarta. 1996.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.