PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL JIGSAW DENGAN MEDIA FLIPCHART PADA SISWA KELAS IV SDN MANGUNSARI SEMARANG

(1)

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA

MELALUI MODEL JIGSAW

DENGAN MEDIA FLIPCHART

PADA SISWA KELAS IV SDN MANGUNSARI

SEMARANG

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh ERIN ERLINDA

1401411148

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

nama : Erin Erlinda NIM : 1401411148

program studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar

fakultas : Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model Jigsaw dengan Media Flipchart pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari Semarang” benar-benar hasil karya penulis sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Apabila terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Semarang, 13 Juli 2015 Penulis

Erin Erlinda NIM. 1401411148


(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi atas nama Erin Erlinda, NIM 1401411148, dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model Jigsaw dengan media Flipchart pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari Semarang” telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:

hari : Senin tanggal : 13 Juli 2015

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Sutji Wardhayani, S.Pd, M.Kes NIP. 19520221 197903 2 001


(4)

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi atas nama Erin Erlinda, NIM 1401411148, dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model Jigsaw dengan media Flipchart pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari Semarang”telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang pada :

hari : Senin

tanggal : 13 Juli 2013

Panitia Ujian Skripsi

Ketua Sekretaris

Prof.Dr. Fakhruddin, M.Pd. Drs. Moch Ichsan, M.Pd NIP 195604271986031001 NIP 195006121984031001

Penguji Utama

Drs.Jaino, M.Pd NIP 19540815 1980031 004

Penguji I Penguji II

Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd Sutji Wardhayani, S.Pd, M.Kes. NIP. 19580517 198303 2 002 NIP. 19520221 197903 2 001


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S Al Insyirah: 5-6)

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles). “Pengetahuan tidaklah cukup, maka kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, maka kita harus melakukannya” (Johann Wolfgang von Goethe)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT skripsi ini saya persembahkan kepada : kedua orangtuaku tercinta (Bapak Mashudi dan Ibu Siyam) yang senantiasa memberikan dukungan motivasi, materi dan doa,


(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga peneliti mendapat bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui Model Jigsaw dengan Media Flipchart pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari Semarang”. Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Di dalam penulisan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan kesempatan menimba ilmu dan izin penelitian.

3. Dra. Hartati, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bantuan pelayanan khususnya dalam memperlancar penyelesaian skripsi ini.

4. Sutji Wardhayani, S.Pd.,M.Kes., Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran selama penyusunan skripsi.

5. Drs. Jaino, M.Pd., Dosen penguji utama yang telah menguji dan memberikan banyak masukan kepada peneliti.


(7)

6. Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd., Dosen penguji I yang telah menguji dan memberikan banyak masukan kepada peneliti.

7. Endang Purwaningsih, S.Pd., Kepala sekolah SDN Mangunsari Semarang yang telah mendukung dan memberikan izin penelitian.

8. Ary Sotyarini, M.Pd., Guru kelas IV sekaligus kolabolator yang telah mendukung dan membantu selama pelaksanaan penelitian.

9. Semua pihak yang yang telah berperan dan membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat peneliti sampaikan, semoga semua bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi amal kebaikan dan mendapat berkah yang berlimpah dari Allah SWT. Harapan peneliti, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat kepada peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semarang, Juli 2015


(8)

ABSTRAK

Erlinda, Erin. 2015. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model Jigsaw dengan media Flipchart pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari Semarang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing :Sutji Wardhayani, S.Pd, M.Kes.

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di jenjang SD merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam yang mengkaji tentang manusia, dan lingkungannya. Berdasarkan refleksi dengan kolaborator, dijumpai masalah pada pembelajaran IPA kelas IV SDN Mangunsari Semarang. Permasalahan tersebut terjadi karena guru kurang bervariasi dalam menggunakan model dan media pembelajaran, guru kurang memaksimalkan kegiatan siswa untuk belajar secara kooperatif,dan kurang memotivasi siswa. Siswa menjadi kurang aktif, kurang berani mengemukakan pendapatnya, kurang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan guru, kurang antusias, kurang memperhatikan, dan cepat merasa bosan. Sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah, hanya 8 siswa (33,3%) yang dapat mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 68. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana cara meningkatkan kualitas pembelajaran IPA melalui model Jigsaw dengan media Flipchart pada siswa kelas IV SDN Mangunsari Semarang? Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui model Jigsaw dengan media Flipchart pada siswa kelas IV SDN Mangusari Semarang.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi,dan refleksi. Penelitian ini dilakukan II siklus, setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Subjek penelitian adalah guru sebagai peneliti dan siswa kelas IV SDN Mangunsari sejumlah 24. Teknik pengumpulan data menggunakan tes, observasi/pengamatan, catatan lapangan, dan wawancara dianalis dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan keterampilan guru pada siklus I memperoleh rata-rata skor 35,5 dengan kategori baik dan pada siklus II meningkat dengan perolehan rata-rata skor 44 dengan kategori sangat baik. Aktivitas siswa pada siklus I memperoleh rata-rata skor 30 dengan kategori baik dan pada siklus II meningkat dengan perolehan rata-rata skor 35,1 dengan kategori baik. Hasil belajar siswa peda siklus I diperoleh rata-rata ketuntasan klasikal sebesar 62,5% dan pada siklus II diperoleh rata-rata ketuntasan klasikal sebesar 83,5%.

Simpulan penelitian ini adalah dengan menerapkan model Jigsaw dengan media Flipchart dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di kelas IV SDN Mangunsari Semarang. Saran bagi guru adalah model Jigsaw dengan media Flipchart dapat digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan pembelajaran di Sekolah Dasar. Kata kunci : Kualitas Pembelajaran IPA, Jigsaw, Flipchart


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah ... 9

1.2.1 Perumusan Masalah ... 9

1.2.2 Pemecahan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan Umum ... 11

1.3.2 Tujuan Khusus ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 11

1.4.2 Manfaat Praktis ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori ... 13

2.1.1 Hakikat Belajar... 13

2.1.1.1 Pengertian Belajar ... 13

2.1.1.2 Prinsip-prinsip Belajar ... 14


(10)

2.1.2 Hakikat Pembelajaran ... 17

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran ... 17

2.1.2.2 Komponen-komponen Pembelajaran ... 18

2.1.3 Kualitas Pembelajaran ... 20

2.1.3.1 Keterampilan Guru ... 22

2.1.3.2 Aktivitas Siswa ... 29

2.1.3.3 Hasil Belajar ... 33

2.1.4 Pembelajaran IPA... 35

2.1.4.1 Pengertian IPA ... 35

2.1.4.2 Hakikat IPA ... 36

2.1.4.3 Teori-teori Belajar yang Melandasi IPA ... 38

2.1.5 Pembelajaran IPA di SD ... 40

2.1.6 Pendekatan Scientific ... 46

2.1.7 Model Pembelajaran Jigsaw ... 48

2.1.7.1 Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw ... 48

2.1.7.2 Langkah-langkah Model Jigsaw ... 50

2.1.7.3 Kelebihan Model Jigsaw ... 51

2.1.8 Media Flipchart ... 52

2.1.8.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 52

2.1.8.2 Fungsi Media Pembelajaran ... 53

2.1.8.3 Pengertian Media Flipchart ... 54

2.1.9 Langkah-langkah Model Jigsaw dengan Media Flipchart pada Pembelajaran IPA di SD ... 57

2.2 Kajian Empiris ... 58

2.3 Kerangka Berfikir... 63

2.4 Hipotesis Tindakan... 65

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 66

3.1.1 Perencanaaan ... 67


(11)

3.1.3 Observasi ... 68

3.1.4 Refleksi ... 68

3.2 Siklus Penelitian ... 68

3.2.1 Siklus Pertama ... 69

3.2.1.1 Perencanaan... 69

3.2.1.2 Pelaksanaan Tindakan ... 70

3.2.1.3 Observasi ... 73

3.2.1.4 Refleksi ... 73

3.2.2 Siklus Kedua ... 74

3.2.2.1 Perencanaan... 74

3.2.2.2 Pelaksanaan Tindakan ... 74

3.2.2.3 Observasi ... 78

3.2.2.4 Refleksi ... 78

3.3 Subjek Penelitian ... 78

3.4 Tempat Penelitian... 79

3.5 Variabel Penelitian ... 79

3.6 Data Dan Cara Pengumpulan Data ... 79

3.6.1 Sumber Data ... 79

3.6.1.1 Guru ... 79

3.6.1.2 Siswa ... 79

3.6.1.3 Catatan Lapangan ... 80

3.6.1.4 Wawancara ... 80

3.6.2 Jenis Data ... 80

3.6.2.1 Data Kuantitatif ... 80

3.6.2.2 Data Kualitatif ... 80

3.6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 81

3.6.3.1 Teknik Tes ... 81

3.6.3.2 Teknik Non-tes ... 81

3.6.3.2.1 Observasi ... 81

3.6.3.2.2 Catatan Lapangan ... 82


(12)

3.7 Teknik Analisis Data ... 82

3.7.1 Data Kuantitatif ... 82

3.7.2 Data Kualitatif ... 85

3.8 Indikator Keberhasilan ... 89

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 91

4.1.1 Data Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 93

4.1.1.1 Pertemuan I ... 93

4.1.1.1.1 Perencanaan ... 93

4.1.1.1.2 Pelaksanaan ... 94

4.1.1.1.3 Observasi ... 102

4.1.1.1.4 Refleksi ... 117

4.1.1.1.5 Revisi ... 119

4.1.1.2 Pertemuan II ... 121

4.1.1.2.1 Perencanaan ... 121

4.1.1.2.2 Pelaksanaan ... 122

4.1.1.2.3 Observasi ... 129

4.1.1.2.4 Refleksi ... 144

4.1.1.2.5 Revisi ... 146

4.1.2 Data Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 147

4.1.2.1 Pertemuan I ... 147

4.1.2.1.1 Perencanaan ... 147

4.1.2.1.2 Pelaksanaan ... 148

4.1.2.1.3 Observasi ... 156

4.1.2.1.4 Refleksi ... 171

4.1.2.1.5 Revisi ... 173

4.1.2.2 Pertemuan II ... 174

4.1.2.2.1 Perencanaan ... 174

4.1.2.2.2 Pelaksanaan ... 175


(13)

4.1.2.2.4 Refleksi ... 198

4.1.2.2.5 Revisi ... 199

4.2 Pembahasan ... 200

4.2.1 Pemaknaan Temuan Penelitian ... 200

4.2.1.1 Hasil Observasi Keterampilan Guru ... 200

4.2.1.2 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 214

4.2.1.3 Hasil Belajar ... 225

4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian ... 231

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 234

5.2 Saran ... 235

DAFTAR PUSTAKA ... 237


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kriteria Ketuntasan Belajar Siswa ... 83

Tabel 3.2 Kriteria Ketuntasan Belajar Secara Klasikal ... 84

Tabel 3.3 Klasifikasi Kategori Data Kualitatif ... 86

Tabel 3.4 Klasifikasi Kategori Keterampilan Guru ... 87

Tabel 3.5 Klasifikasi Kategori Aktivitas Siswa ... 88

Tabel 3.6 Klasifikasi Kategori Hasil Belajar Afektif dan Psikomotorik ... 89

Tabel 4.1 Data Hasil Belajar Klasikal Pra Siklus ... 91

Tabel 4.2 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I Pertemuan I ... 102

Tabel 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan I ... 108

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siklus I Pertemuan I ... 114

Tabel 4.5 Hasil Belajar Afektif Siklus I Pertemuan I ... 115

Tabel 4.6 Hasil Belajar Psikomotorik Siklus I Pertemuan I ... 116

Tabel 4.7 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I Pertemuan II ... 129

Tabel 4.8 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan II ... 135

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siklus I Pertemuan II ... 141

Tabel 4.10 Hasil Belajar Afektif Siklus I Pertemuan II ... 142

Tabel 4.11 Hasil Belajar Psikomotorik Siklus I Pertemuan II ... 143

Tabel 4.12 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus II Pertemuan I ... 156

Tabel 4.13 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan I ... 162

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siklus II Pertemuan I .... 168

Tabel 4.15 Hasil Belajar Afektif Siklus II Pertemuan I ... 169

Tabel 4.16 Hasil Belajar Psikomotorik Siklus II Pertemuan I ... 171

Tabel 4.17 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus II Pertemuan II ... 183

Tabel 4.18 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan II... 189

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siklus II Pertemuan II ... 195

Tabel 4.20 Hasil Belajar Afektif Siklus II Pertemuan II ... 196

Tabel 4.21 Hasil Belajar Psikomotorik Siklus II Pertemuan II ... 197

Tabel 4.22 Peningkatan Keterampilan Guru Siklus I dan II ... 201


(15)

Tabel 4.24 Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I dan II ... 225 Tabel 4.25 Peningkatan Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I dan II ... 227 Tabel 4.26 Peningkatan Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus I dan II ... 228


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 45

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir ... 63

Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 66

Gambar 4.1 Diagram Hasil Belajar Siswa Pra Siklus ... 92

Gambar 4.2 Bagan Faktor Penyebab Perubahan Lingkungan pada Flipchart ... 96

Gambar 4.3 Guru Menjelaskan Materi dengan media Flipchart ... 97

Gambar 4.4 Guru Membagikan LKS dan menjelaskan pembagian tugas ... 98

Gambar 4.5 Siswa Melakukan Percobaan Bersama Kelompok Ahli ... 100

Gambar 4.6 Siswa Bertukar Informasi Bersama Kelompok Asal... 100

Gambar 4.7 Diagram Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I Pertemuan I . 103 Gambar 4.8 Diagram Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan I ... 109

Gambar 4.9 Diagram Hasil Belajar Kognitif Siklus I Pertemuan I... 114

Gambar 4.10 Guru Menjelaskan Materi Menggunakan Media Flipchart ... 124

Gambar 4.11Siswa Dibagi Menjadi Beberapa Kelompok Asal ... 125

Gambar 4.12 Guru Membimbing Kelompok Ahli Melakukan Percobaan ... 126

Gambar 4.13 Siswa Bertukar Informasi Bersama Kelompok Asal... 127

Gambar 4.14 Diagram Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I Pertemuan II 130 Gambar 4.15 Diagram Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan II ... 136

Gambar 4.16 Diagram Hasil Belajar Kognitif IPA Siklus I Pertemuan II ... 141

Gambar 4.17 Guru Menjelaskan Materi Menggunakan Media Flipchart ... 150

Gambar 4.18 Guru Menjelaskan Pembagian Tugas Kepada Kelompok Asal ... 151

Gambar 4.19 Kelompok Ahli Melakukan Percobaan ... 152

Gambar 4.20 Guru Membimbing Kelompok Ahli Mendiskusikan Hasil Percobaan ... 153

Gambar 4.21 Guru Membimbing Siswa Bertukar Informasi Bersama kelompok Asal . 154 Gambar 4.22 Perwakilan Kelompok Ahli Mempresentasikan Hasil Diskusi ... 154

Gambar 4.23 Diagram Hasil Observasi Ketrampilan Guru Siklus II Pertemuan I 157 Gambar 4.24 Diagram Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan I ... 163

Gambar 4.25 Diagram Hasil Belajar Kognitif IPA Siklus II Pertemuan I ... .. 168


(17)

Gambar 4.27 Siswa Dibagi Menjadi Beberapa Kelompok Asal ... 178

Gambar 4.28 Siswa Melakukan Percobaan bersama Kelompok Ahli ... 178

Gambar 4.29 Guru Membimbing Kelompok Ahli Mendiskusikan Hasil Percobaan... 180

Gambar 4.30 Guru Membimbing Siswa Bertukar Informasi Bersama Kelompok Asal 181

Gambar 4.31 Perwakilan Kelompok Ahli Mempresentasikan Hasil Diskusi ... 181

Gambar 4.32 Diagram Hasil Observasi Ketrampilan Guru Siklus II Pertemuan II. 184 Gambar 4.33 Diagram Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan II .. ... 190

Gambar 4.34 Diagram Hasil Belajar Kognitif IPA Siklus II Pertemuan II ... … 195

Gambar 4.35 Diagram Peningkatan Keterampilan Guru Setiap Indikator. ... … 202

Gambar 4.36 Diagram Peningkatan Aktivitas Siswa Setiap Indikator……….. 215

Gambar 4.37 Diagram Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa ... … 226

Gambar 4.38 Diagram Peningkatan Hasil Belajar Afektif Siswa ... 227


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Penetapan Indikator Keterampilan Guru ... 242

Lampiran 2 Pedoman Penetapan Indikator Aktivitas Siswa ... 244

Lampiran 3Kisi-kisi Instrumen ... 246

Lampiran 4 Lembar Observasi Keterampilan Guru ... 250

Lampiran 5 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 255

Lampiran 6 Lembar Catatan Lapangan ... 259

Lampiran 7 Lembar Wawancara Guru ... 260

Lampiran 8 Perangkat Pembelajaran Siklus I ... 261

Lampiran 9 Perangkat Pembelajaran Siklus II ... 311

Lampiran 10 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I dan II ... 357

Lampiran 11 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I dan II ... 374

Lampiran 12 Data Hasil Belajar Siswa Siklus I dan II ... 387

Lampiran 13 Data Hasil Wawancara Guru Siklus I dan II ... 395

Lampiran 14 Data Catatan Lapangan Siklus I dan II ... 400

Lampiran 15 Surat-surat Penelitian ... 405


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

.LATAR BELAKANG

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan pendidikan dasar menengah, menjelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari pada pendidikan di Sekolah Dasar. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian


(20)

pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdsarkan keberadaan, keindahan serta keteraturan alam ciptaan-Nya; (2) mengembangkan pengetahuan pemahaman konsep yang bermanfaat sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempe-ngaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; (4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah sehingga dapat membuat keputusan; (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,dan melestarikan lingkungan alam; (6) meningkatkan kesadaran menghargai alam sebagai salah satu ciptaan Tuhan; (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsepsi, dan keterampilan sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (Permendiknas RI No 22 Tahun 2006).

Selain standar isi, dijelaskan pula standar proses. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 Standar Proses meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan proses pembelajaran agar terlaksana secara efektif dan efisien. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan


(21)

bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendiknas RI No 41 Tahun 2007).

Dalam pelaksanaan pembelajarannya, IPA harus dirancang sesuai dengan kebutuhan, karakter,dan kemampuan siswa. Tidak bisa hanya dilakukan dengan sekedar transfer ilmu (transfer knowledge) dari guru ke siswa. Tingkat berpikir anak usia SD (6-12 tahun) adalah operasional kongkrit sehingga program pembelajaran IPA SD yang tepat adalah belajar dari alam langsung sebagai objek yang dipelajari. Model pembelajaran yang variatif tentu akan sangat membantu siswa dalam memahami pelajaran. Selain model pembelajaran, pemodelan sangat diperlukan untuk belajar IPA. Manusia, hewan, tumbuhan, dan berbagai kejadian alam yang ada di lingkungan siswa itulah yang sebenarnya merupakan model untuk belajar. Siswa harus diajak untuk mengamati objek alam tersebut dengan panca inderanya sendiri. Dengan demikian pembelajaran akan terasa lebih bermakna Pembelajaran yang seperti inilah, yang diharapkan muncul di SD sehingga output yang diharapkan sesuai dengan tuntutan KTSP. Namun kenyataan yang terjadi di sekolah-sekolah, proses pembelajaran IPA sebagaimana diamanatkan oleh KTSP masih jauh dari yang diharapkan dan masih banyak dijumpai masalah dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian beberapa lembaga Internasional menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan di Indonesia masih rendah. Catatan Programe for International Student Assessment (PISA) yang meneliti kemampuan membaca, matematika, dan sains pada tahun 2009 menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi 10 besar terbawah dari 65 negara peserta


(22)

PISA. Hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja. Pada catatan PISA tahun 2012 hal ini terlihat semakin memprihatinkan karena Indonesia berada di peringkat 64 dari 65 negara. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di posisi terbawah (PISA, 2012: 5). Sedangkan data hasil survei Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 dalam bidang sains, 78% siswa Indonesia dapat mengerjakan soal kategori rendah yang hanya memerlukan hafalan, dan hanya 5% siswa Indonesia yang mampu mengerjakan soal berkategori tinggi yang membutuhkan penalaran. Survei untuk TIMSS tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia pada urutan 40 dari 45 negara dengan skor perolehan muatan pembelajaran IPA untuk anak Indonesia adalah 406. Jika dibandingkan dengan hasil pada tahun 2007 yaitu 427 prestasi ini tampak terjadi penurunan angka 21. (Rank Positions and Grade 82 Science and Mathematics) hasil survei ini menunjukkan kurangnya kemampuan siswa dalam memahami konsep dan kemampuan menyelesaikan masalah yang bersifat analisis (TIMSS, 2011: 5).

Selain itu, menurut hasil temuan Depdiknas (2007: 21-22), proses pembelajaran IPA selama ini masih berorientasi pada penguasaan teori dan hafalan. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi kepada guru cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan siswa, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan dan mencerdaskan kurang optimal.

Kenyataan kualitas pembelajaran IPA yang masih rendah tersebut juga ditemukan di kelas IV SDN Mangunsari Semarang. Berdasarkan refleksi awal dengan tim kolaboratif yang dilakukan di kelas IV, peneliti menemukan


(23)

permasalahan, dimana hasil belajar IPA pada KD 3.3, 3.4, dan 3.6 masih belum mencapai KKM yang telah ditetapkan sekolah yaitu 68. Data hasil belajar siswa ditunjukkan dengan siswa yang mencapai KKM hanya 8 siswa (32,5%) dari 24 siswa. Sedangkan 16 siswa (67,5%) yang lain belum mencapai KKM. Sehingga hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA masih rendah.

Hasil belajar siswa rendah disebabkan faktor guru dan siswa. Guru menggunakan model dan media pembelajaran yang kurang bervariasi. Pembelajaran masih terpusat pada guru. Guru kurang memaksimalkan kegiatan siswa untuk belajar secara kooperatif. Selain itu guru kurang memotivasi siswa, sehingga siswa kurang antusias, kurang memperhatikan, dan cepat merasa bosan. Dalam pembelajaran siswa menjadi kurang aktif, kurang berani mengemukakan pendapatnya sehingga keterampilan berkomunikasi kurang, saat berdiskusi kelompok hanya beberapa siswa yang aktif mengerjakan sementara yang lainnya ribut sendiri sehingga siswa kurang bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya. Hal itu menyebabkan materi yang disampaikan sulit dipahami oleh siswa, dan menyebabkan hasil belajar siswa rendah.

Untuk memecahkan masalah pembelajaran tersebut peneliti berdiskusi dengan kolaborator untuk mencari solusi dan menetapkan alternatif pemecahan masalah yaitu dengan penerapan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Mangunsari. Model pembelajaran Jigsaw memiliki kelebihan yaitu untuk meningkatkan aktivitas siswa. Dalam model Jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat


(24)

meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari serta dapat menyampaikan informasinya kepada kelompok lain (Rusman, 2011:218).

Keberhasilan dari proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh motivasi siswa. Agar lebih menarik peneliti memadukan model pembelajaran Jigsaw dengan menggunakan media Flipchart yang diharapkan mampu meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam pembelajaran. Susilana dan Riyana (2009: 87) mengemukakan bahwa Flipchart merupakan salah satu media cetakan yang sederhana dan efektif. Sederhana dilihat dari proses pembuatannya yang relatif mudah dengan memanfaatkan bahan kertas yang mudah dijumpai di lingkungan sekitar. Efektif karena Flipchart dijadikan sebagai media penyampai pesan pembelajaran secara terencana maupun secara langsung dan menjadikan percepatan ketercapaian tujuan dengan menghemat waktu bagi guru untuk menulis atau menggambar di papan tulis. Flipchart efektif digunakan dalam pembelajaran IPA karena selain menghemat waktu untuk menulis atau menggambar di papan tulis juga penyajiannya yang menarik akan membuat siswa menjadi lebih antusias, bisa juga digunakan di dalam maupun di luar kelas, dan juga meningkatkan aktivitas belajar siswa jika dikelola dengan benar. Siswa akan lebih mudah dalam mempelajari suatu konsep IPA baik yang berupa proses maupun penalaran. Dengan demikian media Flipchart dapat mempermudah guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.


(25)

Beberapa penelitian yang dijadikan pendukung dalam penelitian ini antara lain, penelitian Dini Setyaningrum (2013) dalam Jurnal Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA”. Hasil belajar yang diperoleh oleh siswa kelas V SDN Tegalsari 08, Kota Tegal pada pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berupa nilai hasil tes formatif dengan perolehan rata-rata nilai tes siklus I sebesar 73,95 dan pada siklus II mengalami peningkatan mencapai 81,84. Aktivitas belajar siswa pada siklus I memperoleh presentase keaktifan siswa 74,60 dengan kriteria tinggi dan pada siklus II meningkat dengan memperoleh presentase keaktifan siswa 81,47 dengan kriteria sangat tinggi. Keterampilan guru berdasarkan penilaian menggunakan APKG I pada siklus I dinilai diperoleh nilai 87,5 dan pada siklus II meningkat menjadi 92,19. Berdasarkan penilaian menggunakan APKG II pada siklus I nilai yang diperoleh 80,09 dan pada siklus II meningkat menjadi 92,59. Berdasarkan penilaian menggunakan APKG III pada siklus I nilai yang diperoleh 90 dan pada siklus II meningkat menjadi 92,88. Dari hasil penelitian yang diperoleh tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA kelas V SD Negeri Tegalsari 08.

Adapun penelitian oleh Feri Kusnun Cahyo (2014) dalam jurnal Universitas Lampung yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Melalui Strategi Peer Lessons dengan Media Flip Chart” dalam penelitian ini menunjukan adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar. Penerapan strategi


(26)

Peer Lessons dengan media Flipchart dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran. Nilai rata-rata motivasi belajar siswa pada siklus I adalah 60,61 dengan kategori kurang, dan pada siklus II meningkat menjadi 74,24 dengan kategori baik. Penerapan strategi Peer Lessons dengan media Flipchart dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik pada aspek sikap, psikomotor dan kognitif. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus I adalah sebesar 63,64% dengan nilai rata-rata 69,91 (kategori baik). Sedangkan pada siklus II, persentase ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 86,36% dengan nilai rata-rata 78,20 (kategori baik). Dari hasil penelitian yang diperoleh tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penggunaan media Flipchart dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Data dari hasil penelitian tersebut, oleh peneliti dapat dijadikan sebagai pendukung dalam menerapkan model pembelajaran Jigsaw dengan media Flipchart.

Dari ulasan latar belakang tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA maka peneliti mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul ”Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model Jigsaw dengan Media Flipchart pada Siswa Kelas IV SDN Mangunsari Semarang.”


(27)

1.2

. PERUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH

1.2.1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.2.1.1. Rumusan Umum

Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas pembelajaran IPA melalui model Jigsaw dengan media Flipchart pada siswa kelas IV SDN Mangunsari Semarang?

1.2.1.2. Rumusan Khusus

Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Apakah melalui model Jigsaw dengan media Flipchart dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN Mangunsari Semarang?

2. Apakah melalui model Jigsaw dengan media Flipchart dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN Mangunsari Semarang? 3. Apakah melalui model Jigsaw dengan media Flipchart dapat meningkatkan

hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN Mangunsari Semarang?

1.2.2. Pemecahan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah dengan melaksanakan pembelajaran IPA melalui model Jigsaw dengan media Flipchart yang diterapkan dalam sebuah penelitian berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Berikut langkah-langkah


(28)

penggunaan model Jigsaw (Rusman, 2011:218) dengan media Flipchart (Indriana, 2011:133-135):

1. Guru mempersiapkan media pembelajaran berupa Flipchart 2. Guru melakukan apersepsi

3. Guru menyampaikan kompetensi atau tujuan pembelajaran 4. Siswa mengamati media Flipchart

5. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa menggunakan media Flipchart 6. Guru menjelaskan materi dengan menggunakan media Flipchart

7. Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang (kelompok asal) 8. Guru membagikan LKS pada masing-masing kelompok

9. Tiap anggota dalam kelompok asal diberi sub bab atau tugas yang berbeda-beda

10. Anggota dari kelompok asal yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli)

11. Guru membimbing kelompok ahli untuk melakukan percobaan dan diskusi 12. Setelah selesai berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan

menjelaskan kepada semua anggota kelompok tentang hasil diskusi yang mereka kuasai

13. Masing-masing perwakilan kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusi 14. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari


(29)

1.3.

TUJUAN PENELITIAN

Sesuai rumusan masalah tersebut maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1.3.1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan kualitas pembelajaran IPA melalui model Jigsaw dengan media Flipchart pada siswa kelas IV SDN Mangunsari Semarang.

1.3.2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khususnya dapat dirinci sebagai berikut:

1. Meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA melalui model Jigsaw dengan media Flipchart pada kelas IV SDN Mangunsari Semarang. 2. Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA melalui model

Jigsaw dengan media Flipchart pada kelas IV S DN Mangunsari Semarang. 3. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui model

Jigsaw dengan media Flipchart pada kelas IV SDN Mangunsari Semarang.

1.4.

MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Manfaat Teoritis

Sebagai penelitian tindakan kelas, penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pendidikan, memperluas khasanah pengetahuan dan sebagai tambahan referensi untuk memberikan solusi nyata meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di kelas IV SD melalui model Jigsaw dengan media Flipchart.


(30)

1.4.2. Manfaat Praktis 1.4.2.1.Bagi Siswa

Dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw dengan media Flipchart, siswa dapat menerima pengalaman belajar yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA. Selain itu dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw dengan media Flipchart dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi yang disajikan sehingga hasil belajar siswa akan meningkat serta siswa mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari.

1.4.2.2.Bagi Guru

Penerapan model Jigsaw dengan media Flipchart dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar guru dalam pembelajaran IPA. Selain itu dapat memberi motivasi bagi guru untuk melakukan perbaikan serta peningkatan kualitas pembelajaran, dan menerapkan model maupun media pembelajaran yang lebih bervariasi sehingga materi pelajaran dan situasi pembelajaran dapat lebih menarik.

1.4.2.3.Bagi Sekolah

Penerapan model pembelajaran Jigsaw dengan media Flipchart dapat memperkaya masukan dan pengetahuan bagi warga SD Negeri Mangunsari Semarang, sehingga dapat meningkatkan mutu sekolah.


(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. KAJIAN TEORI

2.1.1. Hakikat Belajar 2.1.1.1. Pengertian Belajar

Dalam kehidupannya individu selalu melaksanakan kegiatan belajar. Rifa’i dan Anni (2011:82) menyatakan bahwa belajar merupakan proses penting perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, bahkan persepsi seseorang.

Slameto (2010:2) mengemukakan belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sependapat dengan Rusman (2011:134) mendefinisikan belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekedar menghapal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang .

Menurut Hamalik (2013:27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Hamalik juga menegaskan bahwa


(32)

belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu atau seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya.

Pendapat para ahli tentang belajar telah diuraikan, jadi peneliti dapat menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku seseorang yang memegang peranan penting dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, bahkan persepsi seseorang sebagai hasil pengalamannya berinteraksi dengan lingkungannya.

2.1.1.2. Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip belajar dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda oleh setiap siswa secara individual. Slameto (2010: 27-28) membagi prinsip belajar ke dalam 4 hal, yaitu :

1. Berdasarkan prasarat yang diperlukan untuk belajar

a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional; b. belajar harus dapat menimbulkan reinsforcement dan motifasi pada siswa

untuk mencapai tujuan intruksional;

c. belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif; d. belajar perlu ada interaksi antara siswa dengan lingkungannya.

2. Sesuai hakikat belajar

a. Belajar itu kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya;


(33)

c. belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain sehingga mendapatkan pengrtian yang diharapkan.

3. Sesuai materi atau bahan yang dipelajari

a. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;

b. belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertenu sesuai dengan tujuan intruksional yang dicapainya.

4. Syarat keberhasilan belajar

a. Belajar memerlukan saran yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang;

b. repetisi dalam proses belajar perlu berulangan berkali-kali agar pengertian atau keterampilan atau sikap itu mendalam pada siswa.

Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa prisip-prinsip belajar dipengaruhi oleh empat hal yaitu berdasarkan prasarat yang diperlukan untuk belajar, sesuai hakikat belajar, sesuai materi atau bahan yang dipelajari, dan syarat keberhasilan belajar.

2.1.1.3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Proses belajar seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hamiyah dan Jauhar (2014:101) mengemukakan bahwa terdapat 2 faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor intern dan ekstern.


(34)

1. Faktor intern (dialami dan dihayati oleh siswa) terdiri dari sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan ajar, menyimpan pemerolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar,serta cita-cita siswa.

2. Faktor intern (didorong oleh lingkungan siswa) terdiri dari guru sebagai pembina belajar siswa, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, serta kurikulum sekolah.

Sependapat dengan Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu:

1. Faktor intern (faktor yang berasal dari dalam), yaitu:

a. Faktor jasmaniah, meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh

b. Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan

c. Faktor kelelahan, meliputi kelelahan jasmani dan kelelahan rohani 2. Faktor ekstern (faktor yang berasal dari luar), yaitu:

a. Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga

b. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, metode belajar.

c. Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul.


(35)

Sesuai uraian faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar dapat disimpulkan bahwa belajar dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor intern yang ada dalam diri individu saat belajar dan faktor ekstern faktor yang ada diluar individu. Oleh karena itu belajar yang berhasil mengharuskan peserta didik dalam belajar memiliki kemampuan belajar dengan berusaha menyesuaikan diri secara baik dengan memilih lingkungan yang baik.

2.1.2. Hakikat Pembelajaran 2.1.2.1. Pengertian Pembelajaran

Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 20 menyatakan, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran pada intinya merupakan suatu proses menciptakan kondisi yang kondusif agar terjadi interaksi antara siswa, guru dan sumber belajar.

Menurut Rusman (2011:134) pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Suprijono (2012:13), pembelajaran merupakan dialog interaktif antara guru dan siswa melalui proses organik dan konstruktif.

Hamdani (2011:23) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah usaha guru untuk membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Salah satu sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan saintifik setelah siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi


(36)

dari sekitarnya. Pada dasarnya, semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan awal yang sudah terbangun dalam wujud skhemata. Dari pengetahuan awal dan pengalaman yang ada siswa menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya dalam rangka mengkonstruksi interpretasi pribadi serta makna-maknanya.

Dalam pembelajaran juga diperlukan komunikasi yang baik antara guru dan siswa, juga antar sesama siswa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rifa’i dan Ani (2011:193) bahwa dalam proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dengan peserta didik, atau antar peserta didik. Proses komunikasi tersebut dapat dilakukan secara verbal (lisan) dan dapat pula secara nonverbal. Melalui komunikasi yang baik antara guru dengan siswa diharapkan proses pembelajaran akan berjalan dengan kondusif dan efektif.

Berdasarkan dari beberapa pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung melalui proses organik dan konstruktif dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. 2.1.2.2. Komponen-komponen Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Masing-masing komponen tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain (Rusman, 2011:1).

Komponen-komponen pembelajaran menurut Hamdani (2011:48) meliputi:


(37)

1) Tujuan Tujuan secara eksplisit diupayakan melalui kegiatan instructional effect, biasanya berupa pengetahuan dan keterampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam tujuan pembelajaran.

2) Subjek belajar

Subjek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan sebagai subjek sekaligus objek.

3) Materi pelajaran

Materi pelajaran merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran karena materi pembelajaran akan memberi warna dan bentuk kegiatan pembelajaran.

4) Strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5)Media pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran. 6) Penunjang

Penunjang dalam sistem pembelajaran adalah fasilitas belajar, sumber belajar, alat pelajaran, bahan pelajaran, dan semacamnya. Penunjang berfungsi memperlancar dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran.


(38)

Dari uraian komponen pembelajaran tersebut peneliti berpendapat bahwa tujuan,subjek belajar, materi pelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran sangat mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran tidak mungkin berlangsung tanpa adanya komponen-komponen tersebut. Komponen-komponen tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.

2.1.2. Kualitas Pembelajaran

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu (berkualitas) bagi setiap warga negara.

Menurut Hamdani (2011:194) kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau keefektivan. Efektivitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Dalam mencapai efektivitas belajar ini, UNESCO (1996) menetapkan empat pilar pendidikan yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh pengelola dunia pendidikan, yaitu :

a. Learning to know (belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan) ; b. Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan);

c. Learning to live together (belajar untuk hidup bermasyarakat);


(39)

Penjelasan empat pilar pendidikan untuk mencapai efektivitas belajar antara lain: (1) learning to know artinya belajar untuk mengetahui; yang menjadi target dalam belajar adalah adanya proses pemahaman sehingga belajar tersebut dapat mengantarkan siswa untuk mengetahui dan memahami subtansi yang dipelajarinya, (2) learning to do artinya belajar untuk berbuat; yang menjadi target belajar adalah adanya proses melakukan atau proses berbuat, (3) learning to live together artinya belajar untuk hidup bersama; yang menjadi target dalam belajar adalah siswa memiliki kemampuan untuk hidup bersama atau mampu berkelompok, (4) learning to be artinya belajar untuk menjadi; yang menjadi target dalam belajar adalah mengantarkan siswa menjadi individu yang utuh sesuai dengan potensi, bakat, minat, dan kemampuannya (Anitah dkk,2010:2.6).

Menurut Daryanto (2011:59) tingkat pencapaian tujuan pembelajaran dapat diketahui dengan memahami aspek-aspek efektivitas belajar yang meliputi: (1) peningkatan pengetahuan, (2) peningkatan keterampilan, (3) perubahan sikap, (4) perilaku, (5) kemampuan adaptasi, (6) peningkatan integrasi, (7) peningkatan partisipasi, dan (8) peningkatan interaksi kultural. Hal ini penting untuk dimaknai bahwa keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa ditentukan oleh efektivitasnya dalam upaya pencapaian kompetensi belajar.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kualitas pembelajaran merupakan kegiatan pembelajaran yang berlangsung secara efektif sehingga dapat mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan dalam membuat acuan kualitas pembelajaran. Depdiknas (2004:7) mengemukakan indikator pencapaian


(40)

kualitas pembelajaran terdiri dari: (1) perilaku pembelajaran guru (teacher’s behavior); (2) perilaku dan dampak belajar siswa (student’s behavior); (3) iklim pembelajaran (learning climate); (4) materi pembelajaran; (5) media pembelajaran; dan (6) sistem pembelajaran.

Dalam pembelajaran sebaiknya melaksanakan indikator-indikator kualitas pembelajaran tersebut agar dapat mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Keberhasilan dalam pembelajaran dapat dilihat dari keterampilan guru saat mengajar, aktivitas siswa dalam pembelajaran serta hasil belajar yang dicapai. Oleh karena itu peneliti memprioritaskan indikator yang berkaitan dengan perilaku pembelajaran yang tercermin dalam keterampilan guru dalam mengajar, aktivitas siswa yang nampak, dan hasil belajar yang diterapkan sebagai variabel penelitian. Berikut akan diuraikan mengenai ketiga indikator tersebut:

2.1.3.1. Keterampilan Guru

Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 pasal 28 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa, seorang guru dituntut untuk menguasai kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Anitah,dkk (2010:7.1) menyatakan bahwa kompetensi pedagogis berkenaan dengan kemampuan mengelola pembelajaran dalam rangka mengaktualisasi berbagai kompetensi siswa. Agar dapat melaksanakan pembelajaran, guru harus mempunyai keterampilan dasar mengajar yang merupakan salah satu aspek penting dalam kompetensi guru. Menurut Rusman (2011:80-92) keterampilan dasar mengajar guru meliputi 9 keterampilan yaitu :


(41)

1. Keterampilan membuka pelajaran

Kegiatan membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk memulai pembelajaran. Membuka pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya pada pelajaran yang akan disajikan (Mulyasa, 2013:84).

Komponen membuka pelajaran menurut Usman (dalam Rusman 2011:81) antara lain: (1) menarik perhatian siswa; (2) menimbulkan motivasi; (3) memberi acuan; dan (4) memberikan apersepsi (memberikan kaitan antara materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari).

2.) Keterampilan Bertanya

Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban/balikan dari orang lain. Keterampilan bertanya memainkan peranan penting, karena pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan pertanyaan yang tepat akan berdampak positif terhadap aktivitas dan kreativitas siswa. Setiap pertanyaan baik berupa kalimat tanya atau suruhan yang menuntut respon siswa perlu dilakukan agar siswa memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir (Rusman, 2011:82).

Keterampilan bertanya dibedakan menjadi 2 yaitu keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Keterampilan bertanya dasar terdiri atas komponen: (1) pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat; (2) pemberian acuan; (3) pemusatan; (4) pemindah giliran; (5) penyebaran; (6) pemberian waktu berpikir; dan (7) pemberian tuntutan. Sedangkan komponen keterampilan bertanya


(42)

lanjut meliputi; (1) pengubahan tuntutan kognitif dalam menjawab pertanyaan; (2) pengaturan urutan pertanyaan; (3) penggunaan pertanyaan pelacak; dan (4) peningkatan terjadinya interaksi (Anitah,dkk 2010:7.8).

3. Keterampilan Memberi Penguatan

Pemberian penguatan dapat dilakukan dalam bentuk penguatan verbal (diungkapkan dengan kata-kata langsung) maupun nonverbal (diungkapkan dengan gerak). Reinforcement berarti memberikan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ganjaran atau membesarkan hati siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi pembelajaran. Ada empat cara dalam memberikan penguatan, yaitu:

a) Penguatan kepada pribadi tertentu. Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan, yaitu dengan cara menyebutkan namanya.

b) Penguatan kepada kelompok siswa. Caranya dengan memberikan penghargaan kepada kelompok siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

c) Pemberian penguatan dengan cara segera.

d) Variasi dalam penggunaan. Pemberian penguatan yang sama akan menimbulkan kebosanan dan lama kelamaan kurang efektif (Rusman,2011:84-85)

4. Keterampilan mengadakan variasi

Mengadakan variasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru dalam pembelajaran, untuk mengatasi kebosanan peserta didik, agar selalu antusias, tekun, dan penuh partisipasi. Variasi dalam pembelajaran adalah


(43)

perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan (Mulyasa, 2013:78).

Komponen keterampilan mengadakan variasi pembelajaran dibagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut: (1) variasi dalam gaya mengajar; (2) variasi pola interaksi dan kegiatan; dan (3) variasi penggunaan media pembelajaran (Anitah,dkk 2010:7.40).

5. Keterampilan menjelaskan

Mengajar adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa (transfer of knowledge). Dalam hal ini guru dituntut untuk mampu menjelaskan materi kepada siswa secara profesional. Dalam pelaksanaannya guru dapat menggunakan media pembelajaran dan sumber-sumber belajar yang relevan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan satu dengan yang lainnya. Penyampaian informasi yang terencana dengan baik disajikan dengan urutan yang cocok merupakan cirri utama kegiatan menjelaskan. Prinsip-prinsip keterampilan menjelaskan diantaranya adalah: (1) keterkaitan dengan tujuan, (2) relevan antara penjelasan dengan materi dan karakteristik siswa, (3) kebermaknaan, (4) dinamis, (5) penjelasan dilakukan dalam pendahuluan, inti, dan kegiatan penutup (Rusman, 2011:86-88).


(44)

6. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil

Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah kemampuan guru untuk memfasilitasi sistem pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Diskusi kelompok merupakan suatu kegiatan yang melibatkan sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, dan pemecahan masalah. Komponen-komponen yang perlu dikuasai guru dalam membimbing diskusi kelompok, yaitu: (1) memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi; (2) memperjelas permasalahan diskusi; (3) menganalisis pandangan siswa; (4) meningkatkan urunan siswa; dan (5) memberikan kesempatan untuk berpartisipasi (Rusman, 2011:89).

7. Keterampilan Mengelola Kelas

Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikan ke kondisi yang optimal. Definisi ini menekankan kemampuan guru dalam menvegah terjadinya gangguan sehingga kondisi belajar yang optimal dapat tercipta dan terpelihara, serta menangani gangguan yang muncul sehingga kondisi belajar yang terganggu dapat dikembalikan ke kondisi optimal. Komponen-komponen dalam pengelolaan kelas yaitu :

a) Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (prefentif) meliputi: menunjukkan sikap tanggap, membagi perhatian, memusatkan perhatian kelompok, memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas, menegur, memberi penguatan


(45)

b)Keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal (represif) meliputi: modifikasi tingkah laku, pengelolaan kelompok, menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah (Anitah,dkk 2010:8.36).

8. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan diartikan sebagai kegiatan guru dalam konteks pembelajaran yang mengorganisasi kegiatan pembelajaran secara klasikal, kelompok kecil, maupun perorangan sesuai dengan materi dan tujuan yang akan dicapai. Komponen yang perlu diperhatikan dalam keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan antara lain: (1) keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi; (2) keterampilan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran; (3) keterampilan membimbing dan memudahkan belajar; dan (4) keterampilan merencanakan dan melakukan kegiatan pembelajaran (Anitah,dkk 2010:8.52-8.62).

9. Keterampilan Menutup Pelajaran

Menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui pencapaian tujuan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dipelajari, serta mengakhiri kegiatan pembelajaran. Komponen menutup pelajaran meliputi:

a.) Meninjau kembali

Meninjau kembali pelajaran yang telah disampaikan dapat dilakukan dengan cara merangkum inti pelajaran atau menarik suatu kesimpulan yang mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan.


(46)

b.) Mengevaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran yang dilakukan dan untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai oleh peserta melalui pembelajaran.

c.) Tindak lanjut

Tindak lanjut merupakan kegiatan yang harus dilakukan peserta didik setelah pembelajaran dilakukan. Kegiatan tindak lanjut perlu diberikan oleh guru agar terjadi pemantapan pada diri peserta didik (Mulyasa,2013:84-88).

Peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan guru merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sebagai modal agar proses belajar mengajar mencapai keberhasilan. Keterampilan mengajar meliputi: keterampilan membuka pelajaran, keterampilan menjelaskan, keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan membimbing kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, keterampilan mengajar perorangan dan keterampilan menutup pelajaran.

Seorang guru harus mampu menguasai keterampilan dasar mengajar tersebut agar pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat terlaksana dengan kondusif dan tujuan pembelajaran dapat tercapai optimal. Sembilan keterampilan dasar mengajar guru yang telah dipaparkan di atas dijadikan acuan peneliti dalam merumuskan indikator pengamatan sebagai instrumen pengamatan keterampilan guru dengan cara mengimplementasikan sembilan keterampilan tersebut ke dalam sintaks dari model Jigsaw dengan media Flipchart pada pembelajaran IPA.


(47)

Beberapa indikator keterampilan guru yang diamati dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Melaksanakan pra pembelajaran (keterampilan membuka pelajaran), (2) Melaksanakan apersepsi (keterampilan membuka pelajaran), (3) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mendeskripsikan logistik yang diperlukan dalam pembelajaran (keterampilan membuka pelajaran), (4) Mengajukan pertanyaan melalui media Flipchart (keterampilan bertanya, keterampilan mengadakan variasi), (5) Menyampaikan materi pembelajaran menggunakan media Flipchart (keterampilan menjelaskan, keterampilan mengadakan variasi), (6) Membimbing pembentukan kelompok dan mendefinisikan tugas kelompok (keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil), (7) Membimbing siswa melakukan diskusi kelompok sesuai model Jigsaw (keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil dan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan), (8) Mengelola kelas (keterampilan mengelola kelas), (9) Membimbing siswa mempresentasikan hasil diskusi (keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil), (10) Memberi penguatan kepada siswa (keterampilan memberi penguatan), (11) Membimbing siswa menyimpulkan materi (keterampilan menutup pelajaran), (12) Memberikan evaluasi (keterampilan menutup pelajaran).

2.1.3.2. Aktivitas Siswa

Siswa merupakan unsur penentu dalam proses pembelajaran. Tujuan yang harus dicapai dari proses pembelajaran adalah perubahan perilaku siswa. Kegiatan pembelajaran tidak lepas dari segala aktivitas belajar yang dilakukan siswa. Menurut Hamdani (2011:137) aktivitas belajar (learning activity) adalah


(48)

perubahan aktivitas jiwa yang diperoleh dalam proses pembelajaran dari kegiatan mengamati, mendengarkan, menanggapi, berbicara, kegiatan menerima, dan kegiatan merasakan.

Secara terperinci Paul B.Diedrich menggolongkan aktivitas siswa dalam pembelajaran menjadi delapan kelompok sebagai berikut (Sardiman,2011:101) : 1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,

memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, dan melihat pekerjaan orang lain.

2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi. 3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan,

diskusi, musik, pidato.

4) Writing activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan

percobaan, membuat konstruksi/model, mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.

7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan. 8) Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira,


(49)

Dalam bukunya, Hamalik (2013:172) juga mengemukakan ada 8 aktivitas siswa, yaitu:

1) Aktivitas visual

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang bekerja atau bermain.Aktivitas lisan (oral) Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.

2) Aktivitas mendengarkan

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

3) Aktivitas menulis

Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

4) Aktivitas menggambar

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola. 5) Aktivitas metrik

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.

6) Aktivitas mental

Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.


(50)

7) Aktivitas emosional

Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

Peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas siswa adalah kegiatan belajar siswa dalam proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas fisik maupun mental untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Aktivitas-aktivitas tersebut yaitu, aktivitas visual, aktivitas mendengarkan, aktivitas menulis, aktivitas menggambar, aktivitas mental, aktivitas emosional, aktivitas lisan, aktivitas metrik.

Adapun indikator aktivitas siswa dalam pembelajaran melalui model Jigsaw dengan media Flipchart meliputi: (1) Kesiapan mengikuti pembelajaran (aktivitas emosional), (2) Menanggapi apersepsi (aktivitas lisan dan aktivitas mental), (3) Menyimak informasi tujuan pembelajaran (aktivitas mendengarkan dan aktivitas menulis), (4) Menanggapi pertanyaan (aktivitas visual dan aktivitas lisan), (5) Memperhatikan penjelasan materi melalui media Flipchart (aktivitas mendengarkan, visual dan menulis), (6) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai model Jigsaw (aktivitas mental, emosional, menulis, dan mendengarkan), (7) Keaktifan siswa dalam pembelajaran (aktivitas lisan dan aktivitas emosional), (8) Mempresentasikan hasil diskusi kelompok (aktivitas lisan, mental, dan mendengarkan), (9) Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap pembelajaran (aktivitas emosional), (10) Menyimpulkan materi pembelajaran (aktivitas mental, mendengarkan,dan lisan), (11) Mengerjakan soal evaluasi (aktivitas menulis dan aktivitas mental).


(51)

2.1.3.3.Hasil Belajar

Keterampilan guru serta aktivitas siswa yang berkembang dalam pembelajaran akan menghasilkan nilai, perilaku siswa, peningkatan prestasi. Hal tersebut pertanda hasil belajar siswa mengalami perubahan secara optimal.

Ada beberapa pengertian tentang hasil belajar menurut para ahli salah satunya yaitu Suprijono (2012:5) mengemukakan hasil belajar adalah pola perbuatan, nilai, pengertian, sikap, apresiasi dan keterampilan. Sedangkan menurut Susanto (2012:5) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

Hasil belajar secara lebih ringkas hanya mencakup tiga aspek,yaitu: aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Bloom (dalam Rifa’i dan Anni, 2011:86-91) bahwa tiga taksonomi yang disebut sebagai ranah belajar, yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotorik (psychomotoricdomain).

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi serta berkembangnya tuntutan komunitas pendidikan, David R. Kratwohl, salah seorang anggota tim Bloom, mengajukan revisi taksonomi ini. Hasil revisi taksonomi semua tingkatan dalam aspek kognitif yang mulanya kata benda diubah menjadi kata kerja yakni yang asalnya pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis sintesis dan evaluasi menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Domain aspek afektif meliputi: penerimaan, merespons, menghargai, mengorganisasi/mengatur diri, dan karakterisasi nilai atau pola hidup. Sedangkan aspek psikomotorik meliputi


(52)

keterampilan meniru, menggunakan, ketepatan, merangkaikan, dan keterampilan naturalisasi (Sanjaya,2008:128-132).

Peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan pola perbuatan, nilai, pengertian, sikap, apresiasi, keterampilan yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam penelitian dalam pembelajaran IPA menggunakan model Jigsaw dengan media Flipchart ini ketiga ranah tersebut akan diamati akan diamati.

Pada penelitian ini, penilaian hasil belajar kognitif didasarkan pada hasil tes di akhir pembelajaran pada mata pelajaran IPA. Indikator hasil belajar kognitif siswa yang diukur saat pembelajaran IPA melalui model Jigsaw dengan media Flipchart mencakup ranah kognitif diantaranya:(1) menyebutkan 4 faktor penyebab perubahan lingkungan, (2) menganalisis manfaat berbagai faktor penyebab kerusakan lingkungan, (3) menganalisis kerugian berbagai faktor penyebab kerusakan lingkungan, (4) menjelaskan angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut sebagai penyebab perubahan lingkungan fisik, (5) mengidentifikasi berbagai dampak perubahan lingkungan terhadap daratan, (6) menjelaskan berbagai dampak perubahan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor), (7) mengidentifikasi penyebab berbagai kerusakan lingkungan, (8) menganalisis dampak yang ditimbulkan erosi, abrasi, banjir, dan longsor, (9) menjelaskan cara mencegah erosi, (10) menjelaskan cara mencegah abrasi, (11) mendeskripsikan cara mencegah banjir, (12) mendeskripsikan cara mencegah longsor. Ketuntasan hasil belajar kognitif pada penelitian ini secara klasikal sebesar 80% dengan KKM ≥68.


(53)

Pada penilaian hasil belajar afektif atau sikap dilakukan melalui observasi ketercapaian karakter siswa. Sikap dan perilaku keseharian peserta didik direkam melalui pengamatan ketercapaian karakter dengan menggunakan format yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Pengamatan terhadap sikap dan perilaku yang terkait dengan mata pelajaran dilakukan oleh guru yang bersangkutan selama proses pembelajaran berlangsung, seperti: rasa ingin tahu, kerjasama, berani, percaya diri, dan tanggung jawab.

Pada penilaian hasil belajar psikomotorik atau keterampilan siswa diambil dari hasil pengamatan guru terhadap keterampilan siswa ketika berdiskusi kelompok menggunakan model Jigsaw pada pembelajaran IPA, dimana pengamatan tersebut dilakukan dengan menggunakan rubrik penilaian keterampilan siswa dengan indikator sebagai berikut : (1) Berkelompok sesuai arahan guru, (2) Melaksanakan percobaan bersama kelompok ahli, (3) Melaksanakan diskusi bersama kelompok ahli tentang hasil percobaan, (4) Bertukar informasi bersama kelompok asal, (5) Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

2.1.4. Pembelajaran IPA 2.1.4.1.Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari (Permendiknas RI No 22 Tahun 2006).


(54)

mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014:22). Dalam mempelajari alam semesta dilakukan melalui serangkaian kegiatan. Sesuai dengan pendapat Djojosoediro (2010:3) yang mendefinisikan IPA sebagai cabang ilmu pengetahuan tentang gejala alam, dituangkan sebagai fakta, konsep, prinsip, hukum, teruji kebenarannya melalui serangkaian kegiatan dalam metode ilmiah (scientific methods). Hal ini diperkuat dengan pendapat Susanto (2013:167) dalam memahami alam semesta dilakukan melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

Pendapat para ahli tentang IPA telah dipaparkan secara jelas, maka peneliti dapat menyimpulkan IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam baik berupa kenyataan atau kejadian dan hubungan sebab akibatnya yang tersusun secara sistematis, teruji kebenarannya melalui serangkaian kegiatan dalam metode ilmiah sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

2.1.4.2.Hakikat IPA

Carin dan Sund (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2014:24) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen’’.

Merujuk pada definisi Carin dan Sund tersebut maka IPA memiliki empat unsur utama yaitu:


(55)

1)Sikap

IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam,makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat. Persoalan IPA dapat dipecahkan menggunakan prosedur yang bersifat open ended. Beberapa sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada penelitian ini: ingin tahu untuk mendapatkan sesuatu, kerjasama, berani, percaya diri, dan bertanggung jawab.

2)Proses

Proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya prosedur yang runtut dan sitematis melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Sebagai contoh IPA sebagai suatu proses dalam penelitian ini adalah kegiatan siswa dalam mengamati media pembelajaran berupa Flipchart yang berisi materi perubahan lingkungan fisik, melakukan berbagai percobaan tentang perubahan lingkungan fisik dan melakukan diskusi sesuai model Jigsaw. Jadi siswa akan memperoleh pengetahuan baru melalui kegiatan pengamatan, percobaan dan diskusi sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa dapat bertahan lama di memori.

3)Produk

IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Dalam penelitian ini, IPA sebagai produk diwujudkan berupa mempelajari materi perubahan lingkungan fisik, materi tersebut diantaranya faktor-faktor penyebab perubahan fisik (angin, hujan, gelombang air laut, cahaya matahari), pengaruh


(56)

perubahan fisik terhadap daratan (longsor, erosi, banjir, abrasi), dan cara mencegah kerusakan alam akibat perubahan fisik.

4) Aplikasi

IPA sebagai aplikasi adalah penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh penerapan IPA sebagai aplikasi adalah cara pencegahan kerusakan lingkungan. Misalnya, untuk menanggulangi erosi, masyarakat bisa menggunakan teknologi sederhana sengkedan (terasering) untuk tanah yang miring.

Peneliti menyimpulkan hakikat IPA mencakup empat unsur meliputi produk, proses, sikap dan aplikasi. Keempat unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain, sehingga mengajar perlu mencakup keempat komponen tersebut.

2.1.4.3.Teori-teori Belajar yang Melandasi IPA

Belajar IPA merupakan belajar tentang fenomena-fenomena alam. Pembelajaran IPA bagi siswa diharapkan mampu meningkatkan kreativitas siswa menemukan konsep-konsep baru dalam memahami fenomena alam dan mampu memecahkan masalah yang mereka jumpai di alam sekitar. Teori belajar yang melandasi pembelajaran IPA adalah teori konstruktivisme.

Konstruktivisme (Rifa’i dan Anni, 2011:225) merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang menyatakan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari pengalamannya sendiri. Haryono (2013:51) mengemukakan bahwa berdasarkan teori konstruktivisme, peserta didik belajar sendiri yang bertanggungjawab atas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Peserta


(57)

didik sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah ia ketahui.

Teori kontruktivisme (Siregar dan Nara, 2014:39) memahami belajar sebagai proses pembentukan (kontruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Belajar adalah aktivitas siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri melalui bahan, media, lingkungan, atau fasilitas lainnya yang digunakan dalam membentuk pengetahuan tersebut. Pengetahuan tidak tepat dipindah tangankan begitu saja dari guru kepada siswa. Bakat yang dimiliki siswa dan lingkungan dimana siswa itu berada akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam membangun pengetahuannya.

Wisudawati dan Sulistyowati (2014:45) mengemukakan bahwa proses akan membentuk suatu pengetahuan yang berlangsung secara bertahap dan akan selalu melengkapi atribut-atribut yang belum ada dalam skema seseorang. Pembentukan pengetahuan ini akan selalu dihadapkan pada pengalaman atau fenomena yang dijumpai oleh individu. Pengetahuan bukanlah barang jadi, tetapi terus berkembang seiring perkembangan mental seorang individu.

IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam. Fenomena-fenomena alam yang dipelajari dalam IPA berasal dari fakta-fakta yang ada di alam dan hasil abstraksi pemikiran manusia. Ketika fenomena tersebut dijumpai oleh siswa maka proses konstruksi pengetahuan akan lebih mudah dibandingkan dengan IPA yang berasal dari abstraksi pemikiran manusia.

Peneliti menyimpulkan bahwa teori belajar yang menonjol di dalam pembelajaran IPA adalah teori kontruktivisme. Teori kontruktivisme menekankan


(58)

bahwa individu membangun pengetahuan mereka sendiri dari pengalaman individu itu sendiri melalui bahan, media, lingkungan, atau fasilitas lainnya.

bahwa

2.1.5. Pembelajaran IPA di SD

IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui pemecahan masalah yang dapat diidentifikasikan. Jadi, pembelajarannya di SD/MI menekankan pemberian pengalaman belajar secara langsung dengan mengembangkan ketrampilan proses dan sikap ilmiah (Permendiknas RI No 22 Tahun 2006.

Dalam KTSP SD/MI mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan serta keteraturan alam ciptaan-Nya; (2) mengembangkan pengetahuan pemahaman konsep yang bermanfaat sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah sehingga dapat membuat keputusan; (5)


(59)

meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (6) meningkatkan kesadaran menghargai alam sebagai salah satu ciptaan Tuhan; (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsepsi, dan ketrampilan sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (Permendiknas RI No 22 Tahun 2006).

Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA yang disebutkan dalam KTSP maka perlu dilaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Teori pembelajaran yang sesuai tingkat perkembangan kognitif anak dikembangkan oleh Piaget. Teori perkembangan kognitif Piaget menjelaskan mengenai kontruktivisme, yaitu suatu pandangan tentang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak-anak secara aktif membangun pengetahuan dan menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka sendiri. Jean Piaget menguraikan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses konstruksi yang aktif dan dinamis yang berlangsung dari perilaku bayi hingga bentuk-bentuk berpikir masa remaja.

Menurut Piaget (dalam Slavin 1994:34) tingkat perkembangan kognitif individu terbagi dalam 4 tahap yang meliputi :

1.) Tahap sensori motor (0-2 tahun)

Periode sensori motor menempati dua tahun pertama dalam masa kehidupannya. Selama periode ini anak mengatur alamnya didominasi oleh indera-inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Contoh : bila suatu benda disembunyikan, ia gagal untuk menemukannya. Pengalaman terus bertambah selama periode ini sampai mendekati akhir periode sensori motor, bayi


(60)

mulai menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya sesudah dilihatnya benda itu disembunyikan.

2.) Tahap praoperasional (2-7 tahun)

Pada rentang umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental, seperti yang telah dikemukakan terdahulu, seperti menambah, mengurangi dan lain-lain. Ciri-ciri yang dapat dikenali dari periode praoperasional ini adalah: (1) kemampuan menalar transduktif; (2) berpikir irreversibel (tidak dapat balik); (3) sifat egosentris dan (4) lebih berpikir statis tentang suatu peristiwa daripada transformasi suatu keadaan ke keadaan lain.

3.) Tahap oprasional konkret (7-11 tahun)

Periode ini merupakan awal dari berpikir rasional, artinya anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Operasi-operasi itu konkret bukan operasi-operasi formal. Anak belum dapat berurusan dengan materi abstrak.. Ciri-ciri umum yang ditunjukkan oleh anak pada periode operasional konkret yaitu: (1) mampu menyusun urutan seri objek; (2) mengalami kemampuan berbahasa; (3) sifat egosentris berkurang mengarah ke sosiosentris dalam berkomunikasi, dan (4) sudah dapat menerima pendapat orang lain.

4.) Tahap oprasional formal (11-14 tahun dan selanjutnya)

Periode ini ditandai oleh kemampuan anak dalam operasi-operasi konkret untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Anak mulai dapat memecahkan masalah verbal yang serupa. Ciri-ciri umum anak pada periode operasional formal yaitu: (1) berpikir hipotetis-deduktif (dapat merumuskan


(61)

banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah, dan memeriksa data terhadap hipotesis untuk membuat keputusan yang layak); (2) berpikir proposisional (dapat menangani pernyataan/ proposisi-proposisi yang memerikan data konkret, dan dapat menangani proposisi yang berlawanan dengan fakta); (3) berpikir kombinatorial (berpikir meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan-gagasan atau proposisi-proposisi yang mungkin); (4) berpikir refleksif (dapat berpikir tentang berpikirnya).

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa setiap individu mengalami empat tahap perkembangan kognitif mulai dari lahir sampai dewasa dan mempunyai tingkat kecepatan yang berbeda-beda untuk melewati tahapan perkembangan tersebut. Jadi, dalam pembelajarannya guru harus memperhatikan tahap perkembangan kognitif siswanya. Teori perkembangan kognitif Piaget menempatkan bahwa anak usia SD berada pada tahap concrete operational (operasional konkret) dimana pada usia ini anak sudah mampu berpikir logis untuk memecahkan permasalahan konkret yang terjadi di sekitarnya. Jadi, anak usia SD sudah mampu memahami konsep melalui pengalaman nyata dan bersifat lebih objektif.

Pembelajaran ideal menurut Piaget adalah pembelajaran yang dilandasi dengan teori belajar konstruktivisme. Implikasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain (Slavin 1994: 45-46) sebagai berikut :

a. Menekankan pada proses berpikir siswa

Pembelajaran jangan hanya dilihat dari produk (hasil) belajarnya saja, tetapi harus menekankan pada proses belajar siswa. Pengalaman belajar siswa


(1)

Gambar 10.

Siswa mempresentasikan hasil diskusi

Gambar 11.

Siswa mengerjakan soal evaluasi


(2)

DOKUMENTASI

PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL JIGSAW DENGAN MEDIA

FLIPCHART

SIKLUS II

Gambar 1.

Guru membuka pelajaran


(3)

Gambar 3.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

Gambar 4.

Guru melakukan tanya jawab melalui media

Flipchart

Gambar 5.

Guru menjelaskan materi menggunakan media

Flipchart


(4)

Gambar 6. Siswa dikelompokan dengan anggota ± 4 orang

(kelompok asal) dan masing-masing anggota mendapat tugas yang berbeda

Gambar 7. Siswa dengan penugasan yang sama bergabung bersama

kelompok baru (kelompok ahli) dan melakukan percobaan dengan bimbingan guru

Gambar 8. Kelompok ahli mendiskusikan hasil percobaan yang telah


(5)

Gambar 10. Siswa mempresentasikan hasil diskusi

Gambar 9. Siswa kembali ke kelompok asal dan bertukar informasi


(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PICTURE AND PICTURE BERBANTU MEDIA AUDIO VISUAL SISWA KELAS V SDN MANGUNSARI KOTA SEMARANG

2 16 244

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN PURWOYOSO 01 SEMARANG

3 21 265

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL TREFFINGER BERBANTUAN MEDIA POWERPOINT PADA SISWA KELAS IV SDN MANGUNSARI KOTA SEMARANG

4 63 491

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL JIGSAW DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN KALIBANTENG KIDUL 02 KOTA SEMARANG

0 5 331

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PBL DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN KALIBANTENG KIDUL 02 KOTA SEMARANG

0 12 274

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN MEDIA CD PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS V SDN MANGUNSARI SEMARANG

0 27 302

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN TAMBAKAJI 02 SEMARANG

26 122 280

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS DENGAN MODEL THINK PAIR SHARE BERBANTUAN MEDIA GRAFIS PADA SISWA KELAS IV SDN MANGUNSARI SEMARANG

0 23 247

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN GAJAHMUNGKUR 02 SEMARANG

0 4 332

PENINGAKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL THINK TALK WRITE (TTW) DENGAN MEDIA PUZZLE PADA SISWA KELAS IV SDN MANGUNSARI KOTA SEMARANG

3 43 225