KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALKWRITE TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF CONCEPT PESERTA DIDIK

(1)

i

COVER

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN

THINK TALKWRITE TERHADAP KEMAMPUAN

REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF CONCEPT

PESERTA DIDIK

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh

Gyna Fitriana Wulandari 4101408065

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii


(3)

iii


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Life, nature and God always answer, „Yes,‟ to you. What are you asking for?” - Mark Victor Hansen

PERSEMBAHAN

 Untuk mamaku tercinta ibu Sri Sunarni yang telah bekerja keras demi masa depan anaknya.

 Untuk keluarga besar eyang Soetarno yang selalu memberi dukungan.

 Untuk my best partner in whole life Gayuh Panggalih Pitoaristio.

 Untuk sahabat terbaik yang selalu mendukung Nova Setiawan, Heru Aghni Setiaji, Istin Rizqi Aldianto, dan Arif Hidayat.

 Untuk teman seperjuangan Anik Dirgahandini dan Vivi Fajar.


(5)

v

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, penulis dengan penuh syukur mempersembahkan skripsi dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran Think Talk Write terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Self Concept Peserta Didik”.

Skripsi ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

(Unnes).

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika.

4. Dra. Emi Pujiastuti, M.Pd., pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi kepada penulis.

5. Hery Sutarto, S.Pd., M.Pd., pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta motivasi kepada penulis.

6. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., penguji yang telah memberikan masukan pada penulis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Drs. Sarjana, M.Si., Kepala SMA Islam Sultan Agung I Semarang yang telah memberi izin penelitian.


(6)

vi

9. Bambang Soedarsono, S.Pd., guru matematika kelas X SMA Islam Sultan Agung I Semarang yang telah membimbing selama penelitian.

10.Dewi Fatimah, S.Pd., guru Bimbingan dan Konseling SMA Islam Sultan Agung I Semarang sebagai praktisi I yang telah membimbing selama penelitian.

11.Jumiati, S.Pd., guru Bimbingan dan Konseling SMA Islam Sultan Agung I Semarang sebagai praktisi I yang telah membimbing selama penelitian.

12.Peserta didik kelas X SMA Islam Sultan Agung I Semarang yang telah membantu proses penelitian.

13.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pembaca. Terima kasih.

Semarang, 6 Februari 2015


(7)

vii

ABSTRAK

Wulandari, Gyna Fitriana. 2015. Keefektifan Model Pembelajaran Think Talk Write terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Self Concept peserta Didik. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Emi Pujiastuti, M.Pd. dan Pembimbing Pendamping Hery Sutarto,S.Pd., M.Pd.

Kata kunci: Keefektifan, Model Pembelajaran Think Talk Write, Kemampuan Representasi Matematis, Self Concept.

Salah satu latar belakang dari penelitian ini adalah self concept peserta didik yang negatif terhadap pelajaran matematika. Selain itu peserta didik masih mengalami kesulitan dalam merepresentasikan permasalahan terlebih pada materi dimensi tiga. Materi dimensi tiga membutuhkan kemampuan representasi matematis yang baik dan self concept yang positif dari peserta didik, sedangkan pembelajaran yang dilaksanakan masih menggunakan model pembelajaran ekspositori yang berpusat pada guru. Sehingga perlu adanya model pembelajaran alternatif yang bisa menunjang pembelajaran tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) apakah rata-rata nilai kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan model pembelajaran Think Talk Write memenuhi KKM dan persentase ketuntasan belajar klasikal; (2) apakah kemampuan representasi matematis peserta didik dengan pembelajaran matematika menggunakan model Think Talk Write lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model ekspositori; (3) apakah self concept peserta didik dengan model Think Talk Write lebih baik dari peserta didik dengan model ekspositori.

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X yang berjumlah 235 peserta didik. Dengan teknik cluster random sampling diperoleh sampel yaitu peserta didik kelas X-2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-7 sebagai kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Think Talk Write dan variabel terikat yaitu kemampuan representasi matematis dan self concept. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) uji-t; (2) uji proporsi; dan (3) uji perbedaan rat-rata. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pada uji-t nilai dan pada uji proporsi nilai

; (2) pada uji perbedaan rata-rata kemampuan representasi

matematis diperoleh nilai dan (3) pada uji perbedaan rata-rata self concept diperoleh nilai Simpulan yang diperoleh: (1) rata-rata nilai kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan model pembelajaran Think Talk Write memenuhi KKM dan persentase ketuntasan belajar klasikal; (2) kemampuan representasi matematis peserta didik dengan pembelajaran matematika menggunakan model Think Talk Write lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model ekspositori; (3) self concept peserta didik dengan model Think Talk Write lebih baik dari peserta didik dengan model ekspositori.


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Penelitian Bagi Peserta Didik ... 7

1.4.2 Manfaat Penelitian Bagi Guru ... 8

1.4.3 Manfaat Penelitian Bagi Sekolah ... 8

1.4.4 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti ... 9

1.5 Penegasan Istilah ... 9

1.5.1. Keefektifan ... 9

1.5.2. Pembelajaran Think Talk Write ... 10

1.5.3. Pendekatan Ekspositori ... 10

1.5.4. Kemampuan Representasi Matematis ... 12

1.5.5. Self Concept ... 12


(9)

ix 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Landasan Teori ... 15

2.1.1 Teori Belajar... 15

2.1.1.1 Teori Belajar Piaget... 15

2.1.1.2 Teori Belajar Vygotsky ... 17

2.1.2 Model Pembelajaran... 18

2.1.3 Model Pembelajaran Think Talk Write ... 19

2.1.4 Model Pembelajaran Ekspositori ... 21

2.1.5 Hasil Belajar ... 24

2.1.6 Kemampuan Representasi Matematis ... 25

2.1.7 Self Concept ... 30

2.1.8 Kajian Materi Dimensi Tiga... 33

2.2Hasil Penelitian Relevan ... 44

2.3Kerangka Berpikir ... 46

2.4Hipotesis Penelitian ... 48

3. METODE PENELITIAN 3.1Populasi dan Sampel Penelitian ... 49

3.1.1 Populasi ... 49

3.1.2 Sampel ... 49

3.2Variabel Penelitian ... 50

3.3Rancangan Penelitian ... 50

3.4Metode Pengumpulan Data ... 53

3.4.1 Metode Dokumentasi ... 54

3.4.2 Metode Kuesioner ... 54

3.4.3 Metode Tes ... 54

3.5Instrumen Penelitian ... 54

3.5.1 Skala Sikap ... 54

3.5.2 Tes ... 55

3.6Analisis dan Hasil Uji Coba Instrumen ... 55

3.6.1 Analisis Instrumen Skala Sikap ... 55


(10)

x

3.6.1.2 Reliabilitas Skala Sikap Self Concept ... 58

3.6.2 Analisis Instrumen Tes ... 60

3.6.2.1 Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 60

3.6.2.2 Daya Pembeda Butir Soal ... 61

3.6.2.3 Reliabilitas ... 62

3.6.2.4 Validitas Butir Soal ... 63

3.6.2.5 Validitas Tes ... 64

3.7Analisis Data Penelitian ... 64

3.7.1 Analisis Data Awal ... 65

3.7.1.1 Uji Normalitas ... 65

3.7.1.2 Uji Homogenitas ...66

3.7.1.3 Uji Kesamaan Rata-rata ...67

3.7.2 Analisis Data Akhir ...69

3.7.2.1 Uji Normalitas ...69

3.7.2.2 Uji Homogenitas ...69

3.7.2.3 Uji Hipotesis 1 ...70

3.7.2.3.1 Uji Rata-rata Ketuntasan Belajar ...70

3.7.2.3.2 Uji Ketuntasan Klasikal ...71

3.7.2.4 Uji Hipotesis II ...71

3.7.2.5 Uji Hipotesis III ...73

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Analisis Data ... 75

4.1.1Pelaksanaan Penelitian ... 75

4.1.2Proses Pembelajaran... 79

4.1.2.1 Pembelajaran Kelas Eksperimen dengan Model Think Talk Write ... 79

4.1.2.2Pembelajaran Kelas Kontrol dengan Model Ekspositori ... 80

4.1.3Analisis Deskriptif ... 82

4.1.3.1 Skala Sikap Self Concept ... 82


(11)

xi

4.1.4Analisis Data Skala Sikap Self Concept ... 83

4.1.4.1 Uji Normalitas ... 83

4.1.4.2 Uji Homogenitas ... 84

4.1.5Analisis Data Tes Kemampuan Representasi Matematis... 85

4.1.5.1 Uji Normalitas ... 85

4.1.5.2 Uji Homogenitas ... 86

4.1.6Analisis Hipotesis ... 86

4.1.6.1 Uji Hipotesis I ... 86

4.1.6.2 Uji Hipotesis II ... 88

4.1.6.3 Uji Hipotesis III ... 89

4.2Pembahasan ... 90

4.2.1Pelaksanaan Pembelajaran ... 90

4.2.2Hasil Pemberian Skala Sikap Self Concept ... 92

4.2.3Hasil Tes kemampuan Representasi Matematis ... 94

5. PENUTUP 5.1Simpulan ... 103

5.2Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... .105


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Indikator Kemampuan Representasi Matematis ... 30

2.2 Indikator Self Concept ... 32

3.1 Desain Penelitian Randomized Subjects Posstest Only Control Group Design ... 51

3.2 Penskoran Hasil Skala Sikap Pernyataan Positif ... 56

3.3 Penskoran Hasil Skala Sikap Pernyataan Negatif ... 56

3.4 Hasil Uji Validitas Skala Sikap ... 57

3.5 Kriteria Reliabilitas Skala Sikap ... 58

3.6 Rekapitulasi Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sikap ... 59

3.7 Perubahan Nomor Item Skala Sikap ... 59

3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal Tes ... 60

3.9 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes ... 61

3.10 Kriteria Penentuan Daya Pembeda ... 62

3.11 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Tes ... 62

3.12 Hasil Uji Validitas Soal Tes ... 63

3.13 Hasil Uji Normalitas data Awal ... 66

3.14 Hasil Uji Homogenitas Data Awal ... 67

4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 76

4.2 Data Hasil Skala Sikap Self Concept ... 82

4.3 Data Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 83

4.4 Hasil Uji Normalitas Data Skala Sikap Self Concept ... 84


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Hasil Observasi Kemampuan Representasi Matematis Peserta Didik ... 4

2.1 Garis k yang dibangun oleh Titik A danTitikB. ... 33

2.2 Ruas Garis AB yang Dibangun oleh Titik A danTitikB. ... 34

2.3 Sinar Garis AB... 34

2.4 BidangU ... 34

2.5 Proyeksi Garis pada Garis yang Saling Tegak Lurus ... 35

2.6 Proyeksi Garis pada Garis yang Saling Sejajar ... 35

2.7 Proyeksi Garis pada Garis yang Saling Berpotongan. ... 36

2.8 Proyeksi Titik pada Bidang. ... 36

2.9 Kasus (1), Proyeksi Garis pada Bidang. ... 37

2.10 Kasus (2)a, Proyeksi Garis pada Bidang. ... 37

2.11 Kasus (2)b, Proyeksi Garis pada Bidang.. ... 38

2.12 Kasus (2)c, Proyeksi Garis pada Bidang.. ... 38

2.13 Garis Tegak Lurus Bidang... ... 39

2.14 Pembuktian 1, Teorema Ketegaklurusan 1. ... 39

2.15 Pembuktian 2, Teorema Ketegaklurusan 1. ... 40

2.16 Pembuktian 1, Teorema Ketegaklurusan 2. ... 40

2.17 Teorema Ketegaklurusan (2)b ... 41

2.18 Jarak Titik ke Titik ... 41

2.19 Kasus (1), Jarak Titik ke Garis ... 42

2.20 Kasus (2), Jarak Titik ke Garis ... 42

2.21 Jarak Titik ke Bidang ... 42

2.22 Jarak Dua Garis Sejajar. ... 43

2.23 Jarak Dua Garis Bersilangan ... 43

2.24 Jarak Garis dan Bidang yang Sejajar ... 44

2.25 Jarak Dua Bidang Sejajar ... 44


(14)

xiv

4.1 Persentase Ketuntasan Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 96

4.2 Persentase Ketuntasan Nilai Tes Akhir Kelas Kontrol ... 96

4.3 Jawaban Soal Nomor 7 Salah Satu Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 98


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 109

2. Daftar Nama Peserta Didik Kelas Kontrol ... 110

3. Daftar Nama Peserta Didik Kelas Uji Coba ... 111

4. Daftar Nilai Ulangan Akhir Semester I Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 112

5. Uji Normalitas Data Awal Kelas... 113

6. Uji Homogenitas Data Awal ... 115

7. Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 116

8. Kisi-kisi Skala Sikap Uji Coba Self Concept ... 117

9. Skala Sikap Uji Coba Self Concept ... 122

10.Rubrik Penskoran Skala Sikap Uji Coba Self Concept ... 125

11.Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba Kemampuan Representasi Matematis ... 128

12.Soal Tes Uji Coba Kemampuan Representasi Matematis... 129

13.Rubrik Penskoran Soal Tes Uji Coba Kemampuan Representasi Matematis ... 131

14.Penggalan Silabus ... 151

15.RPP Kelas Eksperimen ... 153

16.RPP Kelas Kontrol ... 170

17.Lembar Tugas Kelompok ... 182

18.Kunci Jawaban Lembar Tugas Kelompok ... 185

19.Tugas Rumah ... 191

20.Kunci Jawaban Tugas Rumah ... 192

21.Uji Validitas Skala Sikap Self Concept Uji Coba ... 201

22.Uji Reliabilitas Skala Sikap Self Concept Uji Coba ... 223

23.Uji Taraf Kesukaran Tes Uji Coba Kemampuan Representasi Matematis 227 24.Uji Daya Pembeda Tes Uji Coba Kemampuan Representasi Matematis .. 229

25.Uji Reliabilitas Tes Uji Coba Kemampuan Representasi Matematis ... 230


(16)

xvi

27.Kisi-kisi Skala Sikap Self Concept ... 239

28.Skala Sikap Self Concept ... 243

29.Rubrik Penskoran Skala Sikap Self Concept ... 246

30.Kisi-kisi Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 248

31.Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 299

32.Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 251

33.Daftar Nilai Tes Kemampuan Representasi Matematis Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 268

34.Daftar Skor Skala Sikap Self Concept Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 269

35.Uji Normalitas Skala Sikap Self Concept ... 270

36.Uji Homogenitas Skala Sikap Self Concept ... 272

37.Uji Normalitas Kemampuan Representasi Matematis ... 273

38.Uji Homogenitas Kemampuan Representasi Matematis... 275

39.Uji Hipotesis I ... 276

40.Uji Hipotesis II ... 278

41.Uji Hipotesis III ... 280

42.Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 281

43.Surat Ijin penelitian dari Universitas Negeri Semarang ... 282

44.Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Semarang ... 283

45.Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 284


(17)

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sektor penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini senada dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Fungsi pendidikan nasional dapat terlaksana dengan adanya pembelajaran. Pembelajaran biasa dilakukan di dunia formal seperti sekolah. Dalam setiap proses pembelajaran terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik. Dialog tersebut dimaksudkan agar peserta didik tumbuh dan berkembang selaras dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu berbagai model, teknik, dan metode pembelajaran dikembangkan agar kemampuan peserta didik dapat dikembangkan secara maksimal. Namun perlu diingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi peserta didik. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi peserta didik, sifat materi, bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, dan kondisi guru selaku pendidik di kelas itu sendiri. Kondisi peserta didik adalah hal utama yang perlu diperhatikan karena mengingat peserta didik adalah objek utama dalam tiap pembelajaran.


(19)

SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang adalah salah satu Sekolah Menengah Atas di Semarang yang telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun hasil belajar peserta didik di SMA yang terletak di Jalan Mataram 657 Semarang ini belum maksimal, khususnya dalam pembelajaran matematika.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika kelas X SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang, guru menerapkan model pembelajaran ekspositori dengan metode ceramah yang pada pelaksanaannya belum memberikan motivasi kepada peserta didik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran ekspositori yang diterapkan oleh guru cenderung bersifat teacher centered. Kegiatan pembelajaran ini berpusat pada guru sebagai satu-satunya sumber informasi sehingga peserta didik tidak mengoptimalkan kemampuan yang mereka punya. Hal ini didukung dengan hasil observasi yang memperlihatkan proses pembelajaran ekspositori menjadi kaku, terlalu serius dan kurangnya sikap kerja sama pada masing-masing individu peserta didik.

Hal ini berimbas pada nilai Ulangan Akhir Semester Gasal peserta didik kelas X Tahun Ajaran 2013/2014 pada pelajaran matematika. Hanya 94 dari 235 peserta didik atau sebesar 40% yang mampu memperoleh nilai lebih dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang. Persentase sebesar 40% masih jauh dari standar ketuntasan belajar klasikal yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional yaitu 75%. Untuk Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) individu dalam pelajaran matematika kelas X, SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang menetapkan nilai 72 sebagai nilai


(20)

terendah dalam pencapaian hasil belajar dan menetapkan KKM klasikal sebesar 75% sesuai dengan standar dari Dinas Pendidikan Nasional. Jika terdapat peserta didik yang mendapat hasil belajar di bawah 72, maka peserta didik tersebut wajib mengikuti ujian remidi pada waktu yang sudah ditentukan oleh guru.

Pencapaian nilai yang bagus adalah indikasi dari peningkatan kemampuan belajar peserta didik. Sama halnya dengan proses belajar matematika, peserta didik diharapkan dapat menguasai berbagai kemampuan matematika serta dapat menerapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu kemampuan matematika yang perlu dikuasai dan ditingkatkan oleh peserta didik adalah kemampuan representasi matematis (mathematical representation).

Kemampuan representasi matematis yang baik akan membantu peserta didik dalam memodelkan dan menginterpretasikan permasalahan yang ada di lingkungan sekitar serta menemukan solusi yang tepat. Konstruksi representasi matematis yang tepat akan mampu menyederhanakan permasalahan yang rumit dan memudahkan peserta didik menemukan solusi masalah tersebut. Sedangkan konstruksi representasi yang keliru akan membuat masalah menjadi lebih rumit dan sulit diselesaikan.

Peneliti melakukan wawancara terhadap 10 peserta didik kelas X SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang secara acak. 8 dari 10 peserta didik menyatakan mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan persoalan matematika, terlebih dalam mengubah atau merepresentasikan soal cerita dalam model matematika. Kesulitan itu lebih mereka rasakan ketika mereka harus menyelesaikan soal-soal geometri.


(21)

Hal ini diperkuat oleh data dari Kemdiknas (2011) yang menyebutkan bahwa kemampuan peserta didik dalam menghitung jarak dan sudut antara dua objek (titik, garis, dan bidang) pada tingkat sekolah sebesar 26,76%, tingkat kota/kabupaten sebesar 69,27%, tingkat provinsi sebesar 46,27% dan di tingkat nasional sebesar 58,14%. Ini artinya kemampuan menghitung jarak dan sudut antara dua objek (titik, garis, dan bidang) masih rendah dibandingkan kemampuan yang lain. Kemampuan menghitung jarak dan sudut antara dua objek (titik, garis, dan bidang) menempati urutan ketiga terendah di tingkat sekolah, propinsi, dan nasional serta urutan kedua terendah di tingkat kota/kabupaten.

Selain data dari Kemdiknas, peneliti juga melakukan observasi terhadap kemampuan representasi matematis peserta didik. Hasil pekerjaan peserta didik saat observasi disajikan pada Gambar 1.1.

Hasil observasi dari 2 soal representasi matematis yang dikerjakan oleh 30 peserta didik, tidak ada satu soal pun yang dikerjakan dengan jawaban benar. Pada kedua soal tersebut, peserta didik belum mampu merepresentasikan Gambar 1.1 Hasil Observasi Kemampuan Representasi Matematis Peserta Didik


(22)

pertanyaan dari soal dengan baik. Peserta didik belum mampu merepresentasikan jarak titik ke garis melalui gambar. Karena peserta didik salah merepresentasikan pertanyaan maka peserta didik tidak dapat mengerjakan soal-soal tersebut dengan benar. Dari uraian tersebut telah ditunjukan bahwa sebagian besar peserta didik masih belum bisa merepresentasikan jarak dalam dimensi tiga dengan benar.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan peserta didik juga diperoleh fakta bahwa 8 dari 10 peserta didik yang diwawancara oleh peneliti mengatakan matematika adalah pelajaran yang sulit. Pernyataan mereka tersebut adalah suatu anggapan pribadi mereka terhadap matematika. Pada ilmu psikologi, tanggapan atau persepsi kita terhadap apa yang kita miliki disebut konsep diri (self concept). Konsep diri adalah salah satu aspek afektif yang harus dimiliki oleh peserta didik. Konsep diri dibedakan menjadi konsep diri negatif dan positif. Anggapan peserta didik bahwa matematika itu susah merupakan konsep diri negatif. Konsep diri tersebut akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran mereka. Oleh karena itu konsep diri tersebut perlu diubah dengan memberikan pengalaman belajar matematika yang baik dan menarik. Karena pada dasarnya konsep diri bersifat dinamis. Konsep diri dapat berubah sesuai dengan pengalaman, interaksi dengan lingkungan dan penilaian orang lain.

Peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah peserta didik yang memasuki usia remaja. Dalam usia remaja konsep diri peserta didik cenderung labil. Faktor yang berpengaruh pada konsep diri peserta didik adalah lingkungan. Dalam pembelajaran di kelas, lingkungan yang berpengaruh adalah guru. Oleh karena itu guru harus mampu memilih model pembelajaran yang sesuai untuk para


(23)

peserta didiknya sehingga dapat mengembangkan konsep diri peserta didik menjadi lebih baik.

Masih banyak model pembelajaran lain yang dapat digunakan oleh para guru, salah satunya adalah Think Talk Write. Think Talk Write adalah pembelajaran yang memberikan keleluasaan peserta didik berpikir aktif. Model ini melatih peserta didik untuk mampu mengkomunikasikan idenya dalam diskusi kelompok. Diskusi yang terjadi selama pembelajaran menjadi salah satu sarana peserta didik untuk mengembangkan self concept peserta didik. Selain itu Think Talk Write juga dapat mengembangkan kemampuan representasi matematis peserta didik. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang keefektifan model pembelajaran Think Talk Write terhadap kemampuan representasi matematis dan self concept peserta didik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

1) Apakah rata-rata nilai kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan model pembelajaran Think Talk Write memenuhi KKM dan persentase ketuntasan belajar klasikal?

2) Apakah kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran Think Talk Write lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran ekspositori?


(24)

3) Apakah self concept peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran Think Talk Write lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran ekspositori?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui apakah rata-rata nilai kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan model pembelajaran Think Talk Write memenuhi KKM dan persentase ketuntasan belajar klasikal.

2) Untuk mengetahui apakah kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran Think Talk Write lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran ekspositori.

3) Untuk mengetahui apakah self concept peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran Think Talk Write lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran ekspositori.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut. 1.4.1. Manfaat Penelitian Bagi Peserta Didik

Dapat memberi pengaruh positif terhadap hasil belajar matematika peserta didik dalam mengikuti pembelajaran matematika, serta dapat


(25)

memudahkan peserta didik dalam memahami suatu topik keterkaitannya dengan topik lain, baik dalam pembelajaran matematika atau dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dapat melatih peserta didik untuk berpikir aktif dan tidak terpaku pada satu penyelesaian masalah sehingga kemampuan merepresentasikan masalah matematis peserta didik dapat berkembang secara maksimal demikian pulan dengan self concept peserta didik.

1.4.2. Manfaat Penelitian Bagi Guru

Guru memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam pelaksanaan pembelajaran Think Talk Write. Selain itujuga dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menciptakan strategi pembelajaran variatif dan inovatif sehingga memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar peserta didik. Dengan pembelajaran yang variatif dan penerapan model pembelajaran yang kooperatif dan konstruktivis diharapkan guru dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis peserta didik dan memperbaiki konsep diri peserta didik terhadap pelajaran matematika.

1.4.3. Manfaat Penelitian Bagi Sekolah

Pengaruh positif yang ditimbulkan dari penerapan pembelajaran Think Talk Write terhadap kemampuan representasi peserta didik dapat menjadi acuan bagi sekolah dalam menentukan arah kebijakan untuk kemajuan sekolah dan sekolah akan memperoleh hasil pengembangan ilmu. Selain itu dapat dijadikan sebagai motivasi sekolah untuk meningkatkan kualitas mutu hasil pendidikan. Diharapkan dengan penerapan pembelajaran Think Talk Write dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis peserta didik, sehingga peserta


(26)

didik dapat menyelesaikan soal-soal matematika dengan mudah. Hal ini akan berdampak positif pada konsep diri peserta didik terhadap matematika dan nilai matematika mereka. Kenaikan nilai diharapkan menjadi langkah awal dalam kenaikan hasil ujian nasional yang nantinya juga akan berpengaruh pada prestasi sekolah tersebut.

1.4.4. Manfaat Penelitian Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman dan dapat mengetahui hasil dari pembelajaran Think Talk Write terhadap kemampuan representasi matematis dan self concept peserta didik.

1.5. Penegasan Istilah

Untuk menyamakan persepsi mengenai pengertian dari judul proposal ini, perlu ditegaskan beberapa istilah.

1.5.1. Keefektifan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 374) keefektifan berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan) dan keefektifan berarti keberhasilan (usaha, tindakan). Keefektifan dalam penelitian ini ditunjukkan dengan indikator sebagai berikut.

(1).Rata-rata nilai kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan model pembelajaran Think Talk Write memenuhi KKM dan persentase ketuntasan peserta didik memenuhi ketuntasan belajar klasikal. KKM atau Kriteria Ketuntasan Minimal adalah standar nilai minimal yang harus dicapai oleh peserta didik dalam suatu pembelajaran. KKM untuk pelajaran matematika di SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang adalah 72.


(27)

Ketuntasan belajar klasikal adalah penilaian proses belajar dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebesar 75% (Mulyasa, 2009:218).

(2).Rata-rata nilai kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan model pembelajaran Think Talk Write lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh materi dengan model pembelajaran ekspositori.

1.5.2. Pembelajaran Think Talk Write

Think Talk Write merupakan salah satu model pembelajaran dalam kelompok kecil yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memulai belajar dengan memahami permasalahan terlebih dahulu, kemudian terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan akhirnya menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya (Ansari,2004). Ada 3 tahap utama dalam model pembelajaran Think Talk Write yaitu.

1) Think (berpikir). Model pembelajaran diawali dengan memberikan materi secara garis besar kepada peserta didik untuk dipahami secara individual sehingga memunculkan ide pada masing-masing peserta didik.

2) Talk (berbicara). Kemudian peserta didik dibagi ke beberapa kelompok kecil dan masing-masing peserta didik mendiskusikan ide mereka dalam kelompok kecil.

3) Write (menulis). Pada akhir diskusi peserta didik menuliskan rangkuman hasil diskusi dengan bahasa mereka sendiri lalu mempresentasikan pada kelompok lain.


(28)

1.5.3. Pembelajaran Ekspositori

Pembelajaran ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran), tetapi pada pembelajaran ekspositori dominasi guru banyak berkurang karena tidak terus menerus berbicara. Peserta didik tidak hanya mendengar dan mencatat, tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya jika tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau klasikal. Peserta didik mengerjakan latihan sendiri atau dapat bertanya temannya atau disuruh guru untuk mengerjakan di papan tulis. Walaupun dalam hal terpusatnya kegiatan pembelajaran masih kepada guru, tetapi dominasi guru sudah banyak berkurang (Suyitno, 2004: 4).

Menurut Sanjaya (2007: 183) model pembelajaran ekspositori dilaksanakan dalam 5 tahap yaitu.

1) Preparation (persiapan). Pada tahap ini guru mempersiapkan kondisi peserta didik untuk menerima pelajaran.

2) Presentation (penyajian). Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.

3) Correlation (korelasi). Tahap korelasi adalah tahap menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. 4) Generalization (menyimpulkan). Menyimpulkan adalah tahapan untuk


(29)

5) Application (aplikasi). Pada tahapan ini peserta didik berkesempatan untuk unjuk kemampuan masing-masing setelah mereka menyimak penjelasan guru.

1.5.4. Kemampuan Representasi Matematis

Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan menggunakan berbagai bentuk matematis untuk menjelaskan ide-ide matematis, melakukan translasi antar bentuk matematis, dan menginterpretasi fenomena matemmatis dengan berbagai bentuk matematis. Bentuk-bentuk matematis tersebut adalah bentuk visual, simbolik, dan verbal (Cai, Lane, dan Jacabsin, 1996: 243).

Mudzakir (2006) menyebutkan bahwa peserta didik dikatakan memiliki kemampuan representasi yang baik jika mereka memiliki ketrampilan berikut.

1) Membuat gambar bangun-bangun geometri untuk menjelasakan masalah dan memfasilitasi penyelesaianya.

2) Penyelesaian masalah dengan melibatkan representasi matematis. 3) Menuliskan interpretasi dari suatu representasi.

4) Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata.

5) Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata. 1.5.5. Self Concept

Self concept (konsep diri) meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita masing-masing, baik bersifat psikologi, sosial, dan fisis (Rakhmat, 2009: 98). Fennema dan Sherman (1976) menyebutkan bahwa


(30)

peserta didik memiliki konsep diri yang baik jika memiliki indikator sebagai berikut.

1) Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa merasa rendah diri.

2) Memandang sikap guru secara positif selama proses belajar mengajar. 3) Percaya diri dalam mengikuti setiap tahapan proses belajar matematika,

seperti saat berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi.

4) Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan dan menyelesaikan permasalahan matematika.

5) Memiliki motivasi tinggi dalam belajar dan menyelesaikan permasalahan matematika.

6) Yakin bahwa matematika berguna dalam setiap kegiatan dan kehidupannya sekarang maupun mendatang.

1.6. Sistematika Skripsi

Skripsi ini terdiri atas tiga bagian yang masing-masing diuraikan sebagai berikut.

1) Bagian Awal

Pada bagian awal skripsi ini berisi: halaman judul, pernyataan, persetujuan pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.


(31)

Bagian isi skripsi merupakan bagian pokok dalam skripsi yang terdiri dari 5 bab, yaitu:

Bab 1: Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika skripsi.

Bab 2: Landasan teori dan hipotesis berisi tentang teori-teori yang membahas dan melandasi permasalahan skripsi serta penjelasan yang merupakan landasan teoritis yang diterapkan dalam skripsi, pokok bahasan yang terkait dengan pelaksanaan penelitian, kerangka berpikir dan hipotesis yang dirumuskan

Bab 3: Metode penelitian berisi tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data dan hasil analisis data.

Bab 4: Laporan hasil penelitian berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya.

Bab 5: Penutup berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran peneliti.


(32)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Teori-teori yang mendukung dalam penelitian ini meliputi teori belajar, model pembelajaran, model pembelajaran Think Talk Write, model pembelajaran ekspositori, kemampuan representasi matematis, self concept, dan tinjauan materi dimensi tiga.

2.1.1. Teori Belajar

Teori belajar adalah konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen. Beberapa teori belajar yang melandasi pembahasan dalam penelitian ini antara lain:

2.1.1.1. Teori Belajar Piaget

Salah satu teori belajar yang mendukung pembelajaran Think Talk Write adalah teori belajar Piaget. Piaget percaya bahwa peserta didik akan memahami pelajaran bila peserta didik aktif sendiri membentuk atau menghasilkan pengertian dari hal-hal yang diinderanya. Pengertian yang dimiliki peserta didik merupakan bentukannya sendiri dan bukan hasil bentukan dari orang lain.

Teori belajar Piaget mewakili pembelajaran konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif dan pengetahuan peserta didik sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun makna dan pemahaman tentang realita melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan pembelajaran Think Talk Write yang menuntut peserta


(33)

didik untuk berperan aktif dalam membangun pengetahuan dengan pemikiran mereka sendiri dengan didukung interaksi sosial pada proses pembelajaran.

Menurut Piaget sebagaimana dikutip oleh Suherman (2003) terdapat tiga prinsip utama dalam pembelajaran yang dijelaskan sebagai berikut.

(1) Belajar aktif

Proses pembelajaran merupakan proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar. Sehingga untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak dapat belajar sendiri, misalkan melakukan percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan dan menjawab pertanyaan, serta membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.

(2) Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadi interaksi di antara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu perkembangan kognitif anak. Dengan interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pendangan, artinya kemampuan kognitif anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandang dan alternatif tindakan.

(3) Belajar lewat pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan untuk bekomunikasi. Jika hanya menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme. Piaget dengan teori


(34)

konstruktivismenya berpendapat bahwa pengetahuan akan dibentuk oleh peserta didik apabila peserta didik berinteraksi dengan objek atau orang lain dan peserta didik selalu mencoba membentuk pengertian dari interaksi tersebut.

Bedasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa teori belajar Piaget mendukung penggunaan model pembelajaran Think Talk Write. Hal ini karena pembelajaran Think Talk Write dirancang untuk melatih peserta didik agar aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri melalui proses penyelesaian suatu permasalahan yang dihadapkan secara langsung kepada peserta didik untuk diselesaikan peserta didik baik secara individu ataupun secara kelompok. Sehingga peserta didik mampu membangun konsep dari permasalahan yang dihadapkan berdasarkan proses dan hasil penyelesaian dari permasalahan tersebut. 2.1.1.2. Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa peserta didik membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan peserta didik sendiri melalui bahasa.Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus-respon, faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan.

Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses belajar akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu masih berada


(35)

dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal developement, yakni daerah tingkat perkembangan yang berada sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut (Trianto, 2007). Teori ini mendukung pelaksanaan pembelajaran Think Talk Write yang dalam pelaksanaannya, penyelesaian atas permasalahan yang dihadapkan peserta didik dikerjakan secara berkelompok oleh peserta didik dalam merumuskan konsep dari permasalahan tersebut.

2.1.2. Model Pembelajaran

Menurut Yoice dan Weil, sebagaimana yang dikutip oleh Sugandi (2008: 103) mengemukakan “a model of teaching is a plan or pattern that can be used to shape curriculums (long term cource of studies) to design instructional materials, and to guide instruction in the classroom and other setting”. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran, dan memberi petunjuk pengajaran di kelas dan tempat yang lain. Yoyce dan Weil juga mengemukakan bahwa model pembelajaran dalam penerapannya memiliki lima ciri secara umum yaitu (1) sintaksis, (2) prinsip reaksi guru, (3) sistem sosial, (4) penunjang, dan (5) efek pengajaran/ pengiring.

Model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh para guru sangat beragam. Dalam penelitian ini, peneliti akan menerapkan model pembelajaran Think Talk Write pada kelas eksperimen karena melalui model pembelajaran


(36)

Think Talk Write peserta didik dapat melatih keterampilan mereka dalam merepresentasikan persoalan matematika, sedangkan pada kelas kontrol akan diterapkan model pembelajaran ekspositori sesuai dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru kelas.

2.1.3. Model Pembelajaran Think Talk Write

Soedjoko (2009) menyebutkan bahwa Think Talk Write diperkenalkan pertama kali oleh Huinker dan Laughlin. Pembelajaran ini diperkenalkan dengan alasan bahwa pembelajaran ini dapat membangun cara berpikir, merefleksikan, dan mengorganisasikan ide-ide peserta didik dengan tepat. Selain itu peserta didik juga mampu menguji ide tersebut sebelum menuliskannya secara tepat.

Pada pembelajaran matematika sering ditemui bahwa ketika peserta didik diberikan tugas tertulis, peserta didik selalu mencoba untuk langsung menulis jawaban. Walaupun hal itu bukan sesuatu yang salah, namun akan lebih bermakna jika peserta didik terlebih dulu melakukan kegiatan berpikir, merefleksikan dan menyusun ide-ide, serta menguji ide tersebut sebelum menuliskannya.

Think Talk Write pada penelitian ini dibangun dengan memberikan waktu kepada peserta didik untuk melakukan kegiatan tersebut (berpikir, merefleksi, menyusun ide, menguji ide sebelum menuliskan dan menuliskan ide tersebut). Tahap pertama kegiatan peserta didik dalam pembelajaran ini adalah Think, yaitu tahap berpikir. Pada tahap ini peserta didik diberikan waktu untuk membaca teks berupa soal sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Pada tahap ini peserta didik secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi


(37)

penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide pada bacaan dan hal-hal yang tidak dipahami sesuai dengan bahasa masing-masing peserta didik.

Tahap kedua adalah Talk (berbicara atau diskusi), guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk membicarakan tentang hasil pemikiran pada tahap pertama. Pada tahap ini peserta didik merefleksikan, menyusun serta menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemampuan representasi peserta didik akan dilihat pada dialognya dalam berdiskusi.

Tahap ketiga adalah Write, peserta didik menuliskan ide-ide yang diperoleh dalam kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian dan solusi yang diperoleh.

Menurut Silver dan Smith sebagaimana dikutip oleh Soedjoko (2009), peranan guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan pembelajaran ini adalah mengajukan dan menyediakan tugas yang memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif berpikir, mendorong dan menyimak dengan seksama ide yang dikemukakan peserta didik secara lisan dan tertulis, mempertimbangkan dan memberi informasi terhadap apa yang digali peserta didik dalam diskusi, serta memonitor, menilai, dan mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Tugas yang disiapkan diharapkan dapat menjadi pemicu bagi peserta didik untuk bekerja aktif. Soal yang diberikan adalah soal yang mempunyai jawaban divergen atau open ended task. Untuk mewujudkan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan, dirancang pembelajaran yang mengikuti tahap-tahap berikut.


(38)

1) Peserta didik membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (Think) untuk dibawa ke forum diskusi.

2) Peserta didik berinteraksi dengan teman satu kelompok untuk membahas isi catatan masing-masing (Talk). Dalam kegiatan ini peserta didik menggunakan bahasa dan kata-kata masing-masing untuk menyampaikan ide matematika dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalui interaksi peserta didik dalam diskusi. Diskusi diharap dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan. 3) Peserta didik mengkontruksi sendiri pengetahuan yang membuat pemahaman

dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan (Write).

Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih satu atau beberapa peserta didik sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawaban sedangkan kelompok lain diminta memberi tanggapan.

2.1.4. Model Pembelajaran Ekspositori

Pembelajaran ekspositori memusatkan kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi. Pada pembelajaran ekspositori dominasi guru banyak berkurang karena tidak terus menerus berbicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada waktu yang diperlukan saja (Suyitno, 2004: 4). Peserta didik tidak hanya mendengar dan mencatat tetapi juga mengerjakan soal latihan dan bertanya bila tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual atau klasikal. Pada pembelajaran ini peserta didik lebih aktif dibanding pembelajaran dengan metode ceramah.


(39)

Menurut Suherman (2003: 203), pada pembelajaran metode ekspositori, seorang guru menyampaikan pelajaran kepada pesertadidik di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya-jawab. Dalam metode ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Peserta didik tidak dituntut untuk menemukan materi itu sehingga materi pelajaran seakan-akan sudah jadi (Depdiknas 2008:30). Tujuan utama pembelajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai pada peserta didik (Dimyati 2002:172).

Dipandang sebagai model pembelajaran, pembelajaran ekspositori dilaksanakan dalam 5 tahap. Tahap pertama adalah Preparation (persiapan). Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk menerima pelajaran. Pada pelaksanaan model ekspositori, tahap persiapan merupakan tahap yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori sangat tergantung pada tahap persiapan. Guru mempersiapkan peserta didik dengan cara: (1) memberikan sugesti yang positif kepada peserta didik; (2) memulai dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran yang akan berlangsung; (3) mengingatkan kembali materi yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.

Tahap kedua adalah Presentation (penyajian). Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Hal yang harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah cara penyampaian materi pelajaran agar peserta didik dapat memahaminya dengan


(40)

mudah. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan tahap ini, yaitu: (1) penggunaan bahasa; (2) intonasi suara; (3) menjaga kontak mata dengan peserta didik; dan (4) menyelipkan beberapa gurauan yang menyegarkan.

Tahap ketiga adalah Correlation (korelasi). Tahap korelasi adalah tahap menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Tahap korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik peserta didik.

Tahap keempat adalah Generalization (menyimpulkan). Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Tahap menyimpulkan merupakan tahap yang sangat penting dalam model pembelajaran ekspositori, sebab melalui tahap ini peserta didik akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.

Tahap kelima atau tahap terkahir adalah tahap Application (aplikasi). Pada tahapan ini peserta didik berkesempatan untuk unjuk kemampuan masing-masing setelah mereka menyimak penjelasan guru. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui tahap ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh peserta didik. Teknik yang biasa dilakukan pada


(41)

tahap ini di antaranya (1) dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan, dan (2) dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran (Sanjaya, 2007:183).

2.1.5. Hasil Belajar

Sudjana (2005) menyatakan bahwa hasil belajar peserta didik adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.

Bloom sebagaimana disebutkan oleh Sudjana (2005) menyatakan bahwa secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam menguasai isi bahan pengajaran (Sudjana: 2005). Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu: (1) pengetahuan; (2) pemahaman; (3) aplikasi; (4) analisis; (5) sintesis; dan (6) evaluasi.

Salah satu aspek dalam ranah kognitif adalah aplikasi. Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau khusus, yang dapat berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Bloom sebagaimana dikutip oleh Sudjana (2005) membedakan delapan tipe aplikasi, yaitu: (1) menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk situasi baru yang dihadapi; (2) dapat menyusun kembali problemanya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai; (3) memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu prinsip atau


(42)

generalisasi; (4) mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generalisasi; (5) menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu; (6) meramalkan sesuatu yang terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu; (7) menentukan tindakan atau keputusan dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan; dan (8) menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.

2.1.6. Kemampuan Representasi Matematis

Jones dan Knuth (1991) mengemukakan representasi merupakan suatu model atau suatu bentuk alternatif dari suatu situasi masalah atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Dalam psikologi umum, representasi berarti membuat model konkret dalam dunia nyata ke dalam konsep abstrak atau simbol. Dalam psikologi matematika, representasi bermakna deskripsi hubungan antara objek dengan simbol.

Representasi yang dimunculkan oleh peserta didik merupakan ungkapan dari gagasan atau ide matematis yang ditampilkan peserta didik dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapi (NCTM, 2000: 67). Cai, Lane, dan Jacabsin (1996: 243) memandang representasi sebagai alat yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematis yang bersangkutan.

Menurut Pape dan Tchosanov, sebagaimana dikutip oleh Luitel (2001) menyatakan bahwa terdapat empat gagasan yang digunakan dalam memahami konsep representasi: (1) representasi dapat dipandang sebagai abstraksi internal


(43)

dari ide-ide matematis atau skema kognitif yang dibangun oleh peserta didik melalui pengalaman; (2) representasi dipandang sebagai reproduksi mental dari keadaan mental yang sebelumnya; (3) representasi dipandang sebagai sajian secara struktur melalui gambar, simbol, ataupun lambang; keempat, sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain.

Menurut beberapa pendapat yang telah diuraikan sebelumnya dapat dikatakan bahwa representasi matematis adalah ungkapan dari ide matematis yang ditampilkan peserta didik sebagai model atau bentuk alternatif dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapi sebagai hasil dari interpretasi pikirannya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, verbal, benda konkret, atau simbol matematika. Representasi merupakan unsur yang penting dalam teori pembelajaran matematika, tidak hanya pemakaian sistem simbol yang juga penting dalam matematika dan kaya akan kalimat dan kata, beragam dan universal, tetapi juga karena matematika mempunyai peranan penting dalam mengkonseptualisasi dunia nyata.

Matematika merupakan hal abstrak, maka untuk mempermudah dan memperjelas dalam penyelesaian masalah matematika, representasi sangat berperan, yaitu untuk mengubah ide abstrak menjadi konsep nyata, misalnya dengan gambar, simbol, kata-kata, grafik, tabel, dan lain-lain. Selain itu matematika memberikan gambaran yang luas dalam hal analogi konsep dari berbagai topik yang ada. Dengan demikian diharapkan peserta didik memiliki akses ke representasi dan gagasan yang mereka tampilkan, maka mereka memiliki


(44)

sekumpulan alat yang secara signifikan siap memperluas kapasitas mereka dalam berpikir secara matematis (NCTM, 2000).

Pada dasarnya representasi dapat dinyatakan sebagai representasi internal dan representasi eksternal. Representasi eksternal berhubungan dengan proses berpikir tentang ide matematis yang kemudian dikomunikasikan dalam bentuk verbal, gambar, dan benda konkret. Represenatsi internal berhubungan dengan proses berpikir tentang ide matematis yang memungkinkan pemikiran seseorang bekerja atas dasar ide tersebut. Goldin (2002: 208) mengatakan bahwa representasi eksternal adalah hasil perwujudan untuk menggambarkan segala sesuatu yang dikerjakan seseorang secara internal atau dalam representasi internalnya.

Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari dalam pikiranyya. Tetapi representasi internal itu dapat disimpulkan atau disuga berdasarkan representasi eksternalnya, misalnya dari pengungkapan melalui kata-kata; melalui tulisan berupa simbol, gambar, grafik, tabel, ataupun dengan alat peraga. Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika berhadapan dengan suatu masalah.

Menurut Schnotz, sebagaimana dikutip oleh Gagatsis dan Elia (2004) membagi representasi eksternal dalam dua kelas yang berbeda yaitu descriptive dan depictive representation. Descriptive representation terdiri atas simbol yang mempunyai struktur sebarang dan dihubungkan dengan isi yang dinyatakan secara sederhana dengan makna dari suatu konvensi, yaitu teks. Sedangkan depictive


(45)

representation termasuk tanda-tanda iconic yang dihubungkan dengan isi yang dinyatakan melalui fitur struktural yang umum secara konkret atau pada tingkat yang lebih abstrak, yaitu visual display.

Cai, Lane dan Jacabsin (1996: 243) menyatakan bahwa ragam representasi yang sering digunakan dalam mengkomunikasikan matematika antara lain: (1) sajian visual; (2) pernyataan matematika atau notasi matematika; (3) teks tertulis yang ditulis sendiri dengan bahasa sendiri baik formal ataupun informal, ataupun kombinasi semuanya. Menurut Steffe, et. al., sebagaimana dikutip oleh Alhadad (2010) menggolongkan representasi menjadi verbal, gambar, benda konkret, tabel, model-model manipulatif atau kombinasi semuanya. Shield dan Galbraih, sebagaimana dikutip oleh Alhadad (2010) menyatakan bahwa peserta didik dapat mengkomunikasikan penjelasan mereka tentang strategi matematis atau solusi dalam berbagai cara, yaitu secara simbolis, secara verbal, dalam diagram, grafik atau dengan tabel data.

Menurut Lesh, Post dan Behr, sebagaimana yang dikutip oleh Alhadad (2010) membagi representasi yang digunakan dalam pendidikan matematika dalam lima jenis, meliputi: (1) representasi dunia nyata; (2) representasi konkret; (3) representasi simbol aritmetika; (4) representasi bahasa lisan atau verbal; dan (5) representasi gambar atau grafik. Representasi simbol aritmetika, representasi bahasa lisan atau verbal, dan representasi gambar atau grafik lebih abstrak dan merupakan tingkat kemampuan representasi yang lebih tinggi dalam memecahkan masalah matematis. Kemampuan representasi bahasa atau verbal adalah kemampuan menerjemahkan sifat-sifat yang diselidiki dan hubungannya dalam


(46)

masalah matematis ke dalam representasi verbal atau bahasa. Kemampuan representasi gambar atau grafik adalah kemampuan menerjemahkan masalah matematis ke dalam gambar atau grafik. Sedangkan kemampuan representasi simbol aritmetika adalah kemampuan menerjemahkan masalah matematis ke dalam representasi rumus aritmetika.

Pada beberapa penggolongan representasi dapat dikatakan bahwa pada dasarnya representasi dapat digolongkan menjadi: (1) representasi visual (gambar, diagram grafik, dan tabel); (2) representasi simbolik (pernyataan matematis atau notasi matematis, numerik atau simbol aljabar); dan (3) representasi verbal (teks tertulis). Penggunaan semua jenis representasi dapat dibuat secara lengkap dan terpadu dalam pengujian suatu masalah yang sama atau dengan kata lain representasi matematis dapat dibuat secara beragam.

Aktivitas pembelajaran matematika yang melibatkan peserta didik berlatih dan berkomunikasi dengan menggunakan ragam representasi menyebabkan lingkungan pembelajarannya menjadi lebih kaya (Mc. Coy, Baker, dan Little, 1996: 44) lebih lanjut dikatakan dalam pembelajaran matematika di kelas, representasi tidak harus terikat pada perubahan satu bentuk ke bentuk lainnya dalam satu arah, tetapi bisa dua arah atau bahkan dalam multi arah.

NCTM (2000) menetapkan standar bagi peserta didik yang dikatakan kemampuan representasi matematis yang baik, apabila selama pembelajaran di kelas peserta didik memiliki kemampuan untuk.

1) Menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematis.


(47)

2) Memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematis untuk memecahkan masalah.

3) Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematika.

Ansari (2003) memaparkan bentuk-bentuk representasi dapat berupa sajian visual seperti gambar (drawing), grafik/bagan (chart), tabel, dan ekspresi matematis (mathematical expressions). Apabila dirangkum dalam indikator representasi matematis secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Indikator Kemampuan Representasi Matematis

No Aspek Representasi Indikator

1. Visual atau gambar Membuat gambar bangun geometri untuk menjelaskan masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya.

2. Simbolik atau ekspresi matematis

Penyelesaian masalah dengan melibatkan representasi matematis. 3. Verbal atau teks tertulis 1. Menuliskan interpretasi dari suatu

representasi.

2. Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan kata-kata.

3. Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis.

Sumber: Ansari (2003) 2.1.7. Self Concept

Menurut Brooks sebagaimana dikutip oleh Rakhmat (2009: 99), self concept atau konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derivred from experiences and our interaction with other”. Jadi konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa


(48)

yang kita rasakan tentang diri kita masing-masing. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif tetapi juga gambaran kita tentang diri kita. Jadi konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan tentang diri kita sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah sebagai berikut. 1) Orang lain (significant others)

Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh sama terhadap diri kita.

Mead dalam Rakhmat (2009: 101) mengatakan bahwa “mereka

(significant others) adalah orang lain yang sangat penting.” Orang lain dalam pembelajaran matematika ini adalah guru dan peserta didik lainnya yang mempunyai ikatan emosional dalam pembelajaran. Dari guru dan peserta didik lain secara perlahan-perlahan peserta didik membentuk konsep diri. Senyuman, pujian, penghargaan, dan pelukan menyebabkan peserta didik menilai diri secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat peserta didik memandang diri secara negatif.

2) Kelompok Rujukan (Reference Group)

Kelompok rujukan adalah kelompok yang secara emosional mengikat peserta didik. Peserta didik mengarahkan perilaku dan menyesuaikan diri dengan ciri-ciri kelompoknya. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap peserta didik bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya.


(49)

Fennema dan Sherman (1976) memaparkan bahwa peserta didik memiliki self concept yang baik apabila memenuhi enam aspek self concept. Apabila dirangkum dalam indikator self concept secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 2 Indikator Self Concept

No Aspek Self Concept Indikator

1. The attitude toward success in mathematics

1. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati.

2. Dapat menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.

2. The teacher Memandang sikap guru selama proses belajar mengajar meliputi sikap dan kepercayaan diri guru dalam mengkondisikan peserta didik selama proses belajar mengajar.

3. The confidence in learning mathematics

Percaya diri dalam mengikuti setiap tahapan proses belajar matematika, seperti saat berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi.

4. The mathematics anxiety Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan dan menyelesaikan permasalahan matematika.

5. The effectance motivation in mathematics

1. Memiliki motivasi tinggi dalam belajar matematika.

2. Memiliki motivasi tinggi dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

6. The mathematics usefulness 1. Yakin bahwa matematika berguna dalam setiap kegiatan sehari-hari.

2. Yakin bahwa matematika berguna dalam kehidupannya sekarang maupun mendatang.


(50)

2.1.8. Kajian Materi Dimensi Tiga

Standar kompetensi materi pokok dimensi tiga yaitu menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga. Kompetensi dasar materi pokok dimensi tiga antara lain menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga, menentukan jarak dari titik ke garis, dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga, serta menentukan besar sudut antara garis dan bidang dan antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga. Pada penelitian ini peneliti akan mengkaji materi dimensi tiga tentang menentukan, kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga, serta menentukan jarak dari titik ke garis, dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga.

1. Titik, Garis, dan Bidang a. Garis

Garis mempunyai ukuran panjang tidak terbatas dan tidak mempunyai ukuran lebar. Namun sebuah garis dapat dinyatakan dengan menyebutkan wakil dari garis tersebut menggunakan huruf kecil: g, h, k atau menyebutkan nama segmen yang terletak pada garis tersebut. Garis dibangun oleh dua buah titik beda. Ukuran panjang garis tak hingga.Gambar situasinya seperti pada Gambar2.1.

Gambar 2.1 Garis k yang dibangun oleh Titik A dan TitikB. A


(51)

(1) Ruas garis

Ruas garis dibangun oleh dua titik.Titik-titik itu disebut ujung garis.A dan B merupakan titik-titik ujung ruas garis AB. Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ruas Garis AB yang Dibangun oleh Titik A dan TitikB. (2) Sinar garis

Sinar garis dibangun oleh satu titik. Titik itu disebut ujung sinar garis.Ukuran panjang sinar garis tak hingga.Pilih titik B pada sinar garis. Sinar garis itu diberi nama sinar garis AB. Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar2.3.

Gambar 2.3 Sinar Garis AB. (3)Bidang

Suatubidang dapat dianggap sebagai himpunan dari titik-titik.“A plane can also be thought of a set of points” (Clemens,1984). Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Bidang U. 2. Proyeksi

a. Proyeksi titik pada garis.

A B

A B


(52)

Dipunyai titik A di luar garis . Pilih pada sehingga . Titik disebut proyeksi pada .

Proyeksi titik pada garis berupa sebuah titik, yaitu titik . b. Proyeksi garis pada garis.

Suatu garis dapat diproyeksikan pada garis jika garis dan sebidang. (1) Kasus .

Pilih A dan B pada l.

Tulis A‟ : proyeksi A pada , dan B‟ : proyeksi B pada . Jelas A‟ = B‟ = (l , ).

Jadi, proyeksi l pada dengan berupa suatu titik.Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Proyeksi Garis pada Garis yang Saling Tegak Lurus. (2) Kasus .

Pilih A, B pada l.

Tulis A‟ : proyeksi A pada ; B‟ : proyeksi B pada ; dan l : proyeksi l pada . Jadi l’ = A‟B‟= .


(53)

Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Proyeksi Garis pada Garis yang Saling Sejajar. (3) Kasus .

Pilih A, B pada l.

Tulis A‟ : proyeksi A pada , B‟ : proyeksi B pada . A‟B‟ merupakan proyeksi lpada .

Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Proyeksi Garis pada Garis yang Saling Berpotongan. c. Proyeksi titik pada bidang

Dipunyai A suatu titik di luar bidang U. Melalui A, bangun garis yang tegak lurus U. Titik disebut proyeksi A padaU. Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.8.

Gambar 2.8Proyeksi Titik pada Bidang. d. Proyeksi garis pada bidang

(1) Kasus garispada bidang.

A B

A B

U


(54)

Proyeksi garis l pada bidang U dengan l pada U adalah l‟ dengan l‟= l. Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Kasus (1), Proyeksi Garis pada Bidang. (2) Kasus tidak pada .

a. Kasus .

Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar2.10.

Gambar 2.10 Kasus (2)a, Proyeksi Garis pada Bidang. Pilih .

Tulis A‟ : proyeksi A pada U; dan B‟: proyeksi Bpada U. Jelas dan . ′ .

Jadi persegi panjang. Jadi ′ .

Proyeksi garis l pada bidang U berupa sebuah garis pada bidang U yang sejajar dengan l.

b. Kasus .

l‟

U A

B’

A

l B

l‟ = l


(55)

Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.11

Gambar 2.11 Kasus (2)b, Proyeksi Garis pada Bidang. Proyeksi berupa sebuah titik.

c. Kasus . Pilih Jelas

Tulis A‟ : proyeksi titik A pada bidangU; dan B‟: proyeksi titik B pada bidangU.

Jelas A‟B‟ proyeksi garis pada bidang U. Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Kasus (2)c, Proyeksi Garis pada Bidang. 3. Garis tegak lurus bidang

(1). Definisi

“A line l is called perpendicular to a plane U if and only if l perpendicular to each line in U which pass (l, U).” (Clemens, 1984). Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.13.

U

l

P’

P

A

B

U

T B’


(56)

Gambar 2.13Garis Tegak Lurus Bidang.

semua garis di U yang melalui (l , U). (2). Teorema

(1) . Bukti:

( ) Dipunyai Ambil sembarang . Buat garis ′ . Jelas ,

jadi .

Jadi .

Sehingga

Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Pembuktian 1, Teorema Ketegaklurusan 1. ( ) Dipunyai

U

l

U

l


(57)

Ambil sembarang yang melalui (l, V). Jelas .

Jadi .

Sehingga

Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.15.

Gambar 2.15Pembuktian 2, Teorema Ketegaklurusan 1. (2) .

Bukti:

( ) Dipunyai .

Ambil sembarang yang berpotongan. Buat garis ′ ′ . Jelas , jadi . Jadi dua garis di V yang berpotongan.

Jadi, . Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.16.

l

T l


(58)

Gambar 2.16Pembuktian 1, Teorema Ketegaklurusan 2. ( ) Dipunyai dua garis di V yang berpotongan.

Ambil sembarang dan T = . Buat garis dan .

Jelas , jadi dan .

Jadi semua garis di V yang berpotongan di , sehingga .

Jadi, dua garis di V yang berpotongan . Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Pembuktian 2, Teorema Ketegaklurusan 2. Jadi

4. Jarak pada bangun ruang a. Jarak Titik ke Titik

Dipunyai 2 titik A dan B.

Tulis : ukuran jarak titik A ke B.

Jelas : ukuran panjang ruas garis AB.Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Jarak Titik ke Titik.

U

l


(59)

b. Jarak Titik ke Garis (1). Kasus A pada .

Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar2.19.

Gambar 2.19 Kasus (1), Jarak Titik ke Garis. Didefiniskan .

(2). Kasus A tidak pada :

Dipunyai A . Tulis A‟: proyeksi Apada .Jelas )=AA‟. Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.20.

Gambar 2.20 Kasus (2), Jarak Titik ke Garis. c. Jarak titik ke bidang

Dipunyai . Tulis A‟ proyeksi A pada U.

Jelas .Situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.21.

Gambar 2.21Jarak Titik ke Bidang. d. Jarak dua garis sejajar

Dipunyai . Ambil sembarang titik .

Tulis A‟ proyeksi Apada . .Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar2.22.

l


(60)

Gambar 2.22 Jarak Dua Garis Sejajar. e. Jarak dua garis bersilangan

Dipunyai l dan g bersilangan. Bangun bidang U melalui g dan . Bangun bidang V melalui l dan . Tulis (U, V) .

.

Jelas

Jadi .Gambar situasinya seperti diperlihatkan Gambar2.23.

Gambar 2.23 Jarak Dua Garis Bersilangan. f. Jarak garis dan bidang yang sejajar

m l

B V

U

U

l k


(61)

Dipunyai . Pilih

.

Jelas .Situasinya seperti diperlihatkan Gambar 2.24.

Gambar 2.24 Jarak Garis Dan Bidang Yang Sejajar. g. Jarak dua bidang sejajar

Dipunyai . Pilih

Tulis : proyeksi titik pada bidang .

Jelas . Situasinya seperti diperlihatkan Gambar2.25.

Gambar2.25 Jarak Dua Bidang Sejajar. 2.2. Hasil Penelitian Relevan

Hasil penelitian Helmaheri (2004) tentang pengembangan kemampuan komunikasi matematis peserta didik SLTP melalui pembelajaran Think Talk Write dalam kelompok kecil menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis

A‟

U A


(62)

dan pemecahan masalah peserta didik yang belajar menggunakan model pembelajaran Think Talk Write lebih baik dibanding dengan peserta didik yang dikenakan model konvensional. Hasil belajar pada kelompok kooperatif berada pada tingkat sedang mendekati cukup, sedangkan pada kelompok konvensional masih berada pada tingkat kurang.

Sedangkan pada penelitian Setiaji (2014) diperoleh hasil bahwa dengan model pembelajaran Think Talk Write dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik secar signifikan. Selain itu pada penelitian Setiaji (2014) disebutkan bahwa dengan pembelajaran Think Talk Write 89% peserta didik memperoleh nilai lebih dari KKM sebesar 71.

Pada kedua penelitian terkait yang telah disebutkan diperoleh hasil bahwa model pembelajaran Think Talk Write efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menguji keefektifan model pembelajaran Think Talk Write terhadap salah satu aspek kemampuan komunikasi matematis peserta didik, yaitu kemampuan representasi matematis. Selain itu yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Helamaheri dan Setiaji adalah peneliti meneliti aspek salah satu afektif peserta didik yaitu self concept. Untuk mengukur aspek afektif ini peneliti menggunakan metode kuesioner dengan instrumen skala sikap. Perbedaan lainnya adalah peneliti menggunakan model pembelajaran ekspositori sebagai pembanding, sedangkan pada penelitian Helmaheri menggunakan pembelajaran konvensional sebagai pembanding.


(63)

2.3. Kerangka Berpikir

Mata pelajaran matematika mempunyai tujuan agar peserta didik dapat merepresentasikan permasalahan yang ada secara matematis dan menemukan solusi penyelesaiannya. Representasi matemastis yang baik akan mempermudah peserta didik menyelesaikan permasalahan yang ada. Kesulitan dalam merepresentasikan permasalahan yang diberikan masih dialami oleh para peserta didik. Hal ini dibuktikan dari hasil kajian pendahuluan yang peneliti lakukan di salah satu SMA Swasta di Semarang, dari 2 soal representasi matematis yang diberikan, tidak ada satu peserta didik pun dari 30 peserta didik yang dapat menyelesaikan dengan benar soal tersebut.

Representasi tidak hanya dapat dilakukan secara individual. Peserta didik dapat mencari ide atau gagasan dan merepresentasikannya secara berkelompok. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru dengan menggunakan pembelajaran dengan model Think Talk Write. Model Think Talk Write tidak hanya mengajarkan peserta didik untuk berpikir secara sistematis sebelum mengerjakan namun juga mengajarkan peserta didik untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan berani mengemukakan pendapat. Peserta didik dapat memperoleh persepsi, ide, dan gagasan baru yang dapat mempengaruhi hasil representasi mereka dengan bersosialisasi. Dengan pembelajaran Think Talk Write diharapkan peserta didik mampu meningkatkan kemampuan representasi matematis mereka.

Self concept menandakan suatu konsep diri yang konsisten, terorganisir, terdiri atas persepsi tentang aku sebagai subjek atau aku sebagai objek dan


(64)

persepsi tentang hubungan aku dengan orang lain dan berbagai aspek hidup. Self concept akan mengalami perubahan dan perkembangan dan akhirnya menjadi fokus pembentukan kepribadian. Dengan self concept peserta didik yang baik pada pembelajaran matematika maka kemampuan pemahaman konsep dalam pembelajaran menggunakan model Think Talk Write dapat meningkat secara optimal

Dengan demikian pembelajaran Think Talk Write pada materi dimensi tiga lebih efektif dari pembelajaran ekspositori. Hal ini ditunjukkan dengan ketuntasan belajar yaitu peserta didik dipandang tuntas belajar jika ia mampu mencapai tujuan pembelajaran dengan nilai minimal 72, sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang memperoleh nilai minimal 72 sekurang-kurangnya 80% dari jumlah peserta didik yang ada dikelas tersebut.

Kerangka berpikir secara singkat dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.26 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian Non Tes (Self concept) dan Tes (Representasi Matematis)

Mula

Selesa Dimensi Tiga

TTW Eksposito

Sikap dan Nilai Tes


(65)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah.

4) Rata-rata nilai kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan model pembelajaran Think Talk Write memenuhi KKM dan persentase ketuntasan belajar klasikal.

5) Kemampuan representasi matematis peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran Think Talk Write lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran ekspositori.

6) Self concept peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran Think Talk Write lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran ekspositori.


(66)

49

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel Penelitian 3.1.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 117). Sedangkan menurut Arikunto (2006: 130) populasi adalah keseluruhan objek yang akan/ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X semester 2 SMA Islam Sultan Agung 1 Tahun Ajaran 2013/2014 sebanyak 235 peserta didik yang terbagi dalam 8 kelas yaitu kelas X-1 sampai dengan kelas X-8. 3.1.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006: 131). Sugiyono (2009: 117) menyebutkan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penelitian dilakukan dengan mengambil subjek peserta didik kelas X SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014. Peserta didik yang yang dijadikan subjek penelitian berada pada tingkat yang sama dan tidak ada kelas unggulan sehingga peserta didik sudah tersebar secara acak pada kelas yang telah ditentukan. Oleh karena itu, teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Sudjana (2002: 173) menyebutkan dalam sampling ini populasi dibagi menjadi beberapa kelompok atau cluster. Secara acak diambil beberapa


(67)

sampel kelompok yang dibutuhkan. Setiap anggota yang berada dalam kelompok tersebut merupakan sampel yang dibutuhkan dalam penelitian. Kelompok atau cluster yang dimaksudkan adalah semua kelas X SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang, yaitu kelas X-1 sampai X-8. Dari pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling peneliti memperoleh kelas X-2 sebagai kelas eksperimen, kelas X-7 sebagai kelas kontrol, dan kelas X-1 sebagai kelas uji coba. Kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing terdiri dari 30 peserta didik. Kelas eksperimen yang diberikan suatu perlakuan yaitu pembelajaran dengan model Think Talk Write. Pembelajaran untuk kelas kontrol menggunakan model pembelajaran ekspositori. Kelas uji coba digunakan untuk menguji coba instrumen yang akan digunakan dalam penelitian.

3.2. Variabel Penelitian

Dalam Sugiyono (2009: 61) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel independen atau variabel bebas (X) dan variabel dependen atau variabel terikat (Y). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think Talk Write, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan representasi matematis dan self consept peserta didik.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dawali dengan menentukan populasi dan memilih sampel dari populasi yang ada. Pemilihan sampel yang dilakukan dengan random sampling, yaitu pemilihan sampel secara acak. Sampel diambil sebanyak dua


(68)

kelas, yaitu satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Sedangkan untuk uji coba dipilih satu kelas lagi selain kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran Think Talk Write, sedangkan pada kelas kontrol diterapkan model pembelajaran ekspositori. Pada akhir pembelajaran, kedua kelompok tersebut diberi tes evaluasi yang sama sebagai tes akhir berupa tes kemampuan representasi matematis sebagai evaluasi pembelajaran dan skala sikap self concept.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Randomized Subjects Posttest Only Control Group Design

Grup Perlakuan Postes

(R) Eksperimen X Y2

(R) Kontrol - Y2

(Sukardi, 2008: 185) Keterangan:

X : Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Think Talk Write.

Y : Kemampuan representasi matematis dan self concept peserta didik.

Penelitian yang dilakukan di SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan pada masing-masing kelas control dan eksperimen. Penelitian dilaksanakan bulan April sampai dengan bulan Mei 2014. Saat penelitian, pada kelas eksperimen, tiga pertemuan pertama digunakan untuk pemberian materi pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Think Talk Write dan satu pertemuan digunakan untuk tes evaluasi kemampuan representasi matematis dan self concept peserta didik. Pada kelas kontrol, tiga pertemuan pertama digunakan untuk pemberian materi dengan model pembelajaran


(1)

280 Lampiran 41

UJI HIPOTESIS III

Hipotesis:

: (rata-rata skor self concept peserta didik yang memperoleh pembelajaran Think Talk Write kurang dari atau sama dengan

peserta didik yang memperoleh pembelajaran ekspositori ).

: (rata-rata skor self concept peserta didik yang memperoleh pembelajaran Think Talk Write lebih dari peserta didik yang memperoleh pembelajaran ekspositori).

Kriteria:

Kriteria pengujiannya adalah dengan , diterima apabila dan ditolak apabila .

Rumus:

̅ ̅ √

Perhitungan: ̅ ; ̅ ; ; . ; ; √

Diketahui bahwa thitung = 2,429 > ttabel = 2,002, sehingga Ho ditolak. Artinya

rata-rata skor self concept peserta didik yang memperoleh materi dengan pembelajaran Think Talk Write lebih dari rata-rata skor self concept peserta didik yang memperoleh pembelajaran ekspositori.


(2)

281 Lampiran 42


(3)

282 Lampiran 43


(4)

283 Lampiran 44


(5)

284 Lampiran 45


(6)

285 Lampiran 46

Pembelajaran di Kelas Eksperimen