Subjek I Hasil Penelitian

60
 
 
 
 Berikut ini adalah penjelasan mengenai regulasi emosi negatif pada masing- masing subjek.

1. Subjek I

Subjek I menyajikan regulasi pada emosi marah, sedih, cemas, malu-rasa bersalah dan iri. a. Marah Subjek memonitor emosi marahnya dengan menyadari dan memahaminya. Subjek sering merasakan emosi marah secara kuat. Marah yang dirasakan tidak berlangsung lama. Subjek seringkali marah secara verbal dengan mengomel dan berteriak serta secara fisik subjek berkelahi. Subjek merasakan lelah setelah berkelahi. Perasaan marah subjek membuatnya tidak nyaman. Kemarahan subjek disebabkan beberapa hal, yang pertama adalah terus-menerus diganggu teman. Subjek berpikir setengah-setengah, tidak jelas, dan kosong setelah marah dengan temannya. Kedua, subjek terus-menerus diejek ayahnya. Emosi marah tersebut mengakibatkan subjek berteriak hingga mobil yang ditumpanginya mogok. Subjek merasa dirinya menjadi penyebab mobilnya mogok tetapi dia tidak mampu berbuat apa-apa untuk membantu ayahnya memperbaiki mobil tersebut. Subjek menyatakan bahwa kemarahannya tersebut adalah yang paling besar. Ibu subjek juga melihat penyebab kemarahan subjek karena dikatakan sebagai pembohong seperti yang dinyatakan berikut ini: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
 
 
 
 OS1, W1 sb 624-629, 1189-1190 dan 1207-1208 Kalau untuk emosi Pr yang marah itu. Marahnya dia masih... masih ini ya... kalau saya ngomong sih ngga terlalu, kecuali yang parah. Kalau pernah terjadi dia marah sekali sama bapaknya, langsung yang namanya mobil mogok. Dianggep dia bohong, padahal dia ngga bohong. Itu marahnya luar biasa. Dashboard mobil dipukul ama tangan dia, langsung mogok mobil itu. Ketiga, subjek sering disalahkan oleh gurunya. Guru subjek selalu menyalahkan subjek karena terlihat lemas di sekolah. Subjek berusaha menjelaskan bahwa ia lemas karena mengobati orang yang sakit satu hari sebelumnya, tetapi guru subjek tidak mau mengerti. Sikap gurunya yang tidak mau mengerti membuat subjek kesal, tetapi tidak mungkin ia menentang gurunya. Subjek menyadari menentang gurunya hanya akan membuatnya semakin dimarahi dan nilainya anjlok. Salah satu penyebab subjek marah terlihat dari pernyataan berikut ini: S1, W1, sb 350-355, 357-361, 379-383, 386-388, 392-400, dan 405-414 T: Kalo Pr, pernah ga Pr itu merasa marah? J: Pernah T: Na seberapa sering Pr itu merasa marah? J: Sering soalnya sering dijailin T: Sering dijailin sama siapa? J: Temen T: Seringnya sesering apa munculnya? J: Kadang kalo… pokoknya kalo dijailin pertama aku ga marah, tapi kalo udah kedua ketiga gitu. Dah, aku marah. T: Hal apa yang membuat Pr merasa marah banget? J: Kadang kalo lagi ga ngapa-ngapain gitu, ya dijailin, terus ditendang-tendangin ato apalah gitu. A..ku marah, salah tonjok. T: Kalo yang marah biasa? J: Kalo yang marah biasa, misalnya dia tu ngata- ngatain gitu ya. T: Selain dengan temen, apa yang membuat Pr itu merasa marah sekali. J: Apa ya.. ga tau deh. Apa ya? Marah e… dikelitikin. T: Dikelitikin sama siapapun itu? J: Heeh, cuma kalo misalnya sudah parah. Kalo dikelitikin biasa ga pa pa, tapi kalo digelitikin terus aku ga kuat nahan gelinya aku marah-marah, paling itu. T: Biasanya… apa yang membuat Pr marah? J: Apa ya... Em.… e… ga tau deh.T: e…J: kalo ma temen-temen aku… Paling diganggu-gangguin terus. T:Kalo… kalo di, selain sama temen-temen, hal apa yang membuat Pr merasa marah? J: Kalo tiba-tiba ditonjokin gitu T: Heeh J: aku marah, terus lama-lama… Subjek mengevaluasi emosi marahnya dengan mengelola dan menyeimbangkan emosi tersebut. Subjek menyeimbangkan emosi marah dengan cara yang berbeda berdasarkan penyebabnya. Pertama, bila penyebab marah adalah terus-menerus diganggu temannya, maka cara 62
 
 
 
 menyeimbangkan emosinya adalah dengan memaafkan temannya. Setelah memaafkan temannya perasaan marah subjek hilang. Kedua, bila subjek marah karena terus-menerus diejek ayahnya, maka cara menyeimbangkan emosinya adalah menahan marah dengan tidak berteriak. Ketiga, kesal karena disalahkan guru terus. Rasa kesal ini dikelompokkan ke dalam emosi marah menurut Goleman 2007. Subjek memilih untuk diam, menahan kekesalannya. Subjek menceritakan segala yang dirasakan kepada ibunya dan merasa tenang. Dapat disimpulkan bahwa ketika marah subjek menyeimbangkan emosi tersebut dengan memaafkan dan menahannya. Subjek belum melakukan modifikasi terhadap emosi marahnya karena ia belum mengubah emosi marahnya menjadi sesuatu yang memotifasinya. Strategi regulasi marah yang dilakukan oleh subjek adalah selfblam menganggap dirinya sebagai penyebab mobilnya mogok dan mencari kenyamanan pengasuh ibunya. b. Sedih Subjek memonitor emosi sedihnya, dengan menyadari dan memahaminya. Subjek merasakan emosi sedihnya lebih kuat dari emosi marah meskipun emosi sedih tidak sering muncul. Emosi sedih yang timbul sangat kuat sehingga subjek merasa bahwa keadaan tersebut sulit dikendalikan dan berlangsung lama. 63
 
 
 
 Kesedihan yang sangat kuat membuat subjek menangis. Penyebab subjek sedih adalah melihat gambaran mengerikan tentang bencana alam dan banyak orang meninggal yang akan terjadi. Gambaran akan terjadinya bencana alam yang dilihat subjek seperti film yang muncul dan hilang secara tiba-tiba. Subjek merasa tidak nyaman kalau pikirannya terus terganggu dengan gambaran bencana yang dilihatnya. Subjek ingin membuat dirinya lebih tenang dan nyaman. Kesedihan yang dirasakan oleh subjek ketika melihat gambaran bencana alam lebih dalam dibandingkan kesedihan subjek ketika bencana benar-benar terjadi. Pernyataan subjek yang mengungkapkan hal tersebut adalah: S1, W1, sb 457-488 J:Trus kalo ada banyak orang yang meninggal gitu ya… sedih gitu, selalu sedih. T:Heeh… seberapa sering sedih itu? Yang ya…J:Setiap kali dimunculin kaya gitu, yang ngeri-ngeri gitu sedih. Sedih tapi ketakutan. T:Ketakutan, kenapa ketakutan? J:Karena… seremin, kalo biasa diliatin yang serem, serem. Tapi kalo yang enak yang ga payah gitu yang bagus gitu, ya ga payah diliatinnya… seneng. T:Tapi itu yang kaya film tadi itu?Yang nakutin itu kaya apa sih Pr? J:Kaya bencana alam, terus banyak orang yang meninggal gitu trus aku sedih ngeliatainnya. T:Oke. Nah kalo, seberapa kuat rasa sedih yang muncul itu? J:Ya biasa kuat banget. T:Kuat banget. Lebih kuat dari rasa marah, atau gimana? J:Kalo aku sedih, biasa lebih… kalo sedih, sekali sedih lebih kuat. Hal tersebut didukung pernyataan ibunya sebagai berikut: OS1, W1 sb 659-668 T:Rasa sedihnya itu kuat? Sekuat apa?J:Sangat kuat. Kadang sampai nangis..T:Itu berapa hari? Atau..J:Makanya tergantung itu... tergantung dari gejala alamnya ini. Semakin berat ya semakin dalem. Semakin dalem dan.. untuk menenangkannya butuh waktu juga. Karena pengaruhnya ke jantung kalau dia. Jantung jadi ndrodok gitu. Subjek mengevalusi emosi sedih dengan mengelola dan menyeimbangkannya. Subjek menyeimbangkan kesedihannya dengan berpikir kalau memang bencana alam itu yang menjadi kehendak Tuhan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
 
 
 
 maka apa yang akan terjadi diserahkan kepada Tuhan. Subjek memikirkan kira-kira apa yang dapat dilakukan untuk membantu menghindari bencana alam yang akan terjadi. Subjek berdoa, memasrahkan segalanya kepada Tuhan, memikirkan hal yang lain dan mengerjakan PR. Subjek dibantu ibunya untuk mengelola emosinya tersebut dengan mendengarkan apa yang diceritakan subjek untuk mencurahkan kesedihan yang dirasakan. Hal-hal tersebut mampu mengurangi kesedihan subjek yang kemudian berangsur-angsur hilang. Subjek memodifikasi sedihnya dengan mengubah emosi tersebut agar mampu memotifasi hidupnya. Kesedihan subjek memotifasinya untuk semakin mendekatkan diri dan percaya kepada Tuhan. Subjek juga termotifasi untuk mengerjakan PR-nya. Subjek melakukan strategi regulasi emosi sedih refocus on planning, dengan mencoba memikirkan jalan keluar. Subjek melakukan strategi emosi sedih lain seperti menceritakan perasaannya pada ibunya agar tidak merasa sedih di dalam mencari kenyamanan dari pengasuh, berdoa meminta Tuhan untuk menghindarkan bencana yang dilihatnya melalui gambaran acceptance, meditasi melakukan kegiatan fisik yang menenangkan dan berusaha memikirkan hal yang lain seperti mengerjakan PR mengalihkan perhatian dari objek yang membuatnya stress. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan subjek berikut ini: S1, W1 sb 483-495, 499-503, 543-548 T: Lebih kuat. Bisa sampai berhari-hari atau? J: Kalo sehari itu langsung direlaksin gitu T: Heeh J: Langsung disantein, terus aku…aku lepasin aku kasih tau ke orang 65
 
 
 
 gitu, ke ibu gitu biasa lebih enak T: Direleksinnya biasa gimana, dengan cara apa? J: Jadi di… aku ngasih tau ke ibu gitu, abis itu tenang udah bisa ngeluarin gitu T: Heeh… Cuma itu aja, atau… bentuk relaksnya Pr selain cerita ke ibu apa? J: Biasa si itu, itu biar bisa dilepasin nggak sedih di sini terus memegang dada T: Biasanya meditasi juga Pr? mengangguk kalo meditasi itu biasanya ngapain, dapat apa dari meditasi itu? J: Tenang gitu, enak, jadi… seger gitu, jadi…atinya jadi enak terasa.. T: Kalo pas sedih itu sendiri, ni kan tadi kalo sedih berlalu, kalo pas sedih itu sendiri yang Pr lakukan apa? J: Ng…apa ya? Ngasih tau ibu, ngeluarin… T: Ngeluarin unek-unek itu aja? J: Iya, yah kalo ga nanti sedih di dalem S1, W2 sb 88-95, 144-147, 180-189 T: Biar ga ketaun. Perasaan Pr sendiri gimana? J: Ya sedih, banget. Cuma ya udah. Sedih banget sih cuma ya udah. T: Kalo bisa gimana? J: Aku minta biar terhindar la T: Mintanya dengan cara apa? J: Doa T: Lalu Pr mengatasi kesedihannya Pr itu gimana? J: Ya… dipikir, dibuat mikir yang lain T: Dibuat mikir yang lain? J: Kadang sih aku gitu agak lirih T: Gimana? J: Kadang aku gitu T: Heeh J: Misalnya waktu itu aku buat ngerjain PR, gitu-gitu… OS1, W1 sb 758-761 dan 935-936 Memang selama ini dia diem. Jadi apa yang dia rasakan dia diem, dia rasakan sendiri. Karena dia ngga mau saya sedih. Orang lain sedih ngga mau. Selalu. Kalau dia sedih pasti dia langsung nemplok saya. c. Cemas Subjek memonitor cemas dengan memahami latar belakang kecemasannya. Subjek jarang cemas tetapi perasaan yang muncul kuat. Kecemasan subjek disebabkan oleh ketakutan yang muncul pada saat proses mengobati. Subjek takut melewati batas waktu yang diberikan Tuhan. Lama tidaknya kecemasan yang dirasakan tergantung pada lamanya proses pengobatan yang dilakukan subjek. Batas waktu yang diberikan oleh Tuhan tergantung parah tidaknya penyakit yang diderita, sehingga semakin parah penyakit yang ditangani subjek semakin cemas. Kecemasan tersebut dapat membuat subjek menangis. Monitor subjek tampak dari pernyataan berikut: S1, W1 sb 561-612 T:Cemas. Takut? J:Iya. T:Pernah merasakan takut? J:Pernah. T:Biasanya seberapa e… sering rasa takut itu muncul? J:Jarang banget. T:Jarang? J:Jarang banget. T:E…ketika rasa takut itu muncul, rasa cemas itu muncul e… seberapa kuat rasanya itu, yang Pr 66
 
 
 
 rasain? J:Ga terlalu takut sih aku, soalnya ya… aku tetep percaya kalo Tuhan itu nglindungin jadi ya… aku ga terlalu takut. T:Kalo cemas? J:Cemas, itu hampir ga pernah. T:Cemas, khawatir gitu, hampir ga pernah merasakan itu? J:Pernah. T:Pernah? Biasanya apa yang menyebabkan Pr khawatir? J:Ya..kalo misalnya ngobatin gitu ya. Jangkauannya seha… ya tiga hari deh. Setelah tiga hari itu aku merasa cemas, soalnya e…itu. Soalnya batesnya nanti harus ngulang. T:Harus ngulang maksudnya gimana itu? J:Misalnya aku mesti ngobatin berapa kali ya, berturut-turut gitu ya… Terus… kalo misalnya lewat dari hari batesannya yang Tuhan kasih. Trus nanti ulang lagi dari awal. T:Pengobatannya diulang lagi dari awal? O.. Tuhan memberikan batesan itu tiga hari? J:Misalnya… misalnya… Bisa ada yang lima hari batesannya, kadang ga ada batesannya. Jadi bisa seminggu sekali, bisa dua hari sekali gitu. T:Em… tergantung itu beda-beda ya… terus masa-masa batas itu membuat Pr khawatir, selain itu yang biasanya membuat Pr khawatir atau cemas apa? J:Apa ya……… ya kadang kalo lagi takut kaya suara melirih kaya misalnya ada pesawat gitu ato ada orang sakit gitu cemas, takut, khawatir soalnya merasa sakit Subjek berpikir untuk mempersiapkan diri kalau memang harus mengulang proses pengobatan. Pernyataan tersebut termuat dalam percakapan sebagai berikut: S1, W1 sb 654-666 T:Pr kan merasa khawatir, merasa cemas. Nah setelah merasa itu, setelahnya… apa yang Pr pikirkan setelah itu? J;Kalo memang telat ya harus ngulang, terpaksa. Cuman kalo misalnya enggak ya, lega. T:Lega. Berarti tinggal meneruskan atau? J:Ya tinggal nerusin. Meneruskan…T:Perasaannya? J:E…perasaannya lega. Kalo misalnya, memang tinggal diterusin ya udah, tapi kalo misalnya nggak ya terpaksa aku… gituT:Terpaksa ngulangin dari awal lagi. J:Heeh. Subjek mengevaluasi emosi cemasnya dengan mengelola dan menyeimbangkan emosi tersebut. Subjek menyeimbangkan kecemasannya dengan percayaan bahwa Tuhan selalu melindungi sehingga subjek lebih rasional dan tidak terbawa dalam kecemasan yang mendalam. Hal tersebut dapat terlihat dari pernyataan: S1, W1 sb 573-575 Ga terlalu takut sih aku, soalnya ya… aku tetep percaya kalo Tuhan itu nglindungin jadi ya… aku ga terlalu takut 67
 
 
 
 Subjek memodifikasi kecemasannya dengan memasrahkan segala yang akan terjadi kepada-Nya. Hal tersebut membuat subjek lebih optimis dan tidak putus asa melanjutkan proses pengobatan. Strategi regulasi yang dilakukan subjek terhadap emosi cemasnya adalah acceptance. Subjek memiliki pola pikir menerima dan pasrah atas kejadian yang menimpanya untuk harus mengulang pengobatan atau tinggal meneruskannya saja. d. Malu-rasa bersalah Subjek memonitor emosi malu-rasa bersalah dengan menyadari dan memahami emosi tersebut. Subjek dalam proses wawancara menyatakan tidak pernah merasakan malu tetapi ia pernah merasa bersalah. Rasa bersalah yang dirasakan oleh subjek kuat. Subjek merasa bersalah jika orang lain celaka karena keisengannya dan jika subjek tidak berhasil mengobati orang lain sampai sembuh. Subjek menilai rasa bersalah ketika tidak berhasil menyembuhkan penyakit orang lain lebih kuat dibandingkan rasa bersalah ketika kejahilannya membuat orang lain celaka. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan subjek berikut ini: S1, W2 sb 4-28 dan 48-87 T:Terus kalo Pr pernah merasa malu ato merasa bersalah gak? J:E… pernah. T:Apa yang membuat Pr malu atau merasa bersalah? J:E… kalo rasa bersalah kadang kalo…T:Sory… heeh, kurang keras. J:Rasa bersalah kalo… itu apa, kalo nakalin orang gitu. T:Merasa bersalah kalo nakalin orang? Emang Pr pernah nakalin orang? J:Pernah. Ngejailin. T:Ngejailin. Kenapa kok ngejailin? J:Karna… iseng. T:Iseng. Rasa bersalahnya kenapa? J:Salah aja gitu. T:Yang paling meras… e… membuat Pr merasa bersalah apa biasanya? J:E… Ga tau deh, kayaknya cuman itu sih. T:Yang lainnya apa? J:Ga pa pa.T:Kalo ibu kemarin e… pernah cerita kalo Pr pernah merasa bersalah karena gak, gak bisa ngobatin orang itu bener gak? J:Gak bisa ngobatin 68
 
 
 
 orang.T:Heeh… gak berhasil ngobatin orang. J:Iya. Kan waktu itu ada urusan apa gitu. Jadi ga bisa kesana, pas ayah sakit ato apa, lupa. T:Yang terlambat dari sananya ato? J:E… ga tau, pokoknya kalo telat satu kali dua kali gitu, biasanya ga bisa. T:Biasanya ga bisa kalo terlambat. Heeh…dan itu…J:Tapi ada yang ga ada kan. Cuman kalo yang parah, biasa ada. T:Kalo yang parah? J:Ada batesnya. T:Ada batesnya. Dan yang membuat Pr merasa bersalah apanya dari situ? J:E… ya karna ga bisa, ga bisa nyembuhin sampe sembuh.T:Prya ga, ga bisa nyembuhin sampe sembuh J:Sampe sembuh.T:Tapi karena bates waktunya itu, bukan karena Prnya sendiri gitu? J:Bukan.T:Itu yang…Kenapa Pr kok merasa bersalah? J:Ya karena ga bisa nyembuhin. T:Sekuat apa rasa bersalah itu Pr? J:Kuat. Cuma ya mau gimana, cuman aku itu biasanya karena telat gitu waktunya, ada yang tinggal sehari gitu . Nah itu biasa, abis itu, biasa ga bisa.T:Ga bisa. Terus apa yang Pr lakukan waktu itu?J:Ya sedih. T:Sedih. Sedihnya gimana? J:Sedih aja OS1, W1 sb 989-991 Sering... sering dia merasa bersalah kalau dia ngga bisa membantu atau ngga bisa berbuat apa-apa itu Rasa bersalah subjek seperti terdapat dalam pernyataan di atas membuatnya sedih. Subjek tidak berhasil menyembuhkan orang yang sakit karena melewati batas waktu penyembuhan yang diberikan Tuhan. Subjek merasa bersalah meskipun keterlambatan waktu pengobatan disebabkan oleh keadaan atau ketidakdisiplinan orang yang sedang diobati. Subjek mengevaluasi rasa bersalahnya karena kegagalannya menyembuhkan dengan mengelola dan menyeimbangkan emosi tersebut. Subjek menyeimbangkan rasa bersalahnya dengan pura-pura tidak merasa sedih dan berpikir bahwa semuanya sudah berlalu dan tidak bisa diulangi lagi, itu sudah waktunya menurut Tuhan. Ibu membantu subjek dalam menyeimbangkan rasa bersalahnya dengan memberikan penjelasan. Salah satu pernyataan subjek yang mengungkapkan hal tersebut adalah: S1, W2, sb86-95 J:Ya udah… sedih cuma ga bisa ngapa-ngapain, pura-pura ga sedih aja. T:Kenapa kok pura-pura ga sedih? J:Ya biar ga ketauan. Biar ga ketaun. Perasaan Pr sendiri gimana? J:Ya sedih, banget. Cuma ya udah. Sedih banget sih cuma ya udah. T:Pr bisa nggambarin gak kesedihan Pr waktu itu? J:Ga tau sih soalnya udah lama, dah satu tahun Pernyataan yang lain adalah: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
 
 
 
 S1, W2 sb 108-130 T:Ga bisa nyembuhin itu. Em itu dalem sampe dalem berapa hari merasa sedihnya atau? J:Em… kalo, kalo bisa sampe beberapa hari, terus biasa mama tenangin. Terus mama jelasin dan tenang.T:Kalo udah mama jelasin J:Tenang T:Terus tenang. E……. nah e… setela itu, setelah Pr merasa bersalah baik itu tadi ga bisa ngobatin itu atau em… apa namanya ngisengin temen itu, itu apa yang Pr pikirin setelah itu. Yang ada dipikiran Pr? J:Ya udah biarin aja dehT:Maksudnya gimana?J:Maksudnya ya udah, dah lewat mau gimana. Masak kayak kemaren ga berhasil nyembuhin gitu masak mau disembuhin lagi, ya udah. Da lewat, ya udah ga bisa, kan udah… Tuhan gitu tadi kan udah ga, udah waktunya.T:Em…itu yang ada dipikiran Pr setelah itu, setelah itu gimana yang dirasain? J:Ya udah, kayaknya dah balik ya, dah balik kaya biasa Subjek memodifikasi rasa bersalah sehingga memotifasi subjek untuk berpikiran rasional bahwa kejadian yang sudah berlalu tidak mungkin diulang lagi. Subjek berhasil melakukan modifikasi rasa bersalahnya. Strategi regulasi yang dilakukan subjek adalah acceptance mengembalikan dengan kehendak Tuhan dan mencari ketenangan dari nasehat-nasehat ibunya mencari kenyamanan dari pengasuh. OS1, W1 sb 1068-1083 Ya udah, kalau memang e... dia ngga menurutin yang.. pentunjuk yang dari atas, ya itu pilihan dia Dik. Jadi Kamu jangan pernah merasa bersalah. Kalau sampai terjadi tu dia tahu kedepannya kaya gimana, dia merasa bersalah. Kamu jangan pernah merasa bersalah, karena apa? E... ya... kamu udah menyampaikan kan, pesan dari atas? Tapi dia tidak menurutin, jadi bukan kesalahan kamu. Kecuali kamu ngga menyampaikan, saya bilang. T:Dia baru akhirnya bisa...?J:Iya bisa...Mengendalikan itu...Itu pun sulit. Tapi kasihan tetep. Karena kasihannya itu yang gede. e. Iri Subjek memonitor emosi iri dengan menyadari dan memahami emosi tersebut. Penyebab iri subjek adalah benda berbentuk Nitendo DS. Subjek mengatakan bahwa ia tidak pernah merasa iri. Subjek memang pernah merasa ingin memiliki Nitendo DS seperti yang dimiliki oleh teman- temannya, tetapi perasaan itu tidak sampai membuatnya iri. Meskipun 70
 
 
 
 subjek merasa tidak pernah iri tetapi berdasarkan pengertian iri yang diuraikan dalam bab II, perasaan ingin memiliki Nitendo DS seperti yang dikemukakan diatas termasuk dalam emosi iri. Subjek ingin memiliki Nitendo DS karena teman-temannya banyak yang memiliki. Kemudian subjek berpikir dan merasa hanya menginginkan saja seperti yang dimiliki teman-teman tanpa harus benar- benar memiliki Nitendo DS. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan subjek berikut ini: S1, W2 sb 192-196 T: Pr pernah ga merasa iri? J: Nggak ya kayaknya sih nggak T: Gak pernah merasakan iri, heeh…J: menggeleng setuju S1, W3 sb 77-98 T: Kalo Pr pernah ga merasa ingin memiliki sesuatu yang orang lain miliki, yang Pr ga punya? J: Ada T: Pernah? Apa itu? J: DS. T; DS itu apa? J: Nitendo DS T: O nitendo DS. J: DS. T: e… Pr ingin memiliki itu? Temen-temen Pr banyak yang punya itu? J: Banyak. T: Terus? J: Ya udah pengen aja. T: Ketika keinginan itu muncul e… apa yang Pr lakuin J: Em…apa ya….. ya….. pengen aja tetep pengen. T: Merasa iri dengan temen yang. J: Ga sih. T: punya itu? J: Ngga, ngerasa cuma pengen aja. Pernyataan lain berikut adalah dari ibunya: OS1, W1 sb 1093-1095 Iri dengan.. paling dengan saudara ya.. tapi irinya dia bukan iri yang masuk ati gitu. Kok itu boleh, kok aku nggaboleh? Paling gitu. Subjek mengevaluasi emosi iri dengan mengelola dan menyeimbangkannya. Subjek menyeimbangkan keinginannya tersebut dengan menerima apapun keadaan yang terjadi, tidak atau belum bahkan jika sudah dibelikan bukanlah suatu masalah bagi subjek. Hal tersebut membuatnya lebih tenang dalam mereaksi keinginannya. Subjek memodifikasi keinginannya terhadap Nitendo DS dengan menerima terpenuhi atau tidaknya keinginan tersebut. Modifikasi yang dilakukan subjek adalah modifikasi kognitif pikiran sehingga subjek 71
 
 
 
 berpikir keinginannya bukan merupakan sebuah keirian. Subjek berhasil memodifikasinya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut ini: S1, W3, sb 108-114 T:Cuma pengen gitu aja. Terus, e… solusi yang Pr apa ya… bukan solusi tapi untuk nanggulangi rasa pengennya Pr itu gimana? J:Ya udah deh, kalo ga dibeliin atau belum dibeli gitu ya udah lah, kalo dibeliin ya udah. T:Jadi Pr mau menerima keadaan gitu aja gitu? J:Yah Strategi regulasi emosi iri subjek adalah menerima apapun keadaan yang terjadi. Subjek melakukan strategi positive reappraisal.

2. Subjek II