Regulasi emosi negatif anak indigo.
REGULASI EMOSI NEGATIF ANAK INDIGO
R. Aj. Sabina Siti Nurul Pristisari
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi negatif pada anak indigo. Subjek penilitian ini adalah dua orang anak indigo laki-laki, Pr dan Rm, yang direkomendasikan oleh Pro V Klinik Jakarta, berusia sembilan dan delapan tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara sebagai data utama penelitian, serta data yang berasal dari orang tua sebagai pendukung. Data dianalisa secara deskriptif dengan teknik trianggulasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak indigo memiliki perasaan yang sangat peka sehingga sangat berpengaruh terhadap reaksi emosi yang muncul. Pr dan Rm secara umum belum dapat melakukan regulasi emosi negatif sepenuhnya. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa kedua subjek belum dapat melakukan regulasi salah satu dari lima emosi negatifnya sampai pada tahap memodifikasi. Kedua subjek masih dibantu ibu dalam memodifikasi ataupun mengevaluasi beberapa emosi negatifnya tersebut. Strategi regulasi emosi negatif yang sering dilakukan oleh Pr adalah mencari kenyamanan dari ibu dan memasrahkan segalanya kepada kehendak Tuhan (acceptance), sedangkan Rm lebih sering menggulakan strategi regulasi emosi mengalihkan perhatian dari objek stres (displacement) dan melakukan kegiatan fisik yang menenangkan. Dukungan dari lingkungan keluarga terutama ibu sangat mempengaruhi kedua subjek dalam meregulasi emosi negatif Pr dan Rm. Kedua subjek merasa nyaman dengan lingkungan yang dapat memahami dan menerimanya dengan cinta. Hal tersebut membantu kedua subjek untuk lebih optimal meregulasi emosi negatifnya.
(2)
NEGATIVE EMOTIONS REGULATION OF INDIGO CHILDREN
R. Aj. Sabina Siti Nurul Pristisari
ABSTRACT
The research was held in order to have knowledge about the negative emotions regulation of indigo children. As recommended by Pro V Klinik, Jakarta, the researcher focused to two indigo boys who were nine years and eight years in age, further mentioned as Pr and Rm. For this research, the researcher used qualitative approach and case study method. Main datum which was from the subject and supporting datum which were from parents and teachers were collected by interview method. Data were analyzed descriptively by triangulation techniques. Results from this study indicate that indigo children have a very sensitive feeling so great influence on emotional reactions that arise. Rm and Pr in generally cannot accomplished the entirely negative emotion regulation. This is shown by the results of research that both the subject has not been able to regulate one of the five negative emotions till the stage to modify. Both subjects were assisted by mothers in modifying or evaluating some of these negative emotions. Negative emotion regulation strategies that are often carried out by Pr is seeking comfort from her mother and surrender everything to the will of God (acceptance), while the Rm more likely to use emotion regulation strategies by divert attention from the object of stress (displacement) and doing physical activities that soothe. Support from the family, especially the mother greatly affect both the subject in regulating negative emotions Rm and Pr. Both subjects felt comfortable with the environment that can understand and accept them with love. This will help both subject to more optimally regulate their negative emotions.
(3)
REGULASI EMOSI NEGATIF
ANAK INDIGO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
R. Aj. SABINA SITI NURUL PRISTISARI NIM : 029114016
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
HALAMAN PERSEMBAHAN
KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK DIA YANG SUDAH MENCURAHKAN ROH KUDUS UNTUK MENDAMPINGIKU SAAT MULAI LELAH BERLARI DAN IKUT BEKERJA BERSAMA
hingga purna. BAPAK DAN IBU,
MAAF AKU MEMBIARKAN BAPAK DAN IBU “BERPUASA” SEKIAN LAMA UNTUK MENANTIKU MENGENAKAN TOGA, TERIMA KASIH UNTUK KESABARAN DAN KEPRIHATINAN DALAM MEMBIMBING DAN MENDAMPINGIKU, INI HADIAH ULANG
TAHUN PERKAWINAN KE-32 UNTUK BAPAK DAN IBU.
KAMAS, DIMAS, MBAK VENSA, RAHSA & RAHDYA, TERIMA KASIH UNTUK CINTA, SEMANGAT & SUPPORTNYA.
BU IS,
CINTA & RESTUMU SELALU MENYERTAI TIAP LANGKAHKU, KUTAHU BU IS MEMANTAUKU DARI SURGA.
Papi,
Saudara seperjuanganku yang kini tinggal dalam kemah abadi, hasil perjuangan ini kupersembahan sebagai keberhasilan kita.
SAHABAT, SAUDARA serta SEMUA ORANG YANG MENDUKUNG DAN MEMBANTUKU, TERUTAMA Pr & Rm BESERTA KELUArGA,
KALIAN SEMUA MOTIVASI & INSPIRASIKU
(7)
MOTTO
Jangan pernah memulai sesuatu kalau tak mampu
mengakhirinya
so berjuanglah menyelesaikan apa yang sudah kau mulai
kalau bukan untuk orang tua, keluaga atau teman
paling tidak lakukanlah untuk dirimu sendiri.
Meski terasa berat percayalah, pasti bisa dilalui
karna Dia kan slalu membimbing langkahmu.
Hal yang tersulit adalah mengalahkan diri sendiri
karna selalu ada toleransi buat diri sendiri.
Jadilah pahlawan tuk dirimu sendiri!
Berdamailah dengan dirimu dan berjuanglah dengan
IKLAS
“Dan akhirnya kuingin mereka semua tersenyum bahagia
”
Dalam lamunan di sore itu,
Sabina
(8)
(9)
REGULASI EMOSI NEGATIF ANAK INDIGO
R. Aj. Sabina Siti Nurul Pristisari
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi negatif pada anak indigo. Subjek penilitian ini adalah dua orang anak indigo laki-laki, Pr dan Rm, yang direkomendasikan oleh Pro V Klinik Jakarta, berusia sembilan dan delapan tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara sebagai data utama penelitian, serta data yang berasal dari orang tua sebagai pendukung. Data dianalisa secara deskriptif dengan teknik trianggulasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak indigo memiliki perasaan yang sangat peka sehingga sangat berpengaruh terhadap reaksi emosi yang muncul. Pr dan Rm secara umum belum dapat melakukan regulasi emosi negatif sepenuhnya. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa kedua subjek belum dapat melakukan regulasi salah satu dari lima emosi negatifnya sampai pada tahap memodifikasi. Kedua subjek masih dibantu ibu dalam memodifikasi ataupun mengevaluasi beberapa emosi negatifnya tersebut. Strategi regulasi emosi negatif yang sering dilakukan oleh Pr adalah mencari kenyamanan dari ibu dan memasrahkan segalanya kepada kehendak Tuhan (acceptance), sedangkan Rm lebih sering menggulakan strategi regulasi emosi mengalihkan perhatian dari objek stres (displacement) dan melakukan kegiatan fisik yang menenangkan. Dukungan dari lingkungan keluarga terutama ibu sangat mempengaruhi kedua subjek dalam meregulasi emosi negatif Pr dan Rm. Kedua subjek merasa nyaman dengan lingkungan yang dapat memahami dan menerimanya dengan cinta. Hal tersebut membantu kedua subjek untuk lebih optimal meregulasi emosi negatifnya.
(10)
NEGATIVE EMOTIONS REGULATION OF INDIGO CHILDREN
R. Aj. Sabina Siti Nurul Pristisari
ABSTRACT
The research was held in order to have knowledge about the negative emotions regulation of indigo children. As recommended by Pro V Klinik, Jakarta, the researcher focused to two indigo boys who were nine years and eight years in age, further mentioned as Pr and Rm. For this research, the researcher used qualitative approach and case study method. Main datum which was from the subject and supporting datum which were from parents and teachers were collected by interview method. Data were analyzed descriptively by triangulation techniques. Results from this study indicate that indigo children have a very sensitive feeling so great influence on emotional reactions that arise. Rm and Pr in generally cannot accomplished the entirely negative emotion regulation. This is shown by the results of research that both the subject has not been able to regulate one of the five negative emotions till the stage to modify. Both subjects were assisted by mothers in modifying or evaluating some of these negative emotions. Negative emotion regulation strategies that are often carried out by Pr is seeking comfort from her mother and surrender everything to the will of God (acceptance), while the Rm more likely to use emotion regulation strategies by divert attention from the object of stress (displacement) and doing physical activities that soothe. Support from the family, especially the mother greatly affect both the subject in regulating negative emotions Rm and Pr. Both subjects felt comfortable with the environment that can understand and accept them with love. This will help both subject to more optimally regulate their negative emotions.
(11)
(12)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat kuasa, terang Roh Kudus serta bimbingan-Nya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dan dibuat untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam proses penyusunannya dari awal hingga akhirnya selesai, telah melibatkan banyak pribadi yang memberikan bantuan dengan tulus, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas kesempatan yang diberikan selama ini.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., yang selama menjabat menjadi Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, telah memberikan kesempatan perpanjangan masa studi dan ijin penelitian sehingga pembuatan skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi, M.Si. selaku Dosen pembimbing skripsi. Terima kasih telah memberikan waktu, kritik-saran, motivasi serta kesempatan yang sangat berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si. dan Romo Dr. A. Priyono Marwan,
S.J., selaku penguji sekripsi. Terima kasih atas proses pembelajaran yang berharga sehingga karya ini menjadi lebih baik.
(13)
5. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si., terima kasih untuk semangat dan kesempatan yang diberikan selama menjadi Kaprodi.
6. Ibu Aquilina Tanti Arini S.Psi., M.Si, Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih untuk bimbingan, motivasi dan arahan selama saya berproses di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.
7. Seluruh dosen dan karyawan yang telah membimbing maupun membantu selama penulis menempa ilmu dan berproses sangat panjang di fakultas psikologi USD ini. Mas Muji, Mas Donny, Mas Gandung, Bu Nanik dan Pak Gik terima kasih atas bantuan, motivasi dan perhatiannya untuk menyelesaikan urusan kampus.
8. Dr. Erwin Kusuma dan Ibu Cahya di Pro V Clinic, terima kasih atas segala bantuan dan referensi yang diberikan untuk penyusunan skripsi ini.
9. Pr dan Rm yang sudah bersedia menjadi subjek serta kesempatan unik yang boleh dibagi. Terima kasih untuk keluarga Pr dan Rm atas penerimaan dan rasa kekeluargaan yang diberikan selama pengambilan data.
10.Bapak dan ibu. Terima kasih untuk kesabaran dan keprihatinannya menantiku mengenakan toga, terlebih untuk dukungan doa dan pengertiannya yang tak pernah putus, serta segala fasilitas yang sudah diberikan untuk mendukung skripsi ini. Kamas dan keluarga kecilnya, terima kasih motivasinya, juga dimas yang tidak bosan membantu dan memogram netbookku. Love you all….
(14)
11.Keluarga Kelapa Gading dan Pangkalan Jati, terima kasih sudah bersedia menampung selama proses pengambilan data. Terima kasih buat kehangatan kekeluargaan yang bisa saya rasakan, menjadi energi dalam berjuang di Jakarta.
12.Keluarga Besar Ndanero Suryobrantan, Winotodiningrat, dan The Mondros. Terima kasih buat doa, motivasi dan sindiran yang selalu memacu untuk mengakhiri masa panjang studi ini.
13.Bu Is dan Mas Ari “Papi” yang selalu jadi semangatku dari Rumah Bapa, seandainya bisa mempersembahkannya di dunia fana, miss u…….
14.Bona, Aan, Honey, Iunt, Putri, Mas Siuz, dan Mas Danang, thanks buat semua semangatnya dan juga pontang-pantingnya ngurus kebutuhan kampus selama aku di kota Metropolitan. Aku sangat beruntung menemukan kalian di puing-puing masa kejayaan angkatan 2002.
15.Teman-teman seperjuangan angkatan 2002 yang tidak bisa diucapkan satu per satu, kalian selalu menjadi semangat, motivasi, harapan dan pesaing untuk segera menyelesaikan masa panjang ini. Ayo wisuda bareng!
(15)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN MOTTO... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKAS... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Rumusan Masalah……….. 4
C. Tujuan Penelitian………... 4
D. Manfaat Penelitian………. 4 i ii iii iv v vi vii viii ix x xiii xvi
1 1 4 4 4
(16)
BAB II. TINJAUAN TEORI……….……….………. 6
A. Emosi Negatif...………...……….. 6
1. Pengertian Emosi……….. 6
2. Macam Emosi………... 7
B. Regulasi Emosi……….. 13
1. Pengertian Regulasi Emosi..………... 13
2. Indikator Regulasi Emosi ..……….. 14
3. Strategi Regulasi Emosi……… 16
4. Faktor Regulasi Emosi….………. 19
C. Anak Indigo………..………... 20
1. Pengertian Anak Indigo……… 20
2. Karakteristik Anak Indigo……… 22
3. Tipe-Tipe Anak Indigo………. 23
4. Emosi Negatif Anak Indigo………. 23
D. Regulasi Emosi Negatif Anak Indigo………... BAB III. METODE PENELITIAN………. 29
A. Jenis Penelitian……….. 29
B. Fokus Penelitian………...………. 29
C. Subjek Penelitian………...……….... 30
D. Metode Pengambilan Data.………...……….... 30
E. Prosedur Pengumpulan Data………. 34
F. Metode Analisis Data………...………. 35 6 6 6 7 13 13 14 16 19 20 20 22 23 23 27 29 29 29 30 30 34 35
(17)
G. Keabsahan Data……….………... 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….…………. 40
A. Pelaksanaan Penelitian………... 40
B. Deskripsi Subjek……… 41
C. Hasil Penelitian……….. 54
D. Pembahasan………... 78
BAB V. PENUTUP………. 85
A. Kesimpulan……….... 85
B. Saran……….. 87
DAFTAR PUSTAKA………... 89
LAMPIRAN………. 93 39
40 40 41 54 80
87 87 89
91 95
(18)
DAFTAR TABEL
Table 3.1 Pedoman Wawancara……….
Table 3.2 Koding dalam Wawancara Latar Belakang Subjek……… 38 Table 3.3 Koding dalam Wawancara Regulasi Emosi Negatif……….. 38 Table 4.1 Ringkasan Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian………….. 40 Table 4. 2 Ringkasan Hasil Penelitian……….... 55
32 38 38 40 55
(19)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Informasi mengenai anak indigo telah lama berkembang di Indonesia. Sejak kira-kira tahun 2000 (W, 2007), istilah anak indigo muncul setelah ditemukannya kasus unik tersebut pada beberapa anak di Indonesia. Harian Kompas menulis pemberitaan yang terkait dengan keberadaan anak indigo dalam artikel Disangka Gila karena Indigo (2003). Berita tersebut menceritakan pengalaman Abel (bukan nama sebenarnya). Abel adalah seorang anak indigo yang dibawa orang tuanya ke psikiater karena hampir setiap malam merasa jiwanya lepas dari raganya dan pergi mengembara, serta sering melihat kejadian yang akan terjadi. Abel didiagnosis menderita halusinasi dan diberi obat, tetapi obat-obat itu tidak diminumnya. Dia terus mencari jawaban atas keadaannya dengan membaca buku dan mempelajari tentang trans dari seorang guru di Bali. Sampai akhirnya ia kecanduan narkoba karena dijerumuskan temannya. Teman-teman sebayanya menawari pil-pil psikotropika sebagai media untuk dapat sampai pada keadaan trans. Abel diketahui sebagai indigo setelah menjalankan pemeriksaan oleh Dr. Erwin Kusuma di Pro V Clinic.
Kasus lain yang diberitakan adalah pengalaman Viktor. Dia adalah anak indigo yang selalu berselisih paham dengan orang tuanya. Dari kecil ia dianggap sebagai anak pemberontak sampai akhirnya ia lari dari rumah pada usia tiga belas
(20)
tahun. Sekarang Viktor merasa diterima dengan baik setelah diasuh oleh keluarga pendeta asal Amerika yang tinggal di Bandung. Kasus berbeda dialami Satrio Wibowo (Ysahnaz, 2009). Dia adalah anak indigo yang memiliki kemampuan menulis novel ratusan halaman dalam bahasa Inggris tanpa pendidikan khusus dan melukis dengan sangat detil. Ia tidak suka menyerap pelajaran karena merasa tidak dipahami oleh gurunya dan baginya pelajaran tidak penting.
Anak indigo yang memiliki keunikan ternyata memiliki permasalahan dalam kehidupannya. Anak indigo memiliki ciri khas old soul. Old soul berarti mereka memiliki kepribadian yang lebih matang daripada kepribadian anak seusianya dan tampak sebagai orang yang bersikap arif (Chapman, 2005). Kekhasan tersebut ternyata juga menimbulkan permasalahan bagi anak indigo dalam relasi dengan teman sebaya. Anak indigo merasa tidak nyaman bergaul dengan teman sebayanya. Silalahi (2009) menemukan bahwa ketiga subjek indigo penelitiannya mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial dengan teman sebayanya karena mereka merasa memiliki pemahaman yang berbeda.
Kasus-kasus yang dialami oleh anak indigo menunjukan bahwa anak indigo masih memiliki permasalahan emosi dan perilaku. Kusuma (komunikasi pribadi, 12 Maret, 2008), seorang psikiater yang menangani dan membina beberapa anak indigo, mengungkapkan bahwa biasanya anak indigomerasa marah karena lingkungan sekitarnya tidak bisa memahaminya. Karakteristik yang dimiliki anak indigo serta kurang adanya penerimaan dari lingkungan sosialnya cenderung memunculkan relasi sosial yang negatif dan meningkatkan emosi-emosi negatif. Emosi negatif (Safaria dan Saputra, 2009) memberikan dampak
(21)
tidak menyenangkan dan menyusahkan. Emosi ini adalah emosi yang sering dihindari dan berusaha dikendalikan, tetapi jika gagal individu akan sulit merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan. Emosi negatif dapat dikendalikan dengan cara meregulasinya.
Regulasi emosi merupakan suatu cara bagaimana seseorang dapat menyadari serta mengatur pikiran dan perilakunya dalam emosi yang berbeda, baik emosi positif maupun emosi negatif (Richard dan Gross, 2000). Tompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk mencapai tujuan individu tersebut. Seseorang yang mengalami emosi negatif biasanya tidak dapat berpikir dengan jernih dan cenderung melakukan tindakan di luar kesadaran sehingga perlu adanya regulasi emosi negatif. Regulasi emosi yang baik memungkinkan seseorang untuk menikmati interaksi sosialnya dengan orang lain. Berkembangnya regulasi emosi pada masa kanak-kanak sangat penting untuk mempelajari bahasa dan kemampuan berkomunikasi sebagai dasar kehidupan selanjutnya (Giles, 2005). Anak menjadi lebih adaptif dan dapat diterima oleh lingkungannya. Regulasi emosi negatif penting dimiliki oleh anak pada akhir masa kanak-kanak, karena pada masa ini terdapat tuntutan agar anak dapat berelasi baik terhadap lingkungan dan teman sebayanya (Gunarsa, 1997 dan Santrock, 2002).
Regulasi emosi negatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah strategi untuk mengelola respon emosional yang tidak menyenangkan dengan memonitor, mengevaluasi dan memodifikasinya untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian ini
(22)
ingin melihat regulasi emosi negatif pada anak indigo. Regulasi emosi negatif tersebut menarik karena anak indigo memiliki karakteristik yang memerlukan regulasi emosi negatif dan anak indigo, sebagai anak yang berada pada akhir masa kanak-kanak, membutuhkan regulasi emosi negatif.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana regulasi emosi negatif yang dilakukan oleh anak indigo?”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana regulasi emosi negatif yang dilakukan oleh anak indigo.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat yang utama, yaitu: 1. Secara teorietik
Untuk menambah khasanah pengetahuan dalam ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan anak mengenai regulasi emosi negatif anak indigo.
(23)
2. Secara praktis
a. Bagi anak indigo
Anak indigo dapat mengenali regulasi emosi negatif yang digunakan sehingga anak dapat lebih tepat dalam menghadapi emosi negatif yang muncul.
b. Bagi orang tua
Orang tua mengetahui regulasi emosi anak indigo. Berdasarkan pengetahuan itu, orang tua dapat meningkatkan komunikasi dengan anak indigo. Dengan demikian orang tua dapat mendampingi anak indigo dalam proses belajar meregulasi emosi negatif.
c. Bagi lembaga yang menangani anak indigo.
Lembaga yang menangani anak indigo dapat memperoleh informasi mengenai regulasi emosi negatif anak indigo.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka menyajikan sub bab emosi negatif, regulasi emosi, anak indigo dan regulasi emosi negatif anak indigo. Keempat sub bab tersebut memberikan deskripsi mengenai regulasi emosi, anak indigo serta emosi negatif anak indigo.
A. Emosi Negatif
Sub bab emosi negatif menyajikan pengertian emosi dan macam emosi. Macam emosi yang diuraikan adalah emosi positif dan emosi negatif.
1. Pengertian Emosi
Pengertian emosi menurut Ahmadi dan Umar (1992) adalah suatu pengalaman sadar, kompleks dan meliputi unsur perasaan. Pengalaman tersebut mengikuti keadaan fisiologis dan mental yang muncul serta penyesuaian batiniah, kemudian diekspresikan dalam tingkah laku yang tampak. Emosi dapat dirumuskan sebagai keadaan organisme yang terangsang, sehingga secara sadar mengakibatkan perubahan perilaku (Chaplin, 2004). Goleman (2007) mengartikan emosi sebagi kegiatan atau pengolahan pikiran, perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Goleman (2007) menganggap bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
(25)
Emosi merupakan situasi stimulasi yang melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif, serta kecenderungan melakukan suatu tindakan, yang dibentuk seluruhnya oleh peraturan-peraturan dalam suatu kebudayaan (Wade dan Tavris, 2007). Emosi setiap orang mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika seseorang diliputi emosi marah, wajahnya memerah, nafasnya menjadi sesak, otot-otot tangannya menegang, dan energi tubuhnya memuncak.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu pengalaman atau keadaan yang disadari, kompeks, mendalam, mempengaruhi
secara fisik dan mental yang menstimulus individu untuk
mengekspresikannya dalam tingkah laku yang tampak.
2. Macam Emosi
Emosi manusia dapat dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut :
a. Emosi Positif
Emosi positif memberikan dampak yang menenangkan dan menyenangkan. Emosi positif membuat seseorang merasakan keadaan psikologis yang positif. Bentuk emosi positif adalah tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru, dan senang (Safaria dan Saputra, 2009). Emosi positif menurut Lazarus (1991) adalah bentuk emosi yang muncul ketika tujuan yang ingin diraih tercapai.
(26)
Bentuk-bentuk emosi positif adalah:
1) Bahagia (happy)
Bahagia muncul pada saat individu merasa bahwa ia telah membuat kemajuan yang berarti dalam proses pencapaian tujuan atau pada saat tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Emosi bahagia dapat termanifestasi dalam kecenderungan berperilaku, berupa dorongan yang kuat sehingga individu mudah untuk melakukan tindakan tertentu.
2) Bangga (pride)
Emosi bangga timbul ketika individu memiliki keterlibatan yang tinggi dalam mencapai tujuan sehingga emosi bangga lebih ditujukan pada diri sendiri. Bentuk emosi bangga termaniferstasi dalam kecenderungan individu untuk menceritakan atau menunjukkan pada orang lain bahwa dia telah berhasil dalam mencapai tujuan.
3) Kasih sayang (love)
Kasih sayang merupakan suatu reaksi emosi yang terlihat dari suatu hubungan sosial. Terjalinnya hubungan sosial yang hangat didorong oleh penghargaan yang diberikan orang lain, ketika individu berhasil mencapai tujuannya.
4) Lega (relief)
Emosi lega akan tampak melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Emosi lega terlihat pada saat tujuan yang semula dinilai tidak sesuai menjadi kebutuhan yang penting bagi individu dan terjadi penurunan emosi negatif. Perubahan ini dapat disebabkan oleh pihak
(27)
lain yang memberikan bantuan. Pada emosi lega individu cenderung
untuk tenang (relax) dengan perubahan yang dirasakan.
b. Emosi Negatif
Emosi negatif, menurut Safaria dan Saputra (2009), memberikan dampak tidak menyenangkan dan menyusahkan. Emosi negatif adalah emosi yang sering dihindari dan berusaha dikendalikan. Emosi negatif yang gagal dikendalikan menyebabkan individu sulit merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan. Bentuk emosi negatif adalah sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi, marah, dendam, dan sebagainya.
Lazarus (1991) mengungkapkan emosi negatif adalah bentuk emosi yang muncul ketika pencapaian tujuan tidak tercapai. Lima bentuk emosi negatif adalah:
1) Marah (anger)
Marah merupakan salah satu bentuk emosi yang paling kuat. Emosi marah dapat berbentuk menyalahkan orang lain, diri sendiri, atau objek lain. Pelampiasan menyalahkan ini tergantung kepada seseorang atau sesuatu yang dirasakan dapat mengancam diri. Bila sumbernya internal (individu yang merasa bertanggung jawab sendiri) maka marah akan dilampiaskan pada diri sendiri sedangkan emosi marah pada orang lain atau sesuatu di luar dirinya disebut sumber eksternal. Emosi marah memiliki kecenderungan untuk menyerang pihak yang dianggap sebagai sumber munculnya emosi marah.
(28)
2) Cemas (fright-anxiety)
Kecemasan muncul pada saat individu mengalami suatu ketidakpastian dalam menilai sesuatu. Ketidakpastian tersebut dapat menimbulkan ancaman pada individu. Cemas juga terjadi ketika individu kurang mampu memperkirakan apa yang akan terjadi.
Dalam prosesnya, cemas dapat terlihat ketika tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai individu. Ketika individu kurang berhasil, individu akan mencemaskan penerimaan orang lain terhadap dirinya. Ketidakpastian mengenai sesuatu yang akan terjadi, merupakan hal yang tidak dapat dikendalikan oleh individu, dan selanjutnya individu cenderung untuk menghindarinya.
3) Malu–merasa bersalah (guilt-shame)
Kondisi malu yang disertai rasa bersalah ini timbul dari nilai-nilai benar-salah yang telah diinternalisasi individu dan berasal dari identitas diri. Identits diri adalah kesesuaian antara keadaan diri yang senyatanya dan diri yang diinginkan oleh individu tersebut. Kegagalan dalam mencapai tujuan dapat dipandang sebagai bentuk kesalahan dan terdapat perbedaan yang tinggi antara penilaian sebagian orang yang mampu mencapai tujuan dan kenyataan adanya kegagalan dalam pencapaiannya.
Ditinjau dari segi kecenderungan untuk melakukan tindakan, bentuk dari emosi malu-merasa bersalah ini adalah kecenderungan untuk menyembunyikan kegagalan dalam mencapai tujuan agar tidak
(29)
diketahui orang lain dan kesediaan untuk menerima hukuman akibat kegagalan dalam mencapai tujuan.
4) Sedih (sadness)
Emosi sedih dikaitkan dengan reaksi akibat kehilangan seseorang, kegagalan dalam menjalankan peran atau tidak dihargai oleh orang lain. Sedih ditandai dengan rendahnya usaha untuk melakukan sesuatu dan sikap menyerah. Individu yang mengalami emosi ini merasa bahwa tidak ada yang dapat dilakukan lagi setelah mengalami suatu kegagalan.
Pada emosi sedih, individu cenderung untuk menarik diri (withdrawal)
dari kegiatan, namun tidak menyalahkan diri atau orang lain.
5) Iri (envy-jealously)
Emosi iri terlihat ketika individu ingin memiliki sesuatu seperti yang dimiliki orang lain dan menginginkan kasih sayang dari orang tertentu hanya untuk dirinya. Iri tampak ketika terjadi perbandingan sosial atau perbandingan dengan orang lain.
Individu cenderung berupaya mendapatkan penghargaan dari orang lain dengan pola perilaku yang tidak impulsif. Dapat pula digambarkan bahwa individu cenderung untuk menuntut dan mengharap pengakuan dari orang lain.
Penelitian mengenai aspek-aspek fisiologis dari emosi menunjukkan bahwa manusia memiliki dasar-dasar emosi atau telah memiliki emosi primer sejak mereka dilahirkan. Meskipun para psikolog memiliki pandangan
(30)
berbeda-beda mengenai apa saja yang termasuk emosi primer, umumnya emosi primer meliputi (Wade dan Tavris, 2007):
a. rasa takut (fear)
b. marah (anger)
c. sedih (sadness)
d. senang (joy)
e. terkejut (surprise)
f. jijik (disgust)
g. sebal (contempt)
Wade dan Tavris (2007) mengatakan emosi sekunder meliputi semua variasi dan campuran dari emosi, yang mungkin saja berbeda-beda pada tiap budaya.
Sejumlah teorikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar (Goleman, 2007), sebagai berikut:
a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,
terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasiani diri,
kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut
(31)
d. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali dan batas ujungnya, mania.
e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
f. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
g. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
h. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur
lebur.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan emosi negatif adalah suatu pengalaman atau keadaan tidak menyenangkan yang disadari, kompeks, mendalam, mempengaruhi secara fisik dan mental yang menstimulus individu
untuk mengekspresikannya dalam tingkah laku yang tampak. Penelitian ini
menggunakan lima emosi negatif yang sering digunakan dalam penelitian menurut Lazarus (1991). Lima emosi negatif tersebut adalah marah, sedih, cemas, malu-rasa bersalah dan iri.
B. Regulasi Emosi
Sub bab regulasi emosi menyajikan pengertian regulasi emosi, strategi regulasi emosi dan faktor regulasi emosi.
1. Pengertian Regulasi Emosi
(32)
dari kemampuan untuk mengatur rangsangan (arousal) dalam rangka beradaptasi dan meraih suatu tujuan secara efektif. Thompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk mencapai tujuan individu tersebut. Regulasi emosi juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengontrol ekspresi emosi (Berk, 2008). McDevitt dan Ormord (2002) mendefinisikan regulasi emosi sebagai strategi yang dilakukan anak untuk mengelola situasi yang penuh stress.
Penelitian ini menggunakan pengertian regulasi emosi menurut Thompson (1994) dan Berk (2008) karena peneliti ingin melihat regulasi emosi yang dilakukan subjek terhadap reaksi emosi.
2. Indikator Regulasi Emosi
Indikator regulasi emosi menurut Thompson (1994) adalah:
a. Memonitor emosi berarti individu menyadari dan memahami
keseluruhan proses yang terjadi di dalam diri, perasaan, dan latar belakang dari tindakannya. Memonitor emosi dapat pula diartikan bahwa individu mampu terhubung dengan emosi-emosi dan pikiran-pikirannya, sehingga individu mampu menamakan setiap emosi yang muncul. Aspek ini merupakan dasar dari seluruh aspek lainnya.
b. Mengevaluasi emosi berarti individu mengelola dan menyeimbangkan
emosi-emosi yang dialaminya. Pengelolaan diutamakan pada emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam, dan benci. Pengelolaan
(33)
tersebut membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh emosi secara mendalam sehingga mampu berpikir rasional.
Sebagai contoh, ketika individu mengalami perasaan kecewa dan benci, dia kemudian menerima perasaan tersebut apa adanya, tidak berusaha menolaknya dan berusaha menyeimbangkan emosi tersebut secara konstruktif. Individu tersebut melihat peristiwa yang menimbulkan kekecewaan dan kebencian dari sudut pandang yang lebih positif, mengambil hikmah di balik masalah tersebut, dan mencoba untuk memaafkan diri sendiri atau orang lain yang terlibat dalam masalah tersebut. Ia mampu meredakan kekecewaan dan kebenciannya tersebut, sehingga tidak berlarut-larut dalam kekecewaan dan kebencian.
c. Memodifikasi emosi berarti individu mengubah emosi sehingga
mampu memotivasi diri, terutama ketika individu berada dalam keadaan putus asa, cemas dan marah. Individu menjadi lebih optimis dalam hidupnya. Modifikasi emosi menyebabkan individu mampu bertahan dalam masalah yang membebaninya, terus berjuang ketika menghadapi hambatan yang besar, tidak pernah mudah putus asa serta selalu memiliki harapan.
Regulasi emosi menjadi penting bagi individu. Individu dapat efektif
melakukan coping terhadap berbagai masalah yang mendorongnya mengalami
kecemasan dan depresi. Individu yang mampu meregulasi emosi-emosinya secara efektif, lebih tahan terhadap kecemasan dan depresi. Terutama jika individu mampu mengelola emosi-emosi negatif yang dialaminya seperti
(34)
perasaan sedih, marah, benci, kecewa, atau frustasi (Goleman, 2007 dan Thompson, 1994).
3. Strategi Regulasi Emosi
Strategi regulasi emosi menyajikan strategi regulasi emosi secara umum dan strategi regulasi pada anak secara khusus.
a. Strategi Regulasi Emosi
Strategi-strategi untuk meregulasi emosi menurut Garnefski, Kraaij dan Spinhoven (2001) adalah:
1) Selfblame mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri sendiri.
Beberapa peneliti menemukan bahwa self blame berhubungan dengan
depresi dan pengukuran kesehatan lainnya.
2) Blaming others mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain atas kejadian yang menimpa dirinya.
3) Acceptance mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas
kejadian yang menimpa dirinya. Acceptance merupakan strategi coping
yang memiliki hubungan positif dengan pengukuran keoptimisan dan
penerimaan diri serta memiliki hubungan yang negatif dengan
pengukuran kecemasan.
4) Refocus onplanning mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus diambil dalam menghadapi peristiwa negatif yang dialami. Perlu diperhatikan, kalau dimensi ini hanya pada tahap kognitif saja. Refocusing on planning merupakan strategi coping yang memiliki
(35)
hubungan positif dengan pengukuran keoptimisan dan penerimaan diri
serta memiliki hubungan yang negatifdengan pengukuran kecemasan.
5) Positive refocusing adalah kecenderungan individu untuk lebih memikirkan hal-hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan
daripada memikirkan situasi yang sedang terjadi. Berfokus pada hal-hal
yang positif bisa dianggap membantu pada jangka pendek, namun pada
jangka panjang bisabersifat maladaptif.
6) Rumination or focus on thought adalah apabila individu cenderung
selalu memikirkan perasaan yang berhubungan dengan situasi yang
sedang terjadi. Rumination cenderung berasosiasi dengan tingkat
depresi yang tinggi.
7) Positive reappraisal adalah kecenderungan individu untuk
mengambil makna positif dari situasi yang sedang terjadi. Positive
reappraisal berasosiasi dengan optimisme dan penerimaan diri serta
berkorelasi negatif dengankecemasan.
8) Putting into perspective adalah kecenderungan individu untuk
bertindakacuh (tidak perduli) atau meremehkan suatu keadaan. Konsep
ini belum pernah dimasukan dalam pengukuran coping.
9) Catastrophizing mengacu pada pemikiran yang menekankan ketakutan dari peristiwa yang sudah dialami. Secara umum gaya catastrophizing tampaknya terkait dengan maladaptasi, penderitaan emosional dan depresi.
(36)
b. Strategi Regulasi Emosi pada Anak
Anak melakukan beberapa strategi penyesuaian emosional untuk membuat mereka lebih nyaman. Anak-anak mungkin melakukan
strategi-strategi yang secara umum dilakukan oleh orang dewasa seperti selfblame,
blaming others, acceptance, refocus on planning, positive refocusing, rumination or focus on thought, positive reappraisal, putting into perspective dan catastrophizing, meskipun secara khusus anak melakukan
strategi regulasi emosi yang khas. Strategi emosi yang biasa dilakukan
anak-anak (Berk, 2008) adalah:
1) Membatasi rangsangan yang masuk. Contoh tindakan yang
dilakukan anak adalah memejamkan mata atau menutup telinga.
2) Berbicara dengan dirinya sendiri. Anak menenangkan dirinya
dengan berbicara pada dirinya sendiri seperti contoh berikut ini, ibu mengatakan bahwa ibu akan pulang sebentar lagi.
3) Mengubah tujuannya. Contoh tindakan yang dilakukan anak adalah
anak menginginkan sebuah mainan tetapi orang tuanya tidak bisa memenuhi, kemudian anak mengubah permintaannya, dengan harapan permintaan yang baru dapat terpenuhi.
Perilaku regulasi emosi yang digunakan oleh anak-anak menurut Bridges, Denham, dan Ganiban (2004) adalah:
1) Mengalihkan perhatian dari objek yang membuatnya stress
(37)
2) Melakukan aktifitas fisik yang menenangkan (misalnya: menghisap jempol).
3) Mencari kenyamanan dari pengasuh.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi regulasi emosi yang dilakukan anak-anak adalah membatasi rangsangan yang masuk, berbicara dengan dirinya sendiri, mengubah tujuannya, mengalihkan perhatian dari objek yang membuatnya stress, melakukan aktifitas fisik yang menenangkan serta mencari kenyamanan dari pengasuh.
4. Faktor Regulasi Emosi
Regulasi emosi dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:
a. Kecerdasan emosi
Goleman (2007) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Menurut Solovey dan Mayer (2004) kecerdasan emosi adalah kemampuan individu
untuk mengenali, menggunakan, mengekspresikan emosi,
mengikutsertakan emosi sehingga memudahkan ia dalam melakukan proses berpikir, memahami emosi dan pengetahuan mengenai emosi, serta
(38)
meregulasi emosi untuk mengembangkan emosi dan menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan lingkungan.
b. Orang tua
Orang tua merupakan salah satu faktor regulasi emosi. Anak belajar melakukan strategi regulasi emosi dengan melihat orang tua mengelola perasaan-perasaan mereka. Kepedulian dan penerimaan orang tua berpengaruh terhadap pengungkapan emosi anak, karena orang tua merupakan sasaran awal pengungkapan emosi pada waktu anak-anak (Retnowati, 2003).
Penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor orang tua yang mempengaruhi regulasi emosi karena orang tua dilibatkan secara langsung dalam penelitian.
C. Anak Indigo
Sub bab ini menyajikan pengertian anak indigo, karakteristik anak indigo, tipe-tipe anak indigo serta emosi negatif pada anak indigo.
1. Pengertian Anak Indigo
Istilah indigo pertama kali dipopulerkan oleh Tape (1982), dalam bukunya
The Colour of Live. Buku tersebut memuat pengelompokan perilaku dan pemetaan kepribadian manusia berdasar warna aura. Tape (1982) dalam penelitiannya menemukan warna aura baru yang belum dimiliki anak-anak sebelumnya adalah indigo. Menurut Carrol dan Tober (2000) anak indigo adalah anak yang menunjukkan seperangkat atribut psikologis baru dan luar
(39)
biasa, serta menunjukkan sebuah pola perilaku yang pada umumnya tidak didokumentasikan sebelumnya.
Menurut Chapman (2005) anak indigo adalah generasi baru yang dilahirkan sekarang ini, namanya mengindikasikan warna kehidupan yang
dibawa dalam auranya dan menunjukkan cakra mata ketiga, yang
mempresentasikan kemampuan intuisi dan batiniah. Cakra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya roda. Mata ketiga karena letaknya di dahi, di antara kedua mata. Cakra mata ketiga mengandung makna sesuatu yang berbentuk seperti roda yang letaknya di dahi, antara kedua mata.
Nama-nama lain untuk anak indigo (Kusuma, 2005): a. Pemimpin-pemimpin “bersorban”
b. Highly spiritual children c. The Super-psychic children
Kusuma (2005), M.H. (2004), serta Senior (2005), mengemukakan anak indigo merupakan anak yang memiliki fisik sama seperti anak-anak lain tetapi
batinnya tua (old soul) sehingga tidak jarang ia menampakan sifat yang
dewasa. Anak dapat dikatakan indigo melalui beberapa tahapan pemeriksaan yaitu melalui wawancara psikiatri, evaluasi psikologi, evaluasi pedagogi, pencitraan aura serta hipnografi (Kusuma, 2005). Alat yang digunakan dalam
pencitraan aura adalah AVS (Aura Video Station) dan aura imaging photon
(40)
2. Karakteristik Anak Indigo
Anak indigo secara fisik memang terlihat sama seperti anak-anak pada umumnya, tetapi mereka memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Karakteristik anak indigo (Kusuma, 2005) adalah:
a. Cerdas (superior), karena telah melampaui “generasi biru” (nalar) maka
enggan mengikuti tradisi yang tidak rasional dan tidak spiritual. b. Dapat melakukan sesuatu yang belum pernah diajarkan.
c. Pembicaraannya jauh melampaui anak sebayanya, sehingga tidak mau bermain seperti mereka.
d. Dapat “membaca” perasaan, kemauan dan pikiran orang lain. e. Dapat mengetahui keberadaan mahluk halus.
f. Dapat mengetahui yang sudah berlalu dan yang akan datang, termasuk tentang dirinya.
g. Lebih tertarik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan dan alam.
Sumber lain, Chapman (2005) mengungkapkan anak indigo merupakan anak dengan karakter yang unik, IQ-nya termasuk diatas rata-rata (antara 125-130), memiliki bakat yang tinggi, mempunyai empati dan bersikap arif melampaui
usia sebenarnya. Anak indigo sering disebut sebagai anak Attention Defisit
Disorder disingkat ADD karena mereka memiliki sifat pemberontak terhadap otoritas, tidak patuh, dan terkadang secara emosional sangat ekstrim. Anak indigo
(41)
cenderung tidak mau atau sulit menunggu giliran, mudah kecewa terhadap ritual, atau hal-hal yang tidak membutuhkan pemikiran kreatif (Juanita, 2003).
3. Tipe-Tipe Anak Indigo
Anak indigo memang berbeda dari anak-anak pada umumnya. Keunikan-keunikan yang dimiliki anak indigo membuatnya digolongkangkan menjadi empat tipe (Carroll dan Tober, 2006) sebagai berikut:
a. Indigo humanis adalah anak indigo yang berorientasi pada manusia. Mereka menyukai pekerjaan yang melibatkan banyak orang. Sejak kecil mereka memiliki kemampuan bicara yang baik.
b. Indigo konseptual, anak indigo tipe ini sangat mudah memahami konsep yang rumit dan sulit dimengerti anak-anak, bahkan orang dewasa.
c. Indigo artis adalah anak yang memiliki kemampuan artistik luar biasa dalam berbagai bidang seni.
d. Indigo interdimensional adalah anak yang kemiliki kepekaan terhadap dunia lain (berkaitan dengan mahluk halus). Mereka memiliki kebijaksanaan yang luar biasa dan pernah menjadi siapa saja di masa lalu.
4. Emosi Negatif pada Anak Indigo
Selain digolongkan menjadi empat macam seperti yang telah dikemukakan di atas anak indigo juga memiliki emosi negatif. Menurut Dosick dan Dosick
(42)
(2004), emosi negatif yang dirasakan oleh anak-anak indigo bersumber pada perbedaan yang dialami anak antara ”bagian dalam” (yang diketahui anak secara intuitif) dan “bagian luar” (yang dialami anak di dunia ini). Emosi negatif tersebut adalah:
a. Kemarahan
Kemarahan merupakan kebutuhan untuk mempertahankan diri sendiri melawan kekerasan pengalaman dunia ini. Seorang anak yang marah mengeluarkan emosi yang hebat, meninju, memilih berkelahi, menolak bergabung atau berpatisipasi dalam kegiatan, menolak bermain menurut peraturan dan bersikap menentang.
b. Duka cita
Duka cita merupakan perasaan kehilangan yang mendalam.
c. Ketakutan
Ketakutan merupakan pengalaman berada dalam bahaya karena terlalu kecil (terlalu sedikit).
d. Ketidakpercayaan
Ketidakpercayaan berarti tidak dapat mengandalkan realitas apapun sebagai hal yang pasti.
e. Keputusasaan
Keputusasaan menyebabkan anak menyerah, menarik diri, tidak mencoba, tidak mau makan, atau tidur, tidak mau mengikuti pengarahan atau peraturan-peraturan, dan menunjukkan kemarahan.
(43)
f. Penderitaan
Penderitaan merupakan keyakinan pada kesendirian. Anak merasa cemas, tertekan, tegang, tidak bisa memusatkan perhatian, mudah frustasi, khawatir dan sulit tidur.
g. Rasa malu
Anak merasa jengah di hadapan seluruh jagat raya. Perilakunya adalah
menarik diri, tidak ingin berpartisipasi, menghukum diri sendiri, dan bersembunyi.
h. Ketidakamanan
Ketidakamanan menimbulkan perilaku tidak mau lepas dari seseorang, memperlihatkan sifat-sifat kompulsif, memiliki ketakutan-ketakutan, berbohong, membual, melebih-lebihkan dan memhabiskan banyak waktu di dunia hayalan.
i. Egoisme
Egoisme merupakan ketakutan anak untuk keluar berinteraksi dengan pengalaman sekitarnya. Perilakunya adalah tidak mau berbagi barang atau pikiran atau perasaan, pelit, tertutup, tampak menarik diri, dan mengalami ledakan emosi.
j. Kehilangan
Kehilangan berarti tidak dapat menemukan hatinya sendiri. Perilakunya adalah tidak mau lepas dari seseorang, lengket, perpegang, terlalu bertanggung jawab dan menjadi “orang tua kecil”.
(44)
k. Kepanikan
Anak merasa seperti tergantung di udara tanpa ada sesuatu untuk dipegang atau bertahan.
l. Perasaan rendah diri
Perasaan rendah diri memunculkan keyakinan anak terhadap perasaan bahwa dirinya tidak pernah sebaik Tuhan.
m. Kebencian
Kebencian memunculkan rasa seolah-olah orang tidak pantas mendapatkan pernyatuan kembali.
n. Kejengkelan
Kejengkelan memegang kebenaran sebagai respons terhadap kurangnya martabat yang diekspresikan untuk mahluk-mahluk Tuhan.
o. Dendam
Dendam memunculkan keinginan agar dunia sesuai dengan visi internal.
p. Iri hati
Iri hati berarti menginginkan apa yang dimiliki oleh para malaikat.
q. Perasaan bersalah
Perasaan bersalah membuat diri bertanggung jawab atas
kekurangsempurnaan di dunia.
Jika melihat pengelompokan emosi dalam golongan-golongan besar (Goleman, 2007) dan emosi negatif yang digunakan penelitian ini (Lazarus,
(45)
1991) seperti sudah dikemukakan di atas, emosi negatif pada anak indigo dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. marah: kemarahan, egoisme, dendam, kejengkelan, kebencian
b. cemas: ketakutan, ketidakpercayaan, ketidakamanan, kepanikan, rendah
diri
c. sedih: kehilangan, penderitaan, keputusasaan, duka cita
d. malu-rasa bersalah: malu, rasa bersalah
e. iri: iri hati
D. Regulasi Emosi Negatif Anak Indigo
Regulasi emosi adalah strategi untuk mengelola respon emosional individu dengan cara memonitor, mengevaluasi dan memodifikasinya untuk mencapai tujuan individu tersebut (Thompson, 1994). Individu akan dianggap adaptif bila dapat meregulasi emosinya dengan baik. Anak indigo pada usia akhir masa kanak-kanak dituntut untuk dapat mengendalikan emosinya, terutama emosi-emosi negatifnya.
Emosi negatif adalah emosi yang tidak menyenangkan sehingga cenderung untuk dihindari (Safaria dan Saputra, 2009). Bentuk-bentuk emosi negatif menurut Lazarus (1991) adalah marah, sedih, cemas, malu-rasa bersalah dan iri. Bentuk-bentuk emosi tersebut yang berusaha dikendalikan oleh anak indigo agar dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Anak indigo melakukan strategi untuk mengelola respon-respon negatif tersebut yang sering muncul dalam keadaan penuh streess dan berusaha mengotrol ekpresi emosi negatifnya (Berk, 2008 serta
(46)
McDevitt dan Ormord, 2002). Upaya yang dilakukan anak tersebut merupakan regulasi emosi negatif.
Anak indigo memiliki karakteristik yang berbeda dari anak seusianya, seperti misalnya cerdas (superior), dapat melakukan sesuatu yang belum diajarkan, pembicaraannya jauh melampai anak seusianya, dapat mengetahui keberadaan mahluk halus, dapat membaca pikiran, kemauan serta perasaan orang lain, tertarik pada hal-hal kemanusiaan dan alam. Namun, karakteristik tersebut dapat mengakibatkan anak indigo menjadi lebih kritis dan kurang dapat berinteraksi dengan anak sebaya. Terhadap otoritas anak indigo cenderung untuk menolak peraturan yang kaku, dan mudah bosan, sedangkan terhadap teman sebaya anak indigo memiliki perbedaaan minat dan pemahaman sehingga anak indigo cenderung enggan bergaul dengan teman sebaya (Chapman, 2005).
Dari sumber teori juga diperoleh bahwa anak indigo masih memiliki emosi negatif yaitu kemarahan, duka cita, egoisme, kejengkelan, kebencian, dendam, ketakutan, ketidakpercayaan, ketidakamanan, kepanikan, rendah diri, kehilangan, penderitaan, keputusasaan, malu, rasa bersalah dan iri hati. Anak indigo masih memiliki emosi negatif berarti emosi-emosi tersebut harus diregulasi. Regulasi emosi negatif anak indigo adalah strategi untuk mengelola respon emosional yang tidak menyenangkan dengan cara memonitor, mengevaluasi dan memodifikasinya untuk mencapai suatu tujuan yang dilakukan oleh anak indigo. Emosi negatif anak indigo yang diregulasi adalah emosi-emosi negatif anak indigo yang dikelompokkan berdasarkan lima emosi negatif Lazarus yang telah disebutkan di atas.
(47)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian menyajikan sub bab jenis penelitian, batasan istilah, subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, metode analisis data dan keabsahan data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif (Shaughnessy, Zechmeister dan Zechmeister, 2007) menghasilkan rangkuman verbal dari temuan-temuan penelitian tanpa rangkuman atau analisis statistik. Data penelitian kualitatif biasanya diperoleh dari wawancara dan observasi, dapat digunakan mendeskripsikan individu-individu, kelompok-kelompok serta gerakan-gerakan sosial. Studi kasus menurut Audifax (2008) adalah analisis multiperspektif, dimana peneliti tidak hanya berpegang pada perkataan dan sudut pandang pelaku, tetapi juga kelompok yang memiliki relevansi dengan pelaku dan interaksi di antara mereka.
Peneliti mengolah data yang sifatnya deskriptif tentang gambaran regulasi emosi negatif anak indigo.
B.Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah regulasi emosi negatif anak indigo. Regulasi emosi negatif anak indigo adalah strategi untuk mengelola respon emosional yang
(48)
tidak menyenangkan dengan cara memonitor, mengevaluasi dan memodifikasinya untuk mencapai suatu tujuan yang dilakukan oleh anak indigo. Respon emosional yang tidak menyenangkan tersebut adalah marah, sedih, cemas, malu-rasa bersalah dan iri.
Regulasi emosi negatif anak indigo dapat dilihat dari hasil analisis data wawancara yang diakukan oleh peneliti.
C.Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah dua orang anak laki-laki yang telah memenuhi syarat indigo berdasarkan pemeriksaan dan rekomendasi dari Pro V Clinic Jakarta. Subjek berusia 8 dan 9 tahun. Anak-anak yang berada pada tahap perkembangan akhir masa kanak-kanak adalah anak berusia 6 sampai dengan 11 tahun (Santrok, 2002; Papalia, 2007). Peneliti memilih kedua subjek ini karena sesuai dengan tujuan penelitian.
D. Metode Pengambilan Data
Data penelitian ini diambil dengan metode wawancara, observasi dan pemberian tes grafis. Metode wawancara yang digunakan adalah semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur merupakan perpaduan antara wawancara terstruktur dengan wawancara non terstruktur (Moleong, 2000). Wawancara dilakukan langsung dengan subjek penelitian dan orang tua untuk memperoleh keakuratan data. Observasi dilakukan untuk mengamati perilaku dan reaksi subjek selama proses wawancara yang dapat mendukung data
(49)
wawancara. Observasi dilakukan di waktu dan tempat yang sama dengan ketika dilakukan wawancara, selain itu observasi dilakukan di dalam kelas Sekolah I Indigo. Peneliti akan mencatat hasil observasi yang dilakukan hari itu juga dalam buku catatan.
Tes grafis digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini. Tes grafis digunakan karena dapat memproyeksikan aspek-aspek yang mendasari perilaku manusia (Tim Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, 1992) selain itu alat yang digunakan sederhana dan mudah didapat. Tes grafis dapat melihat tingkat energi, derajat pengontrolan diri, kemampuan mengintergrasikan pengalaman-pengalaman serta kesiapan dalam menghadapi masalah-masalah atau kegagalan-kegagalan. Interpretasi tes grafis tersebut telah dikonsultasikan kepada dua orang psikolog. Tes grafis digunakan untuk mengetahui perkembangan kepribadian subjek dalam aspek okupasi atau pekerjaan, emosi dan relasi sosialnya.
Hal-hal yang diungkap dalam wawancara adalah sebagai berikut: a. Latar belakang subjek:
1) identitas subjek
2) latar belakang keluarga 3) riwayat indigo
4) relasi sosial dan sebaya b. Regulasi emosi negatif:
Peneliti membuat daftar atau pedoman pertanyaan untuk melihat regulasi emosi negatif subjek. Pedoman wawancara tersebut dibuat untuk
(50)
mengingatkan dan mengontrol apakah data yang ingin digali peneliti sudah ditanyakan atau belum.
Table3.1
Panduan Wawancara Regulasi Emosi Negatif
Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan
Kesadaran anak terhadap emosi marah yang muncul.
a. Seberapa sering muncul rasa marah?
b. Seberapa kuat rasa marah yang muncul?
c. Apa yang menyebabkan anak marah?
Reaksi anak terhadap rasa marahnya
a. Apa yang dilakukan anak saat marah?
b. Apa yang dipikirkan anak setelah marah?
c. Apa yang dirasakan anak setelah marah?
Marah
Regulasi emosi yang dilakukan anak
Bagaimana anak meregulasi marahnya?
Kesadaran anak terhadap emosi sedih yang muncul.
a. Seberapa sering muncul rasa sedih?
b. Seberapa kuat rasa sedih yang muncul?
c. Apa yang menyebabkan anak sedih?
Reaksi anak terhadap rasa sedihnya.
a. Apa yang dilakukan anak saat sedih?
b. Apa yang dipikirkan anak setelah sedih? c. Apa yang dirasakan anak
setelah sedih?
Sedih
Regulasi emosi yang dilakukan anak.
Bagaimana anak meregulasi rasa sedihnya?
(51)
Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan
Kesadaran anak terhadap emosi cemas yang muncul.
a. Seberapa sering muncul rasa cemas?
b. Seberapa kuat rasa cemas yang muncul? c. Apa yang menyebabkan
anak cemas? Reaksi anak terhadap rasa
cemasnya.
a. Apa yang dilakukan anak ketika cemas? b. Apa yang dipikirkan
anak setelah cemas? c. Apa yang dirasakan anak
setelah cemas?
Cemas
Regulasi emosi yang dilakukan anak.
Bagaiman anak meregulasi rasa cemasnya?
Kesadaran anak terhadap emosi malu-merasa bersalah yang muncul.
a. Seberapa sering muncul malu-merasa bersalah? b. Seberapa kuat
malu-merasa bersalah yang muncul?
c. Apa yang menyebabkan anak malu-merasa bersalah?
Reaksi anak terhadap rasa malu-merasa bersalahnya.
a. Apa yang dilakukan anak ketika malu-merasa bersalah?
b. Apa yang dipikirkan anak setelah mlu-merasa bersalah.
c. Apa yang dirasakan anak setelah malu-merasa bersalah.
Malu-merasa bersalah
Regulasi emosi yang dilakukan anak.
Bagaimana anak meregulasi rasa malu-merasa bersalah?
(52)
Emosi Negatif Data Yang Digali Pertanyaan
Kesadaran anak terhadap emosi iri yang muncul.
a. Seberapa sering muncul rasa iri?
b. Seberapa kuat rasa iri yang muncul?
c. Apa yang menyebabkan anak iri?
Reaksi anak terhadap rasa irinya.
a. Apa yang dilakukan anak ketika iri?
b. Apa yang dipikirkan anak setelah iri?
c. Apa yang dirasakan anak setelah iri?
Iri
Regulasi emosi yang dilakukan anak.
Bagaimana anak meregulasi rasa irinya?
Panduan wawancara di atas juga digunakan untuk memperoleh data pendukung dari orang tua subjek penelitian.
E. Prosedur Pengumpulan Data
Pada tahap awal sebelum bertemu subjek, peneliti dua kali menghubungi
Pro V Clinic untuk melakukan wawancara dengan Dr. Erwin Kusuma,
memberikan surat ijin penelitian kepada klinik, mengutarakan maksud dan tujuan penelitian serta meminta rekomendasi klinik untuk mendapatkan subjek berdasarkan pemeriksaan klinik (memenuhi syarat indigo).
Selanjutnya, peneliti menghubungi orang tua subjek untuk meminta persetujuan dan mengutarakan maksud penelitian. Peneliti melakukan pendekatan awal kepada subjek. Prosedur pengambilan data sebagai berikut:
(53)
2. Peneliti memberikan gambaran tentang maksud dan tujuan penelitian. 3. Peneliti menanyakan kesediaan calon subjek penelitian. Peneliti juga
mengkonfirmasikan bahwa subjek berhak menentukan sendiri apakah identitasnya akan dirahasiakan atau tidak.
4. Peneliti menetapkan waktu dan tempat wawancara berdasarkan kesepakatan dengan subjek penelitian.
5. Peneliti meminta kesediaan subjek untuk direkam (secara audio) selama proses wawancara dan mencatat hal-hal yang penting selama wawancara dan observasi berlangsung.
6. Peneliti melakukan pengambilan data berupa wawancara, observasi dan pemberian tes grafis.
7. Peneliti menyusun laporan.
Pengambilan data dilakukan di tempat tinggal subjek, tempat usaha orang tua subjek dan Sekolah I Indigo.
F. Metode Analisis Data
Peneliti melakukan analisis thematic transkrip wawancara. Hasil analisis berupa tema-tema khusus yang mendeskripsikan regulasi emosi negatif pada anak indigo. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Organisasi Data
Pengolahan dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan meng-organisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan
(54)
banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan dan menyimpan data analisis yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian (Poerwandari, 2005). Data-data yang akan diorganisasikan dalam penelitian ini antara lain:
a. Data mentah (catatan lapangan, kaset, atau catatan hasil wawancara dan observasi serta hasil tes grafis).
b. Data yang sudah diproses (verbatim wawancara, transkrip observasi dan interpretasi tes grafis).
c. Data yang sudah ditandai kode-kode spesifik dan kesimpulan grafis yang sudah dikonsultasikan kepada 2 psikolog.
2. Pengkodean (koding)
Pengkodean dilakukan untuk mengorganisasikan dan memaparkan data secara lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2005). Pengkodean yang dilakukan adalah pengkodean terbuka (open coding). Pengkodean terbuka adalah pengkodean yang berkaitan dengan pemberian nama dan pengelompokan fenomena melalui pemeriksaan data yang cermat. Langkah-langkah pengkodean meliputi:
(55)
a. Peneliti menyusun transkrip wawancara, catatan observasi, dengan memberikan kolom kosong yang cukup besar di sebelah kanan dan kiri transkrip. Kolom ini digunakan untuk membubuhkan kode dan catatan-catatan tertentu di atas transkrip tersebut.
b. Peneliti memberikan penomoran secara urut pada baris transkrip wawancara dan catatan observasi.
c. Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu yang dapat mewakili berkas tersebut. Terdapat tiga kode yang digunakan dalam penelitian ini. Pengkodean penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut:
1) Pengkodean transkrip wawancara subjek, yaitu: Subjek ke- , wawancara ke-, baris ke-, contoh: S1, W1, sb 9 (Subjek pertama, wawancara pertama sub baris 9).
2) Pengkodean transkrip wawancara significant others (ibu subjek), yaitu: subjek ke-, wawancara significant others ke-, baris ke-, contoh: S1, WS, O1 sb 6 (subjek pertama, wawancara significant others pertama, sub baris 6).
3) Pengkodean observasi, yaitu: Observasi subjek ke-, observasi ke-, baris ke-, contoh: S1, O1, sb 14 (observasi subjek pertama, observasi pertama, sub baris 14).
Selain pemberian kode pada masing-masing berkas verbatim wawancara dan observasi, pengkodean juga dilakukan dalam melakukan analisis data. Data tes grafis dianalis dengan menginterpretasinya.
(56)
Table 3.2
Koding dalam Wawancara Latar Belakang Subjek
No. Kode Keterangan
1. KS Kegiatan Sehari-hari 2. HS Hubungan Sosial 3. HK Hubungan Keluarga
4. PA Pola Asuh
5. Pk Pola komunikasi
6. K Kemampuan
7. RI Riwayat indigo 8. Psi Perasaan sebagai indigo 9. PE Pengertian Emosi 10. ED Emosi Dominan
11. Bj Bijak
12. LS Lingkungan sosial 13. IT Info tambahan
14. Akd Akademik
Table 3.3
Koding dalam Wawancara Regulasi Emosi Negatif
No. Kode Keterangan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Sb Bo Ac Rop Pr Rft Pre Pip Ct Mr self blame blaming others acceptance refocus on planing positive refocusing rumination or focus on thought
positive reappraisal putting into perspective
catastrophizing
membatasi rangsang yang masuk 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Bs Ut Ap Af Cp ME EE MdE
berbicara dengan dirinya sendiri mengubah tujuan
mengalihkan perhatian dari objek yang membuat stress melakukan aktivitas fisik yang
menenangkan mencari kenyamanan pada
pengasuh Memonitor Emosi
Evaluasi Emosi Modifikasi Emosi
(57)
G.Keabsahan Data
Kredibilitas dan validitas penelitian ini menggunakan trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Moleong (2000) membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Trianggulasi yang akan digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah trianggulasi dengan sumber. Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan:
1) Peneliti membandingkan data hasil wawancara subjek dengan hasil wawancara orang tua.
2) Peneliti membandingkan apa yang diperoleh dari hasil wawancara dengan hasil kesimpulan tes grafis subjek.
(58)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan pembahasan menyajikan pelaksanaan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan.
A. Pelaksanaan Penelitian
Data penelitian diperoleh dengan melakukan tiga metode pengambilan data, yaitu melalui wawancara (data utama), observasi serta tes grafis (data penunjang). Wawancara dilakukan antara tanggal 12 Januari 2010, hingga 31 Januari 2010, dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan waktu dengan subjek beserta orang tuannya. Rincian pelaksanaan penelitian dijabarkan dalam tabel ringkasan waktu dan tempat pelaksanaan penelitian berikut ini:
Tabel 4.1
Ringkasan Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
No. Subjek Waktu
Penelitian
Tempat Penelitian Kegiatan
1. -
Sabtu, 12 Desember
2009
Pro V Clinic
menghubungi pihak klinik, pembaharuan
ijin penelitian (sebelumnya 12 Maret 2008) dan kesiapan pengambilan
data serta meminta referensi subjek
(59)
2. I
Jumat, 7 Januari 2010
bertemu orang tua subjek, memohon ijin
dan survey
No. Subjek Waktu
Penelitian
Tempat Penelitian Kegiatan
Selasa,
12 Januari 2010 di tempat usaha
orang tua
wawancara dan observasi pertama
subjek, serta wawancara orang tua
subjek (ibu) Sabtu,
16 Januari 2010
di tempat usaha orang tua
wawancara dan observasi ke dua Minggu,
24 Januari 2010
di tempat usaha orang tua
wawancara dan observasi ke tiga
2. I
Sabtu, 30 Januari 2010
Sekolah I Indigo observasi subjek
Kamis, 21 Januari 2010
di rumah kakek subjek
bertemu orang tua subjek memohon ijin
dan survey di rumah kakek
subjek (pagi)
wawancara dengan orang tua subjek (ibu) Jumat,
22 Januari 2010
di rumah kakek subjek (malam)
wawancara dan observasi pertama
subjek Jumat,
29 Januari 2010
di rumah kakek subjek
wawancara dan observasi kedua di dalam perjalanan
menuju Sekolah I Indigo
observasi ketiga
3. II
Sabtu, 30 Januari 2010
Sekolah I Indigo observasi subjek
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Deskripsi subjek penelitian disajikan mengikuti subjek penelitian dengan identitas yang disamarkan untuk menjaga kerahasiaan subjek.
(60)
1. Subjek 1
Sub sub-bab ini menyajikan identitas subjek dan latar belakang subjek. a. Identitas Subjek
Nama : Pr
Usia : 9 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 21 Agustus 2000
Urutan lahir : Bungsu dari empat bersaudara
Hobi : main catur, computer, basket dan taekwondo
Tipe keindigoan : humanis dan interdimensional
Nama ayah : AC
Pekerjaan ayah : wiraswasta (pendidikan)
Nama ibu : PP
Pekerjaan ibu : wiraswasta (pendidikan)
b. Latar Belakang Subjek
Latar belakang subjek menyajikan latar belakang kehidupan subjek, latar belakang keindigoan subjek dan kesimpulan tes grafis subjek.
1) Latar Belakang Kehidupan Subjek
Subjek adalah anak yang ramah. Ia menyapa lebih dahulu orang yang dikenalnya. Sehari-hari sepulang sekolah, ia tidak langsung pulang ke rumah tetapi terlebih dahulu ke tempat usaha milik orang tuanya di salah satu mall. Orang tua subjek memiliki usaha membina minat serta
(61)
bakat anak di bidang olah raga (bela diri khususnya) dan seni di tempat tersebut. Di sanalah biasanya subjek menghabiskan waktu untuk belajar, mengerjakan tugas-tugas sekolah dan bermain. Dia juga senang sekali membaca buku di tempat usaha sebelahnya atau mengajak penjaganya bermain catur bersama, tetapi hal yang paling digemarinya adalah bermain komputer, biasanya kalau sudah asik dia lupa mengerjakan tugas sehingga harus diingatkan oleh ibunya. Menurut ibunya, subjek termasuk pribadi yang sangat tertutup, perasaannya sangat halus. Subjek sangat sedih bila memperoleh penglihatan tentang bencana alam, seperti ketika akan terjadi gempa di Padang. Kesedihan itu bisa dirasakan berhari-hari sehingga ia terlihat sangat gelisah. Subjek biasanya menceritakan apa yang dilihat kepada ibunya. Subjek juga pernah merasa sangat marah, hingga membuat mobil yang ditumpangi tiba-tiba mogok setelah subjek berteriak. Subjek lupa apa yang menyebabkan ia begitu marah, tetapi menurut ibunya subjek marah karena ayahnya tidak percaya dan menuduhnya berbohong.
Subjek sangat senang membaca, terutama membaca tentang anatomi tubuh manusia. Bahkan ia dapat dengan cepat memahami cara kerja organ-organ tubuh tersebut. Kegemaran subjek akan komputer membuatnya dapat membuka password orang lain. Kemampuan tersebut didapat dengan mencoba-coba sendiri tanpa diberi tahu pemiliknya. Kakak laki-laki subjek sering merasa kesal karena beberapa kali
(62)
password-nya berhasil dibuka. Setiap Sabtu dua minggu sekali subjek biasanya sekolah di Sekolah I Indigo.
Subjek sangat dekat dengan ibu dan kakak sulungnya, Rt, yang juga indigo. Subjek merasa nyaman berada di dekat Rt karena subjek merasa Rt bisa memahami subjek. Subjek sering merasa jengkel terhadap kedua kakak yang lain, Ag dan An, karena mereka sering mengganggu subjek dengan keisengannya.
Subjek lebih banyak bermasalah dengan guru dibandingkan teman sebayanya di sekolah. Subjek sering tidak sekolah karena harus mengobati orang yang sangat membutuhkannya, tetapi guru subjek tidak mau mengerti. Subjek sering dimarahi atau disindir oleh gurunya. Hal tersebut sering kali membuat subjek merasa jengkel, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankan pendapatnya. Subjek merasa gurunya tidak pernah mempercayai penjelasannya mengenai peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Hal tersebut membuat subjek memilih untuk diam karena tidak ingin memperpanjang masalah. Subjek merasa tidak mungkin melawan gurunya meskipun dia benar.
Subjek tidak pernah bermain dengan tetangganya, karena selain
ibunya tidak membiasakan ia untuk nangga (bermain ke tempat
tetangga), biasanya ia sampai dirumah sudah malam dan langsung tidur. Subjek baru pindah beberapa bulan yang lalu sehingga belum banyak mengenal tetangganya. Di lingkungan rumah yang lama subjek juga jarang bermain dengan teman sebaya di sekitar rumahnya.
(63)
Di keluarga, orang tua subjek menerapkan komunikasi dua arah dalam mengasuh putra dan putrinya. Ibu subjek menjelaskan bahwa memperlakukan anak indigo memang harus berbeda dari memperlakukan anak yang tidak indigo, tetapi tidak berarti mengistimewakan anak indigo. Pendekatan yang dilakukan orang tua subjek pada anaknya yang indigo lebih banyak berbagi dan diskusi. Orang tua subjek cenderung memberikan gambaran dampak positif dan negatif dari tindakan yang akan diambil, kemudian anak yang tetap menentukan pilihan dan harus siap menghadapi konsekuensi dari keputusannya itu. Orang tua subjek memahami bahwa anak indigo tidak dapat didoktrin karena mereka bisa marah, tetapi anak indigo tetap harus diberi batasan-batasan untuk bertindak sehingga lebih terarah. Orang tua subjek memberikan doktrin yang lebih ketat kepada anak-anaknya yang tidak indigo.
2) Latar Belakang Keindigoan Subjek
Subjek dilahirkan melalui proses normal meskipun ibunya harus mengalami pendarahan pasca melahirkan. Subjek dilahirkan dengan proses yang tidak mudah karena ibu subjek sempat urus-urus sebanyak tiga belas kali sebelum melahirkan. Subjek lahir bungkus seperti kedua kakaknya yang lain. Ibu subjek merasakan setengah mati kala melahirkan subjek karena kehabisan tenaga, untunglah waktu itu subjek bisa lahir dengan selamat. Bayi yang lahir bungkus menurut mitos orang Jawa
(64)
menyelubungi itu dengan pari (padi), maka maknanya akan lebih baik. Sebelum melahirkan ibu subjek tidak mendapat firasat apapun kalau akan melahirkan anak indigo.
Keistimewaan subjek mulai tampak ketika subjek berusia 6 bulan, subjek mulai mencari lantai dan tidur sampai pagi. Subjek tidak mau berbicara sampai usia 3 tahun kecuali subjek memang harus bicara. Dokter menyatakan tidak ada hambatan bicara yang dialami subjek, tetapi mungkin subjek bayi tirakat.
Subjek memiliki kemampuan melihat dan berteman dengan mahluk halus. Pada awalnya keluarga menganggap normal anak-anak dapat melihat mahluk halus. Menurut keluarganya kemampuan tersebut akan hilang setelah usia anak 5 tahun. Ternyata kemampuan tersebut tidak hilang, bahkan semakin lama subjek mampu menemukan cara sendiri untuk meng-on atau off jika melihat mahluk halus, hanya dengan berdiam diri sejenak.
Subjek dapat menyembuhkan dirinya sendiri ketika sakit dengan cara tidur di lantai. Kemampuan subjek berkembang lagi dengan dapat meramalkan kejadian alam, menguasai ilmu pengobatan, serta telepati. Semua itu di dapatkan begitu saja tanpa proses belajar secara khusus. Ketika menyembuhkan orang biasanya subjek akan mendapat bisikan dari Tuhan apakah orang tersebut bisa disembuhkan atau tidak. Biasanya ada batasan waktu untuk mengobati orang yang sakit, tergantung dengan parah tidaknya penyakit yang diderita orang tersebut.
(65)
Subjek dibawa ke Pro V Clinic, atas rekomendasi dari teman ibunya. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan oleh Dr. Erwin Kusuma subjek dinyatakan sebagai anak indigo, tipe dimensional dan humanis. Setelah mengetahui dirinya digolongkan sebagai anak indigo, subjek tidak merasa adanya perbedaan. Subjek tetap melakukan aktifitasnya dan bersikap seperti biasanya.
3) Kesimpulan Tes Grafis
Subjek memiliki sifat dominan serta keinginan untuk menunjukkan diri. Subjek memiliki intelektual dan kemampuan merencanakan sesuatu dengan baik, penyesuaian dirinya cukup baik, akan tetapi kurang memiliki daya juang. Subjek tidak menyukai hal yang rumit.
Subjek memiliki hambatan terutama dalam hal belajar. Serba ingin tahu, namun tidak jelas tujuannya. Merasa tidak mampu mencapai hasil dan mencoba menutupi kekurangan. Subjek memiliki keinginan meraih sesuatu sehingga berusaha memberikan yang terbaik. Terkadang muncul rasa curiga subjek terhadap orang lain sebab ia masih merasa kurang mampu dengan dirinya. Potensi subjek akan optimal jika merasa nyaman sehinga ia membutuhkan suasana yang mendukung.
Subjek secara emosi masih mudah terpengaruh gangguan dari lingkungan, namun masih relatif stabil untuk anak-anak. Emosi subjek tampaknya cukup stabil, tetapi dalam hal-hal tertentu masih ada indikasi kurang bisa mengontrol perasaannya meskipun masih dalam kategori
(66)
wajar. Subjek cenderung bertindak secara spontan, dorongan tidak terhambat, memiliki suasana hati yang hidup, bertingkah laku sesuai keinginannya, secara pasif suka menikmati keadaan dan mudah didominasi oleh drive nya (ketidaksadarannya). Keadaan tersebut membuat subjek mudah marah. Di sisi lain, ada rasa tidak aman, kurang yakin pada diri sendiri. Subjek memiliki perasaan bersalah sehingga ada kecenderungan minder atau rendah diri. Subjek terkadang merasa cemas atau gelisah. Subjek berkeinginan untuk realistis dengan hal-hal yang nyata sehari-hari. Subjek terkadang tidak mau mendengar hal-hal yang tidak dimengerti oleh dirinya sendiri.
Subjek mudah bergaul, tampak stabil, dan mempunyai keseimbangan sikap sosial. Subjek dapat menyesuaikan diri, ia suka menyenangkan dan menolong orang lain. Tetapi subjek memiliki kecenderungan membatasi diri, sukar dapat mengerti, dan memiliki sifat egosentris. Subjek memiliki perasaan tidak pasti, serta perasaan tertekan dalam berhubungan dengan lingkungan. Subjek merasa tidak aman dengan kritik dan pendapat orang lain. Subjek menganggap keluarga berperan besar, namun menganggap diri kurang begitu penting atau kurang berperan dalam keluarga. Subjek merasa kurang dipercaya dan kurang berharga. Subjek memiliki ketergantungan serta kebutuhan terhadap rasa aman dari keluarga. Subjek memiliki keinginan melakukan hubungan dengan orang lain hanya saja ia masih tertutup. Subjek cukup dekat dengan ibunya, tetapi ia juga memiliki kebutuhan untuk dekat dengan ayah.
(67)
2. Subjek II
Sub sub-bab ini akan menyajikan identitas subjek dan latar belakang subjek. a. Identitas Subjek
Nama : Rm
Usia : 8 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 28 November 2001
Urutan lahir : sulung dari 3 bersaudara
Hobi : main bola, sepeda dan main komputer
Tipe keindigoan : konseptual dan interdimensional
Nama ayah : BI
Pekerjaan ayah : TNI AD
Nama ibu : RP
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
b. Latar Belakang Subjek
Latar belakang subjek menyajikan latar belakang kehidupan subjek, latar belakang keindigoan subjek dan kesimpulan tes grafis subjek.
1) Latar Belakang Kehidupan Subjek
Subjek adalah anak yang kritis, pembawaannya terlihat dewasa dan sopan. Subjek mengamati orang yang baru dikenal baik-baik seperti memastikan orang tersebut tidak membahayakan, sikap seperti ini membuat subjek terkesan selalu waspada. Subjek terkadang terlihat sangat emosional ketika berhadapan dengan Bg, adik laki-lakinya, atau teman-teman yang mengganggunya. Subjek pernah dianggap kesurupan karena menghajar 5 orang teman sampai masuk UKS karena
(68)
mengganggu subjek dan teman-teman lainnya. Dari kecil Rm termasuk anak yang agak tertutup, tidak semua hal diceritakan. Subjek menyaring sendiri apa yang harus dibicarakan dan apa yang tidak.
Subjek tampak sekali memiliki ambisi yang besar di bidang akademis. Subjek termasuk anak yang pandai di sekolah. Selain berprestasi di kelas ia juga sering mewakili sekolah untuk olimpiade saintce. Selain sekolah, subjek mengikuti les KUMON dari Senin sampai Jumat, mata pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika. Sedangkan hari Sabtu dan Minggu adalah hari bebas baginya untuk bermain komputer. Hari bebas ini sangat di manfaatkannya untuk bermain atau berjalan-jalan dengan keluarga, karena di hari-hari biasa ia harus belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah ataupun tugas les. Kalau ada les, subjek baru sekitar jam dua siang sampai di rumah. Subjek sudah lelah sekali. Setiap Sabtu dua minggu sekali subjek biasanya sekolah di Sekolah I Indigo.
Subjek sangat dekat dengan ibunya, apalagi ia harus tinggal jauh dari ayahnya yang bertugas sebagai TNI AD di luar kota, sehingga ia hanya bisa bertemu 5-8 bulan sekali saja. Aki (kakek) adalah figur pengganti ayah baginya, ia juga sering bertukar pikiran dengan akinya itu. Sedangkan nien (nenek) lebih memanjakan Bg, adik laki-lakinya. Bg adalah golden boy bagi nein. Hal tersebut membuat Rm sering merasa iri terhadap adiknya. Subjek terlihat lebih sayang dan melindungi Ky, adik perempuannya yang masih bayi.
(69)
Rm dibesarkan dalam lingkungan keluarga ABRI, selain ayah, aki dan om-omnya anggota TNI AD, AU dan AL. Lingkungan tersebut membuat subjek terbiasa dengan pola asuh yang disiplin serta aturan-aturan meskipun tidak otoriter. Subjek tetap diberi kebebasan untuk memilih apa yang dikehendaki, termasuk tempat bersekolah serta lingkungan bergaul. Subjek adalah cucu tertua dalam keluarga besarnya, sehingga ia lebih ngemong terhadap saudara-saudara sepupunya.
Subjek tidak memiliki masalah dalam sosialisasinya, karena ia bisa bergaul dengan teman seusia maupun yang lebih dewasa darinya. Terkadang subjek merasa lebih nyaman berbincang-bincang dengan orang yang lebih tua karena merasa lebih dipahami. Ketika masih tinggal di Bandung bersama ayah dan ibunya, subjek sering bermain dengan teman-teman sekitar rumahnya. Namun, kebiasaan itu tidak lagi dilakukan setelah tinggal di rumah aki (kakeknya) di Jakarta. Subjek pulang dari les sudah sore dan tidak ada teman seusia yang tinggal disekitar rumah akinya. Sekitar tempat tinggal akinya relatif sepi dan jarang sekali terlihat orang bermain di luar rumah, meskipun itu adalah perumahan.
2) Latar belakang Keindigoan Subjek
Subjek baru diketahui indigo setelah di bawa ke Pro V Clinic. Waktu subjek umur 1 tahun orang tuanya belum mengetahui kalau dia indigo. Waktu itu, kakak ibunya yang penerbang akan berangkat untuk bertugas.
(1)
perlu meluruskannya. Seperti generasi biru sebelum indigo yang meluruskan cara berpikir dengan berbagai penemuan di bidang teknologi (nalar).
T: Kalau anak yang ditangani klinik memiliki pengelolaan diri dalam taraf apa?
J: Pembinaan anak indigo di Pro V Clinic sangat individual, tergantung apa yang kurang berkembang dari mereka. Anak indigo seperti juga anak non-indigo bisa saja sehat atau sakit, atau punya keterbatasan tertentu. Terutama penyesuaian diri (EQ: Emotional Quotient, daya penyesuaian diri). Bila orang tua mereka setuju maka dilakukan pembinaan untuk mengembangkan potensi yang terdapat pada mereka. Tetapi tidak semua orang tua setuju.
(2)
B. Surat Ijin1
(3)
(4)
(5)
C. Surat Keterangan
(6)