CAM
Hen’s gg Test on the Chorioallantoic Membrane HET-CAM merupakan uji alternatif untuk menguji efek iritasi yang mungkin dapat
ditimbulkan dari suatu sediaan kosmetik. Metode ini menggunakan telur ayam, dimana prosedur ini terdiri dari lima tahapan; pada tahap pertama yaitu persiapan
telur, telur yang dibuahi hari 0 diterima dan dianalisis untuk melihat adanya kerusakan, setelah tidak adanya kerusakan kemudian dibersihkan dengan alkohol
70 dan ditempatkan dalam inkubator pada suhu dan kelembaban terkontrol 37±1
o
C Cazedey, Carvalho, Fiorentino, Gremiao, dan Salgado, 2009. Metode HET-CAM menggunakan
Membrane Chorioallantoic CAM, merupakan membran pernapasan vaskuler yang mengelilingi embrio burung yang sedang
berkembang. Pembuluh darah yang ada pada CAM adalah cabang dari arteri dan vena dari allantois embrio yang berisi eritrosit dan leukosit yang terlibat dalam
respon inflamasi jika terkena rangsangan ekternal. Efek iritassi yang terjadi pada uji HET-CAM diamati selama 1-5 menit pada bagian CAM setelah pemberian
senyawa uji. Efek iritasi yang diamati yaitu waktu terjadinya hemoragi pendarahan pada pembuluh darah, lisis pecahnya pembuluh darah dan
koagulasi denaturasi protein vaskuler Cazedey dkk., 2009. Efek vaskular diklasifikasikan menurut kriteria pada tabel II.
G. Uji iritasi dengan Hen’s Egg Test on the Chorioallantoic Membrane HET-
Tabel II. Kategori iritasi berdasarkan skor iritasi pada HET-CAM
Skor HET-CAM Kategori Iritasi
0 - 0,9 Tidak mengiritasi
1 - 4,9 Iritasi lemah
5-8,9 atau 5-9,9 Iritasi sedang
9-21 atau 10-21 Iritasi kuat
Cazedey dkk., 2009 Skor iritasi dihitung dengan menggunakan persamaan:
Skor iritasi =
1- a t e rag 1- a t
1- a t ag a
......... 3 Deshmukh, Kumar, Reddy, Rao, dan Kumar, 2012
H. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan desain yang digunakan untuk mengevaluasi efek dari faktor yang dipelajari secara simultan dan efek yang relatif penting
dinilai. Penelitian desain faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan level yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur. Respon yang diukur harus dapat
diekspresikan secara numerik. Deskripsi sifat seperti besar, lebih besar, terbesar dan nomor urut seperti menunjukkan respon terbesar adalah 1, selanjutnya 2, dan
seterusnya tidak dapat digunakan Armstrong dan James, 1996. Desain faktorial dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor misal
sifat alir dan viskositas yang masing-masing faktor diuji pada level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi Bolton dan Bon, 2010.
Optimasi campuran dua bahan berarti ada dua faktor dengan dua desain faktorial
two level factorial design dilakukan berdasarkan rumus:
Y = b + b
1
X
A
+ b
2
X
B
+ b
12
X
A
X
B
................................................ 4 Keterangan:
Y =
respon hasil yang diamati X
A
, X
B
= level faktor A, level faktor B
b
1
, b
2
, b
12
= koofisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
b =
rata-rata dari semua percobaan
Desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan 2
n
= 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level seperti tabel III.
Tabel III. Rancangan percoban desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Formula
Faktor A Faktor B
Interaksi
1 -
- +
a +
- -
b -
+ -
ab +
+ +
Keterangan : -
= level rendah +
= level tinggi Formula 1
= faktor A pada level rendah dan faktor B pada level rendah Formula a
= faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level rendah Formula b
= faktor A pada level rendah dan faktor B pada level tinggi Formula ab
= faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level tinggi Persamaan 4 dan hasil data yang diperoleh dapat dibuat
contour plot dan
superimposed contour plot suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang optimum Bolton dan Bon, 2010.
I. Landasan Teori
Paparan sinar UV-A dan UV-B yang terlalu tinggi dapat memungkinkan terjadinya hiperpigmentasi kulit yang dapat menyebabkan kulit kusam, bersisik,
eritema kemerahan pada kulit, dan kanker kulit Taufikkurohmah, 2005; Windono, Jany, dan Soeratri, 1997. Perlindungan kulit dari paparan sinar
matahari yang berlebihan diperlukan untuk mencegah efek yang tidak diinginkan tersebut.
Sunscreen merupakan suatu bentuk sediaan yang mengandung senyawa yang mampu menyerap dan atau memantulkan radiasi ultraviolet sehingga
mengurangi energi radiasi yang terpenetrasi ke kulit akibat paparan langsung sinar
UV-A maupun sinar UV-B Shaath, 2005. Penelitian ini menggunakan zat aktif
dari bahan alam, yang diharapkan dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh senyawa sintetik. Bahan alam yang digunakan adalah ekstrak
rimpang kencur yang mengandung EPMS yang dapat menyerap sinar UV-B. Sunscreen diformulasikan dalam bentuk sediaan emulgel dimana
memiliki beberapa sifat yang menguntungkan seperti tiksotropik, mudah dioleskan, mudah dihilangkan,
emollient, dapat bertahan lama, transparan dan penampilan yang menyenangkan. Emulgel adalah suatu emulsi baik tipe minyak
dalam air atau air dalam minyak, yang mana emulsi akan dicampurkan bersama dengan
gelling agent. Emulgel stabil dan unggul dalam penghantaran untuk obat yang hidrofobik atau sukar larut dalam air.
Gelling agent berperan penting pada sistem gel karena dapat meningkatkan konsistensi bentuk sediaan Kute dan
Saudagar, 2013.
Penelitian ini melakukan optimasi formula emulgel dengan bahan ekstrak rimpang kencur yang menggunakan Carbopol
®
940 sebagai gelling agent dan
propilen glikol sebagai humektan untuk dapat menghasilkan sifat fisik sediaan emulgel yang baik
. Pengaruh dominan yang menentukan sifat fisik sediaan emulgel ekstrak kencur serta daerah komposisi optimum dapat ditentukan melalui
superimposed contour plot.
J. Hipotesis