Kota Medan Masa Kolonial

50 Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di Kota Medan tahun 2004 berjumlah 7,13 atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan merupakan kantong kemiskinan terbesar 37,19 dari keseluruhan penduduk miskinBPS :2010.

2.5 Kota Medan Secara Kultural

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku etnis dan agama. Oleh karenanya budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan modernisasi, dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Adanya pluralisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu isu primordialisme yang dapat mengganngu sendi sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuan dan sasaran strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.

2.6 Kota Medan Masa Kolonial

Sebelum bangsa Belanda menguasai daerah Sumatera Utara, penduduk Sumatera Utara telah mengenal bangsa lain seperti Portugis, Spanyol, dan Inggris. Masa pemerintahan Belanda dimulai pada tahun 1885 yang ditandai dengan dikeluarkannya peraturan dasar ketatanegaraan Pemerintah Hindia Belanda. Universitas Sumatera Utara 51 Pemerintahan Hindia Belanda dilaksanakan dengan menganut asas sentralisasi. Medan sebagai kota yang baru dibuka masih merupakan bagian dari wilayah Keresidenan Sumatera Timur sampai tahun 1870 Sinar :1994. Sumatera Timur sampai pertengahan abad ke-19 didiami oleh kelompok etnis Melayu, Batak, Karo dan Batak Simalungun. Mereka inilah yang dikenal sebagai penduduk asli Sumatera Timur Reid dalam Suprayitno:2005. Sumatera Timur adalah daerah daerah dataran rendah yang luas. Didaerah ini terdapat hutan mangrove yang ditumbuhi oleh pohon bakau dan nipah, serta banyak dijumpai sungai sungai yang bermuara ke selat malaka Suprayitno :2005. Pemerintah Belanda melancarkan politik ekspansionisme ke Sumatera timur pada pertengahan abad ke-19. Pengaruhnya semakin kuat setelah sultan Serdang Basyaruddin menandatangani perjanjian acte van erkening tanggal 16 agustus 1862 yang menyatakan takluk pada pemerintah Belanda. Setelah itu meyusul kerajaan asahan 2 maret 1886, langkat 21 oktober 1885 dan sebagainya Suprayitno : 2005 Mengingat perkembangan ekonomi yang pesat di Sumatera Timur, maka pada tahun 1887 ibukota keresidenan Sumatera Timur dipindahkan ke Medan Sinar dalam Suprayitno : 2005. Dengan adanya penataan wilayah kerajaan Sumatera Timur, maka belanda secara otomatis telah memasukkan daerah Sumatera Timur ke dalam struktur birokrasi kolonial yang berpusat di Batavia Suprayitno :2005. Hal ini artinya Belanda telah berhasil menyatukan wilayah kerajaan yang belum pernah memiliki Universitas Sumatera Utara 52 kesatuan politik dan administrasi. Belanda pun secara tidak langsung telah memberikan identitas baru kepada daerah pesisir Sumatera Timur dan menghubungkan daerah itu dengan Jawa. Medan sendiri dalam bahasa Melayu berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman dulu merupakan tempat berkumpul orang-orang dari Hamparan Perak, Sukapiring dan daerah lainnya untuk berdagang dan bertaruh. Daerah ini dikenal dengan nama kampung Melayu. Kampung ini dikelilingi oleh kampung- kampung lain, seperti Kesawan, Binuang, Tebing Tinggi, dan Merbau. Keberadaan kampung-kampung ini sekarang sudah tidak ada lagi, karena terdesak oleh perluasan Kota Medan. Tanah Lapang Esplanade lapangan Merdeka saat itu masih merupakan kebun tembakau yang penuh dengan rawa-rawa. Wilayah yang tidak dikuasai langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda meliputi kawasan Kesultanan atau daerah Swapraja, sedangkan daerah yang dikuasai langsung oleh pemerintah Belanda disebut dengan Daerah Gouvernement Sinar :1994 Dalam perkembangannya, pada tahun 1886 Medan dijadikan Kotapraja oleh Pemerintah Hindia Belanda. Berbagai perkantoran didirikan. Pada tanggal 3 Maret 1887 Medan dijadikan ibukota Kerisidenan Sumatera Timur. Akibat perkembangan yang semakin pesat oleh statusnya sebagai ibukota Keresidenan, maka pada tanggal 4 April 1909 Medan diberi status pemerintahan otonom. Dibawah pemerintahan Kotapraja Medan mengadakan pembangunan jalan-jalan baru, jembatan, pipa air minum, listrik dan klinik-klinik. Belakangan, pada tahun 1915 Keresidenan Sumatera Timur ditingkatkan statusnya menjadi Gubernemen, dan Gouverneur yang pertama adalah HJ Crijzen. Kelak Sultan Deli Makum Universitas Sumatera Utara 53 Arrasjid mengalihkan kepemilikan sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota tahun 1918 untuk menampung perluasan kota. Sampai tahun 1937 Medan telah menjadi pusat kegiatan administrasi pemerintahan dan ekonomiSinar :1994. Hal yang cukup menarik bahwa secara fisik perkembangan kota tidak hanya berurusan dengan kebutuhan orang hidup, seperti tempat tinggal, perkantoran, stasiun kereta api dan sebagainya melainkan juga berhubungan dengan orang-orang yang meninggal, yaitu adalah kebutuhan akan pemakaman. Berbagai pihak ikut mengupayakan kebutuhan itu sehingga di Medan sejak dahulu diketahui memiliki beberapa kompleks pemakaman, baik untuk umum maupun bagi kelompok masyarakat tertentu. Perkembangan kota yang pesat menjadikan Medan sebuah kota modern yang ditandai dengan berdirinya bangunan-bangunan beragam gaya arsitektural. Banyak orang mengatakan bahwa Kota Medan menjadi betul-betul unik di Hindia Belanda, karena telah menjadi kota bergaya Eropa dalam nuansa Inggris Sinar :1994 Pemenuhan kebutuhan kehidupan sebuah perkotaan juga berhubungan dengan pusat perbelanjaan. Di Medan, pada bulan Maret 1933 diresmikan pusat pasar yang menempati areal di sekitar Jalan Sutomo yang saat itu bernama Wilhelminestraat dan jalan Sambu Hospitaalweg. Pusat Pasar itu meliputi 4 empat buah bangunan besar dan panjang loods yang megah. Arsitek Belanda sangat kagum dengan kebudayaan Perancis, sehingga merancang pusat pasar itu dan mengadopsi bentuk pasar bangunan Les Halles Pasar Sentral di Paris. Demikian pula halnya dengan bentuk dan pola taman-taman di Medan, mendapat Universitas Sumatera Utara 54 pengaruh dari model taman-taman di kota Paris, sehingga Kota Medan mendapat julukan Parijs van Sumatera. Pesatnya perkembangan Kota Medan tampak pula dari pembagian wilayah administrasinya. Pada tahun 1959 wilayah Kota Medan terbagi atas 4 empat wilayah kecamatan, dan pada saat ini terbagi atas 21 wilayah Kecamatan. Hal ini disesuaikan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan luasan wilayah Sinar :1994. Namun pada saat sekarang ini keberadaan bangunan tersebut telah berganti menjadi bentuk bengunan baru yang dipengaruhi oleh perubahan waktu dan perkembangan zaman. Mengutip Matondang 2012:1 yang mengatakan bahwa Perkembangan wilayah Medan menjadi sebentuk Kota tidak lepas dari peran materi fisik yang menunjang kehidupan manusia, penciptaan atas ruang kota didasari atas kebutuhan maupun faktor estetika yang berguna bagi manusia. • Kawasan Pecinan Dari aspek sejarah keberadaan kawasan Pecinan memperlihatkan struktur komposisi masyarakat mayoritas etnik china di masa lalu. Lokasi bangunan ini dan sekitarnya merupakan wilayah pemukiman orang- orang Cina yang umumnya sebagai pedagang, tuan tanah, penarik pajak, dan lainnya yang mendapat perlindungan dari Penguasa pada masa pemerintahan Belanda. Daerah kawasan Pecinan yaitu meliputi daerah perkantoran, dan perdagangan yang berada pada Jl. Cirebon, Jl. Surakarta, Jl. Bogor. • Kawasan Kampung Tamil Pada masa kolonial, orang-orang Tamil bermukim disekitar daerah-daerah Universitas Sumatera Utara 55 perkebunan yang ada di Kota Medan. Awalnya orang Tamil bermukim disekitar kota-kota besar yang ada di Kota Medan. Pemukiman orang Tamil yang sering dikenal dengan nama kampung Madras, dan yang lebih familiar lagi dikenal dengan nama kampung Keling. Daerah pemukiman mereka biasanya lebih dominan terletak di pinggiran sungai. Tepatnya mayoritas orang Tamil tersebut berada di pinggiran sungai Babura, dimana sungai ini merupakan sungai yang menjadi jalur utama transportasi di masa lampau. Tetapi sekarang pemukiman orang-orang Tamil sudah menyebar di sejumlah tempat di seluruh Kota Medan. Awal datangnya orang Tamil ke Medan ialah ingin bekerja sebagai kuli perkebunan. Hal ini dilatarbelakangi dengan keadaan orang Tamil yang datang ke Medan, yang berasal dari golongan orang –orang rendah di India baik dari segi pendidikan dan ekonomi. Orang-orang Tamil inilah yang dipekerjakan sebagai kulibudak perkebunan milik orang Eropa. • Kawasan Pribumi 1. Mandailing Merupakan kawasan yang berada pada sepanjang aliran di pemukiman Sungai Deli, Kelurahan Sei Mati, serta kampung baru dan sekitarnya. 2. Melayu Minang Daerah kawasan MelayuMinang berada pada daerah kota Matsum. Asal kata Matsum dari kota Matsum berasal dari nama Sultan Deli yaitu Maimun Al Rashyid Perkasa Alam yg membangun istana Maimun dan Masjid Raya. Kota Matsum merupakan kota-nya masyarakat Melayu Deli di kota Swapraja Medan yang ditandai dengan kediaman Sultan di istana Jalan Puri dan para Universitas Sumatera Utara 56 bangsawannya yang ditandai dengan banyak istana-istana para tengku yang berupa rumah panggung. Daerah-nya dari Jalan Halat, Jalan Japaris dan Sisingamangaraja dan Ismailiyah. Jalan Puri juga dulunya lebar seperti Amaliun, dan sekarang d Jalan Puri masih terdapat satu rumah panggung model rumah Melayu Deli. Pada saat sekarang ini tidak kelihatan lagi keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan akibat tidak adanya tindakan pelestarian bangunan-bangunan bersejarah. Kini hanya deretan rumah toko yang kelihatan akibat masyarakat yang tinggal di bangunan bersejarah menjual bangunan tersebut kepada orang yang sanggup membayarnya dengan harga tinggi, pemerintah Kota Medan hanya membiarkan hal seperti ini terjadi • Kawasan Eropa Kawasan Eropa dahulunya disebut dengan nama Kesawan yang merupakan cikal bakal berdirinya Kota Medan yang wilayahnya terhubung dari Kesawan hingga Labuhan Deli. Awal abad ke-19 pembangunan Medan menjadi sedemikian pesat ditandai banyaknya infrasturuktur yang dibangun. Banyak juga bangunan baru berdiri dengan tampilan arsitektur bergaya Eropa. Ada jalur rel kereta api dan stasiun Kereta Api dibangun di Kota Medan; lokasinya berdekatan dengan Esplanade atau lapangan Merdeka Medan. Dulunya Kawasan Eropa adalah sebuah kampung tempat persinggahan para pedagang yang datang untuk berdagang hingga menyabung ayam. Semua kegiatan dilakukan di sana. Tempat ini merupakan sentral penduduk yang berasal dari Serdang yang akan menuju ke Sunggal atau dari Percut ke Hamparan Perak, bahkan yang dari Labuhan ke Deli Universitas Sumatera Utara 57 Tua. Kawasan Eropa inilah yang kini kemudian menjadi kesawan Sinar :1986 Sebenarnya Kesawan itu dahulunya masuk ke dalam wilayah perkebunan. Kemudian berkembanglah tempat itu. Maka banyaklah pertokoan-pertokoan yang dibuat oleh orang-orang Cina di lokasi ini Seiring waktu, berbagai etnik pun menyebar memanfaatkan wilayah ini sebagai kawasan bisnis. Di tahun 1918, wilayah itu pun diserahkan oleh Kesultanan Deli kepada pemerintah Sinar :1994 Pada masa kolonial Hindia-Belanda wilayah Kota Medan diatur hingga akhirnya terbentuklah gemeente atau pemerintahan lokal yang mengurus kebutuhan daerah setingkat kota. Oleh gemeente Kota Medan atau pemerintah Kota Praja Medan, kawasan itu pun disusun teratur sedemikian rupa hingga membentuk sebuah kawasan bernama Kesawan yang di penuhi dengan bangunan- bangunan bergaya Eropa Said :1992. Sejak itu berdatanganlah perusahaan-perusahaan asing untuk membuka berbagai perkantoran, bank, perusahaan perkebunan, kantor pusat perkebunan dan pemerintahan, perusahaan pelayaran, kapal-kapal asing, dan lain-lainnya hingga Kesawan penuh dan menjadi pusat kota. Dulu kios-kios yang dibangun di situ masih berbentuk kayu Said :1992 Wilayah Gemente merupakan wilayah yang terlihat modern dan benar – benar bergaya kolonial Eropa. Sebagian besar fasilitas-fasilitas umum penunjang Medan berada disini. Orang-orang Eropa seluruhnya bermukim di wilayah ini dalam kantong-kantong gaya yang eksklusif. Begitu juga dengan orang-orang Tionghoa dan Timur Asing lainnya yang ditempatkan disini dalam kantong- kantong pemukiman yang khusus Sinar :1994. Universitas Sumatera Utara 58 foto 2. Medan tempo dulu medantempoedoeloe.blogspot.com diakses pada 17 November 2012 Hanya sedikit orang dari kalangan Bumiputra yang tinggal di wilayah Gemeente. Itupun hanya orang yang memiliki kepentingan tertentu, ataupun penduduk yang pada awalnya memiliki tanah dan rumah di wilayah sosial yang tergolong tinggi. Bahasa yang digunakan di tempat ini beragam-ragam sesuai dengan penduduknya. Orang-orang Eropa berkomunikasi dengan bahasa mereka sendiri, terutama dengan bahasa Belanda. Sementara orang-orang Tionghoa memakai bahasa ibu mereka, begitu juga dengan orang-orang India. Namun yang menjadi pengantar komunikasi berbeda-beda tersebut adalah bahasa Melayu Indonesia yang dicampur dengan bahasa Belanda Said :1992 Tujuan dari awal pembangunan kota pada masa kolonial adalah sebagai kota perantara untuk pengiriman hasil bumi dari daerah jajahan dikuasai ke luar negeri. Dengan demikian fungsi kota adalah sebagai suatu pusat perekonomian dan administrasi pemerintahan kolonial Belanda ketika itu. Kota ini merupakan Universitas Sumatera Utara 59 tipologi kota yang dibentuk oleh kolonialisasi oleh bangsa-bangsa Barat mis: Perancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Portugal,Inggris sejak abad ke-16 di negara- negara yang ada di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Kawasan Gemeentekolonial dibangun oleh negara-negara besar, diberi pola formal yang ditentukan oleh penguasa. Lingkungannya juga pada masa lalu terbentuk oleh keterpaksaan, prasangka masalah ekonomi atau alasan yang dibuat-buat yang pada akhirnya menguntungkan pihak penguasa atau kolonial Belanda. Hal ini berkaitan dengan munculnya pengolongan penduduk di kota kolonial yang menyebabkan pula pemusatan golongan penduduk tertentu pada bagian-bagian kota tertentu secara tata ruang dimana pola penggolongan etnis ini pada masa kolonial dengan “wijk” Sinar :1994 Kawasan GemeenteKolonial terbentuk oleh zona-zona yang diinginkan oleh hak penjajah sehingga tidak saling mengganggu dilihat dari segi politik kolonial. Konsep rancang kota berdasarkan orientasi kepentingan politik dan melupakan persyaratan pendekatan kepada seluruh masyarakat kota. Sifat pembangunan tergantung kepada kepentingan struktur politik, sosial budaya dan kekuatan ekonomi pihak pemegang kekuasaan Sinar :1994 Dulunya jalan-jalan di wilayah Gemeente ini lebih rapi dan diisi dengan mobil, sepeda, kereta lembu dan kereta kuda, serta riskhaw yang ditarik oleh orang Tionghoa dengan tapak kaki yang hampir selalu telanjang. Gemeente cukup ramai dan sibuk sebagai sebuah sentral ekonomi, sosial dan birokrasi di Sumatra Timur. Namun pada titik-titik tertentu di kantong-kantong pemukiman orang- orang Eropa Said : 1992 Universitas Sumatera Utara 60 Keadaannya cukup sunyi dan agak tertutup. Keadaan ini berbeda lagi dengan kantong-kantong pemukiman orang-orang Tionghoa dan India yang suasananya yang relatif ramai. Simbol bagi Gemeente adalah Lapangan Merdeka Medan dan gedung De Javasche Bank, serta tentu saja Kantor Pos Besar dengan air mancur Jacobus Nienhuys di depannya. Semua bangunan ini berada di kawasan Esplanade. Di kawasan yang menjadi pusat Kota Medan tersebut akan dapat ditemukan salah satu alasan yang membuat Kota Medan menjadi Ibukota Gouvernemen Sumatra Timur Sinar :1994. Pada masa kolonial Belanda, pusat perkembangan Kota Medan terletak di Kawasan Kesawan. Kegiatan ekonomi dan pemerintahan yang terletak di Kawasan Kesawan merupakan suatu bentuk permulaan perkembangan Medan menjadi suatu bentuk kota yang kompleks, kehadiran kereta api sebagai modal transportasi yang menghubungkan antar daerah menunjang kegiatan distribusi hasil perkebunan yang tersebar pada beberapa daerah di luat Kota Medan. Kawasan Kesawan pada masa itu memiliki beberapa pusat kegiatan ekonomi dan sosial yang menunjang keberadaannya sebagai jantung Kota Medan, seperti keberadaan bangunan atau kantor London-Sumatera, rumah Tjong A Fie, deretan pertokoan di Kesawan maupun di daerah Pajak Ikan Lama. Yang menjadi pusat kawasan kota bagi Medan adalah Lapangan Merdeka. Sebuah lapangan rumput berbentuk persegi yang dikelilingi olah jalan raya. Disekitar lapangan ini berdiri Balai Kota, De Javasche Bank, Hotel De Boer, Kantor Pos Besar, Stasiun Besar Kereta Api dan beberapa kantor perusahaan perkebunan. Konon kabarnya titik nol kilometer Medan juga terdapat disini, yang Universitas Sumatera Utara 61 diwujudkan dalam bentuk air mancur dan patung seorang Belanda. Patung itu mulai berada di depan Kantor Pos Besar sejak 1915 Masehi Sinar :1994, namun pada saat ini patung tersebut tidak terdapat lagi di depan Kantor Pos Besar Medan. Kota Medan yang dulunya dikenal sebagai kota kolonial yang berorientasi pada jalur transportasi darat, jalan raya dan rel kereta api adalah infrastruktur vital disini. Jalan raya dan rel kereta api menjadikan Medan sebagai pusat tujuan hilir mudiknya gerbong-gerbong kereta dan alat transportasi darat lainnya. Namun, jangan berpikir jalanan di Ibu Koloni ini ramai dengan mobil. Mobil merupakan barang mewah yang hanya dimiliki oleh para pengusaha, birokrat kolonial dan sultan. Keberadaan mobil yang dulunya di jalanan Medan masih kalah dengan sepeda, angkong, kereta lembu, dan kereta kuda. Sarana transportasi kereta api dibangun dengan tujuan utama untuk mendukung kegiatan perkebunan di Sumatra Timur dengan berpusat pada Stasiun Besar Medan Said :1992. Universitas Sumatera Utara 62

BAB III KEBERADAAN RESTORAN TIP TOP DI KOTA MEDAN