7. Adat natalokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri
masing-masing hidup terpisah. b
Berdasarkan pola otoritas 1.
Patriarkal, yakni suami lah yang memiliki otoritas dalam keluarga. 2.
Matriarkal, yakni istri lah yang memiliki otoritas dalam keluarga. 3.
Equalitarian, yakni suami dan istri berbagi otoritas secara bergantian.
2.4.7. Subsistem
Keluarga
terdapat tiga jenis subsistem suami-istri, subsistem orang tua-anak, dan subsistem sibling kakak-adik. Subsistem terdiri dari seorang laki-laki dan perempuan yang
hidup bersama dengan tujuan eksplisit dalam membangun keluarga. Pasangan ini menyediakan dukungan mutual satu dengan yang lain dan membangun sebuah ikatan yang
melindungi subsistem tersebut dari gangguan yang ditimbulkan oleh kepentingan maupun kebutuhan dari subsistem-subsistem lain. Subsistem orang tua-anak terbentuk sejak kelahiran
seorang anak dalam keluarga, subsistem ini meliputi transfer nilai dan pengetahuan dan pengenalan akan tanggung jawab terkait dengan relasi orang tua dan anak.
2.5. Kesejahteraan Sosial
2.5.1. Pengertian Kesejahteraan Sosial
Dalam sistem kenegaraan Indonesia, Konsep kesejahteraan sosial terdapat dalam Undang-Undang Kesejahteraan Sosial No. 11 tahun 2009, pasal satu yang menyebutkan
bahwa kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritiual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya
Universitas Sumatera Utara
Elmussi, Rahmatullah. 2010. Memahami Dinamika Perilaku Manusia Dalam Implementasi Kesejahteraan Sosial. Diakses dari http: rahmatullah.banten-instuste.org.
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi yang harus memenuhi tiga syarat utama: 1 ketika masalah sosial dapat di-manage dengan baik; 2 ketika kebutuhan terpenuhi; 3
ketika peluang-peluang sosial terbuka secara maksimal. Pengertian lain juga dapat dikembangkan dari hasil Pre-Conference Working for the 15th International Conference of
Social Welfare yakni kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan
konteks sosialnya James Midgley, 1997:5. Di dalamnya tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait
dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti pendapatan, perumahan, kesehatan, rekreasi budaya, dan lain sebagainya. Dalam konteks Indonesia sendiri, kesejahteraan sosial
dapat dimaknai dengan terpenuhinya kebutuhan seseorang, kelompok atau masyarakat dalam hal material, spiritual maupun sosial. Ini seperti yang tertuang dalam Undang-Undang tentang
Kesejahteraan Sosial yang baru disahkan pada 18 Desember 2008 sebagai pengganti terhadap UU No.6 Tahun 1974 juga tentang Kesejahteraan Sosial. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan
bahwa, “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya” Huda, 2009: 72-73. Berdasarkan definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Kesejahteraan Sosial
mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional, sosial ekonomi ataupun kehidupan spiritual.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Usaha Kesejahteraan Sosial