3.2. Resiko Manual Material Handling
Pemindahan beban secara manual dapat menimbulkan penyakit akibat kerja yang biasa disebut dengan “Over exertion lifting and carrying” yaitu
kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan pengangkatan beban yang berlebih. Pemindahan beban secara manual memiliki fleksibilitas yang tinggi dan harga
yang murah apabila dibandingkan dengan pemindahan material menggunakan alat bantu. Pekerjaan pemindahan secara manual pada industri berisiko besar
penyebab penyakit tulang belakang low back paint. Hal ini diakibatkan pengangkatan beban yang berlebihan dan posisi tubuh yang salah pada saat
pengangkatan. Low Back Paint yang diakibatkan oleh pengaruh pemindahan beban secara
manual terdapat pada aktivitas pengangkatan yang berat. Usaha untuk mengurangi hal tersebut adalah dengan cara mengadakan pelatihan, pendidikan dan
penyuluhan tentang pengaruh negatifnya. Usaha lainnya adalah perhatian khusus kepada perancangan produk yang dapat memperbaiki sistem kerja.
Pengangkatan beban dipengaruhi oleh beberapa elemen pada tubuh manusia salah satunya adalah tinggi H yang merupakan elemen dasar dalam
pengangkatan ataupun pemindahan beban. Kemampun otot manusia dalam melakukan pengangkatan sangat bergantung pada karakterisik ini, karena semakin
panjang segmen tubuh, maka kekuatan otot pada segmen tersebut akan semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Batasan Angkat Berdasarkan Segmen Tubuh Segmen Tubuh
Panjang Tiap Segmen dari tinggi badan
Lengan bawah dan Tangan 20
Lengan Atas 20
Lengan keseluruhan 40
Thorax dan Abdomen 30
Telapak kaki dan betis 29
Paha 24
Kaki keseluruhan 53
Sumber : Human Factors Engineering “ Chandler Allen Philips” ;2004
3.3. Cumulative Trauma Disorder
Sering dijumpai pada sebuah industri terjadi kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja tersebut disebabkan oleh faktor dari pekerja sendiri atau dari pihak
manajemen perusahaan. Kecelakaan yang disebabkan oleh pihak pekerja sendiri, karena pekerja tidak hati-hati atau mereka tidak mengindahkan peraturan kerja
yang telah dibuat oleh pihak manajemen. Faktor penyebab yang ditimbulkan dari pihak manajemen, biasanya tidak adanya alat-alat keselamatan kerja atau bahkan
cara kerja yang dibuat oleh pihak manajemen masih belum mempertimbangkan segi ergonominya. Misalnya pekerjaan mengangkat benda kerja di atas 50 Kg
tanpa menggunakan alat bantu. Kondisi ini bisa menimbulkan cidera pada pekerja Suhardi, 2008.
Kerusakan bagian tubuh karena kesalahan ergonomi biasanya disebut dengan Cumulative Trauma Disorder CTD. CTD dapat diterjemahkan sebagai
kerusakan trauma kumulatif. Penyakit ini timbul karena terkumpulnya kerusakan-
Universitas Sumatera Utara
kerusakan kecil akibat trauma berulang yang membentuk kerusakan yang cukup besar dan menimbulkan rasa sakit. Hal ini sebagai akibat penumpukan cidera kecil
yang setiap kali tidak sembuh total dalam jangka waktu tertentu yang bisa pendek dan bisa lama, tergantung dari berat ringannya trauma setiap hari, yang
diekspresikan sebagai rasa nyeri, kesemutan, bengkak dan gejala lainnya. Gejala CTD biasanya muncul pada jenis pekerjaan yang monoton, sikap
kerja yang tidak alamiah, penggunaan atau pengerahan otot yang melebihi kemampuannya. Biasanya gejala muncul dianggap sepele atau dianggap tidak ada.
Trauma pada jaringan tubuh antara lain disebabkan: over exertion, over stretching, dan over compressor.
CTD dapat digolongkan sebagai penyakit akibat kerja, apabila dapat dibuktikan terdapat pemaparan dari dua atau lebih faktor resiko ergonomi di
tempat kerja. Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya CTD, yaitu Suhardi 2008:
1. Terdapat postur atau sikap tubuh yang janggal. 2. Gaya yang melebihi kemampuan jaringan.
3. Lamanya waktu pada saat melakukan posisi janggal. 4. Frekuensi siklus gerakan dengan postur janggal per menit.
Beberapa contoh CTD: a. Tendinitis, adalah tendon yang meradang. Gejala yang muncul: sakit,
bengkak, nyeri tekan, lemah di tempat yang terpapar siku, bahu. merupakan contoh CTD.
Universitas Sumatera Utara
b. Rotator cuff tendinitis, satu atau lebih dari empat rotator cuff tendonitis pada bahu meradang. Gejala yang muncul: sakit, gerakan terbatas pada
bahu. c. Tenosynovitis, pembengkakan pada tendon dan sarung yang menutupi
tendon. Gejalanya: pembengkakan, nyeri tekan, sakit pada tempat yang terpapar siku, tangan, lengan.
d. Carpal tunnel syndrome, tekanan yang terlalu berat pada syaraf medianus yang melalui pergelangan tangan. Gejalanya: mati rasa,kesemutan, pegal,
dan sakit pada pergelangan tangan. e. Tennis elbow, peradangan pada tendon di siku. Gejala yang muncul: sakit,
sedikit bengkak, dan lemah. f. White finger, pembuluh darah di jari-jari rusak. Gejalanya pucat di jari-
jari, mati rasa, dan perasaan seakan jari terbakar. Untuk menghindari cidera, pertama-tama yang dapat dilakukan adalah
mengidentifikasi resiko yang bisa terjadi akibat cara kerja yang salah. Setelah jenis pekerjaan tersebut diidentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah
menghilangkan cara kerja yang bisa mengakibatkan cidera.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Faktor Resiko Pengangkatan Beban Faktor Resiko
Defenisi Jalan Keluar
Pengulangan yang banyak
Menjalankan gerakan yang sama berulang
Desain kembali cara kerja untuk
mengurangi jumlah pengulangan gerakan
Berat Beban Beban fisik yang
berlebihan selama kerja menarik,
memukul, mendorong
Mengurangi gaya yang diperlukan untuk
melakukan kerja, mendesain kembali
cara kerja, menambah jumlah
Postur yang Kaku Menekuk atau
memutar bagian tubuh Mendesain cara kerja
dan peralatan yang dipakai hingga postur
tubuh selama kerja lebih nyaman
Tekanan Tubuh tertekan pada
suatu permukaan atau tepian
Memperbaiki peralatan yang ada
untuk menghilangkan tekanan, atau
memberikan bantalan
Getaran Menggunakan
peralatan yang bergetar
Mengisolasi tangan dari getaran
Sumber:Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri “ Suhardi” ;2008
Universitas Sumatera Utara
3.4.
Standard Nordic Body Map Questioner
Untuk mengetahui keluhan musculosletal pada pekerja maka dilakukan pengukuran denga alat ukur ergonomik. Alat ukur yang digunakan adalah
Standard Nordic Questioner SNQ. Melalui Standard Nordic Questioner dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan
mulai dari rasa yang tidak nyaman agak sakit sampai rasa sangat sakit Tarwaka, 2004.
Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh SNQ maka dapat diestimisasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.
Cara ini sangat sederhana namun kurang teliti karena mengandung subjektivitas yang tinggi.
Data keluhan muskulosletal didapat dengan menyebar kuisioner kepada pekerja yang bekerja pada departemen yang akan diteliti. Dari kuisioner akan
ditentukan bagian tubuh dari pekerja yang mengalami keluhan muskulosletal. Tingkat keluhan terdiri dari, tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit.
Pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner menyangkut bagian tubuh secara keseluruhan.
Hasil Kuisoner akan menetukan keluhan yang dirasakan pekerja pada
waktu bekerja. SNQ merupakan indikator awal, apabila terjadi keluhan
muskoloskeletal yang dirasakan oleh pekerja. Melalui kuisioner ini peneliti dapat mengindikasikan keluhan yang dirasakan oleh pekerja.
Penilaian SNQ berdasarkan jawaban yang diberikan oleh pekerja diantaranya tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Rasa sakit dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
1, agak sakit dengan nilai 2, sakit dengan nilai nilai 3, dan sangat sakit dengan nilai 4. Dari jawaban ini akan diketahu persentase dari pekerja yang mengalami
keluhan akibat kerja. Gambar Nordic Body Map dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Nordic Body Map
Keterangan Gambar : Leher Bag. Atas
16 : Tangan Kiri
1 : Leher Bag. Bawah
17 : Tangan Kanan
2 : Bahu Kiri
18 : Paha Kiri
3 : Bahu Kanan
19 : Paha Kanan
Universitas Sumatera Utara
4 : Lengan Atas Kiri
20 : Lutut Kiri
5 : Pinggang
21 : Lutut Kanan
6 : Lengan Atas Kanan
22 : Betis Kiri
7 : Punggung
23 : Betis Kanan
8 : Bokong
24 : Pergelangan Kaki Kiri
9 : Pantat
25 : Pergelangan Kaki Kanan
10 : Siku Kiri
26 : Kaki Kiri
11 : Siku Kanan
27 : Kaki Kanan
12 : Lengan Bawah Kiri
13 : Lengan Bawah Kanan
14 : Pergelangan Tangan Kiri
15 : Pergelangan Tangan Kanan
3.5. Plibel