Otot polos Kandung kemih

11 yang berlawanan dari MLCK, yaitu untuk melakukan defosforilasi MLCp sehingga akan terjadi relaksasi. 18 Sistem saraf parasimpatis akan mengeluarkan neurotransmiter berupa asetilkolin dan akan memasuki sel otot polos melalui reseptor M 2 . Reseptor M 2 berperan untuk mencegah otot polos relaksasi sehingga kontraksi otot polos akan bertahan. Reseptor M 2 akan berikatan dengan protein Gi yang akan menghambat enzim adenilat siklase. Karena inhibisi ini menyebabkan transformasi ATP menjadi cAMP menurun. cAMP yang tersisa akan dirubah oleh PDE untuk menjadi Adenosine monophosphate AMP 5’ yang tidak aktif. 16 cAMP dalam keadaan aktif dapat mengaktifkan protein kinase-A PKA yang dapat menyebabkan MLCP bekerja merubah MLCp menjadi MLC sehingga akan menimbulkan efek relaksasi pada otot polos. 17 Respon kontraksi otot polos lebih lambat dan bertahan lama dibandingkan otot lainnya. otot polos mampu menghidrolisis ATP selama proses kontraktil. 14 Asetilkolin merupakan sebuah agonis yang dapat menempel pada reseptor muskarinik dan mengaktifkan kerja seluler, salah satunya adalah kontraksi pada otot polos. Asetilkolin pada celah sinaps dapat didegradasi oleh asetilkolinesterase. Karbakol memiliki kemampuan untuk berikatan dengan reseptor muskarinik juga, namun karbakol tidak dapat di degradasi oleh asetilkolisesterase. Oleh sebab itu efek karbakol terhadap kerja seluler lebih bertahan lama 16

2.2. Kafein

Nama kimia kafein 3,7-dihydro-I,3,7-trimethyl-IH-purine-2,6-dione. Kafein memiliki beberapa aksi seluler yaitu sebagai antagonis adenosine pada reseptor A 2A dan A 1 , kafein menghambat terpecahnya cAMP karena inhibisi PDE, kafein memblokade reseptor GABA dan dapat memobilisasi depot kalsium intraseluler. Karena itulah kafein memiliki banyak efek ditubuh manusia. 5 Setelah kafein di konsumsi, dengan cepat kafein di absorbsi dari saluran cerna masuk ke dalam darah. Kafein akan didistribusikan ke seluruh tubuh. Konsentrasi kafein maksimum dalam darah memerlukan waktu selama 1-1,5 jam. Kafein dapat menembus sawar darah otak, menembus plasenta sampai ke cairan 13 konsumsi kafein dapat meningkatkan resiko ketidakstabilan otot detrusor, terutama pada wanita. 19 Kafein termasuk dalam golongan obat methylxanthine bersama dengan derivat lainnya seperti theophylline yang banyak terkandung dalam teh dan theobromine yang terkandung dalam kokoa. Selain didalam kopi, teh dan kokoa kafein juga terkandung dalam soda. 21 Kafein dapat berpengaruh dalam meningkatkan eksitabilitas neuron dengan menurunkan ambang letup untuk eksitasi neuron. Kafein juga di percaya dapat meningkatkan performa atletik fisik dan dapat memberikan energi. 11 Golongan methylxanthine seperti kafein dan theophylline yang dikonsumsi secara luas memiliki efek yang banyak bagi tubuh. Pada ginjal, golongan ini dapat menjadi diuresis dan natriuresis. Golongan methylxanthine merupakan antagonis reseptor adenosinee nonselektif. Adenosinee sangat penting untuk regulator fungsi ginjal, terlibat dalam regulasi laju filtrasi glomerulus, transport air dan elektrolit di ginjal serta masih ada pengaruh lainnya. Mekanisme efek kafein dalam diuretik dan natriuretik melalui penghambatan aktivitas reseptor adenosine A 1 sehingga reabsorbsi cairan dan natrium pada tubulus proksimal dihambat. 4 Kafein sering dihubungkan dengan kejadian peningkatan resiko terjadinya gangguan berkemih. Hal ini dapat dijelaskan karena kafein dapat meningkatkan tekanan otot polos detrusor saat pengisian kandung kemih dan memiliki efek diuretik. 22 Pada saat tidak terjadi kontraksi, retikulum sarkoplasma mengakumulasi kalsium yang lebih tinggi dari rata-rata yang ada di sitosol. Kalsium yang tersimpan dalam retikulum sarkoplasma akan keluar saat potensial aksi yang datang ke membran sel. Pemberian kafein juga dapat menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan kalsium ke dalam sitosol. 14 Kafein pada konsentrasi tinggi dapat berperan dalam pelepasan kalsium intraseluler dari tempat penyimpanannya, sehingga menyebabkan kontraksi otot. Jika hal ini terjadi pada otot detrusor kandung kemih maka efek kafein ini pada akhirnya dapat menyebabkan kandung kemih berkontraksi. 5 Kafein bersifat iritan terhadap kandung kemih sehingga dapat mendorong inkontinensia urin untuk muncul. Secara in vitro kafein dapat memberikan efek eksitasi pada otot polos detrusor manusia. Tidak hanya otot kandung kemih saja,