25
Gambar 9 Prosedur penelitian perlakuan dan kontrol
3.7 Analisis data
Hasil yang telah terekam oleh transduser dan program LabChart v 7.1 akan diambil.  Hasil  kontraktilitas  yang  di  induksi  oleh  karbakol  dianggap  100
sebagai  patokan  maksimal  kontraksi.  Nilai  besar  efek  kontraktilitas  yang diberikan  oleh  perlakuan  atau  pun  kontrol  merupakan  persentase  relatif  terhadap
kontraksi  maksimal  yang diinduksi oleh 1 µ M  CCh. Data numerik  tersebut  akan dimasukan  dan  dianalisis  dengan  menggunakan  program  SPSS16.0  untuk
ditentukan apakah pengujian yang dilakukan tersebut bermakna atau tidak. Analisis  data  dilakukan  uji  Independent  Samples  t  Test  bila  distribusi
sampel  dan  kelompok  normal,  dan  Mann-Whitney  bila  distribusi  sampel  dan kelompok tidak normal.
26
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Efek kontraktilitas otot polos pada pemberian karbakol
Pada  penelitian  ini  menggunakan  guinea  pig  dengan  rerata  berat  587,62  ± 14,52.  Pada  awal  penelitian  fungsi  kontraktilitas  otot  polos  kandung  kemih  diuji
dengan menggunakan karbakol. Karbakol dapat menginduksi otot polos kandung kemih untuk berkontraksi karena karbakol merupakan agonis reseptor muskarinik
yang  cukup  baik  dan  bekerja  lebih  tahan  lama  dibandingkan  dengan  asetilkolin. Hal  ini  dapat  terjadi  karena  karbakol  tidak  dapat  didegradasi  oleh
asetilkolinesterase dan dapat terus bekerja pada reseptor muskarinik tersebut.
7
Karbakol  diuji  mulai  dari  konsentrasi  0,01µM  sampai  100µM  untuk mendapatkan  konsentrasi  yang  tepat  sebagai  penginduksi  kontraksi  otot  polos.
Dalam  hasil  penelitian  terlihat  bahwa  otot  polos  kandung  kemih  memberikan respon  kontraksi  yang  meningkat  seiring  dengan  peningkatan  pemberian
konsentrasi karbakol. Hal ini membuktikan bahwa reseptor muskarinik pada otot polos  kandung  kemih  guine  pig  yang  masih  berfungsi  dengan  baik.  Pemberian
karbakol  dengan  konsentrasi  0,01  µM  menimbulkan  efek  -2,27  ±    2,66, konsentrasi 0,1 µM efeknya 7,85 ±  4,08, 1 µM efek kontraksinya 83,71 ±  15,67,
konsentrasi 10 µM sebesar 97,66 ± 21,32  dan konsentrasi 100 µM menimbulkan kontraktilitas sebesar 55,99 ± 15,81.
Pada pemberian karbakol  10 µM tampak otot polos berkontraksi  maksimal karena efek kontraksi yang ditimbulkan lebih tinggi dari konsentrasi lainnya. Efek
kafein  dengan  dosis  yang  tinggi  tidak  mencerminkan  efek  yang  sesungguhnya namun  dapat  memberikan  efek  non  spesifik.  Pemberian  karbakol  dengan
konsentrasi 100 µM tidak melebihi efek kontraksi otot polos kandung kemih yang ditimbulkan  oleh  karbakol  dengan  konsentrasi  10  uM.  Hal  ini  disebabkan  oleh
karena  efek  yang  ditimbulkan  sudah  maksimal  atau  dengan  kata  lain  sudah mencapai titik jenuh saturated. Dalam penelitian ini digunakan karbakol dengan
konsentrasi  1  µM  untuk menginduksi  kontraksi  sebelum  diberikan  kafein  karena dianggap  konsentrasi  1  µM  memberikan  efek  kontraksi  setengah  dari  maksimal
sehingga  kita  dapat  mengevaluasi  efek  kafein  terhadap  kontraktilitas  otot  polos