Hubungan Nilai Creatinine Clearance Dan Nilai Glycohemoglobin (HbA1c) Dengan Outcome Pada Penderita Stroke Iskemik Dengan Diabetes

(1)

HUBUNGAN NILAI CREATININE CLEARANCE DAN NILAI

GLYCOHEMOGLOBIN (

HbA1c

) DENGAN OUTCOME PADA

PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DIABETES

TESIS

SETIA BUDI TARIGAN

17922

DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA / RSUP H ADAM MALIK

MEDAN 2011


(2)

HUBUNGAN NILAI CREATININE CLEARANCE DAN NILAI

GLYCOHEMOGLOBIN (HbA1c) DENGAN OUTCOME PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DIABETES

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis dalam Program Studi Ilmu Penyakit Saraf pada

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

SETIA BUDI TARIGAN 17922

DEPARTEMEN NEUROLOGI / RSUP H ADAM MALIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN NILAI CREATININE CLEARANCE DAN NILAI GLYCOHEMOGLOBIN (HbA1c) DENGAN

OUTCOME PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DIABETES Nama : SETIA BUDI TARIGAN

Nomor Register CHS : 17922

Program Studi : ILMU PENYAKIT SARAF Hari/ Tanggal : Selasa, 29 Maret 2011

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Aldy S.Rambe, Sp.S(K) Prof.DR.Dr.Hasan Sjahrir, SpS (K)

NIP. 19660524 199203 1 002 NIP. 19470930 197902 1 001

Mengetahui / mengesahkan :

Ketua Departemen/SMF Ketua Program Studi/SMF

Ilmu Penyakit Saraf Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP.HAM Medan FK-USU/ RSUP.HAM

Medan

Dr.Rusli Dhanu,SpS (K) Dr.Yuneldi Anwar,SpS(K) NIP. 19530916 198203 1 003 NIP. 19530601 198103 1 004


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam Program Pendidikan Spesialisasi di Bidang Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Yang terhormat Prof. dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), ( Rektor Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS ) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan spesialisasi.

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, DTM&H,MSc,(CTM),Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.

Yang terhormat Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K) (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(5)

Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp.PD (KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.

Yang terhormat Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K), Kepala Bagian Neurologi saat penulis diterima sebagai PPDS, yang telah menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialis.

Yang terhormat, Prof. DR.Dr.Hasan Sjahrir, Sp.S(K), Ketua Departemen Neurologi saat penulis menjalani pendidikan PPDS, yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialis.

Yang terhormat dr.Hasanuddin Rambe,SpS(K), Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai peserta PPDS, yang telah menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi.

Yang terhormat Ketua Departemen/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK USU, dr.Rusli Dhanu, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.

Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Yuneldi Anwar,


(6)

Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan , bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.

Yang terhormat dr. Aldy S.Rambe, Sp.S(K) dan Prof. DR.Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis sejak dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya.

Yang terhormat guru-guru saya, dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K). (alm)., dr. Darlan Djali Chan, SpS., dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S., dr.Dadan Hamdani, Sp.S.(alm), dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K)., dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S, dr. Cut Aria Arina, Sp.S., dr. Kiki M Iqbal,Sp.S, dr.Alfansuri Kadri,SpS, dr.Dina Lystianingrum SpS, Msi, Med, dr Aida Fitri SpS, dr.S.Irwansyah,Sp.S, dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen/SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP H. Adam Malik Medan, penulis mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya atas segala bimbingan dan perhatiannya.

Kepada Drs.Abdul Jalil A.A,M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini.

Kepada Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.


(7)

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli, Kepala Rumkit Putri Hijau, Direktur RSU.Ferdinand Lumban Tobing Sibolga, Direktur RS.Sri Pamela Tebing Tinggi yang telah menerima penulis menjalani stase pendidikan spesialisasi.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh teman sejawat PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang terus memberi dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Bapak Amran Sitorus, Bapak Sukirman Aribowo, saudara Syafrizal dan seluruh perawat di SMF Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang membantu penulis dalam pelayanan pasien sehari-hari.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada yang terhormat kedua orang tua saya, Drg.H.Malem Ukur Tarigan,Sp.KGA dan Hj.Bertiana Bangun , yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta do’a yang tulus dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak / Ibu mertua saya, H.Usnan Nasution dan Hj.Dahrani atas nasihat, doa , dan dorongannya selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.


(8)

Teristimewa kepada istri saya tercinta Dr.Hj.Lenni Estiani Nasution, yang dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya. Serta kepada putriku yang kusayangi Qanitah Fathin Ayesha Tarigan yang telah memberikan kebahagiaan dan menjadi semangat bagi saya selama menjalani pendidikan.

Kepada abang dan kakak saya semua Dr.Setia Putra Tarigan,Sp.P., Drg.Susiani Tarigan,M.Kes., Srilita Tarigan,SE,MM., beserta seluruh keluarga besar yang senantiasa membantu, memberikan dorongan, semangat, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Kepada semua rekan dan sahabat yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatNya kepada kita semua.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2011


(9)

ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes sebagai faktor resiko stroke berhubungan dengan perburukan outcome fungsional paska stroke iskemik. Nilai Glycohemoglobin (HbA1c) sebagai indikator penatalaksanaan diabetes berpengaruh terhadap outcome fungsional paska stroke. Diabetes juga merupakan faktor resiko timbulnya gangguan fungsi ginjal dimana gangguan fungsi ginjal sendiri berhubungan terhadap outcome fungsional paska stroke.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara nilai creatinine clearance (CrCl) sebagai indikator kerusakan ginjal dan nilai HbA1c dengan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik fase akut dengan diabetes.

Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional secara potong lintang (cross sectional) terhadap penderita stroke iskemik fase akut dengan diabetes. Pada seluruh sampel dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap, nilai HbA1c, perhitungan nilai CrCl yang dikelompokkan menurut stage dari Glomerulus Filration Rate (GFR), dan dilakukan penilaian outcome fungsional pada hari ke-14 menggunakan skor Barthel Index (BI), National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) danmodified Rankin Scale (mRS).

Hasil : Tigapuluh empat orang subjek yang diteliti terdiri dari 18 orang laki-laki (52,9%) dan 16 orang perempuan (47,1%). Sampel terbanyak pada kelompok antara 51 - 60 tahun sebanyak 15 orang (44,2%),dan yang paling sedikit adalah kelompok usia 71 - 80 tahun sebanyak 5 orang (14,7%). Sebanyak 13 orang (38,2%) memiliki nilai HbA1c > 10% dan 2 orang (5,9%) dengan HbA1c <7%. Pada hasil pemeriksaan CrCL, dijumpai sebanyak 16 pasien (47,1%) menderita CKD (sesuai cut off nilai GFR < 60). Setelah hari ke-14 , skor BI terbanyak dijumpai pada skor 0-55 yaitu 21 orang (61,8%), skor NIHSS terbanyak dijumpai pada skor 6-13 yaitu 22 orang (64,7%) dan pada mRS,skor mRS terbanyak dijumpai pada skor 3 yaitu 16 orang (47,1%). Tidak dijumpai hubungan yang signifikan antara nilai CrCL dan nilai HbA1c dengan outcome fungsional.

Kesimpulan : Pada penelitian ini dijumpai hubungan antara nilai CrCl dan nilai HbA1c dengan outcome fungsonal pada penderita stroke iskemik dengan diabetes namun hasilnya tidak signifikan.

Kata kunci : Diabetes, stroke iskemik, glycohemoglobin, creatinin clearance, outcome fungsional.


(10)

ABSTRACT

Background : Diabetes is a risk factor for stroke and related to the severity of functonal outcome after stroke. The management of diabetes with the glycohemoglobin (HbA1c) as the indicator have the strong influence to the functional outcome after stroke. Diabetes is also the risk factor for developing of kidney disease which is associated to the functional outcome after stroke.

Objective: The objective of this study is to analyze the association between the level of creatinin clearance (CrCl) as the indicator of kidney disfunction, and the level of HbA1c with functional outcome after acute stroke in diabetic patients.

Methods: This is the cross sectional observational study of the acute phase of stroke in the diabetic patients. The level of HbA1c and creatinine clearance were measured in all samples. All CrCL levels were categorized into the stage of Glomerular Filtration Rate (GFR). The functional outcomes were measured in the day 14 after admission with the score of Barthel Index, National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) and modified Rankin Scale (mRS).

Results: Thirty-four patients of diabetic patients with stroke were enrolled in this study, 18 males (52,9%) and 16 females (47,1%). There were 15 (44,2%) subjects aged between 51-60 years old and 5 subjects aged between 71-80 years old. The level of HbA1c > 10% was found in 13 subjects (38,2%) and 2 subjects (5,9%) with thelevel of HbA1c < 7%. From the value of CrCl, there were 16 (47,1%) patients diagnosed with chronic kidney disease (CKD) as the GFR cut off point <60. From the measurement of functional outcomes on the 14th day, there were 21 (61,8%) patients had BI score between 0-55, 22 (64,7%) patients had NIHSS score between 6-13 and 16 (47,1%) patients had mRS score 3. There was no significant association between the value of CrCL and the value of HbA1c with the functional outcomes.

Conclusion: In this study we found the association between the functional outcome with the creatinine clearance and the level of HbA1c in the diabetics patients with stroke but the association was not significant.

Key words : Diabetes, ischemic stroke, glycohemoglobin, creatinin clearance, glomerular filtration rate, functional outcomes.


(11)

DAFTAR ISI HALAMAN

HALAMAN PENGESAHAN TESIS……...………i

UCAPAN TERIMA KASIH………..ii

ABSTRAK………..…………..………...vii

ABSTRACT………...………...……….……...……….viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR SINGKATAN ...xiii

DAFTAR LAMBANG...xv

DAFTAR TABEL...xvi

DAFTAR GAMBAR...xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1. Latar Belakang ...1

2. Perumusan Masalah ...8

3. Tujuan Penelitian ...9

4. Hipotesis ...10

5. Manfaat Penelitian ...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...11

1. STROKE ISKEMIK ...11

2. BRAIN IMAGING ......26

3. OUTCOME STROKE ...27


(12)

5. KERANGKA KONSEP ...30

BAB III METODE PENELITIAN ...31

1. Tempat dan Waktu ... 31

2. Subjek Penelitian ...31

3. Kriteria Inklusi ...32

4. Kriteria Eksklusi ...33

5. Batasan Operasional ...33

6. Instrumen Penelitian ...35

7. Rancangan Penelitian ... 38

8. Pelaksanaan Penelitian ... 39

9. Kerangka Operasional ... 40

10. Analisa Statistik ...41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….42

1. Hasil Penelitian……….42

1.1. Karakteristik Penelitian………..……...42

1.2. Karakteristik Demografi Sampel Penelitian...42

1.3. Hasil Pemeriksaan Creatinine Clearance (CrCl)…..45

1.4. Hasil Pemeriksaan Nilai HbA1c ………..…...48

1.5. Distribusi Skor BI pada hari ke 14………..50

1.6. Distribusi skor NIHSS pada hari ke 14...53

1.7. Distribusi skor mRS pada hari ke 14...56

1.8. Hubungan volume infark hari I dengan stage GFR...59


(13)

1.9. Hubungan skor BI,NIHSS dan mRS

menurut stage GFR...59

1.10. Hubungan Volume Infark hari I dengan nilai HbA1c...63

1.11. Hubungan skor BI,NIHSS dan mRS hari ke 14 dengan nilai HbA1c...64

2. PEMBAHASAN...68

2.1. Karakteristik Subjek Penelitian…………...68

2.2. Distribusi nilai Creatinine Clearance menurut stage GFR………....……70

2.3. Distribusi Nilai HbA1c...72

2.4. Distribusi skor BI………72

2.5. Distribusi skor NIHSS………72

2.6. Distribusi skor mRS………...73

2.7. Hubungan Volume lesi dengan stage GFR …...73

2.8. Hubungan antara Outcome Fungsional dengan stage GFR...74

2.9. Hubungan Volume lesi dengan nilai HbA1c…...…75

2.10. Hubungan antara Outcome Fungsional dengan stage GFR...…75


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...77

1. KESIMPULAN………...77

2. SARAN……….…...78

DAFTAR PUSTAKA………79 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR SINGKATAN

ADL : Activities of Daily Living

ASNA : ASEAN Neurological Association B I : Barthel Index

BADL : Basic Activities of Daily Living CKD : Chronic Kidney Disease CrCl : Creatinin Clearance CT : Computed Tomography CVD : Cardiovascular Disease D M : Diabetes mellitus FPG : Fasting plasma glucosa

GCNKSS : Greater Cincinatti Northern Kentucky Stroke Study GFR : Glomerular Filtration Rate

GLIAS : The Glycemia in Acute Stroke Study HDL : High Density Lipoprotein

HR : Hazard Ratio LACI : Lacunar lnfark

LDL : Low density Lipoprotein

MDRD : Modification of Diet in Renal Disease

M-FIM : motor component of Fuctional Independence Measure MRI : Magnetic Resonance Imaging

mRS : Modified Rankin Scale


(16)

NIHSS : National lnstitutes of Health Stroke Scale OGTT : Oral glucose tolerance test

PACI : Partial Anterior Ciculation lnfark POCI : Posterior Circulation lnfark TACI : Total Anterior Circulation lnfark TIA : Transient Ischemic Attack WHO : World Health Organization


(17)

DAFTAR LAMBANG

% : Persen

dl : desiliter mg : miligram ml : mililiter N : Besar sampel p : tingkat kemaknaan r : koefisien korelasi

Zß : Nilai baku normal berdasarkan nilai ß yang telah ditentukan Æ1,036


(18)

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 1.Klasifikasi Diabetes Mellitus ………...………...18 Tabel 2. Cellular and Molecular Basis for Endothelial Dysfunction in Diabetes…...………...19 Tabel 3. Staging GFR…...…………..……….23 Tabel 4. Karakteristik demografi sampel penelitian...44 Tabel 5. Distribusi Creatinine Clearance menurut stage GFR terhadap jenis kelamin, usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia...47 Tabel 6. Distribusi nilai HbA1c subjek stroke iskemik terhadap usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, jenis kelamin dan riwayat dislipidemia...49 Tabel 7. Distribusi skor BI hari ke-14 terhadap jenis kelamin,usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia...52

Tabel 8. Distribusi skor NIHSS terhadap jenis kelamin,usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia...55

Tabel 9. Distribusi skor mRS hari ke-14 terhadap jenis kelamin,usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia...58 Tabel 10. Distribusi volume infark pada hari I dan skor BI, NIHSS dan MRS pada hari ke-14 menurut stage GFR...62 Tabel 11. Hubungan Volume Infark hari I dan Skor Outcome hari ke 14 (BI, NIHSS, dan mRS) dengan stage GFR...63


(19)

Tabel 12. Distribusi volume infark pada hari I dan skor BI,NIHSS,dan

mRS pada hari ke 14 menurut nilai HbA1c...67

Tabel 13. Hubungan Volume Infark hari I dan Skor Outcome hari ke 14 (BI, NIHSS, dan mRS) dengan nilai HbA1c...67

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Disfungsi Endotelial pada Diabetes……...…………...21

Gambar 2. Mekanisme beberapa faktor pada kalsifikasi vaskularisasi ginjal...25

Gambar 3. Grafik hubungan antara stage GFR dengan skor BI...60

Gambar 4. Grafik hubungan antara stage GFR dengan NIHSS...61

Gambar 5. Grafik hubungan antara stage GFR dengan skor mRS...62

Gambar 6. Grafik hubungan antara nilai HbA1c dengan skor BI...64

Gambar 7. Grafik hubungan antara nilai HbA1c dengan NIHSS...65


(20)

ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes sebagai faktor resiko stroke berhubungan dengan perburukan outcome fungsional paska stroke iskemik. Nilai Glycohemoglobin (HbA1c) sebagai indikator penatalaksanaan diabetes berpengaruh terhadap outcome fungsional paska stroke. Diabetes juga merupakan faktor resiko timbulnya gangguan fungsi ginjal dimana gangguan fungsi ginjal sendiri berhubungan terhadap outcome fungsional paska stroke.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara nilai creatinine clearance (CrCl) sebagai indikator kerusakan ginjal dan nilai HbA1c dengan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik fase akut dengan diabetes.

Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional secara potong lintang (cross sectional) terhadap penderita stroke iskemik fase akut dengan diabetes. Pada seluruh sampel dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap, nilai HbA1c, perhitungan nilai CrCl yang dikelompokkan menurut stage dari Glomerulus Filration Rate (GFR), dan dilakukan penilaian outcome fungsional pada hari ke-14 menggunakan skor Barthel Index (BI), National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) danmodified Rankin Scale (mRS).

Hasil : Tigapuluh empat orang subjek yang diteliti terdiri dari 18 orang laki-laki (52,9%) dan 16 orang perempuan (47,1%). Sampel terbanyak pada kelompok antara 51 - 60 tahun sebanyak 15 orang (44,2%),dan yang paling sedikit adalah kelompok usia 71 - 80 tahun sebanyak 5 orang (14,7%). Sebanyak 13 orang (38,2%) memiliki nilai HbA1c > 10% dan 2 orang (5,9%) dengan HbA1c <7%. Pada hasil pemeriksaan CrCL, dijumpai sebanyak 16 pasien (47,1%) menderita CKD (sesuai cut off nilai GFR < 60). Setelah hari ke-14 , skor BI terbanyak dijumpai pada skor 0-55 yaitu 21 orang (61,8%), skor NIHSS terbanyak dijumpai pada skor 6-13 yaitu 22 orang (64,7%) dan pada mRS,skor mRS terbanyak dijumpai pada skor 3 yaitu 16 orang (47,1%). Tidak dijumpai hubungan yang signifikan antara nilai CrCL dan nilai HbA1c dengan outcome fungsional.

Kesimpulan : Pada penelitian ini dijumpai hubungan antara nilai CrCl dan nilai HbA1c dengan outcome fungsonal pada penderita stroke iskemik dengan diabetes namun hasilnya tidak signifikan.

Kata kunci : Diabetes, stroke iskemik, glycohemoglobin, creatinin clearance, outcome fungsional.


(21)

ABSTRACT

Background : Diabetes is a risk factor for stroke and related to the severity of functonal outcome after stroke. The management of diabetes with the glycohemoglobin (HbA1c) as the indicator have the strong influence to the functional outcome after stroke. Diabetes is also the risk factor for developing of kidney disease which is associated to the functional outcome after stroke.

Objective: The objective of this study is to analyze the association between the level of creatinin clearance (CrCl) as the indicator of kidney disfunction, and the level of HbA1c with functional outcome after acute stroke in diabetic patients.

Methods: This is the cross sectional observational study of the acute phase of stroke in the diabetic patients. The level of HbA1c and creatinine clearance were measured in all samples. All CrCL levels were categorized into the stage of Glomerular Filtration Rate (GFR). The functional outcomes were measured in the day 14 after admission with the score of Barthel Index, National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) and modified Rankin Scale (mRS).

Results: Thirty-four patients of diabetic patients with stroke were enrolled in this study, 18 males (52,9%) and 16 females (47,1%). There were 15 (44,2%) subjects aged between 51-60 years old and 5 subjects aged between 71-80 years old. The level of HbA1c > 10% was found in 13 subjects (38,2%) and 2 subjects (5,9%) with thelevel of HbA1c < 7%. From the value of CrCl, there were 16 (47,1%) patients diagnosed with chronic kidney disease (CKD) as the GFR cut off point <60. From the measurement of functional outcomes on the 14th day, there were 21 (61,8%) patients had BI score between 0-55, 22 (64,7%) patients had NIHSS score between 6-13 and 16 (47,1%) patients had mRS score 3. There was no significant association between the value of CrCL and the value of HbA1c with the functional outcomes.

Conclusion: In this study we found the association between the functional outcome with the creatinine clearance and the level of HbA1c in the diabetics patients with stroke but the association was not significant.

Key words : Diabetes, ischemic stroke, glycohemoglobin, creatinin clearance, glomerular filtration rate, functional outcomes.


(22)

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat (AS) dan di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang. Sekitar 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang (William,2001;Manji, 2007; Fitzsimmon,2007;Rosamond dkk,2007).

Penelitian berskala besar dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study). Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun yaitu 11,8 %, usia 45 - 64 tahun berjumlah 54,2% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach,2007).

Penilaian yang akurat dan tepat dari Activities of Daily Living (ADL) pada pasien paska stroke sangat penting untuk menilai outcome dari perawatan stroke. Kwon dkk melakukan penilaian disabilitas pada pasien paska stroke dengan menilai Barthel Index (BI),motor component of Fuctional Independence Measure (M-FIM) dan Modified Rankin Scale (mRS). Mereka mendapatkan hubungan yang sangat erat antara BI,M-FIM dan mRS dalam menilai disabilitas pasien stroke secara global (Kwon dkk,2004).


(23)

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke iskemik terutama pasien-pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah DM dan insiden stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes dari pada non diabetes (Gilroy,2000).

Kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut, dan 25% diantaranya adalah penderita DM dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan Hemoglobin A1c pada serum. Limapuluh persen lagi yaitu penderita nondiabetes dengan respon hiperglikemi akibat stroke (Misbach,1999).

Diabetes berhubungan dengan tingginya resiko stroke iskemik dan mortalitas pasien-pasien stroke. Resiko tinggi ini dikaitkan dengan perubahan patofisiologi yang dlihat pada pembuluh darah otak pasien dengan diabetes (Air dan Kissela, 2007; Caplan,2000; Sacco dan Boden-Albala 2001; Magherbi dkk,2003;).

Beberapa penelitian secara umum telah menemukan peningkatan angka mortalitas 30 hari dan 1 tahun diantara pasien-pasien hiperglikemia walaupun peningkatan angka mortalitas ini tidak ditemukan pada penelitian lain. Morbiditas yang ditetapkan sebagai perbaikan outcome fungsional dan neurologis, juga mengalami perburukan dalam kasus-kasus dengan hiperglikemia dan diabetes (Air dan Kissela, 2007).

Diabetes berhubungan dengan peningkatan resiko stroke, dengan relative risk berkisar antara 1,5 dan 6,0 tergantung pada studi populasi


(24)

dan tipe dan beratnya diabetes. Kontrol hiperglikemia yang agresif dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular yang lain, seperti diabetic nephropathy, retinopati dan peripheral neuropathy. Pasien dengan diabetes sering menderita penyakit yang lain yaitu hipertensi dan penyakit jantung yang meningkatkan resiko stroke. Hipertensi dijumpai pada 40 - 60% penderita DM tipe 2 dewasa dan beberapa penelitian telah menunjukkan adanya pengurangan komplikasi kardiovaskuler dan stroke dengan pengurangan tekanan darah secara agresif pada pasien-pasien ini (Fitzsimmons,2007).

Pada penelitian kohort terhadap wanita berusia 30 – 55 tahun yang menderita DM dijumpai peningkatan resiko menderita stroke iskemik pada penderita DM tipe 1 dan tipe 2, sementara pada tipe 1 lebih cenderung beresiko menderita stroke hemoragik. Insidensi stroke iskemik yang tinggi pada populasi DM tipe 1 mungkin berkaitan dengan usia muda saat onset menderita DM, durasi DM yang lebih panjang, defisiensi insulin, hipertensi, gangguan parameter koagulasi dan peningkatan adhesi dari platelet, dimana hal-hal tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut (Janghorbani dkk,2007).

Hiperglikemia dan diabetes berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang bukan hiperglikemia dan diabetes (Kagansky dkk, 2001;Beckman dkk,2002; Air dan Kissela 2007).

Candelise dkk menemukan bahwa hiperglikemia sebagai pertanda dari stroke yang lebih berat. Sehingga outcome yang buruk diantara


(25)

pasien-pasien dengan hiperglikema dapat merupakan sebagian dari gambaran keparahan yang terjadi pada pembuluh darah itu sendiri (Adams dkk,2007).

Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2, resiko komplikasi diabetes sangat kuat berhubungan dengan keadaan hiperglikemia sebelumnya dan setiap pengurangan glycated hemoglobin (glycohemoglobin) atau HbA1c akan mengurangi resiko komplikasi dengan resiko yang paling kecil adalah pada mereka dengan nilai HbA1c dalam rentang normal (<6,0%) (Stratton dkk,2000).

Penelitian selama 15 tahun oleh Framingham Heart Study , insufisiensi ginjal yang ringan (didefinisikan sebagai serum kreatinin antara 136-265 u mol/L pada wanita) setelah dilakukan penyesuaian data dengan berbagai faktor resiko yang koeksis, tidak berhubungan dengan masalah kardiovaskuler (fatal dan non fatal) namun pada laki-laki didapatkan hubungan yang signifikan antara gangguan ginjal dengan berbagai jenis penyebab mortalitas (Culleton dkk,1999).

Sarnak dkk menyatakan terdapat peningkatan prevalensi menderita CVD (Cardiovascular Disease) pada populasi CKD (Chronic Kidney Disease). Adanya CKD yang dibuktikan dengan adanya proteinuria ataupun penurunan nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) sepertinya merupakan faktor resiko yang independen terhadap outcome dari CVD, dengan demikian setiap pasien CKD harus diangap sebagai beresiko tinggi untuk menderita CVD. (Sarnak dkk,2003). Suatu studi prospektif


(26)

pada populasi umum mendapatkan hubungan kadar High Density Lipoprotein (HDL), Low density Lipoprotein (LDL),kolesterol dan trigleserida merupakan prediktor yang signifikan terhadap resiko peningkatan serum kreatinin sebagai indikator gangguan ginjal setelah dilakukan adjustment terhadap berbagai faktor resiko lain termasuk hipertensi dan DM (Muntner dkk,2000).

Pada populasi kulit putih dengan hipertensi esensial yang tidak terkontrol dengan nilai serum kreatinin dalam rentang normal dijumpai resiko terhadap morbiditas dari gangguan kardiovaskuler (Schillaci dkk,2001).

Studi Weiner dkk di AS mendapatkan hubungan antara gangguan fungsi ginjal dan resiko CVD dengan etnis, dimana mereka mendapatkan pada ras kulit hitam yang menderita CKD memiliki Hazard Ratio (HR) yang lebih tinggi (HR:1,76,95% CI) dibanding kulit putih (HR 1,13,95% CI) terhadap resiko menderita gangguan kardiovaskuler dan berbagai penyebab mortalitas lainnya (Weiner dk,2004).

Penelitian De Leeuw dkk mendapatkan bahwa serum kreatinin dan protein urin dapat dijadikan sebagai prediktor terhadap morbiditas dan mortalitas pasien-pasien usia tua dimana terdapat hubungan antara tingginya level serum kreatinin dan proteinuria dengan peningkatan angka gangguan kardiovaskuler dan mortalitas yang tinggi pada pasien dengan riwayat hipertensi sebelumnya. Studi ini sesuai dengan studi-studi


(27)

sebelumnya namun hubungan ini mungkin terbatas pada populasi tertentu (De Leeuw dkk,2002).

Pada studi terhadap 6685 pasien,ditemukan sebanyak 1340 pasien CKD berdasarkan pemeriksaan GFR (creatinine clearance) dan didapatkan angka HR untuk stroke iskemik sebesar 1,54 (95% CI) dibandingkan dengan yang tidak menderita CKD. Pada studi ini CKD berhubungan dengan resiko stroke terutama pada populasi dengan riwayat penyakit atherotrombotic. Studi ini memperkuat studi-studi sebelumnya yang menyimpulkan bahwa subjek dengan gangguan ginjal dapat dimasukkan sebagai grup beresiko tinggi menderita stroke dan ganguan kardiovaskuler. (Koren-Morag dkk.,2006).

Studi kohort oleh Honolulu Heart Programme mendapatkan bahwa proteinuria; yang diperiksa dengan metode dipstick urine, merupakan pediktor independen terhadap resiko menderita penyakit jantung koroner dan stroke dan penelitian ini menganjurkan pemeriksaan dipstick sebagai screening rutin pada populasi dengan gangguan ginjal (Madison dkk,2006).

Penelitian berbasis komunitas yang menilai serum kreatinin dan GFR mendapatkan hubungan antara gangguan ginjal dengan penyakit kardiovaskuler dimana nilai GFR yang rendah berhubungan dengan peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler (Elsayed dk,2007).

Pada studi terhadap populasi berusia diatas 55 tahun yang meneliti nilai GFR dan mikroalbuminuria ditemukan 6% pasien menderita stroke


(28)

dimana pasien stroke umumnya berusia lebih tua dan dijumpai kecenderungan menderita CKD, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, peningkatan konsentrasi glikohemoglobin dibandingkan populasi tanpa stroke (Ovbiagele, 2008).

Otopsi yang dilakukan pada 354 penderita stroke, dijumpai nephroangiosclerosis pada 39,8 subjek dan hal ini mungkin berhubungan dengan riwayat hipertensi dan usia tua. Selain itu nephroangiosclerosis lebih banyak dijumpai pada pasien stroke dibanding dengan gangguan neurologis yang lain (Abboud dkk,2009).

Penelitian di Jepang mendapatkan bahwa resiko terjadinya stroke iskemik atau Transient Ischemic Attack (TIA) berhubungan dengan menurunnya fungsi ginjal yang dinilai dengan menghitung creatinine clearance pada populasi umum, dimana pada studi ini disimpulkan bahwa penurunan fungsi ginjal tersebut merupakan faktor resiko yang signifikan terhadap kejadian stroke yang baru. Hubungan ini dikaitkan dengan timbulnya vaskulopati akibat penyakit ginjal kronik (Nakayama dkk,2007).

Studi Ikram mendapatkan hubungan pada gangguan fungsi ginjal, yang dinilai dengan penurunan nilai GFR; dengan marker dari small vessel disease pada otak yaitu dijumpai adanya white matter lesion, atrofi subkortikal dan perluasan minimal dari infark lakuner, dimana hal-hal tersebut dibuktikan dengan MRI (Ikram dkk,2008).

Penelitian berbasis komunitas mendapatkan riwayat gangguan kardiovaskuler sebelumnya dapat memprediksi perkembangan dari


(29)

timbulnya penyakit ginjal. Sebagai tambahan didapatkan bahwa riwayat DM,hipertensi dan kadar HDL yang rendah dan penurunan yang rendah pada nilai GFR merupakan faktor resiko yang terpenting pada penderita gangguan ginjal yang baru. Pada subjek dengan nilai ambang batas GFR kurang dari 90mL/min per 1,73 m2 memiliki peningkatan resiko tiga kali lipat berpeluang mengalami penyakit ginjal (Fox dkk,2004).

Studi Parikh mendapatkan pada populasi berusia 65 tahun keatas yang menderita CKD memiliki faktor resiko mendapatkan gangguan kardiovaskuler yang signifikan dan cenderung memerlukan terapi terhadap penyakit tambahan seperti hipertensi, peningkatan LDL dan diabetes (Parikh dkk,2006).

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang diuraikan di atas, dirumuskan beberapa masalah-masalah sebagai berikut :

I.2.1. Bagaimana hubungan antara creatinine clearance dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.2.2. Bagaimana hubungan antara nilai glycohemoglobin (HbA1c ) dan

outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.2.3 Bagaimana gambaran nilai creatinine clearance dan nilai glycohemoglobin (HbA1c ) menurut berbagai faktor resiko stroke (umur, sex, lama menderita DM, keteraturan makan obat,


(30)

hipertensi, riwayat merokok, riwayat dislipidemia) pada penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.3. TUJUAN PENELITIAN

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara creatinine clearance dan nilai glycohemoglobin (HbA1c) dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.3.2. Tujuan Khusus

I.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan antara creatinine clearance dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes. I.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan antara nilai glycohemoglobin (HbA1c)

dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan antara creatinine clearance dengan volume lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik dengan diabetes.

1.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan antara nilai glycohemoglobin (HbA1c) dengan volume lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik dengan diabetes.

1.3.2.5. Untuk mengetahui gambaran creatinine clearance menurut berbagai faktor resiko stroke (umur, sex, lama menderita DM,


(31)

keteraturan makan obat, hipertensi, riwayat merokok, riwayat dislipidemia) pada penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.3.2.6. Untuk mengetahui gambaran nilai glycohemoglobin (HbA1c ) menurut berbagai faktor resiko stroke (umur, sex, lama menderita DM, keteraturan makan obat, hipertensi, riwayat merokok, riwayat dislipidemia) pada penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.4. Hipotesis

Ada hubungan antara creatinine clearance dan glycohemoglobin (HbA1c ) dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.5. Manfaat Penelitian

I.5.1. Dengan mengetahui hubungan antara ceatinin clearance dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes maka dapat dilakukan deteksi dini melalui pemeriksaan serum creatinine secara rutin dan penatalaksaan terhadap gangguan ginjal pada penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.5.2. Dengan mengetahui hubungan antara glycohemoglobin (HbA1c) dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes maka dapat diberikan penatalaksanan terhadap diabetes yang terjadi pada penderita stroke iskemik sehingga diperoleh outcome fungsional yang lebih baik.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE ISKEMIK

II.1.1. Definisi

Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir,2003).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).

II.1.2. EPIDEMIOLOGI

Stroke menyebabkan 1 dari 15 kematian di Amerika Serikat (AS) di tahun 2001. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua di seluruh dunia dan ketiga di negara-negara berkembang. Stroke penyebab pertama disabilitas dalam jangka panjang di AS dan penyebab utama terbesar kedua menimbulkan disabilitas di seluruh dunia pada orang-orang berusia diatas 60 tahun (De Freitas dkk,2005).


(33)

II.1.3. FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor resiko untuk timbulnya stroke adalah sebagai berikut: (Sjahrir,2003).

1. Non modifiable risk factor

1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Keturunan/genetik 2. Modifiable risk factor a. Behavioral risk factor - Merokok

- Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolestreol, low fruit diet

- Alkoholik

- Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatetet, obat kontrasepsi

b. Physiological risk factor

- Penyakit hipertensi - Penyakit jantung

- Diabetes mellitus

- Infeksi/lues, artritis, traumatik, AIDS, Lupus - Gangguan ginjal


(34)

- Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan

- Kelainan anatomi pembuluh darah - Dan lain-lain

II.1.4. KLASIFIKASI

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama ( Misbach,1999)

l. Bedasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke lskemik

a. Transient Ischemic Attack (TlA) b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid

ll. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu a. Transient lschemic Attack (TlA) b. Stroke in evolution

c. Completed Stroke

lII. Berdasarkas jenis tipe pembuluh darah 1. Sistim karotis


(35)

2. Sistim vertebrobasiler

IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi,2007) : 1. Partial Anterior Ciculation lnfark (PACI)

2. Total Anterior Circulation lnfark (TACI) 3. Lacunar lnfark (LACl)

4. Posterior Circulation lnfark (POCI)

II 1.5. Patofisiologi

Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya (Misbach, 2007).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat darah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, diluarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung


(36)

pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi,daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach,2007)

lskemia otak akan mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap sebagai berikut (Sjahrir,2003):

Tahap 1.

a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan hemostasis ion

Tahap 2.

a. Eksitoksitas dan kegagalan hemostasis ion b. Spreading depression

Tahap 3. Inflamasi

Tahap 4. Apoptosis

II.1.6. Peranan Diabetes pada Stroke Iskemik

Diabetes Mellitus (DM) adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia diakibatkan defek sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada DM berkaitan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai


(37)

organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Beberapa gejala yang umum dijumpai pada hiperglikemi termasuk poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, polifagi dan gangguan penglihatan (American Diabetes Association, 2004).

Kriteria diagnosa DM adalah : (PERKENI,2006).

Metode pemeriksaan kadar glycohemoglobin (HbA1c) telah dianjurkan oleh beberapa ahli internasional sebagai metode terbaru dalam mendiagnosa diabetes dan menyimpulkan nilai HbA1c ≥ 6,5 % sebagai cut-point pertanda diabetes dan menyarankan pemeriksaan ini terhadap individu beresiko tinggi menderita DM,namun metode ini masih


(38)

belum diterima secara luas oleh institusi-intistusi lain. (American Diabetes Association,2009).

Diabetes mellitus adalah faktor resiko untuk stroke iskemik pada penyakit pembuluh darah besar intrakranial dan ekstrakranial dan penetrating artery tetapi masih menjadi pertanyaan penting pada penyakit pembuluh darah kecil. Atheroma pada percabangan arteri intrakranial terutama pada paramedian pontine penetrating arteries, anterior choroidal arteries, dan anterior inferior cerebellar arteries khususnya sering terjadi pada pasien-pasien diabetes. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis terbukti adalah diabetes dan insidensi stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes daripada non diabetes (Caplan,2000;Gilroy,2000).

Terdapat berbagai hipotesa membahas timbulnya kelainan pembuluh darah pada pasien DM yaitu hipotesa genetik dan hipotesa metabolik. Hipotesa metabolik menganggap kelainan vaskuler sebagai manifestasi patologis yang erat hubungannnya dengan hipergikemia. Hiperglikemia akan menyebabkan terjadiya glikosilasi pada semua protein terutama yang mengandung lisin. Proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua kejadian komplikasi DM baik makro maupun mikrovaskular. (Waspadji,1996).


(39)

Tabel-1. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Summary of Diabetes Mellitus Classification Type 1 Diabetes Mellitus

- Accounts for only 5% to 10 % of all diabates cases

- Caused by an absolute deficiency of insulin secretion due to a celluler mediated autoimmune destruction of the pancreatic β-cells

- Viruses associated with initiation of β-cell destruction include congenital rubella,coxsackievirus B,cytomealovirus,adenovirus and mumps

- Markers of β-cells destruction include islet cell autoantivodies to insulin,autoantbodies to glutamic acid decarboxylase (GAD65), and autoantibodies to the tyrosine phospatase IA-2 and IA-2β

- Rate of β-cell destruction varies-infants and cildren often experience rapid

β-cell destructionis usually slower in adults

- Individuals at increased risk can often be identified by serological evidenes of an autoimmune pathologic procces occuring in he pancreatic islet cells and by genetic markers

Type 2 Diabetes Mellitus

- Accounts for only 90% to 95 % of all diabates case

- Caused by a combination of complex metabolic disorders that result from coexisting defect of multiple organ sites such as insulin resistance in muscle and adipose tissue,a progressive decline in pancreatic insulin secretion, unrestrained hepatic glucose production and other hormonal deficiencies

- Before the appereance of clinical symptoms, a degree of hyperglicemia may be present, causing pathologic and funtional changes in various target tissues

- Most affected individuas are obese and,therefore have a variable degrees of insulin resistance affected individuals who are not obese may have an increased percentage of visceral fat,wich can cause insulin resistance

- Others risk factors include increasing age and sedentary lifesyles

- Occurs more frequently in women with previous gestational diabetes and individuals with hypertension or dyslipidemia

- Associated with strong genetic predisposition

Gestational Diabetes

- Defined as any degree of glucose intolerance identified during pregnancy; definition aplies regardless of the therapy used to treat the condition

Dikutip dari :American Diabetes Association,2004.Diagnosis and Classificaton of Diabetes Melitus.Diabetes Care.27(Suppl 1):S5-S10.


(40)

Tabel-2 Cellular and Molecular Basis for Edothelial Dysfunction in Diabetes

Dikutip dari : Calles - Escandon, J dan Cipolla, M. 2001. Diabetes and Endothelial Dysfunction: A Clinical Perspective. Endocrine Reviews. 22 (1):36 - 52

Penyebab utama kematian dan besamya persentasi morbiditas pada pasien-pasien dengan diabetes (tipe 1 atau tipe 2) adalah penyakit pembuluh darah. Diabetes tipe 2 mengenai pembuluh darah kecil (microangiopathy) atau pembuluh darah besar (macroangiopathy) penyakit pembuluh darah kecil ditandai dengan retinopati, neuropati, dan nephropati, sementara macroangiopathy pada diabetes dimanifestasikan dengan kecepatan terjadinya aterosklerosis yang mengenai organ-organ vital jantung dan otak). Aterosklerosis pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 adalah multifaktor dan meliputi inter-reaksi yang sangat kompleks antara hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, pertambahan umur, hiperinsulinemia dan atau hiperproinsulinemia dan


(41)

perubahan dalam koagulasi dan fibrinolisis (Calles-Escandon dan Cipolla,2001).

Suatu studi di Inggris menyimpulkan bahwa atrial fibrilasi termasuk faktor resiko terpenting menderita pada pasien-pasien DM tipe II sehingga terapi yang agresif dari obat-obatan antihipertensi dan antikoagulan sangat diperlukan pada pasien-pasien DM dengan gangguan ritme jantung (Davis dkk,1999).

Keadaan metabolik yang abnormal yang menyertai diabetes menyebabkan disfungsi arteri. Faktor-faktor ini menyebabkan arteri mudah mengalami atherosklerosis. Diabetes merubah banyak tipe sel, termasuk endotelium, smooth muscle cells, dan platelet, yang mengindikasikan luasnya kerusakan pada dabetes (Beckman dkk,2002).

Beberapa penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa hiperglikemi setelah stroke akut berhubungan dengan outcome yang buruk termasuk meningkatnya mortalitas setelah stroke (Bravata dkk,2003).

Diabetes secara nyata meningkatkan resiko aterosklerosis di pembuluh koroner,serebral dan perifer dengan konsekuensi klinis berupa infark miokard, stroke, iskemia ekstremitas dan kematian (Luscher dkk,2003). Pada penderita diabetes tipe 2, resiko untuk terjadinya infark miokard atau stroke meningkat 2- 3 kali lipat dan resiko kematian meningkat 2 kali lipat (Almdal dkk,2004).


(42)

Gambar-1. Disfungsi Endotelial pada Diabetes.

Dikutip dari : Beckman, J.A., Creager, M.A., Libby,P. 2002. Diabetes and Atherosclerosis. Epidemiology, Pathophysiology, and Management. JAMA. 287:2570 – 2581


(43)

hormon pertumbuhan dan glukagon yang merupakan respon dari stres yang berat. Pelepasan hormon-hormon ini secara langsung berhubungan dengan ukuran infark, dan karena mereka menstimulasi neoglycogenesis, hiperglikemia dapat terjadi, khususnya pada pasien-pasien dengan intoleransi glukosa. Efek merusak hiperglikemia belum begitu jelas diketahui tetapi peningkatan kadar glukosa berhubungan dengan asidosis laktat (penumpukan laktat, asidosis intraseluler dan produksi radikal bebas sehingga menambah perluasan kerusakan otak (Blecic dan Devuyst, 2001;Adam dkk,2007).

II.1.7. Peranan Diabetes Pada Gangguan Ginjal

Penelitian yang dilakukan di empat daerah di Indonesia (Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali) mendapatkan bahwa proteinuria, diabetes, dan hipertensi sistolik merupakan prediktor yang independen terhadap ganguan ginjal yang dibuktikan berdasarkan nilai GFR. Prevalensi CKD yang tinggi tersebar di daerah urban dan sub-urban (Prodjosudjadi dkk,2009).

Penelitian terhadap populasi berusia muda yang menderita DM tipe II mendapatkan bahwa peningkatan HbA1c merupakan satu-satunya faktor resiko yang signifikan terhadap mikroalbuminuria dibandingkan dengan populasi yang menderita DM tipe I sehingga studi ini menyarankan perlunya kontrol glukosa yang agresif pada penderita DM (Eppens dkk,2006).


(44)

Nilai GFR <60 mL/min/1,73m2 merupakan nilai cutoff untuk definisi CKD karena menbcerminkan reduksi dari dari nilai normal GFR yaitu 125mL/min (Sarnak dkk,2003).

Tabel 3. Staging GFR

Dikutip dari : Sarnak, M.J., Levey, A.S., Schoolwerth, A.C., Coresh, J., Culleton, B., and Hamm, L.L.,et al.2003. Kidney Disease as a Risk Factor for Development of Cardiovascular Disease. Circulation.108:2154-2169.

.

II.1.8 Peranan Gangguan Ginjal Pada Gangguan Kardiovaskuler dan Serebrovaskuler.

Insidensi stroke meningkat berkaitan dengan mikroalbuminuria dimana mikroalbuminuria merupakan faktor resiko independen terhadap peningkatan kenaikan 50 % angka resiko stroke pada populasi di Inggris. Mikroalbuminuria dapat dijadikan indikator tambahan selain DM dan hipertensi pada komunitas yang mengalami kenaikan resiko stroke. Mekanisme dasar dari patofisiologikal antara hubungan CKD dengan CVD adalah disfungsi endotelial. Mikroalbuminuria maupun makroalbuminuria


(45)

studi-studi. Banyak dari faktor resiko kardiovaskuler yang dapat mempengaruhi endotel dapat dijumpai hubungannnya dengan CKD (Schiffrin dkk,2007).

Terdapat beberapa kemungkinan penjelasan peningkatan resiko gangguan ginjal dan perkembangan penyakit ginjal pada penderita CVD. Pertama, munculnya CVD mungkin menunjukkan seseorang dengan durasi dan keparahan yang lebih besar, baik pada CVD maupun penyakit ginjal dan faktor resiko timbulnya gangguan ginjal khususnya DM dan hipertensi. Kedua, aterosklerosis dapat mengganggu vaskularisasi ginjal yang menyebabkan gangguan pembuluh darah besar dan kecil yang berakibat timbulnya CVD. Ketiga, munculnya CVD mungkin mengidentifikasi individu yang beresiko menderita gagal jantung dan pada pasien-pasien ini akan mengalami penurunan fungsi ginjal akibat penurunan perfusi ginjal. Keempat, CVD merupakan predisposisi terhadap seseorang untuk menjalani kateterisasi jantung yang mungkin berakibat kerusakan ginjal akibat kontras intravena ataupun emboli (Elsayed dkk,2007).

Dalam studi terhadap populasi berusia 65 tahun keatas dengan insufisiensi ginjal didapatkan peningkatan delapan faktor prokoagulasi yaitu C-reactive protein, fibrinogen, VIIc, faktor VIIIc, interleukin-6, intercellular adhesion molecule-1, plasmin-antiplasmin complex dan D-dimer, dimana faktor-faktor tersebut dianggap berperan penting dalam peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler (Shlipak dkk,2003).


(46)

Studi kohort terhadap populasi usia tua mendapatkan penurunan fungsi ginjal yang dinilai dengan penurunan nilai GFR mendapakan bahwa penurunan fungsi kognitif berkaitan dengan gangguan ginjal dengan GFR <60 mL/min (Buchman dkk,2009).

Dibawah ini ditampilkan gambaran tentang kalsifikasi ginjal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sistem renin angiotensin, NAD(p)H, reseptor BMP yang berujung pada pembentukan kalsifikasi vaskularisasi ginjal.

Gambar-2. Mekanisme beberapa faktor pada kalsifikasi vaskularisasi ginjal

Dikutip dari : Schiffrin,E.L., Lipman, M.L., Man J.F.E. 2007. Chronic Kidney Disease Effects on the Cardiovascular System.116:85-97.


(47)

Brain imaging masih merupakan komponen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan pasien yang diduga stroke. Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance lmaging (MRl) merupakan pilihan untuk brain imaging, tetapi pada kebanyakan kasus dan kebanyakan institusi, CT masih merupakan pemeriksaaan awal yang paling praktis. Dalam banyak kasus, CT akan memberikan informasi untuk membuat keputusan mengenai penatalaksanaan darurat (Adam dkk,2007).

Sejak ditemukan pada tahun 1970,CT scan berkembang menjadi salah satu pemeriksaan penting untuk menegakkan diagnosis kelainan kelainan neurologi termasuk dalam diagnosa stroke. Peranan CT scan sangat besar sehingga dapat dikatakan menjadi golden standard (baku emas) penderita stroke ( Sjahrir 2003;Jannis,2007).

Pada iskemia, pada stadium awal sering normal atau hanya sedikit abnormalitas. Selama hari-hari pertama onset stroke, infark biasanya bulat atau oval dan batasnya kurang tegas. Kemudian menjadi lebih hipodense dan gelap,dan lebih seperti baji (wedge-like) dan berbatas. Sebagian infark yang tadinya hipodens menjadi isodens setelah minggu kedua dan ketiga onset. Hal ini yang disebut sebagai fogging effect kadang-kadang dapat mengaburkan lesi (Caplan,2000).


(48)

II.3. OUTCOME STROKE

Keberhasilan pengobatan penyakit penyebab disabilitas termasuk stroke, harus memberi manfaat dengan menggunakan sistim klasifikasi untuk menilai pengaruh pengobatan, khususnya pengobatan darurat. Agar penderita stroke yang masih dapat bertahan hidup dapat menerima perawatan terbaik, satu sistim klasifikasi outcome stroke yang komprehensif dibutuhkan untuk intervensi therapi yang sesuai secara langsung. Pengembangan satu sistim klasifikasi outcome stroke berdasarkan pada keyakinan bahwa defisit neurologis sering menyebabkan impairment disability yang permanen dan membahayakan kualitas hidup (Kelly-Hayes dkk,1998).

Secara garis besar, outcome stroke dapat dikategorikan ke dalam neurologic impairment (tanda yang diperoleh dengan pemeriksaan yang disebabkan oleh penyakit),disabilitas (efek fungsional dari pemburukan) dan handicaps (konsenkuensi sosial dari disabilias). Secara sederhana dapat diklasifikasikan sebagai impairment measures dan activity measures (Davis-Fisher, 2001).

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut (Caplan,2000) : .

1. lmpairments menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologi dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.


(49)

2. Disabilitas adalah setiap hambatan kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti tidak bisa berjalan,menelan dan melihat akibat pengaruh stroke. 3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke berperan sebagai manusia normal akibat impairment atau disability tersebut.


(50)

II.4. KERANGKA TEORI

CH RON I C K I DN EY DI SESASE

ST ROK E I SK EM I K

PROTEINURIA

MIKROALBUMINURIA

DI ABET ES M ELLI T U S

HIPOTESA GENETIK HIPOTESA METABOLIK

EN DOT H ELI AL DI SFU N CT I ON

H I PERGLI K EM I A H I PERGLI K EM I A


(51)

II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL

CARDI O / CEREBRO V ASCU LAR

DI SESASE

ST ROK E I SK EM I K CH RON I C

K I DN EY DI SEASE

EN DOT H ELI AL DI SFU N CT I ON / AT EROSK LEROSI S

Calles & Cippolla,2001 Fitzsimmons,2007 Beckman,2002 DI ABET ES

M ELLI T U S Fox dkk,2004

Eppens dkk, 200 Parikh dkk,2006 Culleton dkk,1999 Muntner dkk,2000 Weine dk,2004 De Leeuw,2002 Elsayed dkk,2007 Koren-Morag dkk,2006 Nakayama dkk,2007 Ikram dkk,2008 Abboud dkk,2009 Sarnak dkk,2003 Schiffrin dkk, 2007 Yuyun dkk,2004

OU T COM E

H I PERGLI K EM I A

Kagansky dkk, 2001 Adam dkk,2007 Air dan Kissela dkk,2007

Stratton dkk,2000 Blecic &


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 1 Januari 2010 s/d 31 Januari 2011.

lll.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian menurut metode non probability sampling secara konsekutif.

III.2.1. Populasi sasaran

Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan Head CT-Scan.

III.2.2. Populasi terjangkau

Semua penderita stroke iskemik akut yang sedang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK - USU/ RSUP.H .Adam Malik Medan.


(53)

III.2.3. Besar sampel

Ukuran sampel dihitung menurut rumus : (Madiyono dkk,1995)

2

n ( Zα +Zβ ) x Sd

____________ + 3

0,5 ln { (1+r) / (1-r) }

n = besar sampel

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 maka Zα = 1,96 Z

Zβ = Nilai baku normal yang besarya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0,15 maka Zβ= 1,036

r = koefisien korelasi

n = 1,96 + 1,036 2

___________________ + 3 0,5 ln (1+0,51) / (1-0,51)

n = 31,34 dibulatkan menjadi 32 Dibutuhkan sampel minimal sebesar 32 kasus

III.3. Kriteria Inklusi

1. Semua penderita stroke iskemik fase akut dan menderita diabetes mellitus yang ditegakkan dengan anamnese pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan CT scan kepala yang dirawat di Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP.H . Adam Malik Medan.


(54)

lll.4. Kriteria Eksklusi

1. Penderita stroke iskemik akut berulang. 2. Penderita TIA dan stroke hemoragik.

3. Penderita stroke iskemik dengan lokasi lesi di batang otak.

lll.5. Batasan Operasional

1. Stroke (WHO,1986) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir,2003).

2. Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jarigan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).

3. Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai satu minggu (Misbach,1999).

4. Diabetes Mellitus (DM) adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia diakibatkan defek sekresi insulin, kerja insulin ataupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada DM berkaitan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (American Diabetes Association,2004).

5. Diagnosa Diabetes Melitus apabila kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L) atau kadar glukosa plasma sewaktu


(55)

≥200mg/dL (11,1m mmol/L) atau kadar postload glucose≥ 200mg/dl (11.1 mol/l) sepanjang oral glucose tolerance test (OGTT). (PERKENI,2006).

6. Creatinine Clearance adalah perbandingan ekskresi kreatinin urin dengan konsentrasi kreatinin di serum, di mana nilai ini mencerminkan kemampuan tubuh mengekskresikan kreatinin (McGraw-Hill Concise Dictionary of Modern Medicine,2002).

Nilai normalnya adalah 97 – 137 ml/menit pada laki-laki dan 88 – 128 ml/menit pada wanita (Medline Plus,2010).

7. Glycohemoglobin atau HbA1c adalah istilah untuk mendeskripsikan serial dari komponen hemoglobin minor yang stabil yang terbentuk dari hemoglobin dan glukosa. Kadar HbA1c menggambarkan riwayat glikemia selama 120 hari sesuai lifespan dari eritrosit (Goldstein dkk,2004). Nilai normalnya adalah < 6,0% ( Stratton dkk,2000).

8. Impairment adalah menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis,dan anatomis yang disebabkan stroke (Caplan,2000).

9. Disability adalah setiap hambatan, ketidakmampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan orang sehat seperti tidak bisa berjalan,menelan dan melihat akibat pengaruh stroke (Caplan,2000).

10. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah hilangnya fungsi ginjal yang berlangsung perlahan dan bertahap (gradual) seiring waktu. Kriteria CKD adalah jika dijumpai salah satu dari keadaan berikut :


(56)

1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan yang dibuktikan dengan biopsi atau marker kerusakan ginjal,

2. Nilai GFR < 60ml/min/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan ataupun tanpa kerusakan ginjal. (Sarnak dkk,2003; Chronic Kidney Diseaase,Medline Plus 2010)

lll.6. Instrumen Penelitian

III.6.1. National lnstitutes of Health Stroke Scale (NIHSS)

National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) mengukur tanda neurologis yang diperoleh dengan pemeriksaan. Skala ini rutin digunakan untuk menentukan beratnya gangguan neurologis pada saat masuk dan memastikan sama pada saat awal antara grup yang diobati dan grup kontrol (Davis-Fisher,2001). Satu studi yang membandingkan penggunaan 4 skala perburukan neurologis (NlHSS, Canadian Neurological Scale, Middle Cerebral Artery Neurological score , Guy's Prognostic Score) pada pemeriksaan awal (baseline) menunjukkan bahwa NIHSS adalah prediktor outcome yang paling baik pada 3 bulan (hidup di rumah, hidup dalam perawatan atau kematian). Skala ini dapat diulang,mudah, dan cepat dilakukan (10 menit) dan berhubungan dengan volume infark dan outcome fungsional 3 bulan setelah stroke (Kelly-Hayes dkk, 1998). NIHSS lebih sensitif dari pada Bl dan mRS, dengan besar sampel yang lebih kecil atau kekuatan statistik yang lebih besar (Young dkk, 2005). Skala terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran,respon terhadap pertanyaan,respon terhadap perintah,gaze palsy,pemeriksaan lapangan pandang,facial


(57)

palsy,motorik, ataksia, sensorik, bahasa, disartria, dan ekstensi / inattention). Penilaian dibagi tiga:< 5 (Stroke ringan),6-13 (Stroke sedang) dan > 13 (Stroke berat) (Schle dkk,2003;William dkk,2000).

III.6.2. Barthel Index (Bl)

Untuk menentukan disabilitas setelah stroke maka perlu penilaian terhadap aktivitas perawatan diri (self-care activities) dan kemampuan untuk hidup bebas. The Barthel lndex adalah pengukuran beratnya disabilitas dan merupakan pengukuran outcome stroke yang paling sering digunakan. Skor pada Bl merupakan pengukuran Basic Activities of Daily Living ( BADL) yang dapat dipercaya dan tepat. (Kelly-Hayes dkk,1998).

Barthel lndex dibagi kedalam kegiatan yang berhubungan dengan self-care ( feeding, grooming, bathing, dressing,bowel and bladder care, and toilet use) dan sekelompok yang berhubungan dengan mobilitas (ambulation, transfers, and stair climbing ). Nilai maksimal 10 mengindikasikan bahwa pasien sepenuhnya dapat berdiri sendiri dalam melakukan fungsi fisik. Nilai yang terendah adalah 0 mengindikasikan ketergantungan total (keadaan terbaring di tempat tidur) (Sulter dkk, 1999).

Lees dkk, 2000 (cit Fischer,2001) menyebutkan bahwa nilai Bl untuk menentukan outcome dibagi dalam 3 kelompok yaitu nilai 0 - 55 untuk outcome yang jelek, 60 - 90 untuk pemulihan sedang dan > 90 untuk outcome yang sangat baik (Fischer,2001).


(58)

III.6.3. Modified Rankin Scale (mRS)

Modified Rankin Scale adalah laporan dokter terhadap pengukuran ketidakmampuan umum yang telah luas dipakai untuk mengevaluasi outcome pasien stroke dan merupakan instrumen yang berharga untuk memeriksa pengaruh dari pengobatan stroke yang baru. Nilai mRS 1-2 dikategorikan sebagai outcome baik dan nilai mRS 3-6 sebagai outcome buruk (Banks dan Marotta,2007).

III.6.4. Computed Tomography Scan (CT-Scan)

Computed Tomography Scan yang digunakan adalah CT system,merek Hitachi seri W 450. Pembacaan hasil CT scan dilakukan oleh seorang ahli radiologi. Untuk mengukur volume lesi digunakan formula A x B x C /2 (ml) (Pantano dkk,1999;), dimana :

A= diameter terpanjang lesi iskemik B= diameter tegak lurus lesi iskemik

C= tebal potongan dimana lesi masih terlihat

III.6.5. Pemeriksaan kadar gula darah

Pengukuran kadar gula darah dengan metode Glukosa oksidase (GOD) dengan alat Automatic (Hitachi-902) & (Cobas Integra 480+).

III.6.6. Pemeriksaan kadar serum Keatinin

Serum Kreatinin dihitung dengan metode Jaffe assay.


(59)

III.6.7. Pemeriksaan kadar creatinine clearance

Creatinine clearance (Ccr) diukur dengan rumus Modified of Diet in Renal Disease (MDRD) (Sarnak dkk, 2003) :

Scr = Serum Creatinine (mg/dl)

III.6.8. Pemeriksaan kadar HbA1c

Pemeriksaan HbA1c menggunakan Performance Liquid

Chromatography.

III.7. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan sumber data primer diperoleh dari semua penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi FK USU / RSUP H.Adam Malik Medan.

a. Studi observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran nilai creatinine clearance, nilai HbA1c , nilai National lnstitutes of Health

Stroke Scale (NIHSS),nilai Modified Rankin Scale (mRS), Barthel Index (BI).

b. Studi korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan nilai creatinine clearance dan kadar HbA1c dengan nilai NIHSS, mRS dan BI.


(60)

lll.8. Pelaksanaan Penelitian lll.8.1. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke iskemik akut yang masuk ke bangsal Neurologi RSUP.HAM yang telah ditegakkan dengan anamnese, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan CT scan yang diambil secara konsekutif dan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi diperisa darahnya untuk pemeriksaan laboratorium termasuk kadar gula darah puasa, 2 jam setelah makan, kadar serum creatinine di dan pemeriksaan kadar HbA1c di laboratorium Patologi Klinik. Jika diduga bahwa pengukuran glukosa plasma puasa pada saat masuk rumah sakit meningkat disebabkan oleh stres karena stroke akut maka pemeriksaan kadar gula puasa diulang pada saat penderita akan keluar dari rumah sakit atau setelah lewat fase akut stroke. Pemeriksaan NIHSS, Bl dan mRS dilakukan oleh dokter pemeriksa (residen neurologi) pad hari ke 14.

III.8.2. Variabel yang diamati

1. Variabel bebas: Creatinine clearance dan HbA1c

2. Variabel terikat: National lnstitute of Health Stroke Scale (NIHSS), Barthel Index (Bl), Modified Rankin Scale (mRS)


(61)

III.9. KERANGKA OPERASIONAL

PEN DERI T A ST ROK E

Anm ne se

Pe m e rik sa a n N e urologi La bora t orium H e a d CT Sc a n

ST ROK E I SK EM I K

OU T COM E FU N GSI ON AL (N I H SS,m RS,BI ) - H bA1 C

- CREAT I N I N E CLEARAN CE

KRITERIA INKLUSI

KRITERIA EKSKLUSI


(62)

lll.10. Analisa Statistik

Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer. Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :

1. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umur,jenis kelamin, lama menderita DM, keteraturan makan obat DM, lama menderita, riwayat merokok, dan riwayat dislipidemia.

2. Untuk mengetahui hubungan antara volume infark dengan creatinine clearance penderita stroke iskemik dengan diabetes pada hari I maka dilakukan uji Spearman.

3. Untuk mengetahui hubungan antara volume infark dengan nilai HbA1c penderita stroke iskemik dengan diabetes pada hari I maka dilakukan uji Spearman.

4. Untuk mengetahui hubungan antara creatinine clearance dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes pada hari ke 14 maka dilakukan uji korelasi Spearman.

5. Untuk mengetahui hubungan antara nilai HbA1c dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes pada hari ke 14 maka dilakukan uji Spearman.


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN IV.1.1. Karakteristik Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan sejak bulan Januari 2010 sampai bulan Januari 2011, dan masing-masing sampel diamati selama 14 hari. Dari seluruh penderita stroke iskemik dengan DM yang dirawat di RSUP.H.Adam Malik dan jejaringnya, terdapat 34 orang penderita stroke iskemik dengan DM yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi untuk dijadikan sebagai sampel penelitian.

IV.1.2. Karakteristik Demografi Sampel Penelitian

Pada penelitian ini didapatkan 34 orang penderita stroke iskemik dengan DM yang diteliti, terdiri dari 18 orang laki-laki (52,9%) dan 16 orang perempuan (47,1%). Dari rentang usia, kelompok usia terbanyak adalah kelompok antara 51 - 60 tahun sebanyak 15 orang (44,2%) dan yang paling sedikit adalah kelompok usia 71 - 80 tahun sebanyak 5 orang (14,7%).

Dari data demografi didapati suku bangsa yang terbanyak adalah suku Batak, yaitu sebanyak 14 orang (41,1%) dan yang paling sedikit yaitu suku Minang yaitu sebanyak 1 orang (2,9%).


(64)

Tingkat pendidikan sampel yang terbanyak adalah pada kelompok SLTA sebanyak 17 orang (50%) dan paling sedikit adalah SLTP sebanyak 8 orang (23,5%). Pada status pekerjaan, ibu rumah tangga merupakan pekerjaan yang terbanyak dari sampel penelitian ini yaitu sebanyak 13 orang (38,2%).

Dari seluruh subjek penelitian, sebanyak 27 orang (79,4%) mempunyai riwayat hipertensi, 17 orang (50%) mempunyai riwayat merokok dan 25 orang (73,5%) mempunyai riwayat dislipidemia. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.


(65)

Tabel 4. Karakteristik demografi sampel penelitian

Karakteristik sampel N %

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 18 16 52,9 47,1 Umur

41 - 50 51 - 60 61 - 70 71 – 80

6 15 8 5 17,6 44,2 23,5 14,7 Status perkawinan Menikah Belum menikah 34 0 100 0 Suku Jawa Karo Batak Aceh Nias Minang 9 6 14 2 2 1 26,5 17,6 41,1 5,9 5,9 2,9 Pendidikan SLTP SLTA Sarjana 8 17 9 23,5 50 26,5 Pekerjaan

• IRT

• Karyawan • Pensiunan • Petani Riwayat Hipertensi Riwayat Merokok 13 7 10 4 27 17 25 38,2 20,6 29,4 11,8 79,4 50 73,5


(66)

IV.1.3. Hasil Pemeriksaan Creatinine clearance (CrCl)

Hasil pemeriksaan CrCL pada seluruh sampel dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok dengan GFR ≥ 90 (stage I), GFR antara 60-89 (stage II), GFR antara 30-59 (stage III), GFR antara 15-29 (stage IV) dan GFR <15 (stage V). Namun pada penelitian ini, tidak dijumpai nilai GFR < 15. Pada penelitian ini sebanyak 16 pasien (47,1%) menderita CKD sesuai dengan cut off nilai GFR < 60, yang terbagi atas GFR stage III sebanyak 11 orang (32,4%) dan GFR stage IV sebanyak 5 orang (14,7%).

Pada distribusi menurut jenis kelamin, penderita CKD paling banyak dijumpai pada laki-laki yaitu sebanyak 11 orang (32,4%). Menurut rentang usia, penderita CKD paling banyak dijumpai pada rentang usia 51-60 tahun yaitu 7 orang (20,6%).

Pada distribusi menurut lamanya subjek menderita DM, penderita CKD paling banyak dijumpai pada kelompok yang menderita DM selama 6 – 10 tahun yaitu sebanyak 8 orang (23,5%).

Menurut keteraturan makan obat, dijumpai penderita CKD paling banyak dijumpai pada populasi yang tidak teratur makan obat DM yaitu sebanyak 11 orang (32,4%).

Berdasarkan lamanya menderita hipertensi, penderita CKD dijumpai paling banyak pada kelompok yang menderita hipertensi selama 6 – 10 tahun yaitu sebanyak 7 orang (20,6%).

Berdasarkan riwayat merokok dan riwayat dislipidemia, penderita CKD paling banyak dijumpai pada populasi perokok yaitu sebanyak 10


(67)

orang (29,5%) dan pada kelompok riwayat non dislipidemia sebanyak 11 orang (32,4%).


(68)

Tabel 5. Distribusi Creatinine Clearance menurut stage GFR terhadap jenis kelamin, usia, lama menderita DM, keteraturan makan obat, lama hipertensi, riwayat merokok, dan riwayat dislipdemia.

GFR

Stage I Stage II Stage III Stage IV n(%) n(%) n(%) n(%) Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan Usia (tahun) 41 - 50 51 - 60 61 – 70 71 – 80

Lama menderita DM (tahun)

1 – 5 6 – 10 11 – 15 15 - 20 > 21 Keteraturan makan Obat DM Teratur Tidak teratur Lama menderita Hipertensi (tahun) 0

1 – 5 6 – 10 > 10 Riwayat merokok Ya Tidak Riwayat Dislipidemia Ya Tidak 1(2,9) 1(2,9) 1(2,9) 0(0) 1(2,9) 0(0) 1(2,9) 1(2,9) 0(0) 0(0) 0(0) 1(2,9) 1(2,9) 0(0) 2(5,9) 0(0) 0(0) 1(2,9) 1(2,9) 1(2,9) 1(2,9) 6(17,6) 10(29,4) 3(8,8) 8(23,5) 4(11,9) 1(2,9) 5(14,7) 10(29,4) 0(0) 0(0) 1(2,9) 5(14,7) 11(32,4) 4(11,8) 4(11,8) 6(17,6) 2(5,9) 6(17,6) 10(29,4) 3(8,8) 13(38,2) 7(20,6) 4(1,8) 1(2,9) 6(17,6) 2(5,9) 2(5,9) 3(8,8) 6(17,6) 2(5,8) 0(0) 0(0) 5(14,7) 6(17,6) 3(8,8) 3(8,8) 5(14,7) 0(0) 6(17,6) 5(14,7) 4(11,8) 7(20,6) 4(11,8) 1(2,9) 1(2,9) 1(2,9) 1(2,9) 1(2,9) 3(8,8) 2(5,9) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 5(14,7) 0(0) 3(8,8) 2(5,9) 0(0) 4(11,8) 1(2,9) 1(2,9) 4(11,8)


(69)

IV.1.4. Hasil Pemeriksaan Nilai HbA1c

Hasil pemeriksaan HbA1c pada seluruh sampel dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok nilai 6-6,9%, 7-7,9%, 8-8,9%, 9-9,9% dan kelompok dengan nilai >10%. Sebanyak 13 orang (38,2%) memiliki nilai HbA1c > 10% dan hanya 2 orang (5,9%) dengan HbA1c <7%.

Berdasarkan jenis kelamin, nilai HbA1c >10% dijumpai paling banyak pada perempuan yaitu sebanyak 7 orang (20,6%). Menurut rentang usia kelompok HbA1c >10% paling banyak dijumpai pada rentang usia 51-60 tahun yaitu sebanyak 7 orang (20,6%).

Pada distribusi menurut lamanya subjek menderita DM, nilai HbA1c >10% dijumpai paling banyak pada kelompok yang menderita DM selama kurang dari 5 tahun dan antara 6 – 10 tahun yaitu masing-masing sebanyak 6 orang (17,6%).

Berdasarkan keteraturan makan obat DM, nilai HbA1c >10% paling banyak dijumpai pada kelompok yang tidak makan obat secara teratur yaitu sebanyak 8 orang (23,5%).

Berdasarkan lamanya menderita hipertensi, nilai HbA1c >10% dijumpai pada sampel yang tidak menderita hipertensi yaitu sebanyak 6 orang (11,6%).

Menurut riwayat merokok, nilai HbA1c >10% paling banyak dijumpai pada populasi perokok. Menurut riwayat dislipidemia, nilai HbA1c > 10%, dijumpai paling banyak pada subjek dengan riwayat dislipidemia.


(1)

II. HASIL PEMERIKSAAN FISIK A. Saat Masuk Rumah Sakit Vital sign

Kesadaran : □ CM □ Apatis □ Somnolen □ Sopor □Koma Tekanan Darah : ...mmHg

Nadi :...x/menit Pernafasan :...x/menit Temperature ...:...ºC

lll. Hasil Pemeriksaan Penunjang

HasilPemeriksaan CT Scan Kepala... ... Volume lesi:...

III. Hasil Pemeriksaan Laboratorium - Hb :...gr - Ht :...% - Trombosit :... - Eritrosit :... - KGD puasa :...mg% - KGD 2jam PP :...mg% - Kolgsterol total :...mg% - HDL :...mg% - LDL :...mg% - Trigliserida :...mg% - Ureum :...mg% - Kreatinin :...mg% - Asam urat :...mg% - Kadar HbA1c % :...% - Creatinine Clearance:...


(2)

Lampiran 3 Nama Pasien : National lnstitute of Health Stroke Scale

(NIHSS)

Skor : 1. a. Derajat Kesadaran

0 = sadar penuh

1 = somnolen (tidak sadar,tetapi bangun dengan stimulasi minimal) 2 = stupor (memerlukan stimulasi berulang untuk bangun)

3 = koma

b. Menjawab Pertanyaan (pasien menyebut bulan sekarang dan umurnya)

0 = kedua jawaban benar

1 = satu jawaban benar/ tidak bisa bicara karena ETT atau disartria 2 = kedua jawaban salah/ afasia/ stupor

c. Perintah: minta pasien m embuka dan menutup mata dan mengepal/ membuka kepalan tangannya pada sisi sehat

0 = kedua perintah benar 1 = satu perintahb enar 2 = kedua perintah salah

2. Gerakan Mata Konjugat Horizontal 0 = normal

1 = gerakan abnormal hanya pada satu mata

2 = deviasi konjugat yang kuat atau paresis konjugat total pada kedua mata

3. Lapangan Pandang pada Tes Konfrontrasi

0 = tidak ada gangguan (lapangan pandang baik) 1 = kwadranopia

2 = hemianopia total

3 = hemianopia bilateral (buta kortikal)

4. Paresis wajah : minta pasien menunjukkan gigi atau mengangkat alis dan menutup mata

0 = normal (gerakan simetris)

1 = paresis ringan (sudut nasolabial rata,asimetri saat senyum) 2 = paresis parsial (total paralise dari wajah bagian bawah) 3 = paresis total (komplit paralise dari satu atau kedua sisi/tidak ada gerakan wajah pada bagian atas dan bawah)


(3)

5. Fungsi motorik lengan kanan.

0 = tidak ada simpangan (os disuruh angkat dua lengannya selama 10 detik

1=lengan menyimpang ke bawah selama 10detik

2 = lengan terjatuh ke kasur atau badan tidak dapat diluruskan secara penuh

3 = tidak dapat melawan gravitasi 4 = tidak ada gerakan

X = tidak dapat diperiksa (amputasi/sendi menyatu)

6. Fungsi motorik lengan kiri (idem no.5)

7. Fungsi motorik tungkai kanan

0 = tidak ada simpangan (os disuruh angkat dua kakinya bergantian selama 10 detik)

1 = kaki menyimpang ke bawah selama 10 detik

2 = kaki terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh

3 = tidak dapat melawan gravitasi 4.= tidak ada gerakan

X = tidak dapat diperiksa (amputasi/ sendi menyatu)

8. Fungsi motorik lengan kiri (idem no.7)

9. Ataksia anggota badan 0 = tidak ada ataksia

1 = ataksia pada satu ekstremitas

2 = ataksia pada dua atau lebih ekstremitas 3 = tidak dapat diperiksa

10.Sensorik (gunakan jarum untuk memeriksa lengan,tungkai,badan, dan wajah, bandingkan sisi demi sisi)

0 = normal

1 = defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang

2 = defisitberat yaitu tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral

11. Bahasa terbaik (minta pasien menjelaskan gambar atau nama) 0 = tidak ada afasia

1 = afasia ringan sedang 2 = afasia berat


(4)

12. Disartria (minta pasien mengucapkan beberapa kata) 0 = artikulasi normal

1 = disartria ringan sedang

2 = disartria berat (tidak dimengerti atau tidak mampu bicara) 3 = tidak dapat diperiksa (intubasi atau hambatan fisik lain)

13.Neglect/ tidak ada atensi 0 = tidak ada

1 = parsial 2 = total

Skor Total :

Nilai NIHSS berkisar antara 0 - 42

1. Nilai <4 = stroke ringan 2. Nilai antara 4 - 15 = stroke sedang 3. Nilai > 15 = stroke berat


(5)

LAMPIRAN 4 Nama Pasien : MODIFIED RANKIN SCALE

DESKRIPSI

NILAI

Tidak ada gejala 0

Tidak ada disabilitas yang signifikan meskipun ada gejala; 1 mampu melakukan semua aktifitas yang biasa sehari-hari

Disabilitas ringan;

2

tidak mampu melakukan beberapa jenis aktifitas baru akan tetapi masih mampu mempertahankan urusan hal-hal sehari-hari tanpa bantuan

Disabilitas sedang;

3

memerlukan sedikit pertolongan akan tetapi bisa berjalan tanpa bantuan

Disabilitas sedang berat;

4

tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan tidak mampu melayani kebutuhan diri sendiri tanpa dibantu

Disabilitas berat;

5

bedridden,tidak mampu duduk sendiri,inkontinensia, membutuhkan perawatan bantuan dan perhatian perawat

Meninggal

6

Nilai Modified Rankin scale =


(6)

LAMPIRAN 5

BARTHEL INDEKS

AKTIFITAS SKOR...

MAKAN :

10 = mandiri

5 = perlu bantuan untuk memotong makanan, mengoles mentega, dll 0 = tidak mampu

MANDI :

0 = tidak mandiri

5 = mandiri (atau di shower) MEMBERSIHKAN DIRI :

0 = perlu bantuan orang lain

5 = mandiri membersihkan wajah/ rambut/gigi/bercukur (alat disediakan)

BERPAKAIAN :

0 = bergantung pada orang lain

5 = perlu bantuan, tetapi dapat melakukan setengahnya tanpa dibantu

10 = mandiri BUANG AIR BESAR :

0 = inkontinensia ( atau perlu diberi pencahar) 5 = kadang-kadang terganggu

10 = normal BUANG AIR KECIL :

0 = inkontinensia ( perlu dikateter atau tidak dapat sendiri) 5 = kadang-kadang terganggu

10 = normal MENGGUNAKAN TOILET :

0 = bergantung pada orang lain

5 = memerlukan bantuan, tetapi sebagian dapat melakukan sendiri 10 = mandiri

BERPINDAH : (dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya) 0 = tidak mampu, tidak mampu duduk seimbang

5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang), dapat duduk 10 = sedikit bantuan (kata-kata atau fisik)

15 = mandiri MOBILITAS :

0 = tidak dapat berpindah atau < 50 meter

5 = bergantung pada kursi roda, termasuk, > 50 meter

10 = berjalan dengan bantuan satu orang (kata-kata atau fisik), > 50 mtr

15 = mandiri (tetapi dapat menggunakan alat bantu, mis.tongkat), > 50mtr

BERJALAN DI TANGGA 0 = tidak mampu