mengalami fraktur, sehingga akan lebih berisiko mengalami osteoporosis. Terjadinya fraktur itu sendiri tidak hanya dipengaruhi oleh rendahnya massa
tulang, tetapi juga dipengaruhi oleh penyebab dari terjadinya fraktur Tandra, 2009
c. Riwayat keluarga
Berdasarkan analisis univariat didapatakan responden yang memilki riwayat keluarga yang mengalami osteoporosis sebelumnya berjumlah 13
responden 25,5 lebih sedikit dibandingkan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga yang memilki osteoporosis 38 74,5. Berdasarkan analisis
bivariat didapatkan bahwa ada hubungan antara riwayat keluarga terjadinya osteoporosis dengan kejadian osteoporosis dengan p- value = 0,01. Hal ini
sejalan dengan pernyataan didalam Medical Journal Of Ausralia 1997 yang menyatakan bahwa keturunan memegang peranan penting dalam menentukan
massa puncak tulang seseorang. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Tsania,
2008 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat osteoporosis keluarga dengan kejadian osteoporosis. Walaupun
mekanisme dari efek ini masih belum jelas, namun fraktur akibat riwayat keluarga merupakan komponen penting dalam pendekatan risiko. Wanita
memilki riwayat fraktur pada keluarga dekatnya ibu maupun ayah memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi.
Faktor genetik berpengaruh pada ukuran dan densitas tulang. Disamping itu keluarga yang berpengaruh dalam kebiasaan makan dan aktivitas fisik
Ardiansyah, 2007. Osteoporosis merupakan bagian dari proses penuaan, namun tidak semua orang terserang. Walau tidak sekuat pada sistik fibrosis dan
hemofilia, peran faktor genetik tidak diragukan lagi dalam penyakit ini. Compston, 2002
d.
Konsumsi Kortikosteroid
Berdasarkan analisis univariat didapatakan responden yang kebiasaan mengkonsumsi kortikosteroid sebanyak responden 33,3 sedangkan yang
tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi kortikosteroid sebanyak 66,7. Berdasarkan analisis bivariat didapatkan bahwa ada hubungan antara riwayat
kebiasaan konsumsi kortikosteroid dengan kejadian osteoporosis dengan p- value =0,024 . Penelitian ini sejalan denga teori yang dikemukakan oleh
Lane, 1999 yang menyatakan bahwa steroid dapat mempengaruhi massa tulang karena dapat mengganggu absorbi kalsium di usus dan meningkatkan
eksresi kalsium di ginjal, steroid juga dapat menyebabkan penekanan pada hormon gonadotropin sehingga mengurangi produksi estrogen dan terjadi
peningkatan pada osteoklas.
e. Menopause
Berdasarkan hasil analisa univariat didapatkan jumlah responden yang telah mengalami menopause sebanyak 42 responden 100. Berdasarkan
analisa bivariat didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara menopause dengan kejadian osteoporosis. Proposi terjadi osteoporosis pada
responden yang telah mengalami menopause lebih tinggi dibanding responden yang belum mengalami menopause dengan p-value = 0,000. Penelitian sejalan
dengan penelitian Hien 2005 di kota Hanoi, yang menyatakan bahwa wanita yang sudah mengalami menopause memiliki risiko terkena osteoporosis tiga
kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum menopause. Penelitian Guhrie et al 1998 di Australia terdapat 224 wanita usia 45-59
tahun menyebutkan perempuan menopause memilki kepadatan mineral tulang yang lebih rendah dibandingkan wanita pra menopause.
Massa tulang pada perempuan berkurang lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan pada masa menopause, fungsi ovarium menurun
drastis yang berdampak pada berkurangnya produksi hormon estrogen dan progesteron. Saat hormon estrogen turun kadarnya karena usia yang lanjut
menopause terjadilah penurunan aktivitas sel osteoblas pembentukan tulang baru dan peningkatan kerja sel osteoklas penghancuran tulang Junaidi,
2007.
3. Gambaran karakteristik dan hubungan antara faktor Gaya Hidup
responden Kebiasaan Merokok Dan Aktivitas Fisik a.
Aktivitas Fisik