28 HCl 0,1 N sebagai blanko. Dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali pada masing-
masing formula.
3.12 Uji Keragaman Bobot
Timbang seksama 10 tablet, satu per satu dan hitung bobot rata-rata. Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing dari 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika jumlah zat aktif dalam masing-
masing dari 10 satuan sediaan terletak antara 85,0 hingga 115,0 dari yang tertera pada etiket, atau jika simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan
6,0. Ditjen, POM., 1995.
3.13 Uji Disolusi Tablet
Untuk menguji laju disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan alat Dissolution Tester.
Medium : 900 ml HCl 0,1N
Alat : tipe 2 metode dayung
Kecepatan putaran : 100 rpm.
Waktu : 45 menit
Cara kerja: Satu tablet dimasukkan dalam wadah disolusi yang berisi 900 ml medium disolusi
dengan suhu 37 ± 0,5
C. Kemudian diputar dengan kecepatan 100 rpm. Pada waktu 45 menit, larutan aliquot dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan dalam labu
tentukur 10 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda, diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh, dan sebagai
Universitas Sumatera Utara
29 blanko digunakan HCl 0,1 N. Kadarnya dihitung dengan persamaan regresi.
Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet. Toleransi dalam waktu 45 menit harus tidak kurang dari 80 Q C
6
H
7
N
3
O, dari jumlah yang tertera pada etiket Ditjen, POM.,1995.
Interpretasi: Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Apabila tidak memenuhi persyaratan
maka pengujian dilanjutkan sampai tiga tahap, kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2. Kriteria penerimaan zat aktif yang larut dengan
disolusi dinyatakan Ditjen, POM., 1995 dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kriteria penerimaan uji disolusi
Tahap J Jumlah Yang
Diuji Kriteria Penerimaan
S1 6
Tiap Unit sediaan tidak kurang dari Q + 5 S2
6 Rata-rata dari 12 unit S
1
+ S
2
adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu
unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15
S3 12
Rata-rata dari 24 unit adalah sama dengan atau lebih besar dari Q tidak lebih dari 2 unit
sediaan yang lebih kecil dari Q-15 dan tidak 1 unit pun kurang dari Q-25
3.14
Analisis Data Secara Statistik
Kadar zat aktif sebenarnya yang terkandung dalam sampel dapat diketahui menggunakan uji distribusi t. Data diterima atau ditolak dihitung dengan
menggunakan metode standar deviasi dengan rumus : �� = √
∑ �−�̅
2
−
Keterangan: SD
= Standar deviasi X
= Kadar sampel �̅
= Kadar rata-rata sampel
Universitas Sumatera Utara
30 N
= Jumlah perlakuan Untuk menghitung t hitung digunakan rumus ;
�
ℎ� �
= � − �̅
��√� Dimana:
x = kadar sampel
�̅ = kadar rata-rata sampel
SD = Standar deviasi
N = jumlah perlakuan.
Hasil pengujian atau nilai t
hitung
yang diperoleh ditinjau terhadap tabel distribusi t, apabila t
hitung
t
tabel
maka data tersebut diterima. Menurut Sudjana 2002, untuk menentukan kadar suatu zat didalam
sampel dengan tingkat kepercayaan 99, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan
rumus: μ = �
̅ ± �
�, ��
x SD √n ⁄
Keterangan: µ
= kadar zat aktif �̅ = kadar rata-rata sampel
t = harga t tabel sesuai dk =
n
-1 α
= tingkat kepercayaan SD = standar deviasi
Universitas Sumatera Utara
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi Pati Singkong
Dari 5000 gram umbi singkong diperoleh pati sebanyak 670 gram. Sehingga rendemen pati singkong 13,4 Lampiran 4. Pati singkong yang diperoleh
berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa. Butir pati singkong berbentuk agak bulat atau bersegi banyak, lamelanya tidak jelas dan hilus berada ditengah berupa
titik Ditjen, POM., 1979.
4.2 Pati Sitrat 4.2.1 Distribusi ukuran partikel
Ukuran partikel pati singkong alami dan pati sitrat diperoleh dari pengayakan dengan ayakan bertingkat yaitu mesh 40, 60 dan 100. Sehingga didapatkan
masing-masing berat dari ukuran partikel mesh 40, 60 dan 100. Hasil data ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data ukuran partikel pati singkong alami dan pati sitrat
Ayakan Pati Singkong Alami
Pati Sitrat Mesh 40
74,4 57,53
Mesh 60 16,74
33,30 Mesh 100
8,86 9,170
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa pati singkong lebih banyak melewati ayakan mesh 40 74,4 dari pada pati sitrat 57,53. Pada
distribusi ukuran partikelnya menggunakan ayakan mesh 60 dan 100 pati singkong melewati ayakan sebanyak 16,74 dan 8,86 sedangkan pati sitrat
33,30 dan 9,17 yaitu lebih bnyak dari pada pati singkong. Hal ini menunjukkan distribusi ukuran partikel pati singkong lebih sempit dibandingkan
dengan pati sitrat.
Universitas Sumatera Utara