71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dibuat penulis dari hasil analisis statistik yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Secara parsial asimetri informasi, leverage, dan ukuran perusahaan
berpengaruh positif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI tahun 2012-2014. 2.
Kepemilikan manajerial tidak mampu memoderasi hubungan antara asimetri informasi, ukuran perusahan terhadap manajemen laba secara
signifikan pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI tahun 2012-2014.
3. Kepemilikan manajerial mampu memoderasi hubungan antara leverage
terhadap manajemen laba secara signifikan pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
BEI tahun 2012-2014.
5.2 Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan memotivasi untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut. Peneliti memberikan beberapa
saran sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
72 1.
Memperpanjang tahun pengamatan sehingga dapat melihat kecenderungan dalam jangka waktu yang cukup panjang.
2. Disarankan untuk meniliti sektor lain dari berbagai sektor yang terdaftar di
Busra Efek Indonesia BEI, sehingga dapat melihat kecenderungan secara lebih luas.
3. Disarankan untuk menambah variabel penelitian sehingga mendapatkan
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi
Teori keagenan adalah pengembangan dari suatu teori yang mempelajari suatu desain kontrak antara dua orang pihak atau lebih, dimana salah satu pihak
disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas pengambilan keputusan decision making kepada
agent., hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu perintah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah disepakati.
Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Scott 2000 menyatakan bahwa,” perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para
manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Dimana antara agent dan principal ingin
memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Tapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak
full information dibanding dengan principal, sehingga menimbulkan adanya asimetry information.
Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan manajer sebagai agent yang bertindak sesuai dengan
kepentingan principal. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai principal
Universitas Sumatera Utara
10 mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan
profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain
dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku
manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorogan untuk memilih dan
menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik dengan tujuan mendapatkan bonus dari principal.
Konsep dari teori keagenan adalah hubungan antara agen dan principal. Solomon 2007 menyatakan bahwa di dalam teori agensi, manajer didefinisikan
sebagai agen dan pemegang saham sebagai principal. Dalam hal ini, pemegang saham merupakan pemilik perusahaan atau principal mendelegasikan wewenang
pembuatan keputusan dalam perusahaan kepada direktur yang merupakan agen para pemegang saham.
Pendelegasian wewenang pengelolaan perusahaan dari principal kepada agen dipandang penting untuk mencapai system pengelolaan perusahaan yang
independen dan professional. Dengan system tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan standar good corporate governance, perusahaan akan mampu
mencapai kinerja yang maksimal. Jensen dan Meckling 1976, menyatakan bahwa jika kedua kelompok agent
dan principal tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan
Universitas Sumatera Utara
11 utilitasnya, maka alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agent tidak selalu
bertindak yang terbaik untuk kepentingan principal. Jensen dan Meckling 1976 membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost, residual loss.
Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol
perilaku agent. Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent akan
bertindak untuk kepentingan principal. Residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sabagai akibat dari perbedaan
keputusan agent dan keputusan principal.
2.1.2 Manajemen Laba
Manjemen laba merupakan strategi yang digunakan oleh manajemen perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan suatu perusahaan dengan
sengaja sehingga angka yang tertulis dalam laporan tersebut sesuai dengan target yang telah ditentukan. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses
penyusunan pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi Schipper, 1989.
Manajemen laba dalam arti sempit didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan
besarnya laba. Dalam definisi luas manajemen laba merupakan tindakanmanajer untuk meningkatkan mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
dimana manajer bertanggungjawab, tanpa mengakibatkan peningkatan atau
Universitas Sumatera Utara
12 penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang. Penggunaan pengukuran dasar
akrual sangat penting untuk diperhatikan dalam mendeteksi ada tidaknya manajemen laba dalam perusahaan. Total akrual adalah selisih antara laba dan
arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibagi atas dua bagian yaitu : 1 normal accruals atau non discretionary accruals yaitu bagian
akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, dan 2 abnormal accruals atau discretionary accruals yaitu bagian yang
merupakan manipulasi data akuntansi. Angka-angka yang dilaporkan memiliki kekuatan yang serupa untuk
membangun opini di lingkungan perusahaan. Oleh karena laba bersih yang dilaporkan merupakan angka yang memperoleh perhatian yang banyak, maka
angka ini pulalah yang paling mungkin dimanipulasi oleh manajer. Menurut Stice, dkk., 2009:360, ada empat alasan yang memotivasi para manajer melakukan
manajemen laba yaitu: 1.
Usaha untuk memenuhi target internal Para manajer merasa tertekan oleh target laba dan pendapatan perusahaan,
sehingga memperlonggar standard kredit, membuat estimasi piutang tak tertagih yang bias, dan pada akhirnya menggelapkan return penjualan.
Target laba internal merupakan alat penting yang memotivasi para manajer untuk meningkatkan usaha penjualan, pengendalian biaya, dan
penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Penelitian akademis
Universitas Sumatera Utara
13 membenarkan adanya perhitungan bonus internal berdasarkan laba turut
mendorong manajemen laba. 2.
Memenuhi harapan eksternal Berbagai pemangku kepentingan eksternal memiliki kepentingan terhadap
kinerja keuangan perusahaan. Misalnya, para pegawai dan pelanggan menginginkan perusahaan tetap berjalan dengan baik, sehingga dapat
bertahan dalam jangka panjang dan melaksanakan kewajiban pensiun serta kewajiban garansinya. Para pemasok menginginkan jaminan atas
pembayaran, dan yang lebih penting lagi adalah bahwa perusahaan pembeli akan menjadi pembeli yang dapat diandalkan pada tahun-tahun ke
depan. Bagi pihak yang berkepentingan itu, tanda-tanda dari kelemahan keuangan seperti pelaporan rugi, benar-benar merupakan suatu berita
buruk. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa di beberapa perusahaan apabila pada perhitungan awal laporan keuangan menunjukkan
indikasi terjadinya kerugian, para akuntannya biasanya diminta untuk mempertimbangkan kembali penilaian mereka atas akrual dan estimasi,
guna memperoleh angka laba positif pada laporan keuangan. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba untuk
menghindari pelaporan kerugian dan mengecewakan pihak-pihak luar yang berkepentingan.
3. Melakukan perataan laba income smoothing yang dilaporkan
Perataan laba dilakukan untuk memberikan perasaan stabil, dapat diandalkan dan memiliki resiko yang lebih rendah. Dengan membuat
Universitas Sumatera Utara
14 perusahaan terlihat memiliki angka yang tidak terlalu berfluktuasi akan
mempermudah mendapatkan pinjaman dengan persyaratan yang menguntungkan dan menarik investor. Menurut teori effiency market
hypotesis Harahap, 2007:244, menyebutkan bahwa : “laporan keuangan dapat mempengaruhi pasar modal. Ini berarti
menunjukkan betapa pentingnya peranan laporan keuangan. Karena pentingnya laporan keuangan tersebut, mendorong
manajemen melakukan hal-hal yang mengubah laporan laba rugi untuk kepentingan pribadinya, seperti mempertahankan jabatan
atau mendapatkan bonus yang tinggi”.
Biasanya laba yang stabil di mana tidak banyak fluktuasi dari satu periode ke periode lain dinilai sebagai prestasi baik. Upaya untuk menstabilkan
laba ini disebut income smoothing. Income smoothing dilakukan dengan mangatur waktu kejadian transaksi, memilih prinsip atau metode alokasi
atau mengatur penggolongan antara laba operasi normal dan laba yang bukan dari operasi normal.
4. Mempercantik laporan keungan sebelum suatu penawaran saham perdana
atau pengajuan pinjaman Perusahaan yang sedang memasuki masa ketika laporan laba harus dalam
kondisi yang baik, asumsi-asumsi dapat diperluas, seringkali menyimpang terlalu jauh dari auran yang ada. Masa itu termasuk saat perusahaan
berusaha untuk membuat permohonan pinjaman atau saat sebelum memulai penjualan saham perdana untuk umum.
Earnings management merupakan hasil akuntansi akrual yang paling bermasalah. Penggunaan penilaian dan estimasi dalam akuntansi akrual
Universitas Sumatera Utara
15 mengizinkan manajer untuk menggunakan informasi di dalam perusahaan dan
pengalaman mereka untuk menambah kegunaan angka akuntansi. Namun beberapa manajer menggunakan kebebasan ini untuk mengubah angka akuntansi
terutama laba untuk kepentingan pribadi, sehingga mengurangi kualitasnya. Manajemen laba terjadi karena beberapa alasan seperti untuk meningkatkan
kompensasi, menghindari persyaratan hutang, memenuhi ramalan analisis dan mempengaruhi harga saham.
Earnings management yang dilakukan perusahaan dapat bersifat efisien meningkatkan keinformasian laba dalam mengkomunikasikan informasi privat
selain itu dapat juga bersifat oportunis manajemen melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya. Apabila pengelolaan
laba bersifat oportunis, maka informasi laba tersebut dapat menyebabkan keputusan investasi yang salah bagi investor.
Scott 2011 menyebutkan bahwa ada empat pola manajemen laba, yaitu: 1.
Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengankatan CEO baru
dengan melaporkan kerugian dalam jumah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatka laba di masa yang datang.
2. Income Minimization
Income minimization dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang
Universitas Sumatera Utara
16 diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode
sebelumnya. 3.
Income Maximization Income maximization dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas
income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan
yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. 4.
Income Smoothing Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang
dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Manajemen laba dilihat sebagai tindakan oportunistik yang dilakukan oleh manajer dalam perusahaan. Seorang manajer bebas memilih dan menggunakan
metode akuntansi tertentu ketika mencatat dan menyusun informasi dalam laporan keuangan, sehingga seorang manajer dapat mempermainkan angka-angka dalam
laporan keuangan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Manajemen laba dilakukan oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam proses
pelaporan keuangan perusahaan, karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakannya. Tindakan manajemen laba tersebut dapat mengurangi kredibilitas
laporan keuangan apabila digunakan untuk mengambil keputusan, karena manajemen laba merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang
menjadi sasaran komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.3 Asimetri Informasi
Pada suatu perusahaan sering terjadi asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemegang saham sebagai pengguna laporan keuangan yang
menyebabkan pemegang saham tidak dapat mengamati seluruh kinerja dan prospek perusahaan secara sempurna. Asimetri informasi sebagai situasi yang
terbentuk karena principal pemegang saham tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja keuangan agent manajer, sehingga principal tidak
pernah dapat menentukan kontribusi usha-usaha agent terhadap hasil-hasil perushaan sesungguhnya.
Agency theory mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manjer agent dengan pemilik principal. Agency theory memiliki asumsi bahwa
masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang
saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer
sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi, dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun
kontrak kompensasi Nasution dan Doddy, 2007:125. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk
memaksimumkan kesejahteraan sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode
akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.
Universitas Sumatera Utara
18 Asimetri informasi sangat berkaitan erat dengan praktik manajemen laba.
Asimetri informasi yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham sebagai pengguna laporan keuangan menyebabkan pemegang saham tidak dapat
mengamati seluruh kinerja dan prospek perusahaan secara sempurna. Dalam situasi dimana pemegang saham memiliki informasi yang lebih sedikit daripada
manajer, manajer dapat memanfaatkan fleksibilitas yang dimilikinya tersebut untuk melakukan praktik manajemen laba.
Scott 2009:105, menyatakan bahwa terdapat dua macam asimetri informasi, yaitu :
a. Adverse Selection
Adverse selection yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek
perusahaan dibandingkan dengan pihak luar. Mungkin terdapat fakta-fakta yang tidak disampaikan kepada principal.
b. Moral Hazard
Moral hazard yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh investor pemegang saham dan kreditor,
sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak yang sebenarnya secara etika
atau norma yang mungkin tidak layak dilakukan. Perbedaan antara harga bid dan harga ask adalah spread. Jadi bid ask
spread merupakan selisih harga beli tertinggi bagi broker atau dealer bersedia
Universitas Sumatera Utara
19 untuk membeli suatu saham dan harga jual dimana brokerdealer bersedia untuk
menjual saham tersebut Restuwulan, 2013. Penggunaan bid ask spread sebagai proksi dari asimetri informasi
dikarenakan dalam mekanisme pasar modal, pelaku pasar modal juga menghadapi masalah keagenan. Pembahasan lebih lanjut mengenai spread dikemukakan oleh
Cohen,dkk, 2011:186 menyatakan bahwa riset mengenai kos transaksikos keagenan immediacy cost harus membedakan antara spread dealer dan spread
pasar. Spread dealer untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid dan ask yang ditentukan oleh dealer secara individual, ketika dealer hendak
memperdagangkan saham tersebut, sedangkan spread pasar untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid tertinggi dan ask terendah diantara beberapa
dealer yang sama-sama melakukan transaksi untuk saham tersebut. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka spread pasar dapat lebih kecil dibandingkan dengan
spread dealer. Terdapat tiga komponen biaya dalam menetapkan bid ask spread Rahmawati, dkk., 2006:302 yaitu:
1. Biaya pemrosesan pemesanan order processing cost, merupakan biaya
yang dikeluarkan untuk mengatur transaksi, mencatat, serta melakukan pembukuan.
2. Biaya pemilikan saham inventory holding cost, merupakan biaya
opportunities dan risiko saham yang berkaitan dengan pemilikan saham. 3.
Biaya adverse selection, terjadi karena informasi terdistribusi secara asimetri antara partisipan pasar modal, oleh karena itu brokerdealer
Universitas Sumatera Utara
20 menghadapi masalah adverse selection, karena ia melakukan transaksi
dengan investor yang memiliki informasi superior. Menurut Siregar 2008:182, pengukuran asimetri informasi dihitung dengan
menggunakan relative bid-ask spread yang dioperasionalkan, sebagai berilkut : SPREAD
it
= Ask
it
– Bid
it
{Ask
it
+ Bid
it
2} x 100 Keterangan :
BIDASK
it
= Bid-ask spread Ask
it
= Harga ask tertinggi saham perusahaan i pada tahun t Bid
it
= Harga bid terendah saham perusahaan i pada tahun t
2.1.4 Leverage
Pemilihan struktur keuangan merupakan masalah yang menyangkut komposisi pendanaan yang akan digunakan oleh perusahaan, yang pada akhirnya
penentuan berapa banyak hutang leverage yang akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai asetnya. Bila dana untuk membiayai perusahaan berasal dari
pemilik dalam bentuk saham biasa, perusahaan tidak terikat pada kewajiban tetap untuk membayar bunga atas hutang yang diambil dalam rangka pendanaan
perusahaan. Bunga adalah biaya tetap keuangan yang harus dibayar dan ditambahkan pada biaya tetap operasi yang mempengaruhi laba perusahaan.
Menurut Sunyoto 2013:101, “leverage adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan yang meliputi hutang jangka
Universitas Sumatera Utara
21 panjang dan hutang jangka pendek, baik perusahaan masih berjalan maupun
dalam keadaan dilikuidasi dibubarkan”. Menurut Agnes 2000:13 menjelaskan rasio leverage sebagai berikut :
Rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansialnya seandainya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian solvabilitas berarti kemampuan suatu
perusahaan untuk membayar semua hutangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Berdasarkan pengertian tersebut, disimpulkan bahwa leverage mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan hutang. Artinya, besarnya jumlah
hutang yang digunakan perusahaan untuk membiayai semua kegiatan usahanya, jika dibandingkan dengan modal sendiri. Leverage keuangan bertujuan untuk
menganalisis pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi hutang dan modal serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya.
Menurut Brigham dan Houston 2010:140, rasio leverage merupakan ”rasio yang mengukur sejauh mana sebuah perusahaan menggunakan pendanaan
melalui utang financial leverage”. Hal ini memiliki tiga implikasi penting,yaitu : a.
Dengan memperoleh dana melalui hutang membuat pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan
sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan. b.
Kreditur akan melihat pada ekuitas atau dana yang diperoleh sendiri sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari
jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi oleh kreditur untuk memberikan margin
Universitas Sumatera Utara
22 pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian
kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur.
c. Jika perusahaan memperoleh hasil dari investasi yang didanai dengan dana
hasil pinjaman lebih besar dari pada bunga yang dibayarkan, maka pengambilan dari modal pemilik akan diperbesar atau “diungkit”
leveraged. Menurut Kasmir 2008:153, tujuan perusahaan menggunakan leverage
adalah: 1.
Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lain kreditor.
2. Untuk menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang
bersifat tetap seperti angsuran pinjaman termasuk bunga. 3.
Untuk menilai keseimbangan antara nilai aset khususnya aset tetap dengan modal sendiri.
4. Untuk menilai seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh hutang.
5. Menilai seberapa besar pengaruh hutang terhadap pengelolaan aset.
6. Untuk menilai atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan hutang jangka panjang. 7.
Untuk menilai berapa dana pinjaman yang segera ditagih, terdapat sekian kalinya modal sendiri yang dimiliki.
8. Dengan pengadaan dana melalui hutang, pemilik memperoleh manfaat
berupa tetap dipertahankannya penguasaan atau pengendalian perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
23 9.
Bila perusahaan mendapatkan penghasilan lebih dari dana yang dipinjamkannya dibandingkan dengan dana yang dibayarnya,
pengembalian ekuitas diperbesar. Menurut Agnes 2005:13, leverage diukur dari debt ratio merupakan
rasio hutang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aset atau dengan rumus :
100 ×
= assets
Total debt
Total ratio
Debt
Rasio ini memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi hasil persentasenya,
cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan
utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi
hutang-hutangnya dengan aset yang dimilikinya. Demikian pula apabila rasio rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan hutang.
2.1.5 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklarifikasikan besar dan kecilnya perusahaan dengan berbagai cara, antara lain total aset, log size, nilai
pasar saham. Karena semakin besar total aset, penjualan dan kapitalisasi pasar, maka semakin besar pula ukuran perusahaan. Ketiga variabel tersebut digunakan
Universitas Sumatera Utara
24 untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar
perusahaan. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek arus kas dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator atau
pemerintah akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektivitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum
Muliati, 2011. Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap manajemen laba perusahaan. Perusahaan besar cenderung akan memerlukan dana yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang lebih
kecil. Tambahan dana tersebut dapat diperoleh dari penerbitan saham baru atau penambahan hutang. Motivasi untuk mendapatkan dana tersebut akan mendorong
pihak manajemen untuk melakukan praktik manajemen laba, sehingga dengan pelaporan laba yang tinggi maka calon investor maupun kreditur akan tertarik
untuk menanamkan dananya Agusti dan Pramesti, 2014. Ukuran perusahaan diukur menggunakan nilai logaritma dari total aset, atau dengan rumus :
SIZE = Ln Total Aset
2.1.6 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dapat
mensejajarkan kepentingan pemilik atau pemegang saham dengan kepentingan manajer sehingga dapat mengurangi konflik kepentingan yang dapat mendorong
manajer melakukan manipulasi Jensen dan Meckling, 1976. Oleh karena itu,
Universitas Sumatera Utara
25 dengan adanya kepemilikan manjerial, maka semakin rendah kecenderungan
manajer untuk melakukan manajemen laba. Pernyataan tersebut didukung oleh Jensen 1986 yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan
manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemengang saham, sehingga kinerja perusahaan akan semakin bagus.
Penelitian Christiawan dan Tarigan 2004 menyebutkan bahwa keadaan dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut
merangkap sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham
perusahaan oleh manajer. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Manajer yang sekaligus pemegang
saham akan meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai individu pemegang saham akan ikut
meningkat. Dilihat dari segi agency theory, kepemilikan manajerial dianggap sebagai sebuah solusi atas permasalahan yang terjadi antara manajer dan
pemegang saham. Jika dilihat dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi dari manajer perusahaannya. Motivasi yang
berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak
sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan
pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Dengan kata lain, presentase tertentu terhadap
Universitas Sumatera Utara
26 kepemilikan saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan
manajemen laba.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan asimetri informasi, leverage, manajemen laba, dan kepemilikan manajerial serta pengaruh yang
terjadi diantaranya. Hasil penelitian yang berbeda-beda juga diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Berikut ini adalah tabel dari penelitian-penelitian
terdahulu.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1.
Rahmawati,dkk 2006
Hubungan asimetri informasi dengan
manajemen laba pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di BEJ.
Variabel dependen:
Manajemen Laba Variabel
independen: Asimetri informasi
Asimetri informasi
berpengaruh positif terhadap
manajemen laba pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta.
2.
Muliati 2011
Pengaruh asimetri informasi dan
ukuran perusahaan terhadap
manajemen laba pada perusahaan
perbankan yang Variabel
dependen : Manajemen laba
Variabel independen :
Asimetri informasi, ukuran perusahaan
Asimetri informasi dan
ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
manajemen
Universitas Sumatera Utara
27
No. Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian
Hasil Penelitian terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. laba pada
perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Azlina, Nur
2010 Analisis faktor
yang mempengaruhi
manajemen laba. Variabel dependen:
Manajemen laba. Variabel
independen: Dewan direksi,
ukuran perusahaan, dan leverage.
Dewan direksi, ukuran
perusahaan dan leverage
berpengaruh terhadap
manajemen laba pada perusahaan
perbankan.
4. Wardani, Dini
Tri dan Warsoda
2011 Pengaruh asimetri
informasi, struktur kepemilikan
manajerial dan leverage terhadap
praktik manajemen laba dalam industri
perbankan di Indonesia.
Variabel dependen :
praktik manajemen laba
Variabel independen :
asimetri informasi, struktur kepemilikan
manajerial, dan leverage.
Secara parsial asimetri
informasi berpengaruh
positif signifikan terhadap
manajemen laba, leverage
berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba, sedangkan
struktur kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba
5. Dela dan
Sunaryo 2010
Pengaruh asimetri informasi, ukuran
perusahaan dan kepemilikan
manajerial terhadap praktik manajemen
laba. Variabel
dependen: Praktik manajemen
laba Variabel
independen: asimetri informasi,
ukuran perusahaan, dan kepemilikan
manajerial. Asimetri
informasi, dan kepemilikan
manajerial secara simultan
berpengaruh terhadap
manajemen laba. Secara parsial
variabel
Universitas Sumatera Utara
28
No. Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian
Hasil Penelitian kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba.
6. Agusti dan
Paramesti 2014
Pengaruh asimetri informasi, ukuran
perusahaan, kepemilikan
manjerial terhadap manajemen laba.
Variabel dependen:
Manajemen laba Variabel
independen: Asimetri informasi,
ukuran perusahaan, dan kepemilikan
manajerial. Variabel asimetri
informasi, ukuran perusahaan dan
kepemilikan manajerial
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
7.
Wiryadi dan Sebrina
2012 Pengaruh asimetri
informasi, kualitas audit, dan struktur
kepemilikan terhadap
manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Variabel
dependen: Manajemen laba
Variabel independen:
Asimetri informasi, kualitas audit, dan
struktur kepemilikan Asimetri
informasi dan kepemilikan
institusional tidak berpengaruh
terhadap manjemen laba,
dan kualitas audit serta kepemilikan
manajerial berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
8.
Sylvia Veronica siregar dan
Siddharta Utama
2005 Pengaruh struktur
kepemilikan, ukuran perusahaan,
dan praktek corporate
governance terhadap
pengelolaan laba earnings
management Variabel
dependen: Pengelolaan laba
Earnings Management
Variabel independen:
Struktur kepemilikan, ukuran
perusahaan, praktek corporate
governance. Ditemukan dalam
penelitian ini bahwa variabel
yang mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap besaran
pengelolaan laba adalah ukuran
perusahaan dan kepemilikan
keluarga. Dimana semakin besar
Universitas Sumatera Utara
29
No. Nama Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian
Hasil Penelitian ukuran
perusahaan semakin kecil
pengelolaan labanya dan rata-
rata pengelolaan laba pada
perusahaan dengan
kepemilikan keluarga tinggi
dan bukan perusahaan
konglomerasi lebih tinggi
daripada rata-rata pengelolaan laba
pada perusahaan lain. Variabel
kepemilikan institusional dan
ketiga variabel praktek corporate
governance tidak terbukti
berpengaruh signifikan
terhadap besaran pengelolaan laba
yang dilakukan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
30
2.3 Kerangka Konseptual