berdasarkan TBU merupakan gambaran keadaan gizi masa lampau. Pemenuhan gizi semasa hamil sampai balita akan berpengaruh kepada keadaan gizi masa
mendatang.
5.2 Pola Makan Siswa
Pola makan memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk
suatu kelompok masyarakat tertentu Lie Goan Hong dalam Sri Kardjati yang dikutip oleh Aidina, 2015.
5.2.1 Susunan makanan Siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa susunan makanan yang dikonsumsi siswa sebagian besar adalah kurang lengkap. Siswa umur 7-9 susunan
makanan kurang lengkap sebesar 65,0, lengkap 35,5. Umur 10-12 tahun kurang lengkap 54,8, lengkap 35,5. Umur 13-15 tahun kurang lengkap 54,5,
dan lengkap 18,2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar makanan yang dikonsumsi siswa belum beragam karena tidak mengonsumsi sayur ataupun
buah setiap harinya. Berdasarkan penelitian siswa kurang menyukai sayur selain itu ibu jarang memberikan buah dikarenakan harga buah yang relatif mahal. Ibu
biasanya memberikan buah pisang yang merupakan hasil ladang sendiri. Pola makan yang baik dan jenis hidangan makanan yang beraneka
ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun, serta zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Hal ini dikarenakan tidak ada
satu susunan makanan mengandung gizi yang lengkap. Jika makanan yang
dikonsumsi semakin beragam maka komposisi zat gizi semakin lengkap. Asupan gizi yang diperoleh dari mengonsumsi berbagai makanan mengandung zat gizi
berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
5.2.2 Jumlah Makanan Siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa konsumsi energi siswa SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat sebagian besar adalah kategori
kurang. Siswa umur 13-15 tahun konsumsi energi kategori kurang sebanyak 72,7. Anak usia ini memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan umur
lainnya sehingga asupan makanan yang dibutuhkan juga meningkat. Sedangkan pada umur 7-9 konsumsi energi kategori baik sebanyak 45,0. Persentase
tersebut menunjukkan bahwa kecukupan energi siswa sebagian besar belum memenuhi kecukupan energi yang dianjurkan. Rata-rata konsumsi energi siswa
sebesar 1577,5 kkal atau dalam persentase 78,3. Keadaan konsumsi energi yang rendah tidak memenuhi kecukupan
dalam penelitian ini sesuai dengan kebiasaan makan anak disabilitas yang sebagian besar mengalami kesulitan makan, porsi sedikit, menyisahkan makanan
serta sajian makanan keluarga yang kurang bervariasi. Anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan sebanyak 80 mengalami kesulitan makan
Chatoor dalam Sugiarto, 2012. Gangguan makan makan tersebut dapat berupa makanan berlebih ataupun terlalu sedikit, serta memilih makanan tertentu Ha
dalam Rahmawati, 2013. Masalah tersebut mempengaruhi jumlah energi yang dihasilkan dari makanan yang dimakan siswa. Berdasarkan hasil penelitian
sebagian besar siswa memiliki porsi makanan sedikit dan ada beberapa siswa
yang tidak menghabiskan dan menyisakan makanan, dan memiliki jadwal makan yang tidak menentu. Disamping itu juga terdapat beberapa siswa yang suka makan
dengan porsi yang lebih banyak dan lebih dari 3 kali sehari. Mayoritas dari gangguan makan terjadi akibat perilaku makan yang kurang tepat. Gangguan
makan diidentifikasi ketika anak tidak dapat atau menolak makan dan minum dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhannya atau variasi dari makanan untuk
memelihara zat gizi yang tepat Babbit Piazza dalam Rahmawati, 2013. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa konsumsi protein siswa
SDLBN 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat sebagian besar kategori baik. Berdasarkan umur konsumsi protein kategori baik paling banyak terdapat pada
usia 10-12 tahun yaitu sebesar 58,1. Umur 13-15 tahun kebutuhan protein cenderung meningkat, namun berdasarkan penelitian 45,5 siswa konsumsi
protein kurang dari yang dianjurkan dan merupakan kategori umur yang paling besar konsumsi protein kurang dari angka kecukupan.
Rata-rata konsumsi protein siswa SDLB 057704 sebesar 53,6 gram, 94,3. Walaupun sebagian besar siswa mengonsumsi protein kategori baik,
namun masih terdapat 25,8 siswa yang konsumsi proteinnya kurang dari yang dianjurkan. Kekurangan protein dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan otak anak. Oleh karena itu konsumsi protein yang sesuai sangat diperlukan anak berkebutuhan khusus terutama anak tunagrahita yang memiliki
tingkat kecerdasan jauh di bawah rata-rata. Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk
adalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitung berdasarkan besar kalori dan protein
yang dikonsumsi Hermina, 2011. Menurut Marhamah 2014, konsumsi pangan dan gizi memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap status gizi dan
kesehatan siswa. Makanan berpengaruh terhadap perkembangan otak. Menurut Rao yang dikutip oleh Rahmawati 2013, asupan asam amino dari protein yang
kurang dapat menyebabkan terganggunya sintesis dari masing-masing neurotransmiter, yang mana berhubungan dengan suasana hati mood dan sifat
agresif anak. Akan tetapi, penambahan asam amino yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan otak dan disabilitas intelektual.
Kekurangan makanan yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan dalam periode yang berkepanjangan dapat membawa pengaruh yang tidak baik terhadap
pertumbuhan anak dan mengakibatkan perubahan metabolisme otak. Dengan demikian, kemampuan dan fungsi otak menjadi tidak maksimal terutama bagi
anak tunagrahita dimana perkembangan otak sedikit lebih lambat tidak seperti anak normal biasanya. Oleh sebab itu diharapkan untuk memberikan makanan
yang beragam pada anak agar memenuhi zat gizi yang dibutuhkan. Kebutuhan gizi setiap anak bisa saja berbeda. Semakin besar umur anak maka kebutuhan
gizinya juga semakin besar, sehingga jumlah makanan yang dibutuhkan semakin besar.
5.2.3 Frekuensi Makanan Siswa SDLB Negeri 057704 Kwala Bingai Kecamatan Stabat