Faktor-Faktor yang Mendorong Perluasan Pidana Denda

tidak berhak menetapkan berapa lama orang yang bersalah itu menghamba untuk melunasi utang bendanya adalah raja yang berkuasa.

B. Faktor-Faktor yang Mendorong Perluasan Pidana Denda

Apabila kita perhatikan perkembangan hukum pidana dewasa ini di Indonesia, terutama hukum pidana khusus maupun ketentuan-ketentuan pidana dalam berbagai perundang-undangan lainnya, terdapat suatu kecenderungan memperluas penggunaan pidana perampasan kemerdekaan. Caranya baik dengan meningkatkan jumlah pidana denda maksimum yang diancamkan, kemungkinan kumulasi pidana penjara atau kurungan denda yang dimungkinkan dalam KUHP, maupun dengan mengancamkan pidana denda secara mandiri sebagaimana tercantum misalnya dalam UU Darurat RI No. 7 Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Ekonomi yang masih berlaku sampai saat ini. 51 Kecenderungan-kecenderungan tersebut tentu saja didorong oleh berbagai faktor dan situasi yang memerlukan penelitian yang lebih luas dalam kerangka mempelajari permasalahan pidana pokok ini. Namun berbagi literatur dan hasil penelitian tim pengkajian hukum tentang penerapan pidana denda, dapat dikemukakan beberapa faktor pendorong meningkatkan dan berkembangnya pidana denda. Y.E. Lokollo mengemukakan bahwa penyebab perkembangan pidana denda antara lain disebabkan oleh membaiknya secara tajam tingkat kemampuan finansial dan kesejahteraan masyarakat di bidang materi. Sebagai 51 Abdul, Pidana Denda, http:abdul-rossi.blogspot.com201104pidana-denda.html, diakses tanggal 5 Agustus 2015, jam 20.45 WIB. Universitas Sumatera Utara akibat membaik nya tingkat kesejahteraan masyarakat membawa akibat terhadap perubahan watak karakter dari kriminalitas. 52 Selanjutnya perkembangan pidana denda ini didorong pula oleh perkembangan delik-delik khusus dalam masyarakat di bidang perekonomian yang erat pula kaitannya dengan apa yang disebut sebagai “white collar crime” dan “professional crime”, yang dapat menghasilkan keuntungan materiil dalam jumlah yang besar. Apabila si pelaku hanya dikenakan pidana penjara, maka ia masih mempunyai kemungkinan untuk menikmati hasil kejahatan tersebut. Dalam hal inilah pidana dapat didayagunakan untuk mengejar kekayaan hasil dari tindak pidana yang dilakukan terpidana. Tentu saja untuk maksud ini harus didukung oleh sarana-sarana untuk melaksanakan keputusan pidana denda yang dijatuhkan oleh hakim. Faktor ini erat kaitannya dengan perkembangan dalam pidana yang menyangkut subyek hukum dalam hukum pidana. Dimana dalam KUHP sekarang pada dasarnya hanya orang yang dapat menjadi subyek hukum pidana. Dalam “Memory van Toelichting” Pasal 51 Nederlandache W.v.S pasal 59 KUHP dikatakan: “suatu strafbaarfeit hanya dapat diwujudkan oleh manusia, dan fiksi tentang badan hukum tidak berlaku di bidang hukum pidana”. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya tidak dapat dihindarkan lagi kemungkinan badan hukum korporasi melakukan tindak pidana dan tanggung jawab tidak terlepas dari pertanggungjawaban pihak pengurusnya. 53 52 Ibid. 53 Ibid. Universitas Sumatera Utara Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah semakin tidak disukainya pidana penjara atau kurungan, karena dinilai seringkali tidak efektif terutama bagi tindak pidana tertentu seperti tindak pidana ekonomi maupun narkotika. Kurang disukai nya pidana penjara ini juga bertolak dari susut pandang “Cost and Benefit” yang berkaitan dengan masalah efisiensi. Semakin banyak penghuni penjara berarti semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh negara, sedang uang negara berarti uang rakyat juga. Jumlah biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan output yang diperoleh dari pidana perampasan kemerdekaan itu.

C. Pengaturan Pidana Denda di Indonesia

Dokumen yang terkait

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 3 18

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

PENDAHULUAN PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG No. 31 TAHUN 1999 Jo. UNDANG-UNDANG No. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN KONVENSI PBB MENGENAI KORUPSI, 2003 TERHADAP PENGEMBALIAN ASET NEGARA.

1 4 16

PENUTUP PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG No. 31 TAHUN 1999 Jo. UNDANG-UNDANG No. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN KONVENSI PBB MENGENAI KORUPSI, 2003 TERHADAP PENGEMBALIAN ASET NEGARA.

0 2 9

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 8

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 1

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 1 28

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 36

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 3

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14