Angka kematian anak dan balita 51 disebabkan oleh diare dan lebih dari separuh kematian tersebut 54 erat hubungannya dengan status gizi Wargiana, dkk, 2012.
Berdasarkan indeks PBU diketahui bahwa bayi dengan kategori status gizi normal diperoleh sebesar 65,6, artinya hampir semua bayi usia 0-6 bulan di Desa Sungai Pauh
memiliki panjang badan yang normal dan hanya 21,9 yang berstatus gizi pendek, pada bayi usia 0-6 bulan dengan pola pemberian pisang awak ditemukan ada yang berstatus gizi pendek
dan 12,5 berstatus gizi sangat tinggi. Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan panjang badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan panjang badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BBPB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi
saat kini sekarang. Di Desa Sungai Pauh ditemukan bayi yang memiliki status gizi resiko gemuk. Bayi usia 0-6 bulan ada ditemukan yang berstatus gizi resiko gemuk, hal ini dapat
disebabkan oleh praktek pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini sehingga berat badan bayi cepat mengalami kenaikan. Hal ini sejalan menurut pernyataan Irianto dan
Waluyo 2004, apabila dalam pemberian makanan pendamping ASI terlalu berlebihan maka sisa bahan makanan yang tidak digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan sel, dan energi
akan diubah menjadi lemak, sehingga apabila anak kelebihan lemak dalam tubuhnya, dimungkinkan akan mengakibatkan alergi atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bisa
mengakibatkan kelebihan berat badan.
5.4 Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-6 bulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia bayi 0-6 bulan ditemukan 62,5 bayi mengalami gangguan saluran pencernaan. Hal ini menggambarkan bahwa praktek
pemberian makanan yang terlalu dini menimbulkan gangguan pada pencernaan. Bayi yang berusia 0-6 bulan seharusnya masih diberikan ASI saja karena ASI mengandung zat gizi yang
lengkap dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi sampai dengan umur 6 bulan. Selain
Universitas Sumatera Utara
itu ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi Depkes RI, 2005. Menurut Hayati 2009, pemberian makanan terlalu dini dapat
menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air besar. Masih banyak ibu yang memberikan makanan tambahan pengganti ASI MP-ASI kepada
bayi yang berumur kurang dari 4 bulan. Pemberian MP-ASI terlalu dini mempunyai resiko kontaminasi yang sangat tinggi yaitu terjadinya gastroenteritis yang sangat berbahaya bagi
bayi dan dapat mengurangi pemberian ASI lantaran bayi yang jarang menyusui Prasetyono, 2014.
Gangguan saluran pencernaan yang dialami bayi dalam satu bulan terakhir diketahui bahwa 50 bayi mengalami sembelit, 30 diare, dan 20 diare dan sembelit. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Pardosi 2009 yang menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan kurang dari enam bulan akan mengakibatkan bayi susah untuk buang air besar.
Selain sembelit, jenis gangguan saluran pencernaan yang pernah dialami oleh bayi adalah diare. Hasil penelitian menunjukkan bayi pernah mengalami diare dalam 1 bulan terakhir
karena ditemukan 30 bayi yang mengalami diare. Diare disebabkan sistem pencernaan bayi terinfeksi kuman atau bisa juga karena alergi. Oleh karena itu, dalam menyiapkan makanan
untuk bayi harus diperhatikan kebersihannya. Pemberian makanan yang terlalu dini akan membuat iritasi usus bayi karena saluran pencernaan bayi yang belum sempurna. Hal yang
sama juga diperoleh dari penelitian Akre 1990 dalam Pardosi 2009 bahwa pemberian makanan tambahan selain ASI pada bayi usia kurang dari 4 bulan dapat menyebabkan diare.
Diare ditandai dengan pengeluaran tinja yang lunak, berair dan lebih dari 4-8 kali sehari. Pemberian makanan tambahan dini memberikan pintu gerbang masuknya berbagai
jenis kuman apabila tidak disajikan higienis dapat menyebabkan diare Tirza dalam Damnik, 2010. Pada umumnya bayi hanya mengalami 1 kali gangguan saluran pencernaan dalam 1
bulan terakhir. Biasanya tindakan yang dilakukan ibu adalah dengan membawa bayi berobat
Universitas Sumatera Utara
ke Puskesmas atau pada Bidan Desa dan menghentikan sementara pemberian makanan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 20 bayi dengan pola makan
pisang awak mengalami gangguan saluran pencernaan. Bayi yang mengalami gangguan saluran pencernaan dengan pola pemberian pisang awak yang meliputi waktu pemberian pagi
dan sore, frekuensi pemberian kurang dari 3 kali umumnya 2 kali dalam sehari, cara pemberian berupa pisang awak yang dilumatkan dan disaring serta kuantitas pemberiannya
sebanyak 1 buah pisang. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu bayi mengatakan bahwa setelah pemberian makanan tambahan berupa pisang awak dilumatkan dan disaring bayi
mengalami kesulitan buang air besar. Ibu mengaku bayinya paling lama tidak buang air besar selama 3 hari. Tinja yang dikeluarkan oleh si bayi dengan konsistensi yang keras dan perut
bayi terasa kembung. Bayi yang mengalami sembelit setelah diberikan pisang awak dapat disebabkan karena si bayi mulai sensitif terhadap pemberian pisang ataupun disebabkan
pemberian pisang awak yang berlebihan. Sistem pencernaan pada bayi usia dibawah 6 bulan belumlah bekerja sempurna. Bayi baru siap untuk menerima makan ketika sudah berusia
diatas 6 bulan. Oleh karena itu bayi yang berusia di bawah 6 bulan hanya diperbolehkan mengkonsumsi ASI saja karena dengan ASI saja kebutuhan gizi untuk bayi sudah tercukupi.
5.5 Kaitan Gangguan Saluran Pencernaan dan Status Gizi