Formulasi serbuk tahu sutera instan menggunakan metode respon permukaan (response surface methodology)

(1)

FORMULASI SERBUK TAHU SUTERA INSTAN MENGGUNAKAN METODE RESPON PERMUKAAN

(RESPONSE SURFACE METHODOLOGY)

SKRIPSI

HENNI RIZKI SEPTIANA F24060529

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

FORMULATION OF SILKEN TOFU POWDER USING RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

Henni Rizki Septiana1, Slamet Budijanto1

1Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Tofu is one of the popular food product in Asia. Tofu is a gel of soy protein that has a delicious taste, soft texture, cheap in price, easily digestible and has high protein content. Tofu is a product that has a short shelf life due to its high water content, especially in the raw form so there are frequently encountered cases of formalin using to extend the shelf life of tofu. Production of tofu by using silken tofu powder (premix) is expected to be the solution of this problem. The aim of this study is to find the best formula of silken tofu powder and optimize the process (coagulation time and temperature) using response surface methodology. Result of the first stage in this study showed the selected main raw material was soy milk powder, the ratio of silken tofu powder and water was 1:2, the range of GDL was 1-1,5%, the range of STPP was 0,05% - 0,15%, the range of Na2HPO4 and NaH2PO4

was 0,125% - 0,175%, the range of coagulation time was 30-50 minutes and the range of coagulation temperature was 70-90oC. The response surface methodology performed in the second stage of this study. It shows that the selected formula for silken tofu powder is GDL 1 %, STPP 0,06%, and Na2HPO4 and NaH2PO4 0,125%

and for coagulation time and temperature are 49 minutes and 89oC. Measured texture response of silken tofu made from the chosen formula and the optimum coagulation time and temperature is 149.3 gf.


(3)

Henni Rizki Septiana. F24060529. Formulasi Serbuk Tahu Sutera Instan Menggunakan Metode Respon Permukaan (Response Surface Methodology). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr.

RINGKASAN

Tahu merupakan salah satu produk yang cukup populer di Asia. Tahu adalah produk dari gel protein kedelai yang memiliki cita rasa yang enak, tekstur yang lembut, harga yang relatif murah, mudah dicerna dan memiliki kandungan protein yang tinggi. Permasalahan umum yang terdapat pada tahu adalah umur simpan tahu yang pendek. Hal ini dikarenakan kadar airnya yang tinggi khususnya dalam wujud mentah sehingga sering dijumpai kasus penggunaan formalin untuk memperpanjang umur simpan tahu yang dilakukan oleh produsen-produsen “nakal”. Pembuatan tahu secara kering dengan menggunakan serbuk tahu sutera instan diharapkan dapat menjadi solusi dari masalah ini. Pembuatan tahu metode kering menggunakan serbuk tahu sutera yang telah dipremix sehingga konsumen dapat membuat tahu sesuai dengan keinginannya. Selain itu, konsep ini juga sesuai dengan perilaku konsumen pangan saat ini yang cenderung menuntut penyajian secara cepat dan mudah. Tujuan penelitian ini adalah menemukan formula yang sesuai untuk serbuk tahu sutera dan mengoptimasi proses pembuatan tahu sutera dari serbuk tahu sutera dengan menggunakan metode respon permukaan (response surface methodology).

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu tahap I dan tahap II. Tahap I bertujuan menentukan bahan baku utama, rentang konsentrasi penggumpal dan bahan tambahan pangan yang akan ditambahkan, rentang interval waktu dan suhu koagulasi serta perbandingan serbuk tahu sutera dengan air. Tahap II bertujuan menentukan formula terpilih untuk serbuk tahu sutera instan, waktu dan suhu koagulasi serta analisa proksimat untuk profil produk. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat untuk masing-masing serbuk tahu sutera dan produk tahu sutera yang dihasilkan. Penentuan formula terpilih, waktu dan suhu koagulasi dilakukan dengan metode respon permukaan (response surface methodology) dengan tekstur tahu sebagai respon terukurnya.

Hasil penelitian tahap I diperoleh melalui pengamatan secara deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) kecuali pada penentuan rentang konsentrasi waktu dan suhu koagulasi yang merupakan kajian dari berbagai literatur. Berdasarkan pengamatan deskriptif oleh panelis terbatas diperoleh hasil bahwa bahan baku terpilih untuk digunakan adalah susu kedelai bubuk, rentang konsentrasi penggumpal GDL dan bahan tambahan pangan yang akan ditambahkan STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4 berturut-turut adalah 1%-1.5% ; 0.05%-0.15% dan 0.125%-0.175%. Hasil pengamatan deskriptif juga menunjukkan bahwa perbandingan serbuk tahu sutera dengan air adalah 1 : 2. Berdasarkan kajian terhadap berbagai literatur, diperoleh rentang konsentrasi untuk waktu dan suhu koagulasi berturut-turut adalah 30-50 menit dan 70-90oC.

Hasil penelitian tahap II berhasil menentukan formula terpilih, waktu dan suhu koagulasi serbuk tahu sutera dengan menggunakan metode respon permukaan. Metode ini mendesain 17 kombinasi percobaan formula berdasarkan rentang konsentrasi yang diperoleh dari penelitian tahap I. Kemudian melalui metode ini pula


(4)

diperoleh formula terpilih untuk serbuk tahu sutera instan adalah GDL 1 %, STPP 0,06%, Na2HPO4 dan NaH2PO4 0,125%. RSM mendesain 11 kombinasi percobaan untuk waktu dan suhu koagulasi serbuk tahu sutera. Waktu dan suhu koagulasi yang diperoleh melalui metode ini adalah 49 menit 89oC. Hasil konfirmasi antara tekstur tahu sutera terukur dengan prediksi RSM tidak berbeda jauh. Respon tekstur terukur tahu sutera dari formula terpilih dan waktu serta suhu optimum adalah 149,3 gf yang lebih besar dari tahu komersial sebesar 116,7 gf.

Hasil analisis proksimat untuk profil serbuk tahu sutera instan, yaitu kadar air sebesar 2.65% (bk); kadar abu 4.08% (bk); kadar protein 20.96% (bk); kadar lemak 1.17% (bk); kadar karbohidrat 71.14% (bk). Hasil analisis proksimat untuk profil tahu sutera yang dihasilkan, yaitu kadar air sebesar 65.79% (bb); kadar abu 1.52% (bb); kadar protein 6.54% (bb); kadar lemak 1.73% (bb); kadar karbohidrat 24.40% (bb).


(5)

FORMULASI SERBUK TAHU SUTERA INSTAN MENGGUNAKAN METODE RESPON PERMUKAAN

(RESPONSE SURFACE METHODOLOGY)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HENNI RIZKI SEPTIANA F2400529

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(6)

Judul Skripsi : Formulasi Serbuk Tahu Sutera Instan Menggunakan Metode Respon Permukaan (Response Surface Methodology)

Nama : Henni Rizki Septiana

NIM : F24060529

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Akademik,

(Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr.) NIP. 19610502.198603.1.002

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc) NIP. 19650814.199002.1.001


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Formulasi Serbuk Tahu Sutera Instan Menggunakan Metode Respon Permukaan (Response Surface Methodology) adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyataan

Henni Rizki Septiana F24060529


(8)

© Hak cipta milik Henni Rizki Septiana, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 11 September 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan keluarga Abdul Hakim dan Sandra Meuthia Sari. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar selama 6 tahun (1997-2002) di SD Negeri 06 Pagi Tanjung Duren, Jakarta Barat. Kemudian meneruskan ke sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Bogor, selama 3 tahun (2002-2004), dan setelahnya melanjutkan studi ke SMU Negeri 1 Bogor, sejak tahun 2004-2006 . Pada tahun 2006, penulis meneruskan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi dengan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis cukup aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) di Divisi Peduli Pangan Indonesia (DPPI), Food Processing Club (FPC), dan Food Chat Club (FCC). Selain itu, penulis juga aktif menjadi panitia acara-acara lokal ataupun nasional diantaranya adalah Training HACCP, Workshop HMPPI, Tetranology, Techno F, BAUR, Penyuluhan Pedagang dan Anak Sekolah. Penulis juga aktif di kegiatan non-akademik seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Pada bulan Juli 2010, penulis bersama timnya berhasil menjadi juara 2 lomba pangan internasional Developing Solutions for Developing Countries competition yang diadakan oleh Institute of Food Technologist Student Association di Chicago, Illinois Amerika Serikat pada tanggal 17-20 Juli 2010. Penulis juga merupakan salah satu penerima beasiswa dari BKLN untuk mengikuti program pertukaran pelajar Malaysia-Indonesia-Thailand (MIT) selama 1 semester di Universiti Putra Malaysia (UPM).

Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan melakukan penelitian pada tahun 2009 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di IPB dan membuat skripsi yang berjudul “Formulasi Serbuk Tahu Sutera Instan Menggunakan Metode Respon Permukaan (Response Surface Methodology). Penelitian dilakukan dibawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto, M. Agr.


(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan karunia, rahmat, dan kasih sayangNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Formulasi Serbuk Tahu Sutera Instan dengan Menggunakan Metode Respon Permukaan (Response Surface Methodology)”

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak

baik secara langsung maupun tidak langsung. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang

penulis sampaikan kepada:

1. Ayah, mama, dan adikku, atas segala dukungan yang tidak ternilai harganya baik secara fisik dan moril, kasih sayang, cinta yang begitu besar, dan keceriaan, serta keluarga besar yang telah memberikan semangat bagi penulis.

2. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr., selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama kuliah hingga penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ir. Muhamad Arpah, M.Si dan Dr. Ir. Budi Nurtama, M. Agr., sebagai dosen penguji atas saran dan kritiknya yang sangat membangun.

4. Seluruh dosen ITP yang banyak memberikan ilmu dan nasehat kepada penulis selama berkuliah dan staf departemen yang telah banyak membantu penulis. 5. Zulfahnur, atas kebersamaan dan dukungan yang tak henti selama ini

6. Laras, Hasti, dan Mas Ubeth sebagai rekan satu bimbingan yang luar biasa, atas segala kebersamaan, dukungan, dan bantuannya selama penelitian.

7. Sahabat seperjuangan di MIT di Malaysia yang telah bersama-sama melewati masa-masa yang luar biasa, Yuananda, Pales, Leo, Jordan, Lia nurmala.

8. Eri, Boti, Aan, Stefanus, Margareth, Sapi, atas perjuangan yang luar biasa untuk IFT. Semoga akan menjadi pengalaman yang luar biasa untuk kita.

9. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu mewarnai hidup penulis selama di ITP : Laras, Yua, Della, Idham, Sadek, Yogi, Bernand, Adit, Dzikri, Dewi, Angga, Hasti, Lingga, Roni, Jali, Eri, Boti, Aan, Stefanus, dan seluruh ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Anak – anak “Kongkow”: Tita, Uul, Ika, Rahma, Jias, Pepey, Anis, Aidilla, Icha, atas kebersamaan dan dukungannya.


(11)

11. Pak Rozak, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Pak Yahya, Pak Gatot, Mas Aldi, Pak Sobirin, dan seluruh staff laboratorium atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

12. Teman-teman ITP 42, 44 dan HIMITEPA (keluarga DPPI : ayah anto, tiara, cherish, belinda, uli, rima, dan ebol) terimakasih banyak telah menjadi sahabat dan tim yang luar biasa

13. Pegawai-pegawai UPT yang sangat baik : Ibu Novi, Pak Misdi, dan yang lainnya. 14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya atas semua

bantuan, semangat, perhatian dan doa kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan kalian. Amin.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI... 3

B. SUSU KEDELAI BUBUK ... 6

C. KOAGULAN TAHU ... 8

D. FOSFAT ... 9

E. TAHU ... 10

F. PANGAN INSTAN ... 13

G. METODE RESPON PERMUKAAN ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

A. BAHAN DAN ALAT ... 16

B. METODE PENELITIAN ... 16

1. Tahap I ... 16

1.1. Penentuan bahan baku serbuk tahu sutera ………. 16

1.2. Penentuan rentang konsentrasi GDL ……….…………... 17

1.3. Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera ……... 17

1.4. Penentuan rentang konsentrasi STPP, Na2HPO4 & NaH2PO4 .. 17

1.5. Penentuan rentang interval waktu dan suhu koagulasi ……….. 18

2. Tahap II ... 18

2.1. Penentuan formula terbaik ... 18

2.2. Penentuan waktu dan suhu koagulasi ... 20


(13)

Halaman

a. Analisis kadar air ... 20

b. Analisis kadar abu ... 21

c. Analisis kadar protein ... 21

d. Analisis kadar lemak ... 22

e. Analisis kadar karbohidrat ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. TAHAP I ... 26

1. Penentuan bahan baku serbuk tahu sutera ………….………... 26

2. Penentuan rentang konsentrasi GDL ………... 27

3. Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera ………... 29

4. Penentuan rentang konsentrasi STPP, Na2HPO4 & NaH2PO4…….. 30

5. Penentuan rentang interval waktu dan suhu koagulasi ………. 31

B. TAHAP II ... 33

1. Penentuan formula terbaik ... 33

2. Penentuan waktu dan suhu koagulasi ... 36

3. Analisa proksimat serbuk tahu sutera terpilih ... 39

4. Analisa proksimat tahu sutera terpilih ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. KESIMPULAN ... 43

B. SARAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Komposisi asam amino isolat protein kedelai ….…………..…….…. 5 2. Beberapa jenis bahan penggumpal tahu yang umum digunakan ……. 8 3. Setting Texture Analyzer untuk pengukuran tekstur tahu ……...….... 19 4. Hasil pengamatan deskriptif terhadap penggunaan GDL ………. 28 5. Hasil pengamatan deskriptif perbandingan serbuk tahu sutera

dengan air ………..…………. 29 6. Hasil pengamatan deskriptif terhadap penggunaan STPP ………. 30 7. Hasil pengamatan deskriptif terhadap penggunaan

Na2HPO4 dan NaH2PO4……….... 30 8. ANOVA untuk signifikansi model (formula serbuk tahu sutera) ……. 34 9. ANOVA untuk lack of fit (formula serbuk tahu sutera) ………. 35 10. Hasil percobaan 17 kombinasi ……….……...……… 36 11. Hasil Percobaan 11 kombinasi ……….... 37 12. ANOVA untuk signifikansi model (optimasi waktu dan suhu) ………. 38 13. ANOVA untuk lack of fit (optimasi waktu dan suhu) ………. 39 14. Hasil analisa proksimat serbuk tahu sutera terpilih ……… 40 15. Hasil analisa tahu sutera terpilih dan perbandingannya dengan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir pembuatan isolat protein kedelai ………... 4

2. Proses pembuatan susu kedelai bubuk Melilea ... 7

3. Proses pembuatan tahu ... ………..……… 12

4. Diagram alir metode penelitian ………..………. 24

5. Diagram alir pembuatan tahu sutera cara kering dan pengukuran tekstur ……….………. 25

6. Hasil penelitian tahap I …………...……….………. 32

7. Contour plot hubungan X1 dan X2 pada X3………..……….. 35

8. Contour plot hubungan X1 dan X2 ………...……… 39

9. Serbuk tahu sutera instan dengan formula terpilih……..…..………….. 40


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data hasil pengukuran kadar air serbuk tahu sutera terpilih……..…… 50 2. Data hasil kadar abu serbuk tahu sutera terpilih ………..….. 50 3. Data hasil pengukuran kadar lemak serbuk tahu sutera terpilih ……… 51 4. Data hasil pengukuran kadar protein serbuk tahu sutera terpilih …... 51 5. Data hasil pengukuran kadar air tahu sutera terpilih .……..…..…….… 52 6. Data hasil pengukuran kadar abu tahu sutera terpilih .………. 52 7. Data hasil pengukuran kadar lemak tahu sutera terpilih ………. 53 8. Data hasil pengukuran kadar protein tahu sutera terpilih ……… 53 9. Data hasil pengukuran kadar karbohidrat serbuk tahu sutera terpilih…… 54 10. Data hasil pengukuran kadar karbohidrat tahu sutera terpilih …………. 54 11. Data hasil pengukuran respons tekstur pada optimasi formula serbuk

tahu sutera ……… 55 12. Data hasil pengukuran respons tekstur pada optimasi waktu dan suhu

koagulasi serbuk tahu sutera ……… 56 13. Response Surface 4D optimasi formula serbuk tahu sutera ……... 57 14. Response Surface 4D optimasi formula serbuk tahu sutera ……… 58 15. Response Surface 4D optimasi formula serbuk tahu sutera …………. 59 16. Response Surface 4D optimasi waktu dan suhu koagulasi serbuk

tahu sutera ………. 60 17. Desain matrix optimasi formula serbuk tahu sutera (17 kombinasi)…… 61 18. Desain matrix optimasi waktu dan suhu koagulasi serbuk

tahu sutera (11 kombinasi)………... 62 19. Contoh hasil pengukuran menggunakan texture analyzer ………. 63


(17)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tahu merupakan produk gel protein yang cukup terkenal dan digemari banyak orang khususnya di Asia Tenggara seperti Indonesia, China, dan Thailand (Tseng dan Xiong, 2009;Cai, T.D dan K. C. Chang, 1998; Bottema, 1988). Tahu memiliki cita rasa yang enak, tekstur yang lembut, harga yang relatif murah, mudah dicerna dan memiliki kandungan protein yang tinggi. Tahu juga memiliki daya cerna yang tinggi, sehingga tahu dapat dikonsumsi oleh semua kelompok umur tak terkecuali penderita gangguan pencernaan. Selain itu, menurut Smith dan Circle (1972), protein pada tahu mempunyai susunan asam amino esensial yang mendekati susunan asam amino esensial protein susu sapi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tahu memegang peranan penting sebagai sumber protein nabati di Indonesia.

Berdasarkan kadar air dan teksturnya, tahu diklasifikasikan menjadi dua yaitu tahu sutera dan tahu biasa. Kedua tahu ini dibuat dengan proses yang sama, kecuali variasi perbandingan air dan kedelai, jenis dan konsentrasi koagulan, dan jumlah whey yang terbuang ketika proses pencetakan (Liu, 1997).

Tahu adalah produk yang memiliki umur simpan yang pendek dikarenakan kadar airnya yang tinggi khususnya dalam wujud mentah sehingga sering dijumpai kasus penggunaan formalin yang dapat membahayakan kesehatan. Berdasarkan pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (2002), ditemukan adanya penyalahgunaan formalin sebagai pengawet dalam produk pangan seperti tahu, ikan asin, dan mie basah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran pada masyarakat sehingga banyak masyarakat yang takut untuk mengkonsumsi tahu padahal tahu merupakan sumber protein nabati yang cukup baik.

Pembuatan tahu secara kering mungkin dapat menjadi solusi terhadap masalah ini. Pembuatan tahu melalui metode ini tidak menghasilkan banyak limbah, dapat meminimumkan kehilangan komponen gizi, tidak membutuhkan banyak peralatan serta tidak perlu dikhawatirkan penggunaan bahan berbahaya seperti formalin. Pembuatan tahu metode kering menggunakan serbuk tahu yang


(18)

telah dipremix sehingga konsumen dapat membuat tahu kapanpun sesuai dengan keinginannya. Metode ini menggunakan premix yang merupakan campuran dari susu kedelai bubuk, penggumpal, dan fosfat. Pembuatan tahu secara kering ini dapat diaplikasikan pada industri jasa boga dan industri tahu. Keuntungan lainnya adalah pada pembuatannya tidak membutuhkan tempat yang besar sehingga dapat diaplikasikan di ruko, dapur kafe, hotel dan restoran. Prinsip pembuatan tahu secara kering ini adalah dengan melarutkan serbuk tahu yang telah dipremix dengan air dan dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu hingga terbentuk gel tahu.

Salah satu jenis tahu yang berkembang di Indonesia adalah tahu sutera. Pemilihan tahu sutera untuk diinstanisasi pada penelitian ini dikarenakan tahu sutera tergolong tahu yang cukup digemari dan tidak melibatkan proses pengepresan serta penghilangan whey pada proses pencetakannya. Tidak adanya proses pengepresan dan penghilangan whey inilah yang juga akan diaplikasikan pada pembuatan tahu secara kering sehingga akan lebih sederhana bagi konsumen. Hal ini sejalan dengan perilaku konsumen pangan saat ini yang cenderung menuntut penyajian secara cepat dan mudah.

.

B.TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan formula yang sesuai untuk serbuk tahu sutera dan optimasi proses pembuatan tahu sutera melalui serbuk tahu sutera (waktu dan suhu koagulasi) dengan menggunakan metode respon permukaan (response surface methodology).


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

Salah satu bentuk protein kedelai yang banyak digunakan di industri adalah isolat protein kedelai. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar proteinnya minimum 95% dari berat kering. Menurut Koswara (1992), produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung bubuk kedelai.

Menurut Nguyen dan Hicks (1996), pada proses pembuatan isolat protein kedelai diterapkan teknologi proses penyaringan membran sehingga komponen-komponen yang tidak dikehendaki dapat dipisahkan dengan selektif dari produk kedelai. Menurut Seguro dan Motoki (1994) dan Nakajima et al. (1996), pada prinsipnya isolasi protein terdiri dari tahap-tahap : ekstrasi protein dari tepung kedelai bebas lemak dan air, pemisahan serat kasar, pengendapan dengan asam, pemisahan dari fraksi yang larut (whey), netralisasi dan pengeringan dengan spray drier. Tahap-tahap pembuatan isolat protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.

Menurut Koswara (1995), isolat protein kedelai dibuat dari tepung kedelai bebas lemak maupun biji kedelai utuh. Proses pembuatannya hampir sama, hanya cara ekstrasi proteinnya saja yang berbeda. Jika dibuat dari tepung kedelai, maka mula-mula tepung harus dicampur dengan air (perbandingan tepung : air = 1:8), kemudian pH-nya ditingkatkan menjadi 8.5-8.7 dan diaduk pada suhu 50-55ºC selama 30 menit, sehingga proteinnya terekstrak. Sedangkan ekstraksi protein dari biji utuh dilakukan dengan perendaman 5-8 jam, diikuti pembuatan bubur kedelai (kedelai kupas kulit dihancurkan seperti pada pembuatan susu kedelai), lalu diencerkan hingga perbandingan kedelai kering : air = 1:8, setelah itu dilakukan pengaturan pH hingga 8.5-8.7 dan diaduk 30 menit. Setelah proses tersebut, dilakukan pengaturan pH untuk kedua kalinya dengan melakukan penambahan larutan NaOH 2 N, sambil dipanaskan hingga suhu 50-55ºC untuk mengefisiensi ekstraksi protein. Setelah protein terekstrak, maka residu non protein harus dipisahkan dengan sentrifugase. Tahap ini penting, karena menentukan kemurnian


(20)

isolat protein kedelai yang dihasilkan. Pada umumnya makin cepat sentrifugal yang dilakukan, isolat yang dihasilkan makin murni, sehingga kandungan proteinnya semakin tinggi begitupun dengan sifat fungsionalnya. Komposisi asam amino isolat protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.

Filtrat yang diperoleh dari tahap pemisahan, kemudian diturunkan pH nya sampai 4.5 sehingga protein mengendap. Penurunan pH ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan HCL. Endapan protein yang diperoleh kemudian dipisahkan dengan sentrifugase untuk selanjutnya dicuci dan dikeringkan dengan pengering beku atau dapat juga endapan dibuat suspensi kental dengan air (1:2) dan dikeringkan dengan pengering semprot.

                          

Gambar 1. Diagram alir pembuatan isolat protein kedelai (Nakajima et al, 1996) Netralisasi dan Pengeringan

Pengendapan isoelektrik Ekstraksi dan Sentrifugasi

Whey

Ampas

Isolat protein kedelai Kedelai bebas lemak

Minyak kedelai kasar Hexane Kacang kedelai Ekstraksi, Evaporasi Pemasakan, Pengupasan


(21)

Tabel 1.Komposisi asam amino isolat protein kedelai Asam amino Gram AA dalam 16 gram N Asam glutamate Asam aspartat Arginin Leusin Lisin Prolin Serin Valin Phenilalanin Isoleusin Threonin Alanin Tirosin Glisin Histidin Metionin Sistein Triptofan Sistin 18.42 10.38 7.55 6.66 6.01 5.30 4.61 4.55 4.46 4.40 3.66 3.60 3.51 3.44 2.25 1.37 1.34 1.17 Sedikit Sumber : Wolf, 1977

Menurut Kinsella (1979), kemampuan ekstraksi protein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas pendahuluan, rasio pelarutan, dan suhu, pH, serta kekuatan ion dari medium pengekstrak.

Menurut Lawton dan Carter (1971), metode isolasi yang digunakan sangat mempengaruhi sifat-sifat fungsional isolat protein yang dihasilkan. Proses isolasi yang menggunakan panas selama pengeringan dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein yang akan mengurangi kelarutan protein (Winarno, 1995). Menurut Pablo et al. (1981), penggunaan pengering beku memberikan efek


(22)

denaturasi yang relatif lebih kecil dibanding dengan penggunaan oven atau sinar matahari.

B. SUSU KEDELAI BUBUK

Menurut SNI 01-3830-1995, susu kedelai adalah produk yang berasal dari ekstrak biji kacang kedelai dengan air atau larutan tepung kedelai dalam air, dengan atau tanpa penambahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Sedangkan susu kedelai bubuk adalah produk yang diperoleh melalui penghilangan air dari susu kedelai cair atau pencampuran antara protein kedelai dan minyak kedelai bubuk.

Terdapat beberapa metode dalam pembuatan susu kedelai bubuk. Menurut Koswara (1995), bentuk susu kedelai bubuk yang umumnya dilakukan dengan cara pengeringan semprot (spray drying). Untuk membuat susu kedelai bubuk, mula-mula kacang kedelai yang telah disortasi dan dicuci, direndam dalam larutan NaOH 0.05% selama 8 jam dengan jumlah larutan 3 kali berat kedelai kering. Setelah dikupas dan dicuci, kedelai direndam dalam larutan NaHCO3 0.15%

selama 30 menit pada suhu 100oC. Kemudian dilakukan penggilingan dengan air panas, perbandingan air dan kedelai kering 8 : 1. Untuk menambah total padatan dalam susu kedelai, pada saat penggilingan ditambahkan santan kelapa sebanyak 10 - 20%. Setelah disaring, campuran kemudian dihomogenisasi pada tekanan 3.300 psi. Kemudian dialirkan ke dalam pengering semprot yang telah diset dengan kondisi: tekanan 4.5 – 5.0 bar, suhu udara 170 - 185oC dan suhu udara keluar 80 - 95oC. Proses pembuatan susu kedelai dengan metode spray drying


(23)

Gambar 2. Proses pembuatan susu kedelai bubuk Melilea Susu Kedelai

Bubuk Penyaringan bubur kedelai Perendaman dan

Perebusan

Penggilingan dengan air panas

Kedelai

Penyortiran dan Pembuangan Kulit

Kedelai

Pasteurisasi

Evaporasi/Pemekatan


(24)

C. KOAGULAN TAHU

Pada proses pembuatan tahu ditambahkan koagulan yang berfungsi sebagai penggumpal protein susu kedelai. Proses penggumpalan merupakan tahap yang paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik dari tahu yang akan dihasilkan (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).

Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), bahan penggumpal dapat digolongkan kedalam beberapa golongan, yaitu golongan garam sulfat, garam klorida atau nigari, golongan asam dan golongan lakton. Tabel 2 menunjukkan beberapa jenis bahan penggumpal tahu yang umum digunakan.

Tabel 2. Beberapa jenis bahan penggumpal tahu yang umum digunakan. Golongan Jenis yang umum digunakan

Garam Sulfat Kalsium sulfat (CaSO4), dan

MgSO4.7H2O

Garam Khlorida “Nigari”alami, air laut, MgCl2.6H2O,

CaCl2, CaCl2.2H2O

Lakton C6H10O6 (Glukono Delta Lakton, GDL)

Asam Asam laktat, asam asetat, cuka (larutan 4% asam asetat), sari buah jeruk

Sumber : Shurtleff dan Aoyagi, 1984

Dari beberapa jenis bahan penggumpal yang telah disebutkan diatas, kalsium sulfat dan lakton (GDL) adalah jenis bahan penggumpal yang paling banyak digunakan. Karena menghasilkan rendemen tahu yang tinggi, tekstur tahu yang lembut dan lunak dan mempunyai konsistensi elastis dan berair. Hal ini dikarenakan kemampuannya dalam mengikat air dalam jumlah banyak (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).

Glukono Delta Lakton (GDL) adalah bahan penggumpal yang umum digunakan untuk pembuatan tahu sutera. Pada umummnya penggunaan GDL akan menghasilkan tahu yang mempunyai rasa lembut dengan tekstur lermbut dan lunak yang tentunya lebih disukai konsumen. Menurut Kohyama et al. (1995), penggunaan GDL sebagai koagulan akan menurunkan pH susu kedelai dan menyebabkan agregasi dari protein terdenaturasi dengan meningkatkan sifat


(25)

hidrofobik dan ketidaklarutan. Koagulan ini bila dicampur dengan susu kedelai dan kemudian dipanaskan akan menghasilkan asam glukonat yang menggumpalkan protein kedelai menjadi tahu.

Keistimewaan GDL dalam pembuatan tahu adalah dalam jumlah tertentu dapat dicampurkan pada susu kedelai dingin, kemudian dimasukkan dalam wadah dan ditutup rapat. Selanjutnya dengan dicelupkan dalam air panas (85ºC-95ºC) selama 30-50 menit akan terbentuk tahu. Panas tersebut akan mengaktifkan lakton yang menghasilkan tahu dalam wadah tanpa pemisahan whey dan curd dengan pengepresan (Kohyama et al., 1995).

Penambahan koagulan pada pembuatan tahu harus sesuai, tidak boleh kurang ataupun berlebihan. Bila penambahannya kurang akan menyebabkan kadar protein tahu menjadi lebih rendah dikarenakan koagulasi protein yang tidak sempurna (Lu

et al., 1980). Sedangkan bila penambahannya berlebihan menyebabkan tahu akan terasa pahit, tekstur yang keras, permukaan yang kurang halus dan berwarna suram, serta memiliki pori-pori yang kecil (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Menurut Kohyama et al. (1995), penggunaan GDL dapat mencapai 1.4% dan dibatasi oleh rasa asam yang dihasilkannya. Tiap jenis bahan penggumpal memiliki jumlah yang harus ditambahkan dan suhu optimum penggumpalan yang berbeda-beda.

D. FOSFAT

Terdapat dua jenis fosfat yang dikenal yaitu ortho phosphate yang mengandung anion fosfat tunggal dan poly phosphate yang mengandung dua atau lebih anion fosfat. Umumnya pemakaian fosfat banyak ditemukan pada produk olahan daging. Penggunaan fosfat pada produk olahan daging ini terkait dengan fungsi fosfat yang dapat mengekstrak protein dari serabut otot daging dan memberikan efek kenyal (gel) pada produk olahannya seperti baso.

Fungsi penambahan alkali fosfat secara umum, antara lain : meningkatkan daya ikat air, meningkatkan rendemen, meningkatkan keempukan, menstabilkan warna dan keseragaman, serta meningkatkan tekstur. Menurut Trout dan Schmidt (1986), efektifitas fosfat menurun secara linear dengan semakin panjangnya rantai molekul atau dengan kata lain berubahnya tipe atau jenis fosfat yang digunakan.


(26)

Diantara beberapa tipe fosfat, yang paling efektif adalah pirofosfat, kemudian berturut-turut adalah tripolifosfat, tetrapolifosfat, heksametafosfat, dan ortofosfat.

Sodium tripolifosfat (STPP) merupakan tipe fosfat yang umum digunakan karena cukup aktif dan harganya relatif murah (Ranken, 1976). Tripolifosfat akan terhidrolisa terlebih dahulu di dalam produk menjadi bentuk aktifnya, yaitu pirofosfat. Penggunaan polifosfat yang berlebihan akan menyebabkan rasa yang pahit sehingga pada penggunaannya memiliki self limiting (pembatas). Penngunaan polifosfat pada umumnya berkisar sekitar 0.3% dan tidak melebihi 0.5% (Ranken, 1976).

E. TAHU

Menurut SNI 01-31421998, tahu adalah suatu jenis makanan padat yang terbuat dari sari kedelai yang dicetak dengan menggunakan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, dengan atau penambahan bahan tambahan pangan lainnya. Tahu adalah gel protein kedelai yang dibuat dengan pengekstrakan oleh air dan penggumpalan oleh garam atau asam, dengan air, lemak, kedelai, dan bahan lainnya yang terperangkap dalam jaringan tersebut (Liu, 1997).

Tekstur tahu dibentuk oleh jaringan tiga dimensi partikel-partikel yang mengurung sejumlah besar air dan didalamnya terdapat tetes-tetes minyak. Minyak di dalam tahu diduga ikut pula membentuk kerangka tiga dimensi, karena lipida polar dapat mengadakan interaksi dengan protein dan membentuk lipoprotein (Schrode dan Jackson, 1972).

Berdasarkan kadar air dan teksturnya, tahu diklasifikasikan menjadi dua yaitu tahu sutera dan tahu biasa. Tahu sutera adalah tahu yang dibuat dengan tidak menghilangkan whey tahu pada proses pencetakan sehingga teksturnya halus dan lembut sedangkan tahu biasa dibuat dengan menghilangkan sebagian besar whey

pada saat pencetakan sehingga teksturnya lebih kuat dan keras. Kedua tahu ini dibuat dengan proses yang sama, kecuali variasi perbandingan air dan kedelai, jenis dan konsentrasi koagulan, dan jumlah whey yang terbuang ketika proses pencetakan (Liu, 1997).

Proses pembuatan tahu secara umum dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pembuatan susu kedelai dan tahap koagulasi susu kedelai dengan


(27)

peggumpal sehingga dihasilkan curd yang akan dicetak menjadi tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Kelemahan proses pembuatan tahu seperti diatas adalah dihasilkannya banyak limbah (whey dan ampas tahu) dan menghilangkan komponen gizi. Proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 3.

Kerusakan tahu yang cepat dapat diminimalisir dengan cara melakukan pengolahan dengan baik sehingga menghasilkan mutu tahu yang baik. Menurut Lu et al. (1980), mutu tahu yang dihasilkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu waktu dan suhu perendaman, suhu grinding, laju pemanasan susu kedelai, kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi koagulan, metode penambahan koagulan dan berat serta waktu pengepresan.

Ditinjau dari nilai gizinya, jelas tahu merupakan produk kaya protein karena merupakan hasil dari penggumpalan protein. Mutu protein tahu lebih tinggi dari mutu protein kacang kedelai bila ditinjau dari nilai gizinya (Murdiyati, 1985). Hal ini disebabkan pada tahu, enzim inhibitor tripsin telah diinaktivasi, protein terrdenaturasi, rasa dan flavor juga sudah diperbaiki. Menurut Shurttleff dan Aoyagi (1984), lemak pada tahu mengandung asam lemak jenuh yang rendah yaitu sekitar 15% dan tidak mengandung kolestrol. Selain itu, daya cerna tahu sangat tinggi yaitu 85-95%. Hal ini dikarenakan dengan diubahnya kacang kedelai menjadi tahu, maka enzim pencernaan tidak bekerja berat untuk memecah tahu menjadi komponen yang dapat diserap. Kondisi ini disebabkan oleh serat kasar dan karbohidrat yang bersifat tidak larut dalam air sebagian besar telah terbuang pada saat proses pembuatannya (Shurttleff dan Aoyagi, 1975).


(28)

Gambar 3. Proses pembuatan tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984) Penggumpalan pada 70-85oC

Penyaringan

Curds

Pengepresan, 0.05-0.2 psi

Pencetakan dan pendinginan dengan air dingin 5oC

Tahu

Whey tahu

Whey tahu

Koagulan, 2-3% Pemanasan 100-110oC, selama 10 menit

Penyaringan

Susu Ampas tahu

Kedelai bersih

Perendaman selama 8-12 jam

Penirisan dan pengupasan

Penggilingan

Air panas/dingin (10:1)


(29)

F. PANGAN INSTAN

Instanisasi pangan bertujuan untuk menghasilkan produk pangan yang mudah dalam penyimpanan, mudah dalam penyajian dan memiliki umur simpan yang lama. Produk pangan instan semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman dimana konsumen menuntut tersedianya produk pangan yang mudah dikonsumsi, bergizi, dan mudah dalam penyajian. Johnson dan Peterson (1971) menyebutkan bahwa, istilah instanisasi telah mencakup berbagai perlakuan, baik kimia maupun fisik yang akan memperbaiki karakteristik hidrasi dari suatu produk pangan dalam bentuk bubuk.

Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993), pangan instan adalah pangan yang memudahkan dalam masalah penyimpanan serta efisien dalam hal transportasi. Pangan instan didefinisikan sebagai pangan yang kadar airnya dihilangkan, terjaga mutunya, tidak mudah terkontaminasi sumber-sumber penyakit, dan mudah ditangani sehingga praktis dalam penyajian. Salah satu cara penginstanan pangan yang umum dilakukan adalah dengan menghilangkan kadar airnya melalui proses pengeringan.

Pangan instan adalah produk pangan yang dalam penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan berbagai proses pemasakan. Pangan instan dapat berwujud kering atau konsentrat namun harus bersifat larut air sehingga mudah untuk disajikan yaitu hanya dengan menambahkan air panas atau air dingin. Pada instanisasi, luas permukaan total tampak berkurang tetapi permukaan yang dapat digapai berlipat. Untuk memperbesar permukaan yang tercapai maka dapat dilakukan aglomerasi. Tahapannya adalah pemampatan, pembasahan, dan pengeringan (Hartomo dan Widiatmoko, 1993).

Terdapat beberapa kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat dibentuk menjadi produk pangan instan antara lain :

a. Memiliki sifat hidrofilik

b. Tidak memiliki lapisan gel yang non permeable sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan

c. Rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap


(30)

Instanisasi produk pangan dengan pengeringan dapat mengakibatkan perubahan tekstur sehingga dapat merusak mutu produk. Proses instanisasi dikatakan sempurna jika tampak terjadi kejadian berikut antara lain : bubuk yang terkena media basah akan menjadi basah dan kemudian tenggelam, lalu bubuk akan segera larut atau terdispersi merata dalam mediumnya. Agar bubuk dapat terdispersi merata, umumnya dibantu dengan pengadukan (Hartomo dan Widiatmoko, 1993).

G. METODE RESPON PERMUKAAN (RESPONSE SURFACE

METHODOLOGY)

Metode respon permukaan (response surface methodology (RSM)) adalah suatu kumpulan teknik matematika dan statistik untuk mengembangkan, meningkatkan, dan mengoptimasi proses (Montgomery, 1991). Keuntungan utama metode RSM adalah mengurangi jumlah percobaan yang harus dilakukan untuk mengevaluasi kondisi terbaik (Myers dan Montgomery, 2002). Penggunaan RSM untuk optimasi produk dan pengembangan pengolahan pangan telah banyak dilaporkan (Lee et al., 2000; Yusof dan Ahmad, 1996).

Metodologi respon permukaan adalah suatu kumpulan dari teknik-teknik statistika dan matematika yang berguna untuk menganalisis permasalahan tentang beberapa variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas atau respons, serta bertujuan mengoptimumkan respons itu. Dengan demikian, metodologi permukaan respon dapat dipergunakan oleh peneliti untuk : (1) mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respons yang akan datang, serta (2) menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang mengoptimumkan respons yang dipelajari. Dalam membahas tentang metodologi respon permukaan, kita akan mendefinisikan variabel-variabel bebas sebagai X1, X2,….Xk, dimana

variabel-variabel bebas itu diasumsikan merupakan variabel kontinu dan dapat dikendalikan oleh peneliti tanpa kesalahan, sedangkan respons yang didefinisikan sebagai variabel tak bebas Y diasumsikan merupakan variabel acak (random variable).

Menurut Montgomery (2005), pada dasarnya analisis respon permukaan adalah serupa dengan analisis regresi yaitu menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respons berdasarkan metode kuadrat terkecil , hanya saja dalam


(31)

analisis permukaan respons diperluas dengan menerapkan teknik-teknik matematika untuk menentukan titik-titik optimum agar dapat ditemukan respons yang optimum (maksimum atau minimum).

Penerapan metode respon permukaan banyak dilakukan di industri, khususnya yang berkaitan dengan biologi dan ilmu klinik, ilmu sosial, ilmu pangan, fisika dan ilmu teknik (Bradley, 2007).


(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat (STPP), Na2HPO4 & NaH2PO4dan aquades. Sedangkan bahan kimia

yang digunakan adalah bahan-bahan untuk analisa proksimat.

Alat-alat yang digunakan antara lain adalah perangkat lunak Modde ver 5.1

dari laboratorium komputer ITP, waterbath, hot plate, neraca analitik, peralatan gelas, wadah plastik ,cawan, porselen, oven vakum, desikator, tanur, texture analyzer, vacuum pump dan lain-lain.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu tahap I dan tahap II. Diagram alir metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

1. Tahap I

Penelitian tahap I ini bertujuan untuk menentukan bahan baku utama, rentang konsentrasi GDL, STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4 , rentang interval waktu dan

suhu koagulasi serta perbandingan air dengan serbuk tahu sutera. Pengambilan keputusan pada penelitian tahap I, kecuali penentuan rentang interval waktu dan suhu koagulasi, didasarkan pada pengamatan yang dilakukan oleh panelis terbatas (5 orang). Panelis terbatas yang digunakan tidak memiliki kriteria khusus karena pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan sederhana.

1.1. Penentuan bahan baku serbuk tahu sutera

Pada tahap ini akan ditentukan bahan baku utama yang terbaik untuk pembuatan serbuk tahu sutera, yaitu antara isolat protein kedelai atau susu kedelai bubuk komersial. Bahan baku terpilih ditentukan berdasarkan kemudahannya larut dalam air dan uji coba koagulasi dengan penggumpal tahu. Bahan baku yang memerlukan jumlah air paling sedikit untuk larut dan dapat tergumpalkan oleh


(33)

penggumpal tahu adalah bahan baku terpilih. Pada uji kemudahan kelarutan dengan air, penambahan air terus di lakukan hingga bahan baku dapat terlarut seutuhnya.

1.2. Penentuan rentang konsentrasi GDL

Pada tahap ini akan ditentukan rentang konsentrasi GDL yang akan ditambahkan mulai dari konsentrasi terkecil yang dapat membentuk gel tahu hingga konsentrasi tertinggi dimana tekstur tahu telah mulai keras dan rasa asam mulai terasa.

1.3. Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera

Pada tahap ini akan ditentukan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera yang sesuai (v/b). Air merupakan media pelarut yang digunakan dalam pembuatan tahu secara kering. Perbandingan air dengan dengan serbuk tahu sutera instan yang terbaik perlu diketahui karena akan berpengaruh terhadap tekstur tahu yag dihasilkan. Jika air yang ditambahkan kurang maka serbuk tahu sutera tidak dapat larut sempurna atau tahu yang terbentuk keras dan mudah pecah. Jika air yang ditambahkan berlebih maka larutan akan terlalu encer sehingga tahu yang dihasilkan lembek dan berair.

1.4. Penentuan rentang konsentrasi STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4

Pada tahap ini akan ditentukan rentang konsentrasi penambahan bahan tambahan pangan yang akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Bahan tambahan pangan yang akan ditambahkan adalah STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4 .

Penambahan STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4 akan berpengaruh terhadap tekstur

tahu yang dihasilkan. Parameter yang diamati adalah perubahan tekstur yaitu, tingkat keseragaman dan kekenyalan tahu yang dihasilkan yang. Perubahan ini diamati setiap penambahan konsentrasi STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4. Rentang

konsentrasi yang terpilih adalah rentang terminimum yang telah dapat memperbaiki karakteristik tekstur tahu sutera yang dihasilkan.


(34)

1.5. Penentuan rentang interval waktu dan suhu koagulasi

Pada tahap ini akan ditentukan interval suhu dan waktu koagulasi yang akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Rentang suhu dan waktu terpilih akan diperoleh melalui kajian literatur yang telah ada. Hal ini dikarenakan telah cukup banyak penelitian yang mengkaji mengenai sifat kimia dari penggumpal GDL termasuk suhu dan waktu koagulasinya. Akan tetapi, beberapa penelitian yang ditemukan masih mengemukakan angka yang berbeda-beda. Rentang interval terpilih diperoleh dengan mengelompokkan angka-angka yang diperoleh kemudian dibuat rentang nilai dari nilai terendah hingga nilai tertinggi yang ditemukan pada literatur yang dikaji.

2. Tahap II

Penelitian tahap II ini bertujuan menentukan formula terpilih untuk serbuk tahu sutera instan, waktu dan suhu koagulasi, dan analisa proksimat untuk profil produk. Formulasi serbuk tahu sutera instan dilakukan untuk memperoleh formula terbaik yang dapat menghasilkan tahu sutera dengan karakteristik tekstur yang paling baik. Selain dilakukan pada formula, penentuan kombinasi terbaik juga dilakukan pada waktu dan suhu koagulasi karena kedua parameter tersebut juga berpengaruh terhadap tekstur tahu sutera yang dihasilkan.

2.1. Penentuan formula terbaik

Pada tahap ini akan ditentukan formula terbaik dari serbuk tahu sutera instan dengan menggunakan metode respon permukaan atau response surface method

(RSM). Pada tahap ini rentang konsentrasi bahan tambahan pangan akan dipetakan ke dalam program kemudian program akan merancang desain formula yang akan diujicobakan. Respon yang akan diukur adalah tekstur tahu sutera, data tekstur yang diperoleh melalui pengukuran akan dipetakan kembali ke dalam program untuk kemudian diperoleh formula terpilih yang sesuai.

Tekstur tahu diukur dengan menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i dengan parameter yang diamati adalah kekerasan gel tahu. Alat ini terdiri dari sebuah pengukur tekstur dengan berbagai jenis probe, yang dihubungkan dengan sebuah


(35)

komputer, monitor video, dan keyboard kontrol. Sistem pengukur tekstur ini diprogram melalui sebuah perangkat lunak (software) Windows, yaitu Texture Expert. Pengukuran kondisi yang akan digunakan dalam pengukuran dilakukan melalui komputer secara langsung. Tingkat kekerasan digambarkan sebagai puncak tertinggi pada grafik Texture Analyzer. Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat. Gaya tekan akan memecah produk padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami deformasi bentuk (Soekarto, 1990). Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah produk, maka semakin besar nilai kekerasan produk tersebut. Pengaturan kondisi yang dipakai dalam pengukuran dilakukan melalui computer dan secara langsung. Parameter yang diukur adalah kekerasan tahu. Setting Texture Analyzer yang dipakai untuk pengukuran kekerasan tahu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Setting Texture Analyzer yang dipakai dalam pengukuran kekerasan tahu

Parameter Setting

Mode Force in compression

Option Return to start

Pre speed 0.5 mm/s

Speed 1.5 mm/s

Post-test speed 10 mm/s

Distance 8-10 mm

Sampel tahu diletakkan pada tempat sampel (sample platform). Pembawa

probe dapat diatur jaraknya. Jenis probe yang sesuai untuk tahu adalah probe

silinder dengan berat 6.20 gr, diameter 1.20 cm dan tinggi 3.50 cm. Alat ini bekerja dengan memberikan gaya untuk menekan sampel. Besarnya gaya yang dikeluarkan terukur dengan satuan gram force (gf). Keluaran dari pengukuran kekerasan tahu berupa grafik yang menghubungkan antara waktu (detik) dan kekerasan tahu (gf). Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk memecah gel tahu, pada grafik nilainya dibaca pada puncak tertinggi kurva.


(36)

2.2. Penentuan waktu dan suhu koagulasi

Pada tahap ini akan ditentukan waktu dan suhu koagulasi terbaik yang menghasilkan tahu sutera dengan karakteristik tekstur paling optimum. Tahap penentuan ini menggunakan rentang interval waktu dan suhu yang telah diperoleh melalui penelitian tahap I. Sama halnya dengan penentuan formula, tahap ini juga menggunakan metode respon permukaan dengan tekstur tahu sebagai respon. Pengukuran respon tekstur juga dilakukan menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i dengan setting pengukuran dapat dilihat pada Table 3. Proses pembuatan tahu sutera dari serbuk tahu sutera instan dan pengukuran teksturnya dapat dilihat pada Gambar 5.

2.3. Analisa proksimat serbuk tahu sutera dan tahu sutera terpilih

Pada tahap ini dilakukan analisa kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1995), kadar protein (Metode Kjehldal AOAC, 1995), kadar lemak (AOAC, 1995), dan kadar karbohidrat (by difference) terhadap serbuk tahu sutera formula terpilih dan tahu sutera yang telah ditentukan waktu dan suhu koagulasi terbaiknya.

a. Kadar air (AOAC, 1995)

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 4-5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven bsersuhu 105°C selama 6 jam atau hingga mencapai berat konstan. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Cawan dimasukkan kembali dalam oven sampai diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar air dapat dilihat pada persamaan (1)

Keterangan : % bb = kadar air per bahan basah (%)


(37)

W = bobot bahan awal sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kosong kering (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

b. Kadar Abu (Metode AOAC, 1995)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode tanur. Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator 10 menit, kemudian timbang 3-5 gram contoh dimasukkan dalam cawan lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur suhu 600ºC sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dilihat pada persamaan (2)

Keterangan : % bb = kadar abu per bahan basah (%)

W = bobot bahan awal sebelum diabukan (g)

W1 = bobot contoh+cawan kosong setelah diabukan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

c.

Analisis Kadar Protein , Metode Kjehldal (Metode AOAC, 1995) Sebanyak 1-2 gram contoh ditimbang kemudian dimasukan ke dalam labu kjeldahl, lalu ditambahkan 1.9 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10 ml H2O, dan 2.0 +

0.1 ml H2SO4. kemudian contoh didihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih

ini kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjehldahl dicuci dengan air kemudian air cuciannnya dimasukan kedalam alat destilasi. Dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH – Na2S2O3. Di bawah kondensor

diletakan Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator

(campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3 kemudian isi erlemeyer

diencerkan sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02 % sampai terjadi (2)


(38)

perubahan warna menjadi abu-abu. Dilakukan pula terhadap blanko. Perhitungan kadar protein dapat dilihat pada persamaan (3) dan (4)

 

Kadar protein (%bb) = %N x faktor konversi (4) Keterangan : % bb = kadar protein per bahan basah (%)

%N = kandungan nitrogen pada contoh (%)

d. Kadar lemak (AOAC, 1995)

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar lemak adalah metoe ekstraksi sokhlet. Labu lemak dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Dua sampai tiga gram sampel yang telah dihancurkan dimasukkan dalam kertas saring yang sesuai ukurannya, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi larutan sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi sokhlet, dipasang kondensor diatasnya dan labu lemak dibawahnya. Kemudian heksan dituangkan dalam labu lemak secukupnya, sesuai ukuran sokhlet, lalu direfluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC. Setelah dikeringkan sampai beratnya konstan didinginkan dalam desikator, kemudian labu dengan lemaknya ditimbang. Perhitungan kadar lemak dapat dilihat pada persamaan (5)

Keterangan : % bb = kadar lemak per bahan basah (%) W = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)

(3)


(39)

e. Kadar karbohidrat

Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference yang dapat dilihat pada persamaan (6)

Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A+ KA + L)

 

Keterangan : % bb = kadar karbohidrat per bahan basah (%) P = kadar protein (%)

A = kadar abu (%) KA = kadar air (%)

L = kadar lemak (%)


(40)

                   

Gambar 4. Diagram alir metode penelitian 

        Tahap II     Penentuan bahan baku utama Penentuan rentang interval GDL Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera Penentuan rentang interval

STPP, Na2HPO4

& NaH2PO4

Penentuan rentang interval waktu dan suhu

koagulasi  

Metode Respon Permukaan (RSM) penentuan formula terbaik

Metode Respon Permukaan (RSM) (optimasi suhu dan waktu koagulasi) 

Analisa proksimat profil produk terbaik Tahap I


(41)

 

Gambar 5. Diagram alir pembuatan tahu sutera cara kering dan pengukuran tekstur

Tahu Sutera

Pengukuran tekstur dengan texture analyzer

Pendinginan Pelarutan dengan

Air

Koagulasi pada waktu dan suhu tertentu

Serbuk Tahu Sutera

GDL, STPP, Na2HPO4 &

NaH2PO4

Bahan Serbuk Utama

Pencampuran Kering


(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.TAHAP I

1. Penentuan bahan baku serbuk tahu sutera

Bahan baku yang tersedia adalah isolat protein kedelai dan susu bubuk kedelai komersial. Isolat protein kedelai yang digunakan memiliki kandungan protein sebesar 90.45% dan susu kedelai komersial yang digunakan memiliki kandungan protein sebesar 23%. Untuk mengetahui bahan baku yang terpilih, isolat dan susu bubuk kedelai dilihat kelarutannya dalam air dan uji coba koagulasi dengan penggumpal tahu. Menurut Granizo et al. (2005), bahan baku berbentuk bubuk merupakan bahan baku yang umum ditemukan dalam formula produk sehingga kelarutan dari bubuk tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk dapat menghasilkan produk yang seragam.

Berdasarkan tingkat kelarutan yang teramati secara deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) diketahui bahwa susu kedelai bubuk memiliki kelarutan dalam air yang lebih baik dibandingkan dengan isolat protein kedelai. Kemudahan kelarutan ini diukur berdasarkan banyaknya air yang diperlukan untuk melarutkan susu kedelai bubuk dan isolat protein kedelai. Susu kedelai bubuk membutuhkan perbandingan air 1 : 2 untuk dapat larut dengan sempurna sedangkan isolat protein kedelai membutuhkan perbandingan air sebesar 1 : 10. Selain itu, teramati bahwa isolat protein kedelai tidak terlarut dengan sempurna karena akan timbul endapan setelah didiamkan beberapa saat setelah pelarutan dengan air dan larutan yang terbentuk bersifat kental. Seperti yang telah diketahui, isolat protein kedelai hampir bebas dari karbohidrat dan komponen lainnya sedangkan susu kedelai bubuk masih memiliki karbohidrat dan komponen lain tersebut dalam jumlah yang cukup banyak. Karbohidrat diduga memegang peranan penting dalam perbedaan kelarutan antara susu kedelai bubuk dan isolat protein kedelai. Gugus OH pada karbohidrat akan berikatan hidrogen dengan air sehingga membantu proses pelarutan susu kedelai bubuk dengan air (Zayas, 1997).


(43)

Parameter lain yang diamati secara deskriptif oleh panelis terbatas adalah uji coba koagulasi dengan penggumpal tahu terhadap susu kedelai bubuk dan isolat protein kedelai. Penentuan keputusan bahan baku terpilih didasarkan pada bahan baku yang dapat tergumpalkan oleh penggumpal tahu. Pengamatan dilakukan dengan cara melarutkan bahan baku dengan air kemudian dilakukan pengadukan lalu penambahan penggumpal tahu dengan jumlah yang sama untuk kedua bahan baku dan dipanaskan pada suhu 70oC selama 30 menit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa isolat protein kedelai tidak terkoagulasi dan membentuk banyak buih sementara susu kedelai bubuk dapat terkoagulasikan walaupun tidak sempurna. Menurut Damodaran dan Kinsella (1982), kemampuan membentuk buih dipengaruhi oleh konsentrasi protein dimana kemampuan pembuihan akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi protein. Seperti yang telah diketahui bahwa kandungan protein pada isolat protein kedelai (90.45%) lebih tinggi dibandingkan dengan susu kedelai bubuk (23%) sehingga kemampuan pembuihan isolat protein kedelai lebih baik. Kehadiran lemak pada susu kedelai bubuk menyebabkan buih yang dihasilkan oleh susu kedelai bubuk lebih sedikit. Lemak bersifat sebagai foam inhibitor bagikestabilan buih protein kedelai karena lemak melemahkan interaksi protein-protein dengan mengganggu permukaan hidrofobik (Zayas, 1997).

Berdasarkan hasil pengamatan secara deskriptif terhadap kemudahan kelarutan dalam air dan uji coba koagulasi dengan penggumpal tahu diputuskan bahwa bahan baku yang dipilih sebagai bahan baku utama serbuk tahu sutera instan adalah susu kedelai bubuk.

2. Penentuan rentang konsentrasi GDL

GDL adalah koagulan yang umum digunakan karena menghasilkan rendemen tahu yang tinggi, tekstur tahu yang lembut dan lunak dan mempunyai konsistensi elastis dan berair. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya dalam mengikat air dalam jumlah air yang banyak (Shurtleff dan Aoyagi, 1984).

Mekanisme pembentukan gel pada tahu sutera dengan GDL terjadi melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah terdenaturasinya protein kedelai karena pemanasan yang menyebabkan berubahnya konformasi protein. Tahap kedua


(44)

adalah tahap koagulasi yang dipromotori oleh proton (ion H+) yang berasal dari GDL. Pelepasan proton oleh GDL baru terjadi ketika dilakukan perendaman larutan dalam air panas, karena dalam kondisi tersebut GDL akan berubah menjadi asam glukonat (Kohyama et al., 1995).

GDL adalah bahan penggumpal tahu yang akan berpengaruh terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Penambahannya harus sesuai, tidak boleh kurang ataupun berlebihan. Oleh karena itu pada penentuan rentang ini akan dipilih batas minimum dimana gel tahu telah mulai terbentuk hingga batas maksimum dimana rasa asam sudah mulai terasa. Tabel 4 menunjukkan hasil pengamatan deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) terhadap penggunaan GDL dalam berbagai konsentrasi.

Tabel 4. Hasil pengamatan deskriptif terhadap GDL

Konsentrasi Pengamatan deskriptif

0,5% Belum terbentuk gel tahu, rasa tidak asam 1% Gel tahu terbentuk baik, rasa tidak asam 1.5% Gel tahu terbentuk baik, rasa sedikit asam

2% Gel tahu keras, rasa sangat asam

Berdasarkan pengamatan deskriptif yang dilakukan pada konsentrasi 0.5% ; 1% ; 1.5% dan 2%, terlihat bahwa gel tahu terbentuk baik pada konsentrasi 1 - 1.5%. Penggunaan konsentrasi GDL dibawah rentang tersebut belum dapat membentuk gel tahu dikarenakan konsentrai GDL yang masih kurang untuk dapat membentuk gel tahu dan penggunaan konsentrasi diatas rentang tersebut memberikan tekstur yang keras dan rasa asam pada produk yang merupakan indikasi bahwa konsentrasi GDL yang digunakan terlalu banyak. Menurut Kohyama et al. (1995), penggunaan GDL dibatasi pada rasa asam yang dihasilkannya. Oleh karena itu, maka dipilih rentang konsentrasi 1-1.5%. Pada konsentrasi GDL 1%, dipilih sebagai batas minimum dimana gel tahu telah dapat terbentuk dan pada konsentrasi GDL 1.5% dipilih sebagai batas maksimum dimana rasa asam sudah mulai terasa sedikit.


(45)

3. Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera

Penentuan perbandingan air dengan serbuk tahu sutera dilakukan dengan mengamati gel tahu yang terbentuk secara deskriptif pada 7 titik perbandingan air dengan serbuk tahu sutera. Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) terhadap perbandingan serbuk tahu sutera dengan air.

Tabel 5. Hasil pengamatan deskriptif perbandingan serbuk tahu sutera dengan air. Serbuk tahu : air Pengamatan deskriptif

1:1.5 Air tidak cukup untuk melarutkan susu kedelai

1:1.75 Susu kedelai terlarut sempurna tetapi tahu yang terbentuk keras

1:2 Susu kedelai terlarut sempurna, gel tahu terbentuk dengan baik

1:2.25 Susu kedelai terlarut sempurna, gel tahu terbentuk baik, terdapat sisa air yang terlihat (whey)

1:2.5 Susu kedelai terlarut sempurna, gel tahu lunak, air yang tersisa lebih banyak (whey)

1:2.75 Susu kedelai terlarut sempurna, gel tahu lunak, air yang tersisa lebih banyak (whey)

1:3 Terlalu banyak air yang tersisa sehingga gel tahu sangat lunak

Berdasarkan hasil pengamatan deskriptif diatas diketahui bahwa perbandingan serbuk tahu sutera dengan air yang terbaik adalah 1 : 2, yaitu air ditambahkan dengan jumlah 2 kali lebih banyak dari jumlah serbuk tahu sutera yang digunakan. Apabila jumlah air yang ditambahkan lebih kecil dari 1 : 2, air tidak cukup untuk melarutkan serbuk tahu sutera (1 : 1.5) dan tahu yang terbentuk keras (1 : 1.75). Sedangkan untuk perbandingan yang lebih besar, tahu sutera yang dihasilkan berair dan mempunyai tekstur yang lembek.


(46)

4. Penentuan rentang konsentrasi STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4

Bahan tambahan pangan lain yang akan ditambahkan untuk memperbaiki karakteristik produk yang dihasilkan adalah STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4.

Ketiga bahan tambahan pangan tersebut adalah tergolong jenis fosfat. Menurut Ranken (2000), penggunaan fosfat berkisar sekitar 0.3%. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan tahap pengujian awal dengan titik uji yang digunakan adalah konsentrasi fosfat 0% ; 0.1% ; 0.2 % dan 0.3%. Tabel 6 dan 7 menunjukkan hasil pengamatan deskriptif oleh panelis terbatas (5 orang) untuk penggunaan STPP, Na2HPO4 dan NaH2PO4.

Tabel 6. Hasil pengamatan deskriptif terhadap penggunaan STPP

Konsentrasi Pengamatan deskriptif

0% Tekstur tahu tidak seragam (ada bagian yang pecah) dan berpori-pori

0.1% Tekstur cukup seragam, pori-pori halus, kenyal 0.2% Tekstur tahu seragam, pori-pori halus, kenyal 0.3% Tekstur tahu seragam, pori-pori halus, kenyal

Tabel 7. Hasil Pengamatan deskriptif terhadap penggunaan Na2HPO4 dan

NaH2PO4

Konsentrasi Pengamatan deskriptif

0% Tekstur tahu seragam, pori-pori halus, kenyal 0.1% Tekstur tahu seragam, pori-pori halus, kenyal

0.2% Tekstur tahu lebih kompak, pori-pori tak terlihat, lebih kenyal 0.3% Tekstur tahu lebih kompak, pori-pori tak terlihat, lebih kenyal

Berdasarkan hasil dari pengamatan deskriptif, untuk STPP terlihat bahwa perbaikan karakteristik produk terjadi antara konsentrasi 0 - 0.1% dan juga pada konsentrasi 0.1-0.2% sedangkan pada konsentrasi di atas 0.2% tidak lagi terjadi perbaikan karakteristik. Telah kita ketahui bahwa jumlah bahan tambahan pangan yang ditambahkan adalah jumlah minimum yang dapat memberikan hasil yang diinginkan. Sehingga rentang yang dipilih untuk STPP adalah 0,05 - 0,15%. Nilai tersebut adalah nilai tengah dari konsentrasi 0 - 0.1% sebagai batas bawah dan


(47)

nilai tengah dari konsentrasi 0.1-0.2% sebagai batas atas. Pada Na2HPO4 dan

NaH2PO4 terlihat bahwa perbaikan karakteristik tekstur terjadi antara konsentrasi

0.1 - 0.2% dan pada konsentrasi diatas 0.2% tidak lagi terjadi perbaikan karakteristik. Sehingga rentang yang dipilih untuk Na2HPO4 dan NaH2PO4 adalah

0.125 - 0.175%. Penggunaan Na2HPO4 dan NaH2PO4 harus dilakukan secara

bersama-sama dengan jumlah yang sama karena peran keduanya adalah sebagai buffer untuk mempertahankan kondisi pH optimum penggumpalan tahu.

5. Penentuan rentang interval waktu dan suhu koagulasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penentuan rentang interval suhu dan waktu koagulasi adonan tahu sutera ditentukan melalui kajian literatur yang telah ada. Hal ini dikarenakan telah banyak peneliti yang melakukan penelitian terhadap sifat fisik dan kimia penggumpal GDL.

Suhu dan lamanya waktu koagulasi sangat berpengaruh terhadap tekstur tahu sutera yang dihasilkan (Chang, Y.H et al., 2009). Sehingga perlu diketahui suhu dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk koagulasi sehingga akan menghasilkan tahu sutera bertekstur baik. Menurut Shih dan Shiau (2003), suhu optimum untuk koagulasi tahu sutera dengan GDL adalah 71oC. Sedangkan menurut Beddows dan Wang (1987), koagulasi optimum pada tahu sutera terjadi pada suhu 75-80oC dan menurut Kohyama et al. (1995), laju gelasi protein dengan adanya GDL akan meningkat dengan meningkatnya suhu hingga 90oC. Berdasarkan hal tersebut diatas maka ditentukan rentang suhu koagulasi adalah 70-90oC. Waktu yang dibutuhkan untuk koagulasi pada pembuatan tahu sutera adalah lebih dari 30 menit (Pszczola, 2000). Menurut Kohyama et al. (1995), susu kedelai yang telah diberi GDL dan dicelupkan dalam air panas selama 30-50 menit akan terbentuk tahu. Berdasarkan hal tersebut, maka ditentukan rentang waktu koagulasi adalah 30-50 menit.

Penelitian tahap I telah berhasil menentukan rentang interval setiap parameter yang dibutuhkan untuk melakukan optimasi dengan menggunakan metode respon permukaan. Hasil untuk penelitian tahap I disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 6.


(48)

Gambar 6. Hasil penelitian tahap I GDL : 1-1.5% STPP : 0.05-0.15% Na2HPO4 & NaH2PO4 :

0.125-0.175%

Pelarutan dengan Air (1:2)

Tahu Sutera Pendinginan Koagulasi pada suhu 70-90ºC & waktu 30-50 menit

Serbuk Tahu Sutera Susu kedelai

Bubuk

Pencampuran Kering


(49)

B. TAHAP II

1. Penentuan formula terbaik

Penentuan formulasi serbuk tahu sutera terbaik dilakukan dengan menggunakan metode respon permukaan (RSM). Faktor yang diteliti pada tahap ini adalah konsentrasi GDL (X1), konsentrasi STPP (X2), konsentrasi Na2HPO4

dan NaH2PO4 (X3). Respon yang diamati untuk faktor-faktor tersebut adalah

tekstur tahu yang dihasilkan. Tekstur tahu adalah parameter utama yang menentukan kualitas tahu yang dihasilkan. Menurut Matsumoto dan Matsumoto (1977), tekstur tahu adalah faktor utama yang menetukan rasa tahu yang dihasilkan. Kandungan gizi tahu adalah faktor kedua setelah tekstur yang berpengaruh terrhadap rasa tahu. Respon optimum diperoleh pada tahu sutera yang memiliki nilai kekerasan respon tekstur paling tinggi. Tahap penentuan titik-titik optimum dengan RSM dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan eksperimen kombinasi dari ketiga faktor dan dengan perhitungan menggunakan program RSM. Pada penelitian tahap I telah ditentukan batas atas dan batas bawah untuk masing-masing faktor dan diperoleh 17 kombinasi percobaan yang dihasilkan oleh RSM. Kemudian 17 kombinasi percobaan tersebut diujicobakan pada pembuatan tahu sutera dari serbuk tahu sutera instan. Produk tahu sutera yang dihasilkan selanjutnya diukur kekerasan teksturnya dengan texture analyzer. Tabel 10 menunjukkan kombinasi 17 percobaan yang dihasilkan RSM beserta hasil pengukuran kekerasan tekstur tahu sutera yang dihasilkan.

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan RSM, diprediksi respon optimum yang dapat diperoleh adalah sebesar 234.909 gf. Prediksi respon optimum ini dapat diperoleh melalui penggunaan konsentrasi GDL 1.5%, STPP 0.05%, Na2HPO4 & NaH2PO4 0.17%. Pemilihan formula terbaik didasarkan pada

formula yang menggunakan bahan tambahan pangan terminimum yang dapat menghasilkan nilai kekerasan tekstur yang lebih tinggi dibandingkan tahu sutera komersial. Salah satu alasan mengapa konsumen lebih menyukai tahu biasa dibandingkan tahu sutera adalah karena tekstur tahu sutera yang sangat lembut. Oleh karena itu pada penentuan formula terpilih ini dipilih formula yang menghasilkan nilai kekerasan tekstur yang lebih tinggi dari tahu sutera komersial.. Berdasarkan hal tersebut maka formula terpilih adalah GDL 1 %, STPP 0.06%,


(50)

Na2HPO4 dan NaH2PO4 0.125% dengan prediksi respon tekstur sebesar 149.396

gf. Prediksi respon yang dihasilkan sudah lebih tinggi dibandingkan nilai kekerasan tekstur tahu sutera terukur yaitu sebesar 116.7 gf. Langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi respon tekstur antara hasil prediksi RSM dengan respon tekstur hasil pengukuran dengan menggunakan formula terpilih. Hasil verifikasi yang dilakukan memberikan respon tekstur terukur (147.4 gf) hampir sama dengan hasil prediksi RSM dengan formula terpilih yang sudah diperoleh (149.396 gf). Pada tahap ini juga diperoleh persamaan model matematika untuk memprediksi respon dari berbagai konsentrasi GDL, STPP, Na2HPO4 &

NaH2PO4.. Persamaan yang diperoleh adalah :

Y = 202.271 + 24.3066X1 – 11.3248X2 -  0.354524X3 – 8.19369X12 –

1.23314X22 – 3.1201X32 – 0.208631X1X2 – 2.98775X1X3 – 7.52251 X2X3

Keterangan : X1 = konsentrasi GDL X2 = konsentrasi STPP

X3 = konsentrasi Na2HPO4 dan NaH2PO4

Pemeriksaan lanjutan terhadap model dilakukan melalui analisis signifikansi model, lack of fit dan R2. Tabel 8 menunjukkan Analysis of Variance (ANOVA) untuk signifikansi model.

Tabel 8. ANOVA untuk signifikansi model

Variation Sum of

Squares

Degrees of Freedom

Mean Square

F P

Model 14104.5 9 1567.17 7.85154 0.006

Residual 1397.2 7 199.6

Total 15501.7 16 968.855

Pada taraf α = 0.05, diperoleh nilai model yang signifikan yang ditunjukkan oleh nilai P < 0.05 (P = 0.006). Analisis lack of fit dilakukan untuk menunjukkan bahwa model yang dihasilkan adalah benar telah mewakili respon permukaan


(51)

(Bradley, 2007). Tabel 9 menunjukkan Analysis of Variance (ANOVA) lack of fit.

Tabel 9. ANOVA untuk lack of fit

Variation Sum of

Squares

Degrees of Freedom

Mean Square

F P

Residual 1397.2 7 199.6

Lack of fit 1287.38 5 257.477 4.68928 0.185

Pure error 109.815 2 54.9075

Berdasarkan hasil analisis anova, model ini bisa dikatakan mewakili respon karena nilai lack of fit yang tidak signifikan yaitu P > 0.05 (P = 0.185). Nilai R2 yang diperoleh adalah sebesar 91%, nilai ini juga memperkuat kesimpulan yang dapat diambil bahwa model yang dihasilkan adalah benar mewakili respon.

Untuk mengetahui hubungan antar faktor dalam model ini dapat dilihat melalui 4D contour plot pada Gambar 7.

X3=0.125 X3=0.15 X3=0.175

Gambar 7. Contour plot hubungan X1 dan X2 pada X3.

Melalui contour plot diatas dapat diketahui hubungan antara X1 dan X2 pada

X3. Terlihat bahwa pada nilai X3 dan X1 yang tinggi diperoleh nilai kekerasan

tekstur yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan X3 bekerja membantu X1 dalam

menyempurnakan koagulasi yang terjadi karena X3 berperan sebagai buffer untuk


(52)

Tabel 10. Hasil percobaan 17 kombinasi

No X1 X2 X3 Tekstur

1 1 0.05 0.125 155.4

2 1.5 0.05 0.125 216.55

3 1 0.15 0.125 134.8

4 1.5 0.15 0.125 214

5 1 0.05 0.175 184.6

6 1.5 0.05 0.175 246.15

7 1 0.15 0.175 135.6

8 1.5 0.15 0.175 176.45

9 1 0.1 0.15 150.6

10 1.5 0.1 0.15 212.95

11 1.25 0.05 0.15 200 12 1.25 0.15 0.15 199.7 13 1.25 0.1 0.125 208.2 14 1.25 0.1 0.175 181.7 15 1.25 0.1 0.15 215.35 16 1.25 0.1 0.15 201.1 17 1.25 0.1 0.15 204.7

2. Penentuan waktu dan suhu koagulasi

Penentuan waktu dan suhu koagulasi pada penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan metode respon permukaan. Pada tahap ini, tahu dibuat dari formula terpilih kemudian dioptimasi waktu dan suhu koagulasinya untuk mendapatkan respon tekstur tahu yang paling optimum. Pemanasan larutan serbuk tahu sutra pada waktu dan suhu tertentu betujuan agar terjadi denaturasi protein. Menurut Fukushima (1980), pada kondisi alami, molekul protein kedelai berikatan membentuk struktur tiga dimensi. Dalam keadaan ini residu asam amino yang bersifat hidrofobik terdapat di bagian dalam dan yang bersifat hidrofilik terdapat pada permukaan molekul. Jika protein tersebut dipanaskan dalam suatu lingkungan yang ber-pH rendah, maka protein tersebut akan terdenaturasi sehingga struktur tiga dimensi dari protein yang alami akan rusak. Akibatnya,


(53)

residu asam amino hidrofobik, ikatan disulfida dan grup sulfihidril bebas akan terekspos ke dalam air, sehingga polimerisasi intermolekul terjadi melalui reaksi ikatan silang antara ikatan hidrofobik, ikatan disulfida dan sulfihidril.

Menurut Montgomery (2002), parameter waktu dan suhu merupakan parameter yang sering dioptimasi menggunakan RSM dan biasanya dipilih sebagai X1 dan

X2 sedangkan parameter lainya dinyatakan sebagai X3. Oleh karena itu pada tahap

ini pun waktu dinyatakan sebagai X1 dan suhu dinyatakan sebagai X2. Batas

bawah dan batas atas untuk waktu dan suhu koagulasi telah ditentukan pada penelitian tahap I. Nilai interval tersebut kemudian dimasukkan kedalam program RSM dan diperoleh 11 kombinasi percobaan yang siap untuk diujicobakan. Kemudian tahu sutera dibuat dengan menggunakan formula terpilih dan dikoagulasikan menggunakan 11 kombinasi waktu dan suhu yang telah diperoleh. Produk tahu sutera yang dihasilkan selanjutnya diukur kekerasan teksturnya dengan texture analyzer. Tabel 11. menunjukkan 11 kombinasi percobaan dan hasil pengukuran tekstur tahu sutera yang dihasilkan.

Tabel 11. Hasil Percobaan 11 kombinasi No X1 X2 Tekstur

1 30 70 56.5 2 50 70 81.2 3 30 90 108.6 4 50 90 145.8 5 30 80 104.7 6 50 80 138.2 7 40 70 75.3 8 40 90 146.8 9 40 80 120.2 10 40 80 111.7 11 40 80 114.7

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan RSM diperoleh prediksi waktu dan suhu untuk mendapatkan tekstur yang paling optimum sebesar 151.403 force


(54)

yaitu pada waktu 49 menit dan suhu 89oC. Langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi respon tekstur antara hasil prediksi RSM dengan respon tekstur hasil pengukuran dengan menggunakan formula terpilih dan waktu serta suhu koagulasi yang telah dioptimasi. Hasil verifikasi yang dilakukan memberikan respon tekstur terukur (149.3 gf) hampir sama dengan hasil prediksi berdasarkan perhitungan dengan form (151.403 gf). Pada tahap ini juga diperoleh persamaan matematika untuk memprediksi respon dari berbagai kombinasi waktu dan suhu. Persamaan yang diperoleh adalah :

Y = 119.521+ 15.9X1 + 31.3667X2 – 4.05263X12 – 14.4526X22 + 3.12501X1X2

Keterangan : X1 = waktu koagulasi (menit)

X2 = suhu koagulasi (oC)

Pemeriksaan lanjutan terhadap model dilakukan melalui analisis signifikansi model, lack of fit dan R2. Tabel 12. menunjukkan Analysis of Variance

(ANOVA) untuk signifikansi model.

Tabel 12. ANOVA untuk signifikansi model

Variation Sum of

Squares

Degrees of Freedom

Mean Square

F P

Model 8158.8 5 1631.76 25.2144 0.001

Residual 323.577 5 64.7154

Total 8482.38 10 848.237

Pada taraf α = 0.05, diperoleh nilai model yang signifikan yang ditunjukkan oleh nilai P < 0.05 (P = 0.001). Analisis lack of fit dilakukan untuk menunjukkan bahwa model yang dihasilkan adalah benar telah mewakili respon permukaan (Bradley, 2007). Tabel 13 menunjukkan Analysis of Variance (ANOVA) lack of fit.


(55)

Tabel 13. ANOVA untuk lack of fit

Variation Sum of

Squares

Degrees of Freedom

Mean Square

F P

Residual 323.577 5 64.7154

Lack of fit 286.411 3 95.4702 5.13741 0.167

Pure error 37.1667 2 18.5833

Berdasarkan hasil analisis anova, model ini bisa dikatakan mewakili respon karena nilai lack of fit yang tidak signifikan yaitu P > 0.05 (P = 0.167). Nilai R2 yang diperoleh adalah sebesar 96%, nilai ini juga memperkuat kesimpulan yang dapat diambil bahwa model yang dihasilkan adalah benar mewakili respon.

Untuk mengetahui korelasi antar faktor dalam model ini dapat dilihat melalui

4D contour plot berikut :

Gambar 8. Contour plot hubungan X1 dan X2

Melalui contour plot diatas dapat diketahui bahwa faktor X1 dan X2

berpengaruh positif terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Titik optimum terlihat pada nilai X1 dan X2 yang tinggi.

3. Analisa proksimat serbuk tahu sutera terpilih

Analisa proksimat serbuk tahu sutera terpilih dilakukan untuk mengetahui profil dan kandugan gizi serbuk tahu sutera. Tabel 14 menunjukkan hasil analisa proksimat serbuk tahu sutera terpilih.


(56)

Tabel 14. Hasil analisa proksimat serbuk tahu sutera terpilih

Komponen Jumlah (%bk)

Air 2.65 Abu 4.08 Protein 20.96 Lemak 1.17 Karbohidrat 71.14

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa serbuk tahu sutera instan memiliki kadar air sebesar 2.65 %, abu 4.08%, protein 20.96%, lemak 1.2% dan karbohidrat sebesar 71.14%. Menurut Winarno (1995), dengan kadar air kurang dari 10% maka aw tepung adalah sekitar 0.5 dan pada tingkat ini

tepung sudah cukup aman dari berbagai reaksi kimia dan biologis yang dapat merusak kestabilan tepung. Berdasarkan hal tersebut maka kadar air pada serbuk tahu sutera (2.65%) berada pada daerah yang aman untuk penyimpanan.

Analisa proksimat ini dilakukan dengan 3 kali ulangan dan masing-masing ulangan dilakukan duplo. Perbandingan nilai RSD analisis juga lebih kecil dari RSD hitung sehingga data analisis yang diperoleh dapat diterima. Pada tabel 14. terlihat bahwa serbuk tahu sutera memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 20.96 %. Serbuk tahu sutera instan merupakan bahan mentah dari tahu sutera yang akan dihasilkan nanti. Kandungan gizi yang baik pada bahan mentah akan berdampak baik juga pada produk akhir. Gambar 9. menunjukkan penampakan serbuk tahu sutera instan dengan formula terpilih.


(57)

4. Analisa proksimat tahu sutera terpilih

Analisa proksimat tahu sutera dengan formula terpilih dan optimasi waktu dan suhu dilakukan untuk mengetahui profil dan kandungan gizi tahu sutera dan dibandingkan dengan tahu sutera standar USDA. Gambar 10 menunjukkan penampakan tahu sutera terpilih dari serbuk tahu sutera instan. Standar yang digunakan sebagai perbandingan adalah tahu sutera USDA. Tabel 15. menunjukkan hasil analisa dan perbandingannya dengan tahu sutera USDA.

Tabel 15. Hasil analisa tahu sutera terpilih dan perbandingannya dengan tahu sutera USDA

Komponen Tahu sutera terpilih Tahu sutera USDA

Air 65.79% (bb) 89% (bb)

Abu 1.52% (bb) 0.6% (bb)

Protein 6.54% (bb) 4.80% (bb)

Lemak 1.73% (bb) 2.70% (bb)

Karbohidrat 24.40% (bb) 2.90% (bb)

sumber : USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009)

Gambar 10. Tahu sutera dari serbuk tahu sutera instan

Perbedaan kandungan gizi yang cukup signifikan antara tahu sutera dari serbuk dengan tahu sutera USDA dikarenakan terdapat perbedaan pada bahan baku dan cara pembuatannya. Pada komponen tekstur, perbandingan yang diambil adalah tekstur tahu sutera komersial karena tahu sutera USDA tidak memiliki data tekstur. Tekstur tahu sutera terpilih dapat dilihat memiliki tekstur yang lebih


(58)

kokoh dan kuat dibandingkan tahu sutera komersial. Hal ini menunjukkan bahwa optimasi yang dilakukan memberikan hasil yang baik. Kandungan protein dan karbohidrat tahu sutera terpilih juga memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan tahu USDA. Hal ini menunjukkan tahu sutera terpilih dapat menjadi sumber protein dan energi yang baik.

Analisa proksimat ini dilakukan dengan 3 kali ulangan dan masing-masing ulangan dilakukan duplo. Perbandingan nilai RSD analisis juga lebih kecil dari RSD hitung sehingga data analisis yang diperoleh dapat diterima.


(59)

V. PENUTUP

A.KESIMPULAN

Penelitian dengan 2 tahap ini berhasil menemukan formulasi yang sesuai untuk serbuk tahu sutera instan dan waktu serta suhu koagulasinya untuk memperoleh tahu sutera dengan karakteristik tekstur yang baik. Berdasarkan penilaian secara dekriptif oleh panelis terbatas, pada penelitian tahap I diperoleh bahwa bahan baku utama yang sesuai untuk serbuk tahu sutera instan adalah susu kedelai bubuk yang dapat lebih mudah larut pada air dibandingkan dengan isolat protein kedelai. Perbandingan serbuk tahu sutera instan dengan air yang memberikan hasil terbaik adalah terbaik yang adalah 1:2 dengan rentang konsentrasi GDL yang akan ditambahkan adalah 1-1.5%, rentang konsentrasi STPP adalah 0.05 – 0.15 dan rentang konsentrasi untuk Na2HPO4 dan NaH2PO4

adalah 0.125 - 0.175%. Berdasarkan kajian literatur pada tahap I, diperoleh rentang interval suhu koagulasi adalah 70-90oC dan rentang interval waktu koagulasi adalah 30-50 menit.

Pada penelitian tahap II dilakukan penentuan formula, waktu dan suhu koagulasi terbaik menggunakan metode respon permukaan (RSM). Melalui metode ini ditemukan formula terpilih untuk serbuk tahu sutera instan adalah GDL 1 %, STPP 0.06%, Na2HPO4 dan NaH2PO4 0.125%. Metode ini juga

digunakan untuk menentukan waktu dan suhu koagulasi terbaik yang diperoleh sebesar 89oC dan 49 menit. Respon tekstur terukur dari tahu sutera dari formula terpilih dan waktu serta suhu koagulasi terbaik adalah 149.3 gf yang lebih besar dari tahu komersial sebesar 116.7 gf. Hasil analisis proksimat untuk profil serbuk tahu sutera instan, yaitu kadar air sebesar 2.65% (bk); kadar abu 4.08% (bk); kadar protein 20.96% (bk); kadar lemak 1.17% (bk); kadar karbohidrat 71.14% (bk). Hasil analisis proksimat untuk profil tahu sutera yang dihasilkan, yaitu kadar air sebesar 65.79% (bb); kadar abu 1.52% (bb); kadar protein 6.54% (bb); kadar lemak 1.73% (bb); kadar karbohidrat 24.40% (bb).


(60)

B.SARAN

Hal-hal yang disarankan untuk penelitian selanjutnya adalah :

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai umur simpan serbuk tahu instan dan pengemas yang cocok untuk produk ini.

2. Uji penerimaan produk oleh konsumen perlu dilakukan sebagai gambaran penerimaan pasar terhadap produk.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. 16th edition. Washington D.C : Assosiation of Analytical Chemistry.

Beddows, C. G., dan J. Wang. 1987. Optimization of yield and properties of silken tofu from soybeans. I. The water: bean ratio. International Journal of Food Science and Technology, 22, 15–21.

Berk, Z., 1992. Tofu, tempeh, soysauce and miso. Di dalam Berk, Z. (Ed.), FAO Agricultural Services Bulletin: No 97, Technology of Production of Edible Flours and Protein Products from Soybeans. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), Rome.

Bottema, J. W. T. 1988. The Soybean Commodity System in Indonesia. The CGPRT, Bogor.

Bradley, N. 2007. The Response Surface Methodology. USA : Indiana University. Cai, T. D dan K. C. Chang. 1998. Characteristics of production-scale tofu as

affected by soymilk coagulation method: propeller blade size, mixing time and coagulant concentration. Food Research Internasional, vol 31(4), 289-295. Chang, Y. H., Hui-Jen Su dan Sy-Yu Shiau. 2009. Rheological and textural

characteristics of black soybean touhua (soft soybean curd) prepared with glucono-d-lactone. Journal of Food Chemistry, 115, 585-591.

Damodaran, S. and J. E. Kinsella. 1982. Effect of Conglycin on Thermal Aggregation of Glycinin. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 30, 812-816.

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. 2002. Informasi Pengamanan Bahan Berbahaya Formaldehid (Formaldehyde). Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta.

Fukushima, D. 2001. Soybean Processing. Di dalam Food Science 5th ed. N.N Potter dan J. H. Hotchkiss. New York : Chapman & Hall

Granizo, D. P., B.L. Reuhs, R. Stroshine dan L.J. Mauera. 2005. Evaluating the solubility of powdered food ingredients using dynamic nuclear magnetic resonance (NMR) relaxometry. Swiss Journal of Food Science and Technology, 40, 36-42.

Hartomo, A. J. dan M. C. Widiatmoko. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Andi Offset, Yogyakarta.

Jinapong, N., M. Suphantharika dan P. Jamnong. 2007. Production of instant soymilk powders by ultrafiltration, spray drying and fluidized bed agglomeration. Journal of Food Engineering, 84, 194–205.

Johnson, A. H. dan M. S. Peterson. 1971. Encyclopedia of Food Technology. Westport Connecticut : The AVI Publ. Co.


(1)

Lampiran 14. Response Surface 4D optimasi formula serbuk tahu sutera

Keterangan :


(2)

Lampiran 15. Response Surface 4D optimasi formula serbuk tahu sutera

Keterangan :


(3)

(4)

Lampiran 17. Desain matrix optimasi formula serbuk tahu sutera (17 kombinasi).

Keterangan :

X1 = konsentrasi GDL X2 = konsentrasi fosfat 1 X3 = konsentrasi fosfat 2


(5)

Lampiran 18. Desain matrix optimasi waktu dan suhu koagulasi serbuk tahu sutera (11 kombinasi).

Keterangan :

X1 = waktu X2 = suhu


(6)

Lampiran 19. Contoh hasil pengukuran menggunakan texture analyzer