Dukungan Keluarga Bagi Lanjut Usia (Lansia) Di Panti Sosial Tresna Werda (PSTW) Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur (Studi Kasus Nenek Sutinem)

(1)

CIRACAS JAKARTA TIMUR (Studi Kasus Nenek Sutinem)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Nur Intan Saputri 1112054100011

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H / 2016 M


(2)

CIRACAS JAKARTA TIMUR (Studi Kasus Nenek Sutinem)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar sarjana sosial (S. Sos)

Oleh: Nur Intan Saputri

1112054100011

Pembimbing

セセ@

Nurhayati

Qセ

Nsゥ@

NIP.l9740809 199803 2 002

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SY ARIF HIDAY A TULLAH JAKARTA


(3)

Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur (Studi Kasus Nenek Sutinem) telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UTN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal 19 September 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kesejahteraan Sosial (S.Sos) pada Program ,Studi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta, 19 September 2016 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Penguji I Penguji II

NIP.19771127 2007101 001

Pembimbing

s SE M.Si NIP.19740809 19 803 2 002


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata (S 1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan hasil karya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain dalam (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

i

Dukungan Keluarga bagi Lanjut Usia (LANSIA) di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur (Studi Kasus Nenek Sutinem)

Penelitian ini penting karena suatu hari nanti saya akan menjadi lanjut usia (Lansia). Lanjut usia (Lansia) merupakan sebuah siklus hidup manusia yang hampir pasti dialami setiap orang. Kenyataan saat ini, setiap kali menyebut kata lansia yang terbesit di benak kita adalah seseorang yang tidak berdaya. Alasannya karena angka usia harapan hidup yang tinggi, kemungkinan terjadinya peningkatan jumlah lansia suatu saat nanti akan semakin besar. Dalam Islam mengajarkan kepada setiap anak untuk senantiasa menghormati,menyayangi dan patuh terhadap perintah orang tua. Tidak boleh berani melawan kepada orang tua bahkan menelantarkan mereka. Oleh karena itu lanjut usia (Lansia) sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan dukungan khususnya keluarga. Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang hidup dimana didalamnya terdapat sebuah informasi, saran, bantuan nyata dan sikap yang diberikan oleh keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana dukungan keluarga yang diberikan kepada lanjut usia (Lansia) di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta timur.

Metode yang peneliti gunakan dalam skripsi ini ialah metodologi penelitian kualitatif dimana dalam teknik pengumpulan data peneliti melakukan wawancara dan observasi.Teknik pemilihan informan yang peneliti gunakan ialah purposive sampling dan snowball sampling dimana peneliti menunjuk pekerja sosial terlebih dahulu untuk dapat memberikan informasi yang peneliti butuhkan,lalu pekerja sosial tersebut akan merujuk informan lainnya yang dapat membantu peneliti dalam memilih klien sesuai dengan kriteria yang telah peneliti tetapkan, yakni berdasarkan lansia yang tinggal di panti karena keinginan keluarga dan masih memiliki keluarga.

Adapun hasil temuan yang peneliti dapatkan mengenai dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga kepada lansia adalah cukup baik. Dimana nenek Sutinem mendapatkan dukungan seperti dukungan fisiologis, dukungan psikologis, dan dukungan sosial dari keluarga. Meskipun begitu nenek Sutinem merasa dibuang oleh keluarganya. Alasan Sutinem tinggal di panti karena Sutinem memiliki hubungan tidak baik dengan menantunya sering bertengkar jadi anaknya menempatkan ibunya di panti.


(6)

ii

Bismillahirohmanirrohim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji senantiasa peneliti panjatkan atas segala karunia Allah SWT, yang telah menciptakan makhluk-Nya dengan penuh cinta dan kasih serta mengajarkan manusia untuk mencintai sesama manusia hanya karena Allah semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, para keluarga, para sahabatnya, serta para umatnya yang insya Allah hingga kini terus mencintainya.

Skripsi dengan judul “Dukungan Keluarga Bagi Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Ciracas Jakarta Timur (Studi Kasus Nenek Sutinem)”. Merupakan salah satu wujud upaya peneliti dalam mengetahui dukungan keluarga bagi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Ciracas Jakarta Timur.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan yang peneliti miliki. Oleh karena itu segala kritikan dan masukan yang bertujuan membangun sungguh merupakan suatu yang sangat berharga dan membantu peneliti dalam membuat skripsi ini karenanya, sudah sepantasnya peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D, selaku Wadek Bid. Akademik, Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag, selaku Wadek Bid. Adkum, Bapak Dr. Suhaimi, M.Si, selaku Wadek Bid. Kemahasiswaan.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida M.Si selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial, Hj. Nunung Khairiyah MA, selaku Sekretaris Program Studi, dan para


(7)

iii

3. Ibu Nurhayati Nurbus M.Si selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membantu dan memberikan pengarahan serta bimbingannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan membimbing peneliti selama melaksanakan perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh pegawai Perpustakaan Dakwah dan Perpustakaan Utama atas pelayanan dan tersedianya buku-buku yang peneliti butuhkan dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak Akmal Towe selaku Ketua Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03

Ciracas Jakarta Timur

7. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur yang telah mengizinkan peneliti dalam melakukan penelitian.

8. Para staff dan petugas PSTW yang telah bersedia di wawancarai oleh peneliti. 9. Bapak dan Mama peniliti yang selalu menjadi penyemangat dan terimakasih

untuk kasih sayangmu selama hidupku dan akhirnya cita-cita kalian agar penulis menjadi sarjana sudah penulis penuhi

10.Terimakasih untuk kedua kakak ku perempuan yang hebat serta kakak iparku dan terus memberikan dukungan serta doa, aku menyayangi kalian.

11.Spesial buat kak R yang selalu ada memberi dukungan untuk peneliti sampai saat ini peneliti ucapkan terimakasih banyak.

12.Sahabat tersayang peneliti, Baety Mubarokah, Nia Waliani, Rina Gustina dan Ester Kartika Sari yang telah amat sangat peneliti kasihi dan sayangi serta selalu menerima penulis apa adanya dengan segala kekurangan yang ada pada diri peneliti. Semoga kita selalu selamanya bersahabat.

13.Teman-teman tercinta Kesejahteraan Sosial angkatan 2012 yang telah memberi dukungan selama ini.


(8)

iv

Fanhari dan Fajri terimakasih atas semua kerja samanya.

15.Terimakasih untuk kakak, adik-adik, dan teman-teman di LDK Syahid tercinta. 16.Kawan seperjuangan di UIN Jakarta yaitu Keluarga Besar Asy-Syams.

17.Seluruh pihak yang telah membantu dalam peyusunan laporan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah mendukung baik secara lansung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terimakasih peneliti kepada kalian.

Peneliti tidak mampu memberikan balasan apa-apa atas segala asa yang diberikan, dan hanya mampu menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusnya dengan iringan doa semoga segala pengorbanan dan bantuan dari semua pihak dapat dicatat sebagai amal ibadah di sisi Allah SWT.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ini mampu memberikan manfaat, baik bagi penulis mahasiswa kesejahteraan sosial juga pembaca lainnya. Ridho dan keikhlasan dari para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi selalu penulis harapkan, semoga ilmu yang diberikan kepada kami dapat bermanfaat untuk pengabdian di masyarakat.

Ciputat, 19 September 2016 Penulis


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR………. . ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tinjauan Pustaka ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Perumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian... 12

F. Manfaat Penelitian ... 12

G. Metodologi Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 25

A. Dukungan Keluarga... ... 25

1. Pengertian Dukungan Keluarga ... 25

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga ... 26

3. Bentuk Dukungan Keluarga ... 28

4. Sumber Dukungan Keluarga ... 30

5. Fungsi Dukungan Keluarga ... 30

B. Dukungan Sosial ... 32

1. Pengertian Dukungan Sosial ... 32

2. Jenis-jenis Dukungan Sosial ... 32

3. Komponen Dukungan Sosial ... 33

4. Manfaat Dukungan Sosial ... 36

C. Lansia ... 37

1. Pengertian Lanjut Usia ... 37

2. Kebutuhan Lanjut Usia ... 38


(10)

vi

D. Teori Fungsional ... 45

E. Teori Proses Menua... 47

1. Teori Biologis ... 47

2. Teori Sosial ... 48

3. Teori Penarikan Diri ... 53

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ... 55

A. Latar Belakang Pendirian Lembaga ... 55

B. Tujuan, Visi dan Misi Lembaga ... 56

C. Falsafah Lembaga ... 57

D. Struktur Organisasi Lembaga ... 59

E. Program ... 61

F. Jangkauan Layanan ... 66

G. Sumber Daya Manusia ... 68

H. Sarana dan Prasarana Lembaga ... 69

I. Kemitraan Dengan Pihak Luar ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN & ANALISA ... 76

A. Profil (Informan) ... 76

B. Bentuk Dukungan Keluarga ... 79

C. Fungsi Dukungan Keluarga... 84

D. Komponen Dukungan Sosial ... 88

E. Kebutuhan Lanjut Usia ... 93

F. Kateristik Lanjut Usia ... 96

BAB V PENUTUP.……….. ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 116 DAFTAR PUSTAKA


(11)

vii

1. Table 1.1 Informan………...18

2. Table 1.2 Struktur Organisasi PSTW………41


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Keluarga mempunyai peran yang penting dalam keperawatan karena keluarga menyediakan sumber-sumber yang penting untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi dirinya dan orang lain dalam keluarga. Dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cidera, perpisahan) akan mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga dalam hal tertentu.

Keluarga adalah kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga adalah ibu, bapak, dan anak-anaknya. Ini disebut keluarga batih (nuclear family). Keluarga yang diperluas (extended family) mencakup semua orang dari satu keturunan dari kakek dan nenek yang sama, termasuk keturunan suami dan istri. Keluarga mempunyai fungsi untuk berkembang biak, mensosialisasi atau mendidik anak, dan menolong serta melindungi yang lemah, khususnya orang yang telah lanjut usia.1

Adapun kewajiban keluarga pada lansia yakni memberikan perhatian pada lanjut usia dan mengupayakan lansia agar tidak terlalu tergantung pada orang lain dan mampu membantu diri sendiri. Hal ini sejalan dengan kedudukan dan peranan lansia dalam keluarga yang dianggap sebagai orang

1


(13)

yang harus dihormati dan dihargai apalagi dianggap memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat.

Direktorat Lansia Kemsos RI memiliki beberapa program diantaranya yaitu Home Care, Day Care, Nursing Care, Family Support, UEP (Usaha Ekonomi Produktif), dan JSLU (Jaminan Sosial Lanjut Usia) diganti ASLUT (Asistensi Lanjut Usia Terlantar). Pada program Home Care ini adalah bentuk pelayanan bagi lanjut usia yang berada di rumah dengan didampingi oleh seseorang pendamping dalam pemenuhan kebutuhannya. Pendamping ditunjuk oleh provinsi yang nantinya akan membimbing atau merawat kakek dan nenek yang ada di rumah. Program ini bertujuan meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia, meningkatkan kerja sama dan partisipasi aktif Lembaga Kesejahteraan Sosial dalam pelayanan pendampingan dan perawatan sosial lanjut usia di rumah dan memberikan pendampingan terhadap lanjut usia yang mempunyai hambatan fisik, mental, sosial, ekonomi, dan spiritual sehingga lanjut usia dapat mengatasi masalahnya dan dapat hidup secara wajar. Anggaran dari kemensos untuk program Home Care adalah sebesar Rp. 1.200.000

Pada program Day Care ini adalah program pelayanan harian lanjut usia yang dilakukan oleh LKS jangkauan untuk kakek dan nenek yang masih memiliki potensi dan memiliki keluraga tinggal di


(14)

sekitar LKS. Mereka diberikan kegiatan tidak saja untuk pengisian waktu luang, melainkan untuk meningkatkan produktivitas seperti membuat keset. Pada program Nursing Care adalah bentuk pelayanan perawatan yang dilakukan di dalam LKS ada juga yang di panti.

Nursing Care adalah program terbaru pada tahun 2015. Fasilitas

perawatan jangka panjang membutuhkan biaya, fasilitas dan tim yang lengkap seperti perawat yang tinggal dipanti. Kakek atau nenek yang di rawat di rumah sakit perawatan jangka lama untuk pengobatan medis sudah dinyatakan sembuh tapi secara psikologis belum maka dikembalikan ke panti dengan syarat di panti tersebut memiliki peralatan yang lengkap. Salah satu panti yang ada program Nursing Carenya adalah Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti Ria Pembangunan di cibubur.

Family Support adalah pelayanan bagi kakek atau nenek yang tinggal di keluarga atau anaknya yang sangat miskin otomatis kakek atau nenek tersebut juga miskin dan kebutuhan gizi atau makanan nya kurang mencukupi. Anggaran dana yang dikeluarkan sebesar Rp. 3.000.000 sekali bantuan. Program ini memiliki tujuan memberikan bantuan dan dukungan kepada lanjut usia potensial melalui peningkatan peran keluarga guna memperkuat ketahanan


(15)

sosio-ekonomi yang memungkinkan lanjut usia terlindungi dari resiko sosial sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan.2

Program UEP (Usaha Ekonomi Produktif) diperuntukan untuk lansia yang masih potensial Kemensos memberikan bantuan berupa dana sebesar Rp.1.500.000 sekali bantuan. Diharapkan bisa membuka usaha sendiri seperti berjualan tempe goreng.

Pertumbuhan penduduk Lansia di seluruh dunia berjalan sangat cepat dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pertumbuhan Lansia di Negara berkembang, jumlah penduduk usia 60 tahun ke atas diperkirakan meningkat menjadi 20% antara tahun 2015-2050. Sementara Indonesia berada di urutan keempat setelah China, India, dan Jepang. Penduduk lansia di Indonesia tahun 2000 berjumlah 14,4 juta (7,8%), pada tahun 2005 berjumlah 18,2 juta orang atau 8,2%. Pada tahun 2007 penduduk lansia Indonesia berjumlah 18,7 juta (8,42%), tahun 2010 meningkat menjadi 9,77% dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi dua kali lipat berjumlah 28,8 juta (11,34%).3

Peningkatan jumlah ini akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik pada diri yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat. Secara individu, proses penuaan (aging process) merupakan proses alami

2

Kementrian Sosial RI, Petunjuk Pelaksanaan Uji Coba Family Support Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (Jakarta :2014) h.7

3

Universitas Pendidikan Indonesia , “Pertumbuhan Lanjut Usia,”artikel diakses pada 12 Januari 2016 dari http://repository.upi.ac.id/bistream/123456789/39240/3/Chapter%2011.pdf


(16)

yang tidak dapat dielakkan, berpengaruh terhadap segi kehidupan fisik, mental, sosial maupun spiritual.4

Dalam ketentuan-ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lansia, mengenai pengertian lanjut usia, yaitu seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.5 Asas peningkatan kesejahteraan lanjut usia adalah keimanan, dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam kehidupan. Dengan arah agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan pengalaman, usia, dan kondisi fisiknya serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan.

Ajaran Islam sangat jelas menegaskan tentang keharusan kita berbuat baik kepada kedua orang tua, bahkan ketika mereka berusia lanjut. Diantaranya adalah tercantum dalam Surah Al Israa‟ (17; 23-24)

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia

dan hendaklah berbuat kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara keduanya

4

Dadang Hawari, Sejahtera di Usia Senja (Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007) h. 6

5


(17)

atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya dan ucapkanlah kepada kedua-nya perkataan yang baik.” Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil!”

Oleh karena itu sangat disayangkan apabila ada seseorang yang sampai menelantarkan mereka, bahkan sampai melakukan kekerasan serta tidak peduli akan keberadaan mereka, walau bagaimanapun mereka adalah seseorang yang perlu mendapatkan perhatian, sekaligus pelayanan yang memadai untuk keberlangsungan hidup para orang tua atau lansia yang terlantar.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam dan berkata, „Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?‟ Nabi Shalallaahu „alaihi wasallam menjawab, „ibumu! Dan orang tersebut kembali bertanya, „kemudian siapa lagi?‟ Nabi shalallaahu „alaihi menjawab, „Ibumu!‟ Dan orang tersebut kembali bertanya, „kemudian siapa lagi?‟ Nabi shalallaahu „alaihi menjawab, „Ibumu!‟ orang tersebut bertanya kembali, „kemudian siapa lagi,‟ Nabi shalallaahu „alaihi menjawab, „kemudian ayahmu.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hadist tersebut menunjukan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu „alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam mnghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya.


(18)

Maka dengan adanya lembaga pemerintah yang khusus menanggulangi masalah lansia terlantar ini, diharapkan dapat membangun dan melahirkan perubahan dalam masyarakat yang lebih maju.

Lembaga Pemerintah atau Panti Sosial ini sebagai pusat kegiatan pelayanan sosial yang sangat ditunggu peran aktifnya oleh masyarakat untuk menjawab persoalan yang dapat meresahkan masyarakat. Pelaksanaan pemberdayaan Panti Sosial Tresna Werdha dalam menanggulangi lansia yang mempunyai program pemberdayaan berupa pelayanan sosial seperti pembinaan keagamaan, olahraga, pelatihan keterampilan dalam proses pelaksanaan pemberdayaan.

Pelatihan keterampilan seperti menjahit, membuat keset, membuat tempat tisu dari mute-mute, serta membuat bunga yang terdapat di Panti Sosial Tresna Werdha ini dapat memberikan kemampuan pada mereka sangat penting suatu karya atau hasil yang berguna dan bermanfaat yang membuat lansia bisa berlatih hidup mandiri dalam berperilaku, serta mempunyai jiwa yang kreatif

Elizabeth B. Hurlock menggambarkan secara umum kondisi lanjut usia yaitu, keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus tergantung pada orang lain. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal


(19)

atau pergi jauh dan atau cacat. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah. Belajar unuk memperlakukan anak sudah besar sebagai orang dewasa. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang berusia lanjut dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang erat dengan kegiatan yang lebih cocok.6

Oleh karena itu, lanjut usia ini memerlukan perhatian khusus dari semua pihak, mengingat populasinya yang terus meningkat mereka juga berpotensi dapat menimbulkan permasalahan yang akan mempengaruhi lanjut usia lain. Seperti masalah yang timbul ketika manusia sudah menjadi lansia adalah lansia sering dinilai tidak kreatif, kembali kemasa anak-anak, egois, keras kepala, suka mencela, bingung, kurang menjaga kebersihan, dan kurang merasa bahagia.

Dukungan keluarga dan masyarakat luas sangat penting bagi anggota keluarganya yang berada di panti. Dengan dukungan sosial (social support) dari semua pihak, terutama dari orang-orang terdekat, diharapkan dapat membuat individu menjadi memiliki rasa aman, berani mengambil keputusan, dan mengungkapkan idenya tanpa rasa takut. Dengan kata lain, individu tersebut akan cenderung memiliki rasa confidence.

6

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1984) Cet. 4 H. 387.


(20)

Peneliti melihat dukungan keluarga perlu untuk diketahui dukungan apa saja yang dibutuhkan dipanti sosial tresna werdha kepada para lansiannya dalam pengembangan diri lansia. Alasan peneliti meneliti nenek Sutinem adalah karena ia termasuk kriteria informan yang peneliti butuhkan yaitu ditempatkan di panti kerana keinginan keluarga dan masih memiliki keluarga. Dan mengapa yang dipilih nenek Sutinem berdasarkan data yang ada di panti bahwa ada 81 nenek dan 69 kakek yang tinggal di panti seperti nenek Sutinem karena ini rujukan juga dari pekerja sosial. Fokus kegiatan yang akan peneliti teliti adalah mengenai dukungan keluarga lansia, dengan demikian peneliti mengambil judul tulisan “DUKUNGAN KELUARGA BAGI LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 JAKARTA TIMUR (Studi Kasus Nenek Sutinem)”.


(21)

B. TINJAUAN PUSTAKA

Penulis menemukan judul skripsi yang membahas tentang Lansia yang di tulis oleh Sarjana Universitas Islam Negeri Jakarta. Akan tetapi setelah penulis membaca beberapa skripsi tersebut ada perbedaan yang sangat signifikan, sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu dibawah ini penulis akan kemukakkan judul skripsi yang di tulis, anatara lain:

1. Judul :Pelayanan Kematian Bagi Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 4 Margaguna

Penulis: Wahyudi

Jurusan: Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Universitas Islam Negeri. Perbedaan Fokus Penelitian: Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitianya adalah pelayanan kepada lanjut usia sebelum kematian dan yang menjadi perbedaannya adalah pada tempat penelitian perbedaaanya skripsi ini meneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna sedangkan penulis meneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas.

2. Judul : Hubungan antara Senam Kesegaran Jasmani Lansia dengan Fungsi Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh Denpasar

Penulis : Lanawati


(22)

Perbedaan Fokus Penelitian : Pada skripsi ini menulis tentang hubungan antara senam kesegaran jasmani lansia dengan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh di posyandu lansia desa Dauh Puri Kauh Denpasar Sedangankan perbedaan fokus yang penulis teliti lebih kepada peran dukungan keluarga lansia yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

3. Judul : Pendekatan Pekerja Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia di Sasana Tresna Werdha Budhi Mulia Cipayung Jakarta Timur

Penulis : Bagus Gede Bhayu Dharma Putra

Jurusan : Kesejahteraan Sosial, Universitas Muhammadiyah Jakarta Perbedaan Fokus Penelitian : Pada skripsi ini menulis tentang pekerja sosial dalam usaha kesejahteraan sosial yang bertempatkan di sasana tresna werdha budhi mulia cipayung Jakarta timur perbedaan fokus yang penulis teliti lebih kepada peran dukungan keluarga yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

C. PEMBATASAN DAN MASALAH

Untuk menfokuskan penulisan dan memudahkan dalam penelitian maka penulis membatasi permasalahan penelitian hanya pada:

Peran dukungan keluarga bagi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur .


(23)

D. PERUMUSAN MASALAH

Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang masalah ini, maka berikut ini diajukan pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana dukungan keluarga bagi lansia nenek Sutinem yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur?

2. Bagaimana peran PSTW dalam memberikan dukungan keluarga bagi lansia nenek Sutinem?

E. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

Mengetahui tentang dukungan keluarga bagi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur dan mengetahui peran PSTW dalam memberikan dukungan keluarga bagi lansia.

F. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian diharapkan memiliki manfaat: 1. Secara Akademis

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan bahan acuan untuk penelitian-penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.


(24)

b. Memberikan wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti khususnya, sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.

2. Secara Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya bagi Panti Sosial tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur dalam memberikan informasi mengenai peran dukungan keluarga yang seperti apa yang dibutuhkan lansia.

b. Penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai peran dukungan keluarga pada lansia di Panti Sosial tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur dan diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumbangan yang berguna dalam memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian lapangan.

G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini penulis mengunakan metodologi penelitian kualitatif, metode penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuam-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara kuantifikasi


(25)

lainnya.7 Penelitian kualitatif dapat digunakan untuk melakukan penelitian terhadap kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, organisasi, perubahan sosial, atau hubungan kekerabatan.

Denzin dan Liconln mendefinikan penelitian kualitatif sebagai berikut. 8

Qualitative research is multimethod, involving an interpretive, naturalistic approach to is subject matter. This means qualitative reserarchers study in their natural setting, attempting to make sense of or interpret phenomena in terms of the meanings people bring to them. Qualitative research involves studied use and collection of a variety of empirical materials-case study, personal exsperience, introspective, live story, interview, observational, historical, interactional, and visual texts-that describe routine and problematic moment and meaning in individuals lives.

Definisi ini menyarankan suatu pendekatan apriori yang didasarkan pada asumsi filosofis ( pendekatan naturalistis interpretif) pada penelitian kualitatif dan sumber-sumber informasi jamak dan pendekatan naratif yang tersedia bagi peneliti.

Penelitian kualitatif memiliki Karakteristik, yaitu: 1. Naturalistik, penelitian memiliki latar aktual sebagai sumber langsung data; 2. Data deskrptif, penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka; 3. Berurusan dengan proses, penelitian kualitatif lebih berkonsetrasi pada proses daripada dengan hasil atau produk; 4. Induktif, penelitian kualitatif cenderung menganalisis data

7

Basrowi dan Suwardi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Aneka Cipta, 2008), h. 1

8


(26)

secara induktif (dari bawah keatas); 5. Makna, makna adalah kepedulian yang esensial pada pendekatan kualitatif.9

Penelitian studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Studi kasus bisa dilakukan terhadap individu, seperti yang lazimnya dilakukan oleh para ahli psikologi analisis; juga bisa dilakukan terhadap kelompok, seperti yang dilakukan oleh beberapa ahli Antropologi, Sosiologi, dan Psikologi Sosial.

Pada tipe penelitian ini, seseorang atau suatu kelompok yang diteliti, permasalahannya ditelaah secara komprehensif, mendetail, dan mendalam; berbagai variabel di telaah dan di telusuri, termasuk juga kemungkinan hubungan antarvariabel yang ada. Karenanya, penelitian sesuatu kasus, bisa jadi melahirkan pernyataan-pernyataan yang bersifat eksplanasi. Akan tetapi “eksplanasi” yang demikian itu, tidak dapat diangkat sebagai suatu generalisasi.

Latar belakang kehidupan dan lingkungan seseorang pecandu narkotika, kehidupan intern sebuah gang, pembentukan militansi pada sesuatu kelompok radikal, faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya swadaya pembangunan di sesuatu desa, merupakan beberapa contoh dari topic telaahan suatu studi kasus.10

9

Ibid, h.2

10


(27)

2. Macam dan Sumber Data

Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai semua hal yang berkaitan dengan semua tujuan penelitian.11 Menurut Lofland yang dikutip oleh Basrowi dan Suwandi dalam bukunya, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan.12

Data menurut pembagian asalnya terbagi menjadi: (a) Data literer, merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis seperti dari buku teks, majalah, koran, dan tulisan di Internet; (b) Data dokumenter, data yang diperoleh dari dokumen-dokumen seperti: data dokumenter tertulis, data dokumenter terekam, data dokumenter verbal, data dokumenter Material-Budaya; (c) Data laboratoris, data yang diperoleh dari hasil laboratorium; (d) Data empiris, merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asli di lapangan yang dilakukan berdasarkan investigasi langsung kepada informan.13

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga sumber data, pertama literer sumber data ini penulis mendapatkanya melalui buku-buku, internet dan dokumentasi tertulis dari Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur. Kedua, sumber yang berbentuk Dokumenter yang penulis gali dari dokumentasi tertulis dan dokumentasi foto yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur. Ketiga, melalui data Empiris yang penulis gali melalui observasi, dan

11

M. Idrus , Metode Penelitian Ilmu Sosial (Yogyakarta: Erlangga, 2009) h.61.

12

Basrowi dan Suwandi,Memahami penelitian Kualitatif, h.169.

13


(28)

wawancara pengurus Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur.

Menurut derajat sumbernya data terbagi menjadi dua yaitu, data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli (langsung dari sumber informan) yang memiliki informasi atau data tersebut. Sedangkan data sekunder adalah yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama, bukan asli) yang memiliki informasi atau data.14

Data yang akan digunakan oleh penulis adalah Pertama, data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada pengurus dan para lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan masalah yang dikaji. Kedua, data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi dokumenter yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Data primer dan sekunder adalah kedua metode yang harus dipadukan satu sama lain sehingga dalam penelitian tidak terjadi timpang dalam mendapatkan hasilnya.

14


(29)

3. Tehnik Pengumpulan Data a. Studi lapangan

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam melakukan studi lapangan adalah, Observasi dan Wawancara.

1. Observasi

Adapun observasi ilmiah adalah perhatian terfokus terhadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud menafsirknya, mengungkapkan faktor-faktor penyebabnya, dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya.15 Observasi dapat dilakukan dengan mengamati hal-hal yang berkembang di . Metode observasi yang penulis gunakan adalah metode observasi terus terang atau tersamar, dimana penulis dalam melakukan penelitian atau mengumpulkan data menyatakan secara terus terang kepada sumber data bahwa penulis sedang melakukan penelitian.16 Sesungguhnya yang dimaksud dengan metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.17

15

M.Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta: Erlangga, 2009) h.101

16

Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D , (Bandung: Alfabeta, 2011) h. 228

17


(30)

2. Wawancara

Wawancara dapat didefinisikan sebagai interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang melakukan wawancara meminta informasi kepada orang yang diteliti. Wawancara terbagi menjadi dua, pertama wawancara tidak terstruktur atau dapat dikatakan juga wawancara yang bebas dimana peneliti tidak mengunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.18 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode wawancara terstruktur (Structured interviw). Proses wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan instrument pedoman wawancara tertulis yang berisi pertanyaan yang akan diajukan kepada informan.19

Wawancara ini dilakukan kepada Pengurus Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur, selain kepada pengurus Panti wawancara juga akan dilakukan kepada Warga Binaan Sosial yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan secara mendalam dilapangan terkait

18

Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D , (Bandung: Alfabeta, 2011),h. 140

19

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2013) h.162


(31)

proses pelaksanaan strategi pemberdayaan keterampilan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data-data sekunder, hal ini sangat penting untuk mendapatkan teori-teori dan data yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian. Selanjutnya studi kepustakaan dilakukan dengan cara mebaca buku sebagai referensi dan sumber-sumber ilmiah lainya yang memiliki hubungan secara mendasar.

c. Analisa Data

Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan transkrip wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman penulis mengenai materi-materi yang telah dikumpulkan. Penulis menggunakan metode analisis Kualitatif deskriptif, yaitu menganalisis data dari hasil wawancara, pengamatan, Dokumen dan angket yang dibagikan kepada informan.

Metode analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data kualitatif secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analysis (analisis isi secara kualitatif). Kemudian diinterprestasikan dengan mengunakan bahasa penulis


(32)

sendiri, dengan demikian akan nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.

Tujuan akhir menganalisis data adalah untuk menarik kesimpulan, yang dalam penelitian kualitatif adalah menemukan konsep atau hubungan antarkonsep (teori).20 Konsep merupakan pernyataan singkat atau abstraksi dari sekumpulan data empirik.

d. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, yang berada di Jalan Raya Ciracas No. 60, Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai Agustus 2016.

20

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan


(33)

Tabel 1.1 (Informan)

Informasi yang dicari Informan Metode atau cara Jumlah 1. Menggali

informasi dukungan apa saja

yang diberikan keluarga lansia

Keluarga Lansia

Wawancara 1 orang

2. Menggali informasi peran dukungan apa saja

yang diberikan panti

Petugas Panti

Wawancara 1 orang

3. Menggali informasi dukungan apa saja

yang diberikan keluarga lansia

Nenek Sutinem


(34)

BAB I : PENDAHULUA N

Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORI

Teori yang digunakan adalah, teori dukungan keluarga. Bab ini memuat tentang pengertian dukungan keluarga, pengertian dukungan sosial, dan pengertian lansia.

BAB III : PROFIL LEMBAGA

Memuat tentang latar belakang berdirinya lembaga, visi dan misi lembaga, program-program yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur dan profil lembaga.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

Pada bab ini adalah proses menganalisa dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur. Hasil temuan dianalisis pada bab ini sehingga diketahui apa peran panti dalam dukungan keluarga bagi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Timur.


(35)

BAB V: PENUTUP

Bab ini merupakan akhir dari rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan, dan saran-saran, yang didapat dari bab-bab sebelumnya yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(36)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai dukungan keluarga, dukungan sosial, lanjut usia dan teori proses menua.

A. DUKUNGAN KELUARGA

1. Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan. Menurut Smet dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.21

Dukungan keluarga menurut Friedman adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan

21

Universitas Sumatera Utara, “Konsep Dukungan Keliuarga” artikel diakses pada 17 Agustus 2016 dari http://repository.usu.ac.id/bistream/123456789/31622/3/Chapter%2011.pdf


(37)

emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan.22

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Purnawaman dalam Setiadi faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah :

1. Faktor Internal

a. Tahap Perkembangan

Artinya dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan berbeda-beda.

b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variable intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor –faktor yang

22

Universitas Udayana, “Dukungan Keluarga” artikel diakses pada tanggal 17 Agustus 2016 dari http://repository.unud.ac.id/bistream/123456789/38745/3/Chapter%2011.pdf


(38)

berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.

c. Faktor Emosional

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stress dalam perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara menghawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit, mungkin ia menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan.

d. Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, menyangkut nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

2. Faktor Eksternal a. Praktik di Keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.


(39)

Misalnya : klien juga akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarga melakukan hal yang sama.

b. Faktor Sosial

Faktor sosial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.

c. Latar Belakaang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi.23

3. Bentuk Dukungan Keluarga

Gallo dan Reichel yang dikutip oleh Indriyani membagi jenis-jenis dukungan keluarga menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1) Dukungan Fisiologis

Dukungan fisiologis merupakan dukungan yang dilakukan dalam bentuk pertolongan-pertolongan dalam aktivitas sehari-hari yang mendasar, seperti dalam hal mandi, menyiapkan makanan dan memperhatikan gizi, toileting, menyediakan tempat tertentu atau ruangan khusus, merawat seseorang bila sakit, membantu kegiatan

23

Mutiara “Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Frekuensi kunjungan Antenatal Care” artikel di akses pada 17 juli 2016


(40)

fisik sesuai kemampuan, seperti senam, menciptakan lingkungan yang aman dan lain-lain.

2) Dukungan Psikologis

Dukungan psikologis yakni ditunjukan dengan memberikan perhatian dan kasih sayang pada anggota keluarga, memberikan rasa aman, membantu menyadari, dan memahami identitas. Selain itu, meminta pendapat atau melakukan diskusi, meluangkan waktu bercakap-cakap untuk menjaga komunikasi yang baik dengan intonasi atau nada bicara jelas, dan sebagainya. Stolte menyebutkan bahwa keluarga memiliki fungsi proteksi yang melingkupi selain memenuhi kebutuhan makanan dan tempat tinggal, juga memberikan dukungan dan menjadi tempat yang aman dari dunia luar.

3) Dukungan Sosial

Dukungan sosial diberikan dengan cara menyarankan individu untuk mengikuti kegiatan spiritual seperti pengajian, perkumpulan arisan, memberikan kesempatan untuk memilih fasilitas kesehatan sesuai dengan keinginan sendiri, tetap menjaga interaksi dengan orang lain, dan memperhatikan norma-norma yang berlaku.24

24


(41)

4. Sumber Dukungan Keluarga

Menurut Gallo dan Reichel dikutip oleh Indriyani terdapat tiga komponen sumber dukungan, yaitu sebagai berikut :

1) Sistem pendukung informal meliputi keluarga dan teman-teman.

2) Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-program medikasi, dan kesejahteraan sosial.

3) Sistem pendukung semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi sosial yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar.

5. Fungsi Dukungan Keluarga

Fungsi dukungan keluarga menurut Friedman ada beberapa fungsi, yaitu :

a. Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu


(42)

stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk, dan pemberian informasi.

b. Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah. Sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantanya memberikan support, penghargaan dan perhatian. c. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita kelelahan.

d. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.


(43)

B. DUKUNGAN SOSIAL

1. Pengertian Dukungan Sosial

Menurut Cohen dan Syme dukungan sosial di pahami sebagai bentuk dukungan sosial yang bersifat menolong dengan ,melibatkan aspek emosi, informasi, bantuan instrumental dan penghargaan.25

Sarason, Lerin dan Basham mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Dengan demikian individu mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintai.26

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan perhatian, perasaan nyaman dan bantuan yang didapat individu dari orang lain atau kelompok sehingga menimbulkan perasaan bahwa seseorang merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai.

2. Jenis-jenis Dukungan Sosial

Dalam menjelaskan konsep dukungan sosial, kebanyakan peneliti sependapat untuk membedakan jenis-jenis yang berlainan. House membedakan empat jenis dukungan sosial, yaitu:27

25

Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Teknologi Pengembangan Masyarakat (Bandung: STKS, 2008), h.62.

26

Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Teknologi Pengembangan Masyarakat (Bandung: STKS, 2008), h.63.

27


(44)

a. Dukungan emosional

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.

b. Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain.

c. Dukungan instrumental

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung contohnya seperti memberikan uang kepada orang atau menolong dengan pekerjaan.

d. Dukungan informasi

Dukungan informasi mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran dan umpan balik.

3. Komponen Dukungan Sosial

Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda-beda. Weiss mengemukakan adanya 6 (enam) komponen dukungan sosial yang disebut sebagai The Social Provision Scale dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun


(45)

satu sama lain saling berhubungan dan digunakan sebagai pengukuran pada dukungan sosial. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:28

a. Kerekatan emosional (emostional attachment). Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling seringa dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup, namun juga diperoleh melalui hubungan yang akrab dengan kerabat.

b. Integrasi sosial (social integration) jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki di dalam kelompoknya yang memungkinkan untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan seseorang mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok.

c. Penghargaan atau pengakuan (reassurance of worth) pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapatkan pengakuan atas kemampuan dan keahlian serta mendapat penghargaan dari

28


(46)

orang lain atau lembaga terhadap kompetensi, keterampilan dan nilai yang dimiliki seseorang. Sumber dukungan sosial semacam in dapat berasal dari keluarga atau instansi dimana ia bekerja.

d. Hubungan yang dapat diandalkan untuk mendapatkan bantuan yang nyata (reliable alliance), yaitu dalam dukungan sosial jenis ini agar mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini bersumber pada umumnya diberikan oleh anggota keluarga.

e. Saran atau informasi (guidance), yaitu dukungan sosial jenis ini adalah memungkinkan mendapatkan informasi, saran atau nasihat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, mentor, pembimbing, atau sosok orang tua.

f. Kemungkinan membantu (Opportunity for naturance) yaitu suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal adalah perasaan dibutuhkan orang lain. Dukungan yang menimbulkan perasaan dalam diri individu bahwa ia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain. Dukungan ini sering diperoleh dari anak, cucu dan pasangan hidup.


(47)

4. Manfaat Dukungan Sosial

Menurut Brownell dan Schumaker ada tiga pengaruh atau manfaat dasar dari dukungan sosial diantaranya, pengaruh langsung, tidak langsung, dan interaktif.29

a. Pengaruh langsung

Yaitu terciptanya hubungan interpersonal dan hubungan yang bersifat menolong dan hubungan tersebut dapat memfasilitasi terbentuknya prilaku yang lebih sehat.

b. Pengaruh tidak langsung

Yaitu membantu individu menhadapi dan mengatasi stressor yang datang dengan cara membantu individu mengatasi stress yang datang, dengan mencoba membantu individu mempelajari cara pemecahan masalah dan mengontrol masalah-masalah kecil sebelum menjadi masalah besar.

c. Pengaruh interaktif

Berupa dampak yang diinterprestasikan untuk meredam atau memperbaiki dampak-dampak yang merugikan dengan mempengaruhi kualitas dan kuantitas terhadap sumber-sumber coping.

29

Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Teknologi Pengembangan Masyarakat (Bandung: STKS, 2008), h.63,


(48)

C. LANJUT USIA

1. Pengertian Lanjut Usia

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dikatakkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.30 Lanjut Usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia 60 tahun keatas, dimana Lanjut Usia secara fisik dapat dibedakan atas dua yaitu lanjut usia potensial maupun lanjut usia tidak potensial.31

Menurut kamus besar bahasa Indonesia Lanjut Usia adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas.32 Menurut Nugroho Wahyudi proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.33

Lanjut Usia digolongkan menjadi dua yaitu lanjut usia potensial dan juga lanjut usia tidak potensial. Lanjut Usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan atau jasa. Kemudian Lanjut Usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya

30

Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: Rineka Cipta, 2007,) h. 275.

31 Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial, “Lanjut Usia,” artikel diakses pada 12 Januari 2016

dari http://rehsos.go.id/modules.php?name=showpage&pid=6

32

Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: Rineka Cipta, 2007,) h. 280.

33Universitas Pendidikan Indonesia , “PertumbuhanLanjut Usia,”artikel diakses pada 13


(49)

bergantung pada bantuan orang lain.34 Jadi dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas.

2. Kebutuhan Lanjut Usia

Adapun yang menjadi kebutuhan lanjut usia pada umumnya adalah :35 a. Kebutuhan Jasmani

Kebutuhan secara jasmani atau fisik dan disebut juga biologic atau fisiologik merupakan kebutuhan vital, karena apabila tidak terpenuhi akan kebutuhan ini manusia terancam akan menimbulkan kegoncangan keseimbangan mental. Kebutuhan jasmani antara lain pelayanan pemenuhan kesehatan, makanan dan gizi, perumahan sandang, olahraga dan alat bantu.

b. Kebutuhan Mental dan Psikis

Aspek psikis atau mental terjadinya kemunduran intelegensia dan emosi. Kebutuhan psikis atau mental spiritual dimasudkan membantu lanjut usia agar memiliki sikap mental yang positif bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. Kebutuhan psikis meliputi pelayanan konseling an pembelaan yang

34

Undang-Undang Online, “Undang-undang Kesejahteraan Lansia nomor 13 tahun 1998,” artikel diakses pada 17 Februari 2015 dari file:///C:User/Acer/Downloads/Undang-Undang-tahun-1998-13-98%20(3).pdf

35

Achmadi Jayaputra, Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Indonesia, (Jakarta: Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial, Depsos RI, 2005) h. 44-45.


(50)

berkaitan dengan rasa aman, tentram, adanya hubungan dengan Tuhan, dekat dengan teman dan mempunyai hubungan baik dengan lingkungannya. Sebagai salah satu cara mendekatkan diri dengan Tuhan, lanjut usia diajak beribadah, menghadiri pengajian dan upacara keagamaan atau upacara-upacara lainnya.

c. Kebutuhan Sosial dan Ekonomi

Pendekatan dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia diluar lingkungan keluarga. Pelayanan sosial lanjut usia dapat memberikan kesan bagi lanjut usia merasa dirinya semakin tua dan berguna. Kebutuhan sosial antara lain pelayanan bimbingan sosial, rekreasi, sosialisasi dan perlindungan. Sedangkan kebutuhan ekonomi hanya dapat dilakukan lanjut usia yang masih produktif. Bentuk pelayanan terhadap kesempatan kerja, membantu Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan masuk dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB).

Kebutuhan dasar bagi lanjut usia diarahkan terwujudnya kesejahteraan sosial lanjut usia yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan tersebut dimaksudkan dalam rangka menopang kelangsungan hidup


(51)

manusia, dengan kata lain lanjut usia yang hidup sejahtera apabila terpenuhi kelima kebutuhan dasar tersebut.

3. Hak dan Kewajiban Lanjut Usia

Lanjut Usia merupakan warga Negara yang memiliki hak yang sama dengan warga Negara lainnya. Disebutkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dan juga disebutkan dalan undang-undang tersebut sebagai penghormatan dan penghargaan kepada Lanjut Usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi:36

a. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual. b. Pelayanan kesehatan.

c. Pelayanan kesempatan kerja.

d. Pelayanan pendidikan dan pelatihan.

e. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas,sarana dan prasarana umum.

f. Kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum. g. Perlindungan sosial

h. Bantuan sosial

36 Undang-Undang Online, “Undang-undang Kesejahteraan Lansia nomor 13 tahun 1998,”

artikel diakses pada 17 Februari 2015 dari file:///C:User/Acer/Downloads/Undang-Undang-tahun-1998-13-98%20(3).pdf


(52)

Selain hak lanjut usia juga memiliki kewajiban yang telah disebutkan dalam undang nomor 13 tahun 1998 dimana lanjut usia mempunnyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan peran dan fungsinya , lanjut usia berkewajiban untuk :

a. Membimbing dan memberi nasihat secara arif dan bijaksana berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, terutama di lingkungan keluarganya dalam rangka menjaga martabat dan meningkatkan kesejahteraannya.

b. Mengamalkan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan, dan pengalaman yang dimilikinya kepada generasi penerus.

c. Memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan kepada generasi penerus.

4. Karakteristik Lanjut Usia

Adapun karakteristik usia lanjut yaitu :

1. Merupakan periode penurunan (kemunduran)

Penurunan tersebut disebabkan sebagian oleh factor fisik, seperti perubahan-perubahan sel tubuh karena ketuaan dan sebagian-sebagian lagi oleh factor psikologis, seperti sikapnya terhadap orang lain dan terhadap kerja.


(53)

Mereka yang telah pensiunan tidak mempunyai minat apa-apa mudah menjadi depresi dan berantakan, akhirnya kondisi fisik dan mentalnya menjadi cepat menurun dan akhirnya meninggal. Motivasi kelihatannya memegang peran yang penting, yang kurang bermotivasi untuk mempelajari hal-hal baru atau mengikuti akan mengalami kemunduran yang lebih cepat.37

2. Ada perbedaan individual dalam efek ketuaan

Reaksi orang terhadap masa tua berbeda-beda, ada yang menganggap pension merupakan masa yang menyenangkan, karena sekarang yang bersangkutan dapat hidup dengan lebih santai, namun ada pula yang menganggap pension sebagai hukuman.

3. Banyak terdapat streotip mengenai usia lanjut seperti misalnya adanya humor-humor dalam majalah-majalah mengenai usia lanjut yang menggambarkan masa tua tidak menyenangkan.

4. Sikap sosial terhadap lanjut usia

Umumnya terdapat sikap sosial terhadap orang-orang usia lanjut yang kurang positif. Mereka bukannya dihormati dan dihargai karena pengalamannya, melainkan sikap mereka membuat para orang tua usia lanjut ini merasa tidak lagi dibutuhkan oleh kelompok sosial,

37


(54)

lebih dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu, namun ada perbedaan sikap antara budaya yang berbeda-berbeda pula, ada kelompok etnik yang menghargai tinggi terhadap usia lanjut. Disamping itu kelas sosial juga mempengaruhi sikap sosial itu.

5. Usia lanjut mempunyai status kelompok minoritas

Sebagai akibat dari sikap sosial yang negative terhadap usia lanjut mereka cenderung dibatasi dalam interaksi sosialnya dan hanya mempunyai kekuatan atau kekuasaan yang terbatas. Mereka menjadi warga Negara kelas dua, hal mana mempengaruhi penyesuaian dirinya secara sosial maupun pribadi. Sering mereka lalu bersikap defensive, juga tidak jarang menjadi korban dari orang-orang yang jahat atau beritikad jelek.

6. Usia lanjut diikuti dengan perubahan-perubahan peran

Berhubungan kelompok usia lanjut dapat bersaing lagi dengan kelompok yang lebih muda, mereka lalu kurang mempunyai peran yang aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan masyarakat maupun dalam dunia bisnis. Sebagai akibatnya peran-peran yang dapat dimainkan menjadi berkurang atau berubah sifatnya. Hal ini juga dapat mengembangkan sikap rendah diri dan dendam yang akhirnya mempengaruhi pula penyesuaian sosial dan pribadinya.


(55)

7. Penyesuaian diri yang tidak baik

Sikap sosial yang negative dan kurangnya pemberian penghargaan (rewerds) terhadap jasa-jasa orang lanjut usia di masa lalu, yang tercermin dari cara kelompok sosial memperlakukan mereka, maka tidak heran bila pada lanjut usia ini timbul konsep diri yang negative

5. Tugas Perkembangan Usia Lanjut

Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang dari pada kehidupan orang lain. Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan di dalam maupun di luar rumah. Bagi beberapa orang berusia lanjut kewajiban untuk menghadiri rapat yang menyangkut kegiatan sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan pendapatan mereka menurun setelah pensiun.

Sebagaimana halnya tugas perkembangan yang ada dan harus dijalani oleh periode-periode sebelumnya, individu-individu yang berada pada periode lanjut usia juga memiliki tugas perkembangan yang harus dilalui dengan sebaik-baiknya. Diantara tugas perkembangan yang hendaknya dilalui para lansia adalah :

1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan berkurangnya kesehatan.


(56)

2. Meyesuaikan diri dengan masa pension dan berkurangnya income (penghasilan) keluarga.

3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. 4. Menjalin hubungan dengan orang-orang seusianya.

5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan. 6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes dan

harmonis.38 D. Teori Fungsional

Beberapa tokoh utama pengembang dan pendukung teori fungsional pada zaman modern ini bisa disebut antara lain Talcott Parsons. Robert K. Merton dan Neil Smelser. Teori Fugsional dalam menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat mendasarkan pada tujuh asumsi (Lauer).

1. Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari berbagai bagian yang saling berinteraksi. 2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang

bersifat timbal balik.

3. Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, di mana penyesuaian yang ada tidak perlu banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.

38


(57)

4. Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, oleh karenanya di masyarakat senantiasa timbul ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-peyimpangan. Tetapi ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan ini akan dinetralisir lewat proses pelembagaan.

5. Perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-perlahan sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian.

6. Perubahan adalah merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya diferensiasi dan inovasi.

7. Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama.

Menurut teori fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri dari banyak lembaga, di mana masing-masing lembaga memiliki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda, ada pada setiap masyarakat, baik masyarakat modern maupun masyarakat primitive. Misalnya lembaga keagamaan berfungsi membimbing pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan penuh pengabdian untuk mencapai kebahagian dunia dan akherat. Lembaga keluarga berfungsi menjaga keberlangsungan perkembangan jumlah penduduk.39

39


(58)

E. Teori Proses Menua

Menurut Maryam, ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan :

1. Teori Biologis

Teori biologis mencakup teori : - Teori genetik dan mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Pada teori biologis dikenal istilah „pemakaian dan perusakan‟ (wear and tear) yang terjadi karena kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada teori ini juga di dapatkan terjadinya peningkatan jumlah kolagen dalam tubuh lansia, tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.

- Immunology slow theory

Menurut Immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.


(59)

- Teori Stres

Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

- Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) yang mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.

- Teori Rantai Silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua atau using menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi sel. 2. Teori Sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu :


(60)

- Teori Interaksi Sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss, Homans, dan Blau mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi berdasarkan atas hukum pertukaran barang dan jasa. Sedangkan pakar lain Simmons, mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar menukar. Menurut Dowd, interaksi antara pribadi dan kelompok merupakan upaya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan menekan kerugian hingga sedikit mungkin. Kekuasaan akan timbul apabila seseorang atau kelompok mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan pribadi atau kelompok lainnya.

Pada lansia, kekuasaan dan prastisenya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Pokok-pokok interaksi sosial adalah sebagai berikut: masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai


(61)

tujuannya masing-masing, dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu, untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seorang aktor harus mengeluarkan biaya, aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian, hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.

- Teori Aktivitas

Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasaan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia dapat menurun, akan tetapi dilain sisi dapat dikembangkan misalnya peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, seorang duda atau janda, serta karena ditinggal wafat pasangan hidupnya. Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya. Pokok-pokok teori aktivitas adalah: moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan


(62)

sepenuhnya dari lansia di masyarakat; kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.

- Teori Kesinambungan

Teori ini dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia. Pokok-pokok teori kesinambungan adalah sebagai berikut: lansia tidak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, tetapi berdasarkan pada pengalamannya di masa lalu, lansia harus memilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan; peran lansia yang hilang tak perlu diganti; lansia berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara untuk beradaptasi.

- Teori Perkembangan

Havighurst dan Duvali menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan (developmental tasks) selama hidup yang harus dilaksanakan lansia yaitu: penyesuaian terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis; penyesuaian


(63)

terhadap pensiun dan penurunan pendapatan; menemukan makna kehidupan; mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan; menemukankepuasan dalam hidup berkeluarga; penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia; menerima dirinya sebagai seorang lansia. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif. Pokok-pokok dalam teori perkembangan adalah sebagai berikut: masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa kehidupannya; masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial yang baru, yaitu pensiun dan/atau menduda/menjanda; lansia harus menyesuaikan diri sebgai akibat perannya yang berakhir dalam keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosialnya akibat pensiun, serta ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-temannya.

- Teori Stratifikasi Usia

Wiley menyusun stratifikasi usia berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas, peran, kewajiban, dan hak mereka


(64)

berdasarkan usia. Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah struktur dan prosesnya. Pokok-pokok dari teori stratifikasi usia adalah sebagai berikut: arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat, terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok, terdapatnya mekanisme pengalokasian peran di antara penduduk. Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik (Maryam).

3. Teori Penarikan Diri (Disengagement Theory)

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry. Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Para lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu : kehilangan peran, hambatan kontak sosial, berkurangnya komitmen. Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil apabila


(65)

ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematiannya. Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai berikut : pada pria, kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah; lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal ini, karena lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang lebih luas. Tiga aspek utama dalam teori ini adalah proses menarik diri yang terjadi sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat dihindari serta hal ini harus diterima oleh lansia dan masyarakat.40

40

Universitas Veteran Jakarta, “Landasan Teori Lansia” artikel diakses pada 28 September 2016 dari http://library.upnvj.ac.id/pdf/5FKS1KEDOKTERAN/0810211095/Bab.2.pdf.pdf


(66)

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA

A. Latar Belakang Pendirian Lembaga

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas adalah cabang dari Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung. Yang merupakan salah satu lembaga yang dilindungi oleh Dinas Sosial yang memberikan pelayanan dan rehabilitas sosial kepada lanjut usia (Lansia) terlantar dijalanan, rumah sakit dan dari kalangan miskin untuk diberikan hak yang sesuai berupa bimbingan konseling, layanan kesehatan, resosialisasi dan bimbingan keterampilan bagi para lansia yang masih potensial, agar dapat meningkatkan kemampuan, motivasi dan perannya dan memperkuat kembali keberfungsian sosialnya.

Keberhasilan pembangunan meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat berpengaruh terhadap meningkatnya usia harapan hidup dan jumlah lanjut usia. Semakin meningkatnya tuntutan kehidupan kebutuhan ekonomi khususnya di kota-kota besar menyebabkan terjadinya pergeseran nilai dalam keluarga. Kondisi ini mengarah kepada semakin berkurangnya perhatian keluarga terhadap lansia karena keterbatasan waktu yang tersedia. Akibatnya banyak lansia terlantar dan harus hidup sendiri tanpa perhatian serta pendampingan keluarga serta tidak dapat melakukan aktifitas yang bermakna dalam mengisi hari tuanya, selanjutnya keberadaan lansia menjadi beban bagi keluarga. Kondisi ini menuntut Pemerintah


(67)

Daerah untuk memberikan pelayanan sosial kepada lansia sehingga dapat menghindarkan mereka dari keterlantaran dari berbagai aspek.

PSTW Budi Mulia 3 merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar. PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Budi Mulia 3 yaitu dibangun pada akhir tahun 2001 dengan luas bangunan 2.445 m2 diatas lahan seluas 8.665 m2 dan selesai pada bulan November 2002 yang di kukuhkan menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas melalui SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 63 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta. Dan daya tampung PSTW Budi Mulia 3 Ciracas sebanyak 150 orang Lansia terdiri dari 2 wisma pria (Cendrawasih dan Garuda) dan tiga wisma wanita (Anggrek, Mawar, dan Melati).

B. Tujuan, Visi dan Misi Lembaga • Tujuan

Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas hidup dan keberfungsian sosial lanjut usia terlantar, sehingga dapat membuat hari tuanya dengan mengikuti ketentraman lahir dan batin.


(68)

• Visi PSTW Budi Mulia 3 :

“Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Ciracas sebagai puasat layanan Lansia terdepan di Provinsi DKI Jakarta”

• Misi PSTW Budi Mulia 3 :

Melayani Lansia secara Holistik yang meliputi : Biologis, Psikologis, Sosial, dan Spiritual.

1) Meningkatkan lanjut usia terlantar dalam kehidupan yang normative 2) Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup lanjut usia 3) Meningkatkan keberfungsian sosial lanjut usia

4) Meningkatkan pelayanan sosial lanjut usia terlantar

5) Meningkatkan peran serta keluarga, masyarakat dan dunia usaha

C. Falsafah Lembaga

Adapun dasar-dasar hukum yang dipakai di PSTW Budi Mulia, diantaranya :

1. Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia. 2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 3. Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Pokok-Pokok

Kesejahteraan Sosial.

4. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan provinsi sebagai Daerah Otonom.

5. Peraturan Gubernur No. 104 tahun 2009 tentang organisasi dan Kerja Dinas Sosial Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.


(69)

6. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 63 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta.


(70)

D. Struktur Organisasi Lembaga

Tabel 1.2 (Tabel Struktur Organisasi PSTW Budi Mulia 3 Ciracas)

Adapun Job Description yang dilakukan oleh pengurus di PSTW Budi Mulia 3 adalah :

KEPALA PANTI Drs. H. Akmal Towe, M.Si

SATPEL KEPERAWATAN Irwan Santoso, SH

SATPEL BAG TATA USAHA Dra. Utari, M.Si

SATPEL PELAYANAN Farida Noviyanti, SH

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL


(71)

1. Ketua Panti

Bertugas memonitoring segala pekerjaan setiap divisi/seksi. Disamping itu, kepala panti juga melaksanakan tugas manajerial dan teknis operasional pelayanan dan rehabilitas social seusuai dengan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku.

2. Tata Usaha

Dalam tugasnya melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, menyusun laporan keuangan, menginput data-data keuangan, transparasi dana perlengkapan, serta sarana dan prasarana Panti.

3. Sie.Perawatan

Merupakan divisi yang membantu pekerja social untuk melakukan seleksi terhadap calon WBS berdasarkan segi moralitas dan kesehatannya. Sekso perawatan juga berfungsi sebagai bagian yang mengatur masalah sandang, pangan, kebersihan lingkungan, kerapihan wisma dan WBS, pemberian obat-obatan dan Vitamin bagi WBS yang membutuhkan.


(72)

4. Sie. Bimbingan Penyaluran

Merupakan divisi yang mengawasi jalannya program yang telah disepakati oleh dinas dan pihak panti seperti bimbingan rohani, senam, kerajinan tangan dan kesenian, layanan konseling dan case conference

5. Kelompok Jabatan Fungsional

Pekerja sosial/ jabatan fungsional merupakan divisi yang melakukan assessment, intervensi klien, identifikasi, registrasi, seleksi dan penerimaan serta penjelasan program kepada WBS.

Dalam hal pengambilan keputusan, PSTW Budi Mulia 3 mengambil keputusan dengan system non direktif (secara tidak langsung) karena pengambilan keputusan dilakukan secara bermusyawarah antara ketua panti dengan para staff panti.

E. Program

Di PSTW BM 3 perencanaan program dibuat oleh Dinas dan cenderung untuk jangka panjang dan sifatnya tetap, tidak berubah. Dalam perencanaannya masing-masing dari kepala Panti hadir untuk rapat tentang manajemen program lalu direalisasikan kebawah (staff panti). Sayangnya manajemen program yang ada di PSTW belum berjalan secara optimal.


(73)

Adapun program yang dibuat bedasarkan keputusan dari Dinas dan kepala Panti diantaranya kelas Angklung, dimana di semua Panti Sosial Tresna Werdha memiliki program yang sama tergantung bagaimana mereka menerapkannya atau tidak. Pelayanan sosial dan kesehatan, seperti bimbingan konseling dan keterampilan juga merupakan perencanaan dari Dinas yang disepakati bersama oleh masing-masing kepala panti, hanya untuk keterampilannya ingin seperti apa diserahkan kembali kepada pihak panti.

Di sisi lain terdapat pula program yang dibuat oleh kebijakan panti yang perencanannya disusun oleh Sie.Bimbingan dan Penyaluran panti dan disepakati bersama oleh pihak panti yang berkaitan, seperti adanya kegiatan panggung gembira, kegiatan senam seminggu dua kali untuk menyehatkan tubuh para lansia agar tidak mudah terkena stroke dan jantung, kegiatan bimbingan rohani Islam dan Kristen di setiap hari Selasa dan Kamis, latihan rebana untuk para lansia kakung dan keterampilan menjahit dan meronce bunga untuk para lansia perempuan bagi mereka yang masih potensial. Program di PSTW memiliki system Top-Down, yang dibuat langsung oleh Dinas kepada masing-masing Panti. Disamping itu, manajemen program yang ada di PSTW ada juga yang menggunakan system Bottom-Up. Salah satu contohnya ialah program keterampilan menjahit dan meronce bunga yang diusulkan oleh pihak panti ke Dinas.

PSTW BM 3 memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lansia terlantar dalam bentuk pembinaan fisik berupa olahraga dan pemeriksaan


(1)

(2)

(3)

DOKUMENTASI PENELITIAN SAAT MELAKUKAN PENELITIAN DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 3 CIRACAS JAKARTA TIMUR

Gambar 1.1

(Gambar 1.1 : Peneliti melakukan wawancara dengan pekerja sosial ibu Purba, S.Sos yang berperan sebagai pekerja sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur. Peneliti mewawancarai pekerja sosial untuk mengetahui peran panti dalam dukungan


(4)

Gambar 1.2

(Gambar 1.2 : Peneliti melakukan Home Visit ke rumah salah satu keluarga WBS yang berada di panti karena peneliti ingin melakukan wawancara untuk keperluan penelitian.)


(5)

Gambar1.3

(Gambar 1.3 : Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu WBS yaitu Omah Sutinem masih memiliki keluarga yang tinggal di Pasar Rebo)


(6)

Gambar 1.4

(Gambar 1.4 : Kegiatan diatas adalah semua kegiatan yang membuat para WBS di PSTW berfungsi kembali atau menjadikan WBS di hari tuanya bermanfaat merasakan ketentraman lahir

dan batin dengan segala kegiatan ataupun hiburan yang ada di panti. PSTW juga memberikan bimbingan individu maupun bimbingan kelompok kepada para WBS.