Capital Adequacy Ratio TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Capital Adequacy Ratio

Menurut Harahap 2008: 303, “Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya jangka panjang dan jangka pendek dengan kekayaan yang dimilikinya apabila perusahaan tersebut dikuidasi”. Setiap sumber dana memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya penggunaan modal sendiri memiliki kelebihan, yaitu mudah diperoleh, dan beban pengambilan yang relatif lama. Disamping itu dengan menggunakan modal sendiri tidak ada beban untuk membayar angsuran termasuk bunga dan biaya lainnya. Sebaliknya kekurangan modal sendiri sebagai sumber dana adalah jumlahnya yang relatif terbatas, terutama pada saat menjatuhkan dana yang relatif besar. Semakin tinggi rasio solvabilitas maka semakin tinggi pula resiko kerugian yang dihadapi, tetapi juga ada kesempatan mendapatkan laba yang besar. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas yang rendah tentu mempunyai resiko kerugian yang lebih kecil. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian return pada saat perekonomian tinggi. Penilaian kesehatan solvabilitas didasarkan pada perbandingan modal sendiri dengan kebutuhan modal berdasarkan perbandingan Capital Adequacy Ratio CAR. Rasio permodalan ini merupakan teknik pokok dalam melakukan analisis kecukupan modal. Rasio permodalan memberikan informasi mengenai apakah modal bank cukup mendukung operasi bank dan mampu menyerap kerugian- kerugian bank yang terjadi dalam melakukan penanaman dana atau akibat penurunan aktiva Dendawijaya, 2004: 123. Universitas Sumatera Utara Sinungan, 2000: 15 mengungkapkan bahwa modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung risiko kerugian. Besarnya modal suatu bank berpengaruh pada mampu atau tidaknya suatu bank secara efisien menjalankan kegiatannya dan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat khususnya untuk masyarakat peminjam terhadap kinerja bank. Penggunaan modal bank juga dimaksudkan untuk memenuhi segala kebutuhan bank guna menunjang kegiatan operasi bank dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. Koch, 2003: 299 juga menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat akan terlihat dari besarnya dana giro, deposito, dan tabungan yang melebihi jumlah setoran modal dari para pemegang sahamnya. Unsur kepercayaan ini merupakan masalah penting dan merupakan faktor keberhasilan pengelolaan suatu bank. Mengingat kegiatan perbankan di Indonesia telah mengikuti globalisasi perbankan, maka masalah penyediaan modal bank juga perlu disesuaikan dengan ukuran yang berlaku secara internasional, yaitu standar yang ditetapkan Bank for Internasional Settlements BIS dengan pertimbangan agar perbankan Indonesia dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing dalam perbankan Internasional. Salah satu rasio yang diterapkan oleh BIS terkait dengan permodalan adalah CAR Capital Adequacy Ratio. Rasio ini digunakan sebagai indikator terhadap kemampuan bank menutupi penurunan aktivanya akibat terjadinya kerugian-kerugian atas aktiva bank, dengan menggunakan modal sendiri. Kerugian-kerugian tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya modal bank. Selain itu CAR juga memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank Universitas Sumatera Utara yang mengandung risiko kredit, penyertaan, surat berharga, dan tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman utang, dan lain-lain. Faktor utama yang cukup mempengaruhi jumlah modal bank adalah jumlah modal minimum yang ditentukan oleh pemimpin moneter yang biasanya merupakan wewenang Bank Sentral. Lembaga ini memiliki tanggungjawab dan menyamakan sistem perbankan secara keseluruhan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan antara lain ketentuan permodalan, likuditas wajib dan ketentuan lain yang bersifat prudensial Siamat, 2003: 22. Jumlah modal yang memadai memegang peranan penting dalam memberikan rasa aman kepada calon atau para penitip uang. Menurut Abdullah, 2005: 31 faktor permodalan ini juga memegang bobot 25 dalam penilaian tingkat kesehatan suatu Bank. Simorangkir, 2004: 157-158 menyebutkan bahwa kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Bank Indonesia menetapkan bahwa CAR adalah kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total aktiva menurut risiko ATMR. Modal bank adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Modal inti yaitu modal milik sendiri yang berupa, modal disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi Universitas Sumatera Utara aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasa, dan pinjaman subordinasi. Sedangkan yang dimaksud dengan ATMR adalah aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko kredit yang melekat dan beberapa pos dalam off-balance sheet yang diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko kredit yang melekat. ATMR diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva dengan bobot risiko. Semakin likuid aktiva risikonya nol dan semakin tidak likuid bobot risikonya 100, sehingga risiko berkisar antara 0 - 100. Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat digunakan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit sehingga meningkatkan kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit. Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 321PBI 2001 besarnya CAR perbankan untuk saat ini minimal 8 dan menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 623DPNP Tanggal 31 Mei 2004 CAR dirumuskan sebagai berikut : CAR = ����� ���� x 100

2.4 NPL Non Performing Loan Kredit bermasalah