3
Bengkulu Selatan.Selanjutnya tahun 2013 dan 2014 telah disusun peta satuan lahan dan pewilayahan komoditas Kabupaten Bengkulu Tengah dan Mukomuko.
Penyusunan peta pewilayah komoditas pertanian merupakan kegiatan strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk mendukung
pembangunan pertanian. Kegiatan ini diharapkan selesai pada tahun 2015 untuk seluruh kabupaten kota seluruh I ndonesia. Untuk penyelesaian peta tersebut
tahun 2015 BPTP Bengkulu akan melakukan kegiatan di Kabupaten Kepahiang dan Lebong.
1.2. Tujuan
1. Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi sumberdaya lahan di Kabupaten
Kepahiang dan Lebong. 2.
Menyusun peta kesesuaian lahan dan peta pewilayahan komoditas pertanian unggulan berdasarkan zona agroekologi skala 1: 50.000 di Kabupaten
Kepahiang dan Lebong.
1.3. Luaran
1. Teridentifikasi dan terkarakterisasinya potensi sumberdaya lahan dalam bentuk peta satuan lahan Kabupaten Kepahiang dan Lebongmasing-masing
satu lembar. 2. Tersusunnya peta pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Kepahiang
dan Lebong skala 1: 50.000 masing-masing satu lembar.
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak
I nformasi geospasial dalam bentuk peta pewilayahan komoditas,
diharapkan dapat menjadi acuan dalam alokasi zona budidaya untuk komoditas tertentu, sehingga produk pertanian yang dihasilkan menjadi lebih optimal, baik
kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya, serta mampu mengurangi resiko pertanian akibat cekaman kekeringan, banjir, bencana alam dan potensi
serangan hama dan penyakit. Adapun manfaat yang diharapkan antara lain : 1. Bermanfaat untuk dijadikan sebagai bahan perencanaan penelitian dan
pengkajian, serta pengembangan pertanian wilayah berdasarkan zona agroekologi baik bagi Peneliti BPTP maupun Pemerintah Daerah Kabupaten
Kepahiang dan Lebong.
4
2. Bermanfaat untuk menunjang kegiatan agribisnis di wilayah Kabupaten Kabupaten Kepahiang dan Lebongkhususnya dan Provinsi Bengkulu pada
umumnya. 3. Bermanfaat sebagai sumber informasi potensi khususnya potensi lahan untuk
pengembangan komoditas pertanian spesifik lokasi dan dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan program pembangunan pertanian ditingkat
operasional sesuai dengan tata ruang dan kondisi wilayah. Adapun perkiraan dampak dari kegiatan ini antara lain:
1. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian untuk produksi pangan secara dinamis, lestari, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan kebutuhan
pangan. 2. Pengembangan komoditas pertanian yang memberi arti ekonomis bagi
wilayah secara keseluruhan dan dapat dikembangkan dalam skala luas. 3. Pengembangan
agribisnis dan
agroindustri yang
berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi.
5
I I . TI NJAUAN PUSTAKA
Konsep AEZ Agroecological zones diperkenalkan oleh FAO 1978 untuk evaluasi lahan di Afrika dengan menggunakan peta tanah FAO 1974 skala
1: 5.000.000 dengan parameter panjang periode tumbuh length of growing
period dan suhu. Selanjutnya, FAO merekomendasikan penggunaan AEZ pada tingkat nasional dan provinsi pada skala 1: 1.000.000 - 1: 500.000 Kassam
et al., 1991. AEZ didefinisikan sebagai pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona
berdasarkan kemiripan similarity karakteristik iklim, terrain, dan tanah, yang
memberikan keragaan performance tanaman tidak berbeda secara nyata FAO,
1996. Peta zone agro ekologi Provinsi Bengkulu skala 1: 250.000 yang telah
disusun oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Bengkulu bersama Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian BBSDLP merupakan kumpulan
data informasi sumberdaya lahan yang menjelaskan pengelompokan suatu wilayah ke dalam zona - zona pengembangan pertanian, perkebunan dan sistem
kehutanan serta alternatif komoditas berdasarkan kesamaan karakteristik biofisik lahan dan iklim lingkungan. I nformasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar
dalam perencanaan
pengembangan pertanian
daerah untuk
menjaga keberlanjutan
produksi dan produktivitas serta kelestarian lingkungannya. Pengelompokan wilayah ke dalam zona - zona agroekologi, dapat membantu
dalam perakitan dan penerapan paket teknologi yang disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan Amien
et al., 1997. Peta ZAE skala 1: 250.000 penggunaannya terbatas pada tingkat provinsi
untuk perencanaan pengembangan pertanian. Agar terjaga kesinambungan dalam perencanaan pengembangan pertanian, data informasi sumberdaya lahan
tersebut perlu dijabarkan ke dalam skala yang lebih detil, yaitu dengan penyusunan Pewilayahan Komoditas Pertanian skala 1: 50.000. Pada skala
tersebut diperlukan informasi yang lebih detil terutama yang berkaitan dengan sifat dan karakteristik lahan, sebagai prasyarat utama dalam evaluasi lahan. Sifat
dan karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan adalah tanah media perakaran, retensi hara, toksisitas, iklim suhu udara, elevasi, curah
hujan, terrain lereng dan singkapan batuan, bahaya banjir, dan bahaya erosi CSR FAO, 1983: Djaenuddin,
at al. 2000.
6
Unsur-unsur terrain seperti lereng dan tingkat torehan mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan, sehingga delineasi yang dihasilkan dapat
digunakan sebagai satuan dasar dalam evaluasi lahan. Secara hirarki, terrain dapat dibedakan berdasarkan skala peta 1: 250.000-1: 10.000 kedalam empat
kategori yaitu: terrain province, terrain system, terrain unit, dan terrain
component. Kategori terrain unit yang setara dengan land catena dapat digunakan untuk mendelineasi satuan lahan pada skala 1: 50.000 Kips
et al., 1981; Van Zuidam, 1986.
Pendekatan dengan metode analisis terrain telah banyak dilakukan antara lain oleh Mitchell dan Howard 1978 yang membedakan lahan kedalam tujuh
kategori, yaitu: land zone-land province-land region-land system-land catena-
land facet-land element. Akan tetapi hanya empat kategori yang sering digunakan, yaitu skala 1: 250.000 sampai 1: 5.000. Pendekatan serupa telah
dilakukan oleh Kips et. al. 1981 di DAS Sekampung, Provinsi Lampung pada
skala 1: 250.000, dan DAS Samin Provinsi Jawa Tengah pada skala 1:25.000. Dent
et al. 1977 menggunakan pendekatan sistem lahan land system untuk evaluasi sumberdaya lahan tingkat tinjau mendalam skala 1: 100.000 di DAS
Cimanuk, Jawa Barat. Desaunettes dalam Dent et al. 1977 telah menyusun
Catalogue of Landform for I ndonesia untuk menunjang pemetaan sumberdaya lahan di I ndonesia. Dalam survei sumberdaya lahan tingkat tinjau Proyek LREP I
Sumatera 1987-1990 telah diterapkan pendekatan analisis terrain, terdiri dari komponen landform, litologi, dan relief.
7
I I I . METODOLOGI
3.1. Lokasi dan w aktu