Analisis Yuridis Terhadap Peran Pemerintah Daerah Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Anoraga, Pandji, Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995.

Ridwan, Khairandy, Peranan Perusahan Penanaman Modal Asing Joint Venture

dalam Ahli Teknologi di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor

5, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), hlm. 51.

Asropi, Bunga Rampai Administrasi Publik: Dimensi Pelayanan Publik dan Tantangannya dalam Administrasi Negara (Publik) di Indonesia. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. 2007.

Batakusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin, Otonomi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Harjono, Dhaniswara K. Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT Radja Grafindo Persada, 2007.

H.S, Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Jhingan M.L. Ekonomi Pembangunan Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 1996. Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Kencana,

2007.

Mas, Marwan. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.

Nurcholis, Hanif. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta: Grasindo, 2007.

Salman, H.R. Otje. Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), Bandung:Reika Aditama, 2010.

Saragih, Juli Panglima. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Sembiring, Sentosa Hukum Investasi,Nuansa Aulia, Bandung: 2010.

Sembiring. Sentosa. Hukum Investasi Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Bandung: Nuansa Aulia, 2007.


(2)

107

Sumitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.

Soekanto, Soejano, Pengantar Penelitian Hukum Jakarta: UI Press, 2010.

Sutopo,H.B. Metode Penelitian Kualitatif Bagian II Surakarta: UNS Press, 1988. Supanca, Ida Bagus Rahmadi, Kerangka Hukum &Kebijakan Investasi Lansung

di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.

Spillane, J James.Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta:Kanisius.1994.

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (akarta: RajaGrafindo Persada, 2013.

Sapta Nirwandar, Pembangunan Sektor Pariwisata di Era Otonomi Daerah, Jakarta, 2010.

Tjetjep, Wimpy S.. Dari Gunung Api Hingga Otonomi Daerah Jakarta: Yayasan Media Bhakti Tambang, 2002.

Yoeti, Oka A Anatomi Pariwisata Indonesia, Bandung: Angkasa, 1996. Yoeti, Oka A.. Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung; Penerbit Aksara, 1996. Widjaja, HAW . Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Divisi Buku Perguruan

Tinggi Jakarta:PT.RaGrafindo Persada, Rajawali Pers, 2009.

H.R. Otje Salman S., dan Eddy Damian (ed). Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan; Kumpulan Karya Tulis Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Bandung:Alumni, 2006.

Muhamad Ashry. Perjanjian Internasional Dari Pembentukan Hingga Akhir Berlakunya, Makassar: PT.Uitoha Ukhuwah Grafika, 2008.

Syamhim. Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Study Analisis, Jakarta:Rajawali Pres :PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Armin Arsyad dan Aspiannor Masrie. Jurnal, Hubungan Luar Negeri Dalam Kerangka Otonomi Daerah (Studi Kasus: Provinsi Sulawesi Selatan), Makassar: Jurusan Politik Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Hasanudin, 2010.


(3)

Peraturan perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang- undang No.10.Tahun 2009 Tentang Pariwisata.

Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.

Artikel/Artikel

Muhammad Nasir Badu, Internasionalisasi Potensi Sulawesi Barat (Studi Kasus: Investasi Asing di Sulawesi Barat, Jurnal Politik ProfetikVolume 3 Nomor 1 Tahun 2014

Andy Ramses .M, Edisi 23 Tahun 2006, Dimensi- dimensiPembentukan Daerah Otonom,Jurnal Ilmu Pemerintahan ( Jurnal Untuk Memajukan Pemerintahan Pemebentukan Daerah Otonom), Jakarta Selatan:Penerbit MIPI (Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia)

Rahayu Hartini, Mengkritisi Undang-Undang Penanaman Modal, Published Oktober 5, 2009, Artikel Bagian 1.

Tulus Tambunan, kendala perijinan dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia dan upaya perbaikan yang perlu dilakukan pemerintah, artikel, Jakarta, 2015.

Umar Juoro. 2002. “Desentralisasi, Demokrasi dan Pemulihan Ekonomi”, dalam Jurnal Demokrasi dan Ham, Vol. 2, No. 2, Juni-September 2002.

Tuhri Jasa Putra, Kegiatan Investasi Pariwisata di Kabupaten Lombok Utara dari Perspektif Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2014.

Maria Tinamberan, Peran Pemerintah Kota Bitung Dalam Peningkatan Investasi Asing di Sektor Pariwisata, Artikel, 2015.


(4)

109

Muhammad Syahrial, Analisis Daya Saing Daerah Dalam Mendorong Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Riau, 2015, Jurnal.

Jurnal

DeiissaA., Ridgway, & MariyaA., Talib, Spring, Globalization and Development:

Free Trade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law, daiam California Western InternationalLawJournal, 2003 Vol, 33.

Yulianto, Syahyu, Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam:Antara

Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis,

Vol. 22-No. 5 (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003)

Ningrum Natasya, Sirait, Mencermati Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Dat

am Memberikan Kepastian Hukum Bagi Pelaku Usaha, Jurnal Hukum Bisnis,

Volume 22 Jakarta: Yayasan Perigembangan Hukum Bisnis, 2003. Internet

Dampaknya terhadap Kemandirian Fiskal Daerah (diakses tanggal 12 Maret 2016).

Arif Gunawan, Makalah Kepariwisataanperkembangan Pariwisata Di Indonesia

Tahun 1945 – 1965.

Februari 2016)

Dwi Martin. Kajian Yuridis Terhadap Kegiatan Penanaman Modal dalam Bidang

Perhotelan di Kabupaten Lombok Barat

Debby Monica. investasi-pariwisata-indonesia-masih-menjadi-primadona-di-asia_

(diakses tanggal 12 Maret 2016)

Berkat-nias.blogspot.co.id/2015/05/makalah-manajemen-pembangunan-bidang.html (diakses tanggal 12 Maret 2016)

Leks&CoLawyers, Hukum Penanaman Modal, dikutip dari http://hukumpenanamanmodal.com. (diakses pada tanggal 26 Maret 2016)

(diakses pada tanggal 26 Maret 2016)


(5)

http;// setda.bantulkab.go.id /documents/20110308095052-kerjasama-luar-negeri-oleh-pemerintah-daerah.pdf. di akses pada 15 Mei 2011. Lihat juga Syamhim ,op.cit hal.224-225

Lihat juga Undang-Undang No.37.Tahun 1999 Tentang Hubungan dan kerjasama luar negeri pasal Bab II pasal 1,5-12, sertaUndang –Undang Otonomi Daerah No.32. Tahun 2004 pasal 10 dan pasal 42 ayat 1 bagian huruf f dan g juga ketentuan Mentri Luar Negeri RI No.09/A/KP/XII/2006/01 tentang tata cara hubungan dan kerjasama luar negeri atau bisa di akses di http;//naskahperjanjian.deplu.go .id.

Antonius Tarigan, “ Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Daya Saing Wilayah,”, blogspot.co.id/2014/11/html (diakses tanggal 21 Maret 2016) Alliameisitha.Peran-pemerintah-dalam-pembangunan-pariwisata/ wordpress.com

/2013/ 01/06/ (diakses tanggal 21 Maret 2016)

Indra Achmadi. peran-dan-upaya-pemerintah-daerah-dalam. blogspot.co.id/2014/11/html (diakses tanggal 11 Maret 2016)

Restuoctavianus.blogspot.co.id/2011/03/penanaman-modal-asing-dalam-rangka.html (diakses tanggal 11 Maret 2016)


(6)

BAB III

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAYANAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING

SEKTOR PARIWISATA

A. Pelayanan Pemerintah Daerah dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing

Sektor Pariwisata

Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009, yang termasuk dalam pelayanan perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.60

Pasal 1 ayat (6) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal, yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk meningkatkan pelayanan kepada investor, dalam Pasal 25 ayat (5) UUPM secara tegas dikemukakan, pelayanan dilakukan secara terpadu satu pintu. Apa yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang tersebut cukup ideal yakni para investor dalam mengurus berbagai perizinan untuk menjalankan kegiatan penanaman modal, tidak perlu mendatangi ke berbagai instansi pemberi izin.

60Leks&CoLawyers, Hukum Penanaman Modal, dikutip dari


(7)

Secara konseptual UU No. 32 tahun 2004 sebagai pengganti dari UU No. 23 tahun 2014 mencita-citakan otonomi yang seluas-luasnya, sesuai dengan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945. Namun cita-cita tersebut, belum didukung “political will” pemerintah. Perbaikan iklim investasi di daerah merupakan keniscayaan bagi peningkatan kinerja investasi nasional. Salah satu aspek yang perlu segera dibenahi dalam upaya perbaikan iklim investasi di daerah tersebut, adalah kondisi pelayanan perizinan bidang investasi yang diselenggarakan oleh para aparatur pemerintah di daerah. Secara faktual, pelayanan yang diberikan aparatur pemerintah daerah dalam bidang tersebut ”kurang menguntungkan” para calon investor yang berniat menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan terutama oleh lamanyaa waktu yang diperlukan dalam proses perizinan tersebut. Keadaan yang demikian ini tentu saja harus diperbaiki, khususnya melalui penerapan sistem pelayanan terpadu di daerah.61

Perihal kewenangan daerah di bidang penanaman modal, ditegaskan kemudian dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa lingkup kewenangan daerah di bidang penanaman modal adalah dalam penyelenggaraaan. Pelayanan administrasi penananaman modal. Tidak ada penjelasan detail tentang ketentuan tersebut, demikian pula belum ada kebijakan turunan untuk menjabarkan ketentuan dimaksud. Namun demikian, penggunaan istilah “administrasi” tampaknya merupakan pembatasan terhadap kewenangan daerah di bidang penanaman modal. Dengan pembatasan kewenangan ini, daerah tidak lagi memiliki kewenangan terkait dengan pengambilan keputusan stratejik

61 Asropi, Bunga Rampai Administrasi Publik: Dimensi Pelayanan Publik dan


(8)

61

seperti pemberian izin persetujuan penanaman modal, izin pelaksanaan, dan fasilitas penanaman modal.62

Langkah awal dari sebuah usaha yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya. Tanpa keuntungan tidak ada gunanya membuka sebuah usaha. Jadi tujuan utama bukan melakukan investasi tetapi membuat suatu usaha yang menguntungkan. Oleh karena itu, tidak akan ada gunanya UUPM bagi seorang investor jika pada akhirnya usahanya merugi terus bahkan hingga bangkrut hanya karena banyaknya rintangan yang diciptakan oleh peraturan-peraturan lainnya yang sama sekali tidak terkait dengan izin penanaman modal namun mempengaruhi kelancaran suatu usaha.Sama seperti membangun rumah. Tujuannya bukan membangun rumah itu sendiri tetapi mendapatkan suatu rumah yang menguntungkan dalam arti misalnya memberi kenyamanan, ketenangan dan keamanan. Ini artinya, walaupun mendapatkan izin membangun rumah tidak sulit, tetapi sulitnya mendapat izin menyambung hubungan telepon dan listrik bisa akhirnya membatalkan niat membangun rumah.63

62 Ibid

63 Tulus Tambunan, kendala perijinan dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia dan

upaya perbaikan yang perlu dilakukan pemerintah, artikel, Jakarta, 2015, hlm 7

Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Menurut UUPM, penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum dan badan usaha yang tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan.


(9)

Pelayanan permohonan perizinan penanaman modal di Indonesia dilakukan oleh Pelayanan Tepadu Satu Pintu (selanjutnya disebut PTSP). Kewenangan pelayanan di tingkat pusat dimiliki oleh PTSP Badan Koordinasi Penanaman Modal (selanjutnya disebut BKPM).

Pelayanan Tepadu Satu Pintu (PTSP) BKPM melayani penyelenggaraan:64 1. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi; 2. Kepentingan nasional pemerintahan di bidang penanaman modal

3. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing. Penyelenggaraan PTSP di tingkat provinsi dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (selanjutnya disebut PDPPM). Sementara itu, penyelenggaraan PTSP di tingkat kabupaten/ kota dilaksanakan oleh PDKPM. Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penanam modal asing wajib melakukan Pendaftaran untuk melakukan penanaman modal sementara penanam modal dalam negeri tidak diwajibkan melakukan Pendaftaran kecuali memang diperlukan.

2. Penanam modal yang akan melakukan penanaman modal dapat langsung mengajukan permohonan Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran sebelum berstatus badan hukum perseroan terbatas dan wajib ditindaklanjuti dengan pembuatan akta pendirian perseroan terbatas

3. Penanam modal yang akan melakukan penanaman modal dapat mengajukan permohonan Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran


(10)

63

sebelum berstatus badan hukum perseroan terbatas apabila memiliki akta pendirian perusahaan dari notaris.

4. Penanam modal yang telah disahkan sebagai badan hukum perseroan terbatas oleh Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia yang akan melakukan penanaman modal dapat mengajukan permohonan Pendaftaran ke PTSP untuk mendapatkan izin pendaftaran.

5. Penanam modal yang sudah mendapatkan izin pendaftaran dapat mengajukan Izin Pelaksanaan konstruksi perusahaan sebelum melakukan kegiatan produksi atau komersialisasi.

6. Penanam modal yang sudah mendapatkan izin pendaftaran dapat menerima fasilitas non fiskal seperti :

a. Angka Pengenal Importir Produsen ( API-P)

b. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing ( RPTKA) c. Rekomendasi Visa Untuk Bekerja

d. Izin Mempekerjakan Tenaga kerja Asing ( IMTA)

7. Perusahaan penanaman modal asing yang telah berstatus badan hukum perseroan terbatas yang bidang usahanya dapat memperoleh fasilitas dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya membutuhkan fasilitas fiskal, wajib mengajukan permohonan kepemilikan Izin Prinsip Penanaman Modal. Perusahaan penanaman modal asing yang belum melakukan Pendaftaran, dapat langsung mengajukan permohonan Izin Prinsip.


(11)

8. Perusahaan penanaman modal yang dalam pelaksanaan penanaman modalnya telah siap melakukan kegiatan/ berproduksi komersial, wajib mengajukan permohonan Izin Usaha Tertap (IUT) ke PTSP.

B. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Kegiatan Penanaman

Modal Asing Sektor Pariwisata

Kewenangan pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah provinsi sebagai daerah otonom memiliki kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota.65

Pelaksanaan desentralisasi pada dasarnya adalah pengalihan sebahagian fungsi-fungsi pemerintahan pusat yang dapat ditangani oleh Pemerintah Daerah.66

Desentralisasi juga dipandang sebagai upaya untuk membedakan dengan rezim penguasa sebelumnya yang dianggap terlalu sentralisasi sehingga tidak memberikan kesempatan kepada daerah untuk berkembang. Bagi negara dengan

Namun tidak semua fungsi-fungsi tersebut dapat dialihkan, tetapi ada yang cukup didelegasikan, atau yang harus tetap ditangani secara langsung oleh pemerintah pusat. Desentralisasi selalu dipandang sebagai suatu solusi parsial terhadap sejumlah permasalahan berkaitan dengan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara demokrasi. Bagi suatu negara yang besar, desentralisasi adalah suatu cara untuk merasionalisasikan barang publik (public goods) dan eksternalitas (manfaat bagi masyarakat) yang berbeda-beda untuk setiap daerah.

65 Deddy Supriady Batakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama), 2004, hlm. 50


(12)

65

beragam etnisitas, desentralisasi merupakan sarana untuk menyatukan keaneka-ragaman ini.67

Adapun kewenangan Propinsi, Kabupaten/Kota, berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 UUPD, dapat digolongkan kepada urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah dan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan.

Berdasarkan UU Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab sehingga memberikan peluang kepada daerah agar dengan leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Namun kewenangan tersebut berdasarkan Pasal 10 ayat (3) UU Pemerintah Daerah pada dasarnya tetap terdapat keterbatasan, antara lain kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama, tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Oleh karenanya untuk dapat melaksanakan otonomi daerah sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. Dan yang paling utama Pemerintah Pusat berkeinginan memberikan pinjaman dana kepada Pemerintah Daerah, untuk membantu Pemerintah Daerah dalam melakukan pembangunan inprastruktur, agar para investor berkeinginan menginvestasikan modalnya ke daerah.

67 Umar Juoro. 2002. “Desentralisasi, Demokrasi dan Pemulihan Ekonomi”, dalam Jurnal


(13)

Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan tersebut meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan, seperti pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan, serta pariwisata.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) UU Pemerintah Daerah tersebut urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi merupakan urusan dalam skala propinsi yang meliputi: Perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; penanggulangan masalah sscial lintas kabupaten/kota; pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; pengendalian lingkungan hidup; pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Adapun kewenangan Kabupaten/Kota berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU Pemerintah Daerah, adalah urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk Kabupaten/Kota, dan merupakan urusan yang berskala Kabupaten/


(14)

67

Kota, yang meliputi: Perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan pendidikan; penanggulangan masalah sosial; pelayanan bidang ketenagakerjaan; fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; pengendalian lingkungan hidup; pelayanan pertanahan; pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi penanaman modal; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Apa yang telah ditentukan dalam Pasal 13 dan 14 UUPD, maka jelaslah bagi kita bahwa daerah otonom, khususnya daerah Kabupaten dan Kota memiliki wewenang dalam bidang penanaman modal. Artinya Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang menarik investasi ke daerahnya untuk melihat peluang investasi bisnis di daerah -daerah yang prospektif.

Sementara itu menurut Wimpy S. Tjetjep peranan Pemerintah Pusat diharapkan hanya sebatas dalam pengaturan dan penciptaan peluang investasi bisnis di daerah-daerah prospektif, antara lain:68

a. Penetapan kebijakan umum untuk pengembangan peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional.

b. Penetapan kebijakan perencanaan nasional untuk adanya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis di daerah-daerah.

68 Wimpy S. Tjetjep. Dari Gunung Api Hingga Otonomi Daerah ( Jakarta: Yayasan


(15)

c. Pengaturan kebijakan kerjasama regional dan internasional untuk mendorong berkembangnya peluang tumbuhnya sumber pembiayaan dan investasi bisnis. d. Pengaturan kebijakan kerjasama antar propinsi dalam pengembangan sumber

pembiayaan dan investasi bisnis.

e. Pengembangan sistem informasi untuk mendapat peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional.

Lebih lanjut Wimpy S. Tjetjep mengatakan peran Pemerintah Propinsi dalam bidang sumber pembiayaan dan investasi bisnis, antara lain: 69

a. Pengaturan pengelolaan obyek dan daya tarik untuk tumbuhnya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis lintas Kabupaten dan Kota.

b. Pengaturan pengelolaan sektor usaha untuk mendorong berkembangnya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis lintas Kabupaten dan Kota.

c. Pengaturan rencana regional di bidang sumber pembiayaan dan investasi bisnis.

d. Fasilitas dan penyelenggaraan promosi untuk mempercepat berkembang peluang adanya pembiayaan dan investasi bisnis antar daerah.

Bahkan sesungguhnya Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang sangat luas mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di daerahnya, dan Kabupaten/Kota dapat langsung mengadakan kerjasama yang Baling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri, termasuk melakukan pinjaman dari sumber luar negeri, sepanjang tetap berkordinasi


(16)

69

denganPemerintah.70

persyaratan, antara lain:

Dengan begitu Kabupaten/Kota dapat melaksanakan kegiatan investasi dan sumber-sumber pembiayaan termasuk perizinan/legalisasinya yang dilaksanakan oleh daerah, dalam anti termasuk Pemerintah Kabupaten/Kota, dunia usaha/pengusaha dan asosiasi pengusaha di daerah.

Upaya untuk mengoptimalkan perwujudan pelaksanaan investasi bisnis di Kabupaten/Kota, salah satu pendekatan yang dapat dikembangkan adalah melalui pengembangan invesment and business networking yaitu pendekatan jaringan kerja bisnis dan mvestasi. Menurut Wimpy S. Tjetjep untuk efektifnya suatu jaringan kerja bisnis dan investasi di daerah, diperlukan

71

a. Something to Offer

Setiap daerah harus bisa menawarkan sesuatu kepada daerah lainnya dan atau negara lainnya (terutama di negara tetangga). Sesuatu yang ditawarkan merupakan suatu potensi yang dimiliki atau yang menjadi keunggulan daerah dan merupakan potensi ciri khas daerah. Sehingga setiap daerah dapat menawarkan potensi yang berbeda.

b. Motivation to Network

Setiap daerah harus memiliki motivasi yang tinggi untuk mengembangkan jaringan kerja bisnis di daerahnya dengan daerah lain dan atau dengan negara lainnya. Untuk mendorong timbuhnya semangat motivasi ini, di daerah harus ditumbuhkembangkan business society. Dalam hal ini setiap daerah harus bisa

70 Ibid 71


(17)

mengembangkan secara sungguh-sungguh faktor-faktor yang dapat memotivasi keinginan membentuk jaringan kerja bisnis dan investasi.

c. Climate for Network

Iklim yang kondusif bagi pengembangan jaringan kerja investasi bisnis, harus diciptakan dan dipelihara setiap daerah, dengan memperhitungkan lingkungan strategis yang berpengaruh, termasuk semakin tajamnya persaingan antar daerah dan antar negara. Fasilitas dan kemudahan harus diciptakan setiap daerah.

d. Bonding

Di setiap daerah harus ada faktor perekat dalam pengembangan jaringan kerja investasi dan bisnis ini. Untuk itu daerah harus mendorong dan memfasilitasi dunia usaha di daerah, serta membentuk dan mengembangkan investment and

business society network. Kemudian Pemerintah Daerah harus mendorong

tumbuhnya dinamika dunia usaha daerah untuk bekerjasama mengembangkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan hubungan jaringan kerja investasi yang ada.

e. Strategic Planning

Untuk mengimplementasikan secara berkesinambungan jaringan kerja investasi dan bisnis, diperlukan adanya perencanaan strategis pengembangannya. Oleh karena itu setiap daerah secara sinergi dengan seluruh unsur-unsur terkait menyusun perencanaan strategic. Dalam penyusunan perencanaan strategis jaringan kerja tersebut Pemerintah Daerah harus berperan lebih aktif termasuk mencari mitra bisnis yang strategis dalam bidang investasi.


(18)

71

f. Inkonsistensi Wewenang Pengelolaan Penanaman Modal di Indonesia Bagi Indonesia, salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yang menyatakan “... membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia... untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ...”. Amanat pembukaan UUD 1945 tersebut telah dijabarkan dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menentukan:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan

kemajuan serta kesatuan ekonomi nasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal ini diatur dalam undang-undang.

Akibat Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tersebut terjadilah ketidakpastian hukum dalam pemberian persetujuan perijinan penanaman modal


(19)

oleh Pemerintah Daerah, yang seharusnya hukum memberikan jaminan kepastian hukum. Oleh sebab itu, aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan penanaman modal, khususnya bagi Daerah belum memberikan jaminan kepastian hukum. Ketidak kejelasan Pemerintah dalam melimpahkan kewenangan penyelenggaraan penanaman modal kepada Pemerintah Daerah, dapat menghambat percepatanpembangunan daerah di seluruh Indonesia.

Salah satu perubahan penting di Indonesia adalah pergeseran pemerintahan yaitu dari pemerintahan yang tersentralisasi menjadi pemerintahan yang desentralisasi nyata yang ditandai dengan pemberian otonomi yang lebih luas dan nyata pada daerah.72 Pada perkembanganya unit-unit pemerintahan daerah di Indonesia baik itu di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota memiliki kewenangan secara penuh untuk melayani dan mengembangkan daerah yang bersangkutan. Sistem desentralisasi ini setidaknya mampu membentuk “hubungan pelayanan yang lebih ideal dan lebih optimal sesuai prinsip pendekatan masayarakat. Dalam artian, dapat menciptakan aspek-aspek perluasan pelayanan, responsibilitas, partisipastif, konsolidasi dan pengawasan teknis.73

Adapun kewenangan tersebut tercantum dalam Pasal 7 (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang desentralisasi bahwa kewenangan Pemerintah Daerah mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yakni pembangunan nasional

Sehingga, dengan adanya pergeseran paradigma tersebut menjadikan peran dan kewenangan Pemerintah Daerah semakin luas.

HAW .Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Divisi Buku Perguruan Tinggi (Jakarta:PT.RaGrafindo Persada, Rajawali Pers, 2009) hlm.27.

73Andy Ramses .M, Edisi 23 Tahun 2006, Dimensi- dimensiPembentukan Daerah


(20)

73

secara makro, perimbangan keuangan, pemeliharaan sistem admistrasi, serta pengembangan teknologi, pembinaan dan pelestarian sumber daya alam serta sumber daya manusia kecuali, bidang pertahanan keamanan, agama, moneter, fiskal.74

Menurud Undang-Undang No.37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri, menjelaskan bahwa hubungan luar negeri di artikan sebagai etiap kegiatan yang Oleh karena, begitu beratnya tugas dan wewenang Pemerintah Daerah merupakan sebuah upaya untuk menggerakan partisipasi segala komponen daerah didalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam serta menciptakan berbagai peluang pembangunan ekonomi sosial bagi seluruh masyarakat. Kondisi tersebut, menjadikan Pemerintah Daerah harus bekerja keras dalam pengelolaan aset daerah tersebut yang tidak mungkin mampu dilalukan oleh daerah yang bersangkutan tanpa bantuan dari pihak lainya. Salah satu cara yang bisa ditempuh oleh Pemerintah Daerah adalah membuka peluang investasi asing melalui hubungan luar negeri.

Memaksimalkan kembali peran Pemerintah Daerah dalam mengelola potensi daerah yang dimiliki dalam hubungan luar negeri dengan negara lain maka Pemerintah Republik Indonesia melegalkan bentuk pembuatan Undang-Undang tata cara hubungan laur negeri (undang No. 37 Tahun 1999) dan Undang-undang perjanjian internasional (Undang-Undang-undang No. 24 Tahun 2000) untuk memberi batasan ruang gerak bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan hubungan luar negeri. Dengan lahirnya kedua Undang-undang ini menjadi dasar hukum sah bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan hubungan luar negeri.

74


(21)

menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga- lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia. Dimana, hubungan luar negeri tersebut merupakan usaha implementasi kebijakana luar negeri Indonesia yang dibentuk dalam berbagai strategi dan tindakan dalam menghadapi Negara lain atau aktor pilitik internasional lainya yang dilakukan oleh para pengambil keputusan di Indonesia dalam usaha pencapaian kepentingan nasional.75 Selain itu, Undang- undang ini juga mengatur aktor yang bisa melakukan hubungan luar negeri yakni: Departemen Luar Negeri RI, Mentri Dalam Negeri, Kementrian Teknis, Lembaga non Pemerintah Diplomat atau Perwakilan RI serta Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah merupakan penyelengara urusan pemerintahan pada tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota yang bertugas membantu dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya bagi Kesatuan Republik Indonesia.76

Hubungan luar negeri harus tetap merupakan masalah yang sangat penting. Hal ini, didasarkan pada tidak ada satu pun negara di dunia ini dapat melepaskan dirinya dari hubungan dengan negara lain. Sehingga, dapat menciptakan saling ketergantungan satu sama lain, apalagi dalam gelombang globalisasi sekarang ini justru setiap negara harus makin meningkatkan kelihaiannya dalam berinteraksi dengan negara lain dan lembaga- lembaga internasional. Apalagi dalam konteks otonomi daerah yang jelas mememiliki peluang untuk kerjasama luar negeri

75Muhamad Ashry. Perjanjian Internasional Dari Pembentukan Hingga Akhir Berlakunya,

(Makassar: PT.Uitoha Ukhuwah Grafika, 2008) hlm.4.


(22)

75

tersebut. Oleh karena, dengan bantuan kerjasama asing tidak menutup kemungkinan dapat memaksimalkan peran Pemerintah Daerah mampu memajukan ekonomi daerahnya.

Akan tetapi, hubungan luar negeri itu sendiri yang diterapkan oleh Indonesia memang memiliki peluang yang sangat besar untuk memajukan ekonomi nasional dengan memaksimalkan peran daerah. Namun demikian, prinsip hubungan luar negeri tetap mengacu pada kebijakan one doorpolicy ,yang merupakan sebuah realitas nasional yang seharusnya disikapi dengan baik oleh Pemerintah daerah. Dimana, realitas tersebut merupakan peluang dan tantangan yang menjanjikan dengan memberi kesempatan kepada setiap Pemerintah Daerah untuk lebih kreatif dalam mengambil langkah dan kebijakan yang konstruktif, efektif, efisien, dan partisipatif dalam memaksimalkan pengembangan potensi daerah yang dimilikinya.77

Oleh karena, Pemerintah RI dalam yakni Departemen Luar Negeri menyiasati hal tersebut dengan menerbitkan panduan umum tata cara hubungan dan kerjasama luar negeri oleh Pemerintah Daerah dimana Departemen Luar

Dengan demikian, setidaknya Pemerintah Daerah selalu sadar akan amanah yang di embannya untuk memajukan ekonomi rakyatnya demi terciptanya kesejateraan ekonomi nasional yang telah di cita-citakan dalam Undang –undang Dasar 1945. Mekanisme pelaksanaan hubungan luar negeri dalam konteks otonomi daerah tetap tidak lepas dari kontroling dari Pemerintah Pusat yakni Departemen Luar Negeri sebagai aktor utama dalam melakukan hubungan luar negeri dengan pihak atau Negara lain terutama para investor asing.

77 Armin Arsyad dan Aspiannor Masrie. Jurnal, Hubungan Luar Negeri Dalam

Kerangka Otonomi Daerah ( Studi Kasus: Provinsi Sulawesi Selatan),(Makassar: Jurusan Politik Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Hasanudin, 2010) hlm.4


(23)

Negeri dengan Pemerintah Daerah terjadi sinkronisasi antara kedua pihak. Sehingga, Departemen Luar Negeri sebagai aktor utama hubungan dan kerjasama luar negeri menjadi parrner utama dan koordinator dalam membantu Pemerintah Daerah dalam melaakukan kerjasama dan hubungan luar negeri. Adapun bentuk bantuan yang dilakukan oleh Departemen Luar Negeri adalah:

a) Memadukan seluruh potensi kerjasama daerah agar tercipta sinergi dalam penyelenggaraan Hubungan & Kerjasama LuarNegeri. b) Mencari terobosan baru (Inisiator). c) Menyediakan data yang diperlukan (Informator. d) Mencari mitra kerja di Luar Negeri. e) Mempromosikan Potensi Daerah di Luar Negeri (Promotor). f) Memfasilitasi penyelenggaraan Hubungan Kerjasama Luar Negeri (Fasilitator). g) Memberi perlindungan kepada daerah (protector)78

Pembagian kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah kemudian mengatur tentang penanaman modal dalam Pasal 12 huruf I. menjadi dasar bahwa pemerintah daerah berkewenangan untuk mengurus urusan penanaman modal di daerah dengan mengkoordinasikan dengan pemerintah pusat. Menuju daerah otonomi yang mandiri dan memiliki pendapatan asli daerahnya, maka pemerintah lewat aturan perundang-undangan menjamin pemerintah daerah untuk mencapai tujuan otonomi daerah, seperti yang menjadi tujuan pemerintahan presiden Jokowidodo dan Wapres M. JusufKalla, bahwa percepatan pembangunan akan dilaksanakan di daerah, percepatan itu dimulai dengan memberikan ekonomi khusus bagi daerah-daerah yang strategis. Pasal 31 Undang-Undang Nomor 25


(24)

77

Tahun 2007 tentang penanaman Modal Pasal tentang kawasan ekonomi khusus adalah:

1. Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga

keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.

2. Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus.

3. Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.

Menurut Liang Gie, otonomi daerah adalah wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan sekelompok penduduk yang berdiam dalam suatu leingkungan wilayah tertentu yang mencakup mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan berbagai hal yang perlu bagi kehidupan penduduk. Sehingga otonomi daerah merupakan hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri dengan menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku.79

79 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:

Grasindo, 2007), hlm.30

UUD 1945 setelah amandemen telah melahirkan konsep otonomi daerah, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan, hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945.


(25)

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintahan daerah berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Asas otonomi dan tugas pembantuan adalah pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintahan daerah memiliki kewenangan menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Daya saing daerah adalah merupakan kombinasi antara faktor kondisi ekonomi daerah, kualitas kelembagaan publik daerah, sumber daya manusia, dan teknologi, yang secara keseluruhan membangun kemampuan daerah untuk bersaing dengan daerah lain. Urusan pemerintah adalah urusan pemerintahan yang mutlak menjadi kewenangannya dan urusan bidang lainnya yaitu bagian-bagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya Pemerintah. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah hanya berwenang atas beberapa urusan pemerintahan yang


(26)

79

bukan termasuk urusan pemerintahan pusat. Di antara urusan yang menjadi wewenang pemerintah pusat adalah Politik luar negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan fiskal nasional, dan Agama. Sehingga pemerintahan daerah hanya berwenang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang eksekutif dan legislatif di daerah. Berdasarkan ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah provinsi tidak hanya melaksanakan kewenangan berdasarkan pada asas desentralisasi politik atau devolusi, akan tetapi juga melaksakan kewenangan berdasarkan pada asas dekonsentrasi. Sedangkan pemerintah kabupaten atau kota hanya melaksanakan kewenangan berdasarkan pada asas desentralisasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri dari urusan wajib dan pilihan.

Kewenangan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan urusan wajib pemerintah daerah dalam hal pengaturan wilayah yang terkait dengan penanaman modal akomodasi pariwisata adalah perencanaan dan pengendalian pembangunan, pengendalian lingkungan hidup dan pelayanan administrasi penanaman modal. Urusan pemerintahan kabupaten yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pemerintahan yang secara nyata adalah urusan pemerintahan yang sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan Pariwisata.


(27)

Berdasarkan ketentuan UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, penyelenggaraan kepariwisataan di Indonesia didasarkan pada asas yang sejalan dan sejiwa dengan etos dan prinsip Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, asas penyelenggaraan kepariwisataan di Indonesia adalah manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan. Selain itu, dimensi pembangunan kepariwisataan yang berbasis prinsip keberlanjutan juga tergambarkan dengan jelas pada Pasal 3 UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan di mana tujuan kepariwisataan adalah untuk: meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan mempererat persahabatan antar bangsa. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, mengenai melestarikan alam dan lingkungan, merupakan salah satu dasar yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam mengerem laju pertumbuhan sarana akomodasi pariwisata khususnya dalam hal pembangunan atau pendirian hotel, karena jumlah hotel berbintang maupun non bintang.


(28)

81

C. Akibat Hukum Pelayanan Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor

Pariwisata Bagi Investor

Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Secara luas pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik80

Keberadaan investor asing di Indonesia tentu saja menimbulkan adanya dampak positif selain juga adanya dampak negatif berupa permasalahan di bidang penanaman modal yang perlu untuk diidentifikasi agar dapat diminimalisir keberadaannya. Adapun dampak positif masuknya Investor asing bagi Indonesia

Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa

80 Spillane, J James.Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan.


(29)

adalah Meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) melalui pengelolaan sumber daya ekonomi.

Akibat hukum ialah akibat yang ditimbulkan oleh adanya suatu hubungan hukum memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga kalau dilanggar akan menimbulkan akibat dan orang yang melanggar dapat dituntut di muka pengadilan.81


(30)

BAB IV

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENANAMAN MODAL ASING SEKTOR PARIWISATA

A. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal

Asing Sektor Pariwisata

Kebijakan investasi harus memiliki dasar filosofi dan hukum yang kuat dan jelas. Kebijakan investasi ibarat jalan yang harus dilalui, bagaimana cara melaluinya serta aturan apa yang harus diikuti agar dapat sampai ketujuan dengan selamat dalam melakukan suatu investasi di suatu negara. Masalah investasi di Indonesia sudah sejak awal kemerdekaan menjadi bagian dari pemikiran actual program ekonomi Indonesia. Ini berkaitan dengan konsep perubahan ekonomi dari ekonomi kolonial ke ekonomi nasional.Secara esencial konsep ekonomi nasional salah satu dimensinya adalah sebuah perekonomian dimana pemilikan, pengawasan, dan pengelolaan di bidang ekonomi berada di tangan golongan pribumi.82

82 Tuhri Jasa Putra, Kegiatan Investasi Pariwisata di Kabupaten Lombok Utara dari

Perspektif Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2014, hlm 6

Pada dasarnya terdapat banyak daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan budaya yang potensial untuk dikembangkan dalam kerangka kepariwisataan serta memiliki kemampuan untuk menjadi salah satu destinasi pariwisata kelas dunia. Kekayaan alam berbasis bahari merupakan potensi yang tinggi untuk dikembangkan tanpa menghilangkan potensi yang ada didaratan seperti danau, air panas dan sungai.


(31)

Potensi kekayaan budaya juga patut diperhitungkan dalam mengembangkan suatu daerah sebagai destinasi utama. Keanekaragaman budaya dan kesenian telah dikenal masyarakat dunia, termasuk keterbukaan dan keramahan masyarakat, serta kekayaan kuliner dipercaya memberi andil besar bagi tumbuhnya minat masyarakat Indonesia untuk datang berkunjung ke suatu daerah. Selain dari potensi alam dan budaya, keberadaan infrastruktur aksesibilitas udara dan laut yang memadai mampu menjadi pendukung pengembangan daerah sebagai destinasi wisata Indonesia. Sarana dan prasarana kepariwisataan juga perlu mengalami peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan yang memadai, namun demikian pengembangan kepariwisataan daerah selayaknya dikembangkan dengan tetap mengacu kepada paradigma baru pembangunan kepariwisataan.83

Kebijakan pariwisata dimasukkan ke dalam kebijakan ekonomi secara keseluruhan yang kebijakannya mencakup struktur dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kebijakan ekonomi yang harus dibuat sehubungan dengan pembangunan pariwisata adalah kebijakan mengenai ketenagakerjaan, penanaman modal dan keuangan, industri-industri penting untuk mendukung kegiatan pariwisata, dan perdagangan barang dan jasa. Kelemahan industri pariwisata Indonesia terutama terletak pada ketersediaan infrastruktur, citra keamanan/kenyamanan, sistem pemasaran, dan promosi. Ketersediaan


(32)

85

infrastruktur sangat vital untuk membangun konektivitas sektor wisata. Selama ini, masalah infrastruktur merupakan kelemahan utama Indonesia.84

Sebagai industri perdagangan jasa, kegiatan pariwisata tidak terlepas dari peran serta pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah bertanggung jawab atas empat hal utama yaitu; perencanaan (planning) daerah atau kawasan pariwisata, pembangunan (development) fasilitas utama dan pendukung pariwisata, pengeluaran kebijakan (policy) pariwisata, dan pembuatan dan penegakan peraturan (regulation). Berikut ini adalah penjelasan mengenai peran-peran pemerintah dalam bidang pariwisata tersebut :85

1. Perencanaan Pariwisata

Pariwisata merupakan industri yang memiliki kriteria-kriteria khusus, mengakibatkan dampak positif dan negatif. Untuk memenuhi kriteria khusus tersebut, memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan sehubungan dengan pengembangan pariwisata diperlukan perencanaan pariwisata yang matang. Kesalahan dalam perencanaan akan mengakibatkan munculnya berbagai macam permasalahan dan konflik kepentingan di antara para stakeholders. Masing-masing daerah tujuan wisata memiliki permasalahan yang berbeda dan memerlukan jalan keluar yang berbeda pula. Dalam pariwisata, perencanaan bertujuan untuk mencapai cita-cita atau tujuan pengembangan pariwisata.

84 (diakses

tanggal 1 April 2016).


(33)

2. Pembangunan Pariwisata

Pembagunan pariwisata umumnya dilakukan oleh sektor swasta terutama pembangunan fasilitas dan jasa pariwisata. Namun, pengadaaan infrastruktur umum seperti jalan, listrik dan air yang berhubungan dengan pengembangan pariwisata terutama untuk proyek-proyek yang berskala besar yang memerlukan dana yang sangat besar seperti pembangunan bandar udara, jalan untuk transportasi darat, proyek penyediaan air bersih, dan proyek pembuangan limbah merupakan tanggung jawab pemerintah. Selain itu, pemerintah juga beperan sebagai penjamin dan pengawas para investor yang menanamkan modalnya dalam bidang pembangunan pariwisata.

3. Kebijakan Pariwisata

Kebijakan merupakan perencanaan jangka panjang yang mencakup tujuan pembangunan pariwisata dan cara atau prosedur pencapaian tujuan tersebut yang dibuat dalam pernyataan-pernyataan formal seperti hukum dan dokumen-dokumen resmi lainya. Kebijakan yang dibuat permerintah harus sepenuhnya dijadikan panduan dan ditaati oleh para stakeholders. Kebijakan-kebijakan yang harus dibuat dalam pariwisata adalah kebijakan yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja, dan hubungan politik terutama politik luar negeri bagi daerah tujuan wisata yang mengandalkan wisatawan manca negara. Umumnya kebijakan pariwisata dimasukkan ke dalam kebijakan ekonomi secara keseluruhan yang kebijakannya mencakup struktur dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kebijakan ekonomi yang harus dibuat sehubungan dengan pembangunan pariwisata adalah kebijakan mengenai


(34)

87

ketenagakerjaan, penanaman modal dan keuangan, industri-industri penting untuk mendukung kegiatan pariwisata, dan perdagangan barang dan jasa.

4. Peraturan Pariwisata

Peraturan pemerintah memiliki peran yang sangat penting terutama dalam melindungi wisatawan dan memperkaya atau mempertinggi pengalaman perjalanannya. Peraturan-peraturan penting yang harus dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan tersebut adalah: (1) peraturan perlindungan wisatawan terutama bagi biro perjalanan wisata yang mengharuskan wisatawan untuk membayar uang muka (deposit payment) sebagai jaminan pemesanan jasa seperti akomodasi, tour dan lain-lain; (2) peraturan keamanan kebakaran yang mencakup pengaturan mengenai jumlah minimal lampu yang ada di masing-masing lantai hotel dan alat-alat pendukung keselamatan lainnya; (3) peraturan keamanan makan dan kesehatan yang mengatur mengenai standar kesehatan makanan yang disuguhkan kepada wisatawan; (4) peraturan standar kompetensi pekerja-pekerja yang membutuhkan pengetahuan dan keahlian khusus seperti seperti pilot, sopir, dan nahkoda. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam seperti; flora dan fauna yang langka, air, tanah dan udara agar tidak terjadi pencemaran yang dapat mengganggu bahkan merusak suatu ekosistem. Oleh karena itu, penerapan semua peraturan pemerintah dan undang-undang yang berlaku mutlak dilaksanakan oleh pemerintah.


(35)

B. Peran Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata

Konteks Pemerintahan Daerah itu sendiri dengan kemajuan dunia inetrnasional dengan teknologi informasinya ini, salah satunya melalui internet memungkinkan Pemerintahan Daerah menggunakan website sebagai sarana komunikasi dan informasi tersebut untuk fungsi pemerintahan seperti pelayanan pajak, transparansi pemerintahan, profil daerah bahkan peluang investasi daerah mampu ditampilkan melalui website tersebut. Jadi, bukan sesuatu yang ganjil jika munculnya Inpres dan SK Menkominfo pada tahun 2003 dalam pemanfaatan teknologi informasi ini dalam struktur pemerintahan.

Adanya keputusan pemerintah tersebut menjadikan sebuah aturan legal bagi Pemerintah Daerah untuk memiliki situs web. Dalam upaya penciptaan e

government di Indonesia setidaknya dengan adanya web tersebut diberbagai

daerah sebagai langkah awal untuk menciptakan pemerintahan dan masyarakat Indonesia yang berbasis teknologi informasi. Sehingga, melihat tujuan akhirnya adanya web untuk pencapaian e government di Indonesia, manfaat lainya mampu dijadikan sebagai sarana diplomasi modern atau yang dikenal dengan e diplomacy sebagai langkah awal untuk mencapai e goverment.

Sehingga, untuk dapat mampu berperan sejauh itu, dibutuhkan sebuah tindakan aplikasi dilapangan dalam bentuk strategi nyata untuk memanfaatkan

web Pemerintah Kabupaten/Kota selain untuk menciptakan pelayanan publik yang

lebih efektif dan efisien juga mampu menjadikannya sebagai alat komunikasi dan media informasi untuk menarik investasi asing. Dalam artian, bahwa strategi ini


(36)

89

merupakan sebuah tindakan dan implemenstasi yang dijalankan untuk menghadapi setiap keadaan yang terjadi dimasa depan, artinya untuk memperhitungkan semua situasi yang mungkin setiap waktu sehingga dibutuhkan tindakan untuk menetapkan dan menyiapkan segala keputusan untuk menghadapi kemungkinan dimasa depan khususnya bidang pariwisata.

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang selama ini masih terpinggirkan sebagai sektor sampingan, sehingga belum mampu memberi kontribusi berarti. Sedangkan sumberdaya telah tersedia melimpah untuk mendukung pengembangannya., tinggal bagaimana strategi pengelolaannya. Kompetisi tinggi di era globalisasi ini membutuhkan dukungan stabilitas ekonomi bangsa dan pariwisata dengan modal besarnya sangat berpotensi untuk dapat jaminan bagi pembagunan yang berkelanjutan, berkeadilan serta pemerataan pembangunan.86

Kearifan lokal dapat menjadi sarana pengembangan pariwisata suatu daerah. Secara geografis, tiap wilayah akan memiliki potensi yang berbeda, sehingga perlakuan dan corak pembangunannya pun perku dibedakan antar wilayah. Pariwisata merupakan potensi lokal yang ada di setiap wilayah. Pengembangan potensi pariwisata tergantung pada kecerdasan menangkap selera pasar dan profesionalisme pengelolaannya. Seiring dengan kemajuan IPTEK, pariwisata mempunyai peluang besar untuk dapat di kelola menjadi industri yang memiliki prospek baik dalam menarik investasi. Namun dua prinsip utama yang hendaknya selalu dijadikan acuan dalam mengembangkannya adalah kelestarian

86 Indra Achmadi. peran-dan-upaya-pemerintah-daerah-dalam.

blogspot.co.id/2014/11/html (diakses tanggal 11 Maret 2016) +


(37)

lingkungan dan keadilan bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu dalam proses pengembangan pariwisata, partisipasi masyarakat harus ditempatkan sebagai tujuan utama.

Antar daerah harus berkompetisi dalam mempromosikan potensi wisatanya. Hal ini hendaknya disikapi secara positif untuk semakin merangsang semangat untuk mengembangkan pariwisata. Selain itu dengan otonomi derah tiap daerah bukan tidak mungkin akan cenderung mementingkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), akibatnya pertimbangan kelestarian lingkungan dan keterjangkauan masyarakat lokal untuk turut merasakannya dapat terabaikan. Perlu adanya rencana pembangunan kepariwisataan yang matang dan terukur, sehingga tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar.

Dalam dinamika kehidupan bangsa yang sekarang ada maupun dipengaruhi kondisi global pengembangan pariwisata dituntut untuk mampu menyiasati terhadap segala keadaan buruk, seperti dampak gejolak politik, wabah penyakit, krisis ekonomi, dan sebagainya. Disinilah kemudian dirasakan perlunya dukungan semua pihak, sehingga pengembangan pariwisata tidaklah semata-mata menjadi tanggung jawab satu instansi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau satu pihak saja. Dalam konteks otonomi daerah, setiap daerah dituntut mampu membuat strategi sesuai dengan potensi dan kemampuannya dalam pengembangan pariwisata yang juga akan berpengaruh besar terhadap pembangunan daerah.

Pariwisata sebagai sektor potensial memberikan prospek yang cerah. Selain memberikan prospek yang cerah terhadap bidang perekonomian, juga dapat


(38)

91

memberikan dampak yang baik bagi kelestarian budaya dan nilai-nilai kearifan lokal setempat di tengah zaman globalisasi. Sektor pariwisata dapat mengembangkan ciri khas atau karakteristik budaya setiap daerah. Selain itu, melalui pengembangan bidang pariwisata juga dapat menjadi media bagi pemerintah daerah untuk mengenalkan seni dan budaya masyarakat setempat ke daerah lain, bahkan kepada masyarakat mancanegara. Bali merupakan salah satu contoh daerah di Indonesia yang telah mampu memajukan daerahnya melalui bidang pariwisatanya. Hal ini perlu segera dilakukan oleh daerah-daerah lain dan dilaksanakan menurut potensi wilayahnya masing-masing. Fakta inilah yang menjadikan sektor pariwisata patut untuk diperhitungkan dalam peranannya menghadapi tantangan global.

Pemberlakuan otonomi daerah telah menimbulkan adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk menguasai aset-aset dan sumber daya yang ada di daerahnya dengan alasan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akibatnya pengeluaran peraturan-peraturan daerah seringkali menjadi tumpang tindih, sehingga menimbulkan permasalahan baru bagi dunia usaha khususnya investor yang akan melakukan usahanya di daerah. Hal ini berarti dengan berlakunya otonomi daerah, pemerintah telah dianggap menghambat investasi karena masih banyaknya biaya tambahan dan berbagai pungutan atau retribusi daerah. Masih ada perebutan kewenangan antar pemerintah pusat dan pemerintah


(39)

daerah dalam hal pemberian izin penanaman modal. Investor masih enggan berhubungan dengan pemerintah daerah.87

Kehadiran Investasi asing tidak serta merta berjalan dengan sendiri tanpa adanya peran dari pemerintah daerah. Dalam hal berinvestasi bahkan menjalin hubungan kerjasama dengan pihak asing, yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian daerah. Ada 8 poin terkait dengan peran dari pemerintah daerah dalam peningkatan Investasi Asing, yaitu :

Peranan pemerintah untuk mendorong penanaman modal, salah satunya dengan melimpahkan kewenangan pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal pada Pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf n, dan Pasal 14 ayat (1) huruf n, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menentukan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan urusan dalam skala Provinsi dan Kabupaten/Kota yang meliputi di antaranya pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas Kabupaten/ Kota.

88

1. Membangun Infrastruktur yang lebih baik

Pembangunan infrastruktur merupakan salah aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan daerah. Infrastruktur juga memgang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ketersediaan infrastruktur yang merujuk pada infrastruktur teknis atau fisik seperti fasilitas:

87 Restuoctavianus.blogspot.co.id/2011/03/penanaman-modal-asing-dalam-rangka.html

(diakses tanggal 11 Maret 2016)


(40)

93

Jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi pelabuhan, pengelolaan limbah. Secara fungsional, infrastruktur, dapat pula mendukung berupa kelancaran aktifitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran produksi barang dan jasa.

2. Tenaga kerja siap pakai

Tenaga kerja merupakan faktor pendukung dalam kemajuan perekenomian. Dalam hal Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menciptakan putra-putri daerah yang berpendidikan, memiliki keterampilan dan keahlian, dan menguasai teknologi.

3. Kemudahan untuk Izin daerah.

Kerumitan dalam hal perizinan baik di pusat bahkan didaerah merupakan hal yang mendorong para investor menurunkan niatnya untuk berinvestasi. Namun, tidak demikian dengan Pemerintah daerah yang menjamin kemudahan untuk investor yang ingin berinvestasi mengurusi segala perizinan seperti, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Gangguan, Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (ITPMB), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Pariwisata, dll, yang terkait dengan kegiatan Penanaman Modal Asing di daerah. 4. Kemudahan berusaha / Insentif

Salah satu cara Pemrintah daerah menarik investasi adalah dengan memberi rangsangan salah satunya insentif dan kemudahan berusaha lainnya. Insentif yang dimaksud adalah kemudahan perizinan melalui skema Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).


(41)

5. Memberikan Jaminan Hukum

Keberadaan Investor sangat diperhatikan oleh Pemerintah daerah dan juga menjamin keberadaan mereka dengan jaminan hukum, agar terciptanya rasa aman dan adanya kenyamanan bagi Investor untuk melakukan kegiatan Investasi di daerah.

6. Melaksanakan Program Bimbingan Teknis (Bimtek)

Pelatihan maupun bimbingan teknis (bimtek), merupakan kegiatan pelatihan dan pengembangan pengetahuan serta kemampuan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan dapat membrikan kontribusi dalam peningkatan kinerja untuk kepariwisataan.

7. Pemerintah daerah membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh investor yang sudah berinvestasi / ikut mencarikan jalan keluar.

8. Corporate Social Responsibility (CSR)

CSR merupakan suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap social maupun lingkungan sekitar dimana perusahan tersebut berada. CSR diharuskan oleh Pemerintah daerah untuk perusahaan yang memiliki investasi jangka panjang. Berikut manfaat CSR bagi masyarakat, yaitu :

1. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat sekitar dan kelestarian 2. Adanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut 3. Meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum


(42)

95

C. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal

Asing Sektor Pariwisata

Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini merupakan faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan. Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain : Pertama faktor Sumber Daya Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor kebijakan pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam perizinan.

Investasi yang akan masuk ke suatu daerah bergantung kepada daya saing investasi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Daya saing investasi suatu daerah tidak terjadi dengan serta merta. Pembentukan daya saing investasi, berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya saing terhadap investasi salah satunya bergantung kepada kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha, sertapeningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Hal yang juga penting untuk diperhatikan dalam upaya menarik investor, selain makroekonomi yang kondusif, juga adanya pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur


(43)

dalam artian luas. Kondisi inilah yang mampu menggerakan sektor swasta untuk ikut serta dalam menggerakkan roda ekonomi.89

Kerja sama antar-daerah dapat menjadi salah satu alternatif mengoptimalkan potensi masing-masing daerah. Pertimbangan efisiensi dan efektifitas serta saling menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang Hadirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah provinsi menganut asas dekonsentrasi sekaligus asas desentralisasi. Berdasarkan atas dekonsentrasi maka provinsi merupakan wilayah adminstrasi. Keberadaan wilayah adminisrasi merupakan implikasi logis dari penerapan asas dekonsentrasi. Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah salah satu kewenangannya yang diberikan kepada pemda adalah mengenai pengelolaan penanaman modal. Kebijakan yang dikembangkan dalam mengelola kewenangan dan potensi daerah yang antara lain meliputi aspek geografis, potensi alam, penduduk/sumberdaya manusia, infrastruktur yang telah dibangun, budaya dan sistem sosial lainnya yang diarahkan pada pemulihan dan peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah. Dalam kaitan ini, kebijakan yang diambil adalah upaya menciptakan iklim yang kondusif agar lapangan usaha semakin berkembang dan lapangan kerja rakyat semakin luas. Untuk menarik investor agar menanamkan modal usahanya di daerah tentunya membutuhkan strategi dan melakukan berbagai upaya agar investor untuk membuat komitmen agar bersedia menanamkan modal usahanya didaerahnya.


(44)

97

menyangkut kepentingan lintas wilayah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, melalui berbagai regulasi (peraturan pemerintah) mendorong kerjasama antar daerah. Kerja sama diharapkan menjadi suatu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik kepentingan antar-daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling menguntungkan.

Kerjasama Antar Daerah (KAD) hanya dapat terbentuk dan berjalan apabila didasarkan pada adanya kesadaran bahwa daerah-daerah tersebut saling membutuhkan untuk mencapai satu tujuan. Kerja sama Antar Daerah (KAD) baru dapat berjalan dengan efektif apabila telah ditemukan kesamaan isu, kesamaan kebutuhan atau kesamaan permasalahan. Kesamaan inilah yang dijadikan dasar dalam mempertemukan daerah-daerah yang akan dijadikan mitra. Komitmen menjadi salah satu dasar penting pelaksanaan kerja sama. Komitmen yang dimaksud adalah komitmen untuk bekerjasama dalam penanganan isu-isu yang telah disepakati, dan lebih mendahulukan kepentingan bersama dibanding kepentingan masing-masing daerah. Komitmen tersebut perlu dimiliki oleh para pejabat, baik pada level teknis, manajerial, maupun pimpinan.

Secara politis kerjasama ini harus menarik bagi semua daerah yang terlibat, maka juga harus menguntungkan bagi semua daerah. Prinsip ”saling menguntungkan” inilah yang menjadi salah satu filosofi dasar kerjasama. Isu-isu strategis yang berkaitan dengan urgensi Kerjasama Antar Pemerintah Daerah selama ini adalah :


(45)

1 Peningkatan Pelayanan Publik : Kerjasama antar daerah diharapkan menjadi salah satu metode inovatif dalam meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan publik.

2 Kawasan Perbatasan : Kerjasama dalam hal keamanan di kawasan perbatasan juga menjadi salah satu isu strategis. Selain dalam hal keamanan, kerjasama di kawasan-kawasan perbatasan juga difokuskan pada pengembangan wilayah, karena daerah-daerah di kawasan perbatasan ini sebagian besar adalah daerah tertinggal.

3 Penanggulangan Bencana dan Penanganan Potensi Konflik : Usaha mitigasi bencana dan tindakan pasca bencana serta usaha menjaga perdamaian antar wilayah dengan rasa saling toleransi dari masyarakatnya. 4 Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran : Keterbatasan

kemampuan, kapasitas dan sumber daya yang berbeda-beda antar daerah menimbulkan adanya kemiskinan (kesenjangan sosial) dan pengangguran. Melalui kerjasama antar daerah, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas daerah dalam penggunaan sumber daya secara lebih optimal dan pengembangan ekonomi lokal, dalam rangka menekan angka kemiskinan dan pengangguran.

5 Peningkatan peran Provinsi UU : 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengisyaratkan perlunya peningkatan peran provinsi, termasuk dalam memfasilitasi penyelesaian permasalahan-permasalahan antar daerah.


(46)

99

6 Pemekaran daerah : Hal ini mengingat kebijakan pemekaran memerlukan lebih banyak sumber daya.

Dalam perkembangannya selama ini, sebagian daerah telah memiliki kesadaran sendiri untuk bekerjasama dengan daerah lain dalam berbagai bidang, terkait dengan isu-isu strategis tadi. Berbagai bentukan kerjasama antar-daerah banyak yang telah berkembang sebelum adanya peraturan perundangan yang khusus memayungi Kerjasama Antar Daerah (KAD) dari pemerintah. Namun, dalam perkembangannya Pemerintah kemudian merumuskan beberapa kebijakan sebagai pedoman penyelenggaraan Kerjasama Antar Daerah (KAD). Setelah era desentralisasi dan otonomi daerah, kebijakan yang mengatur tentang Kerjasama Antar Daerah (KAD) adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005. Setelah itu, dimulai penyusunan PP mengenai Kerjasama Antar Daerah (KAD) yang kemudian disahkan pada tahun 2007, yaitu PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah.90

Dalam rangka melaksanakan amanat UUPM pada Pasal 4 ayat (2) butir b langkah yang dilakukan Pemerintah Daerah adalah dengan menetapkan kebijakan yang dituangkan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah pada salah satu program prioritas yaitu Pembangunan Pemerintah dengan fokus: memperbaiki dan menambah kapasitas pelayanan publik berbasis ICT untuk Begitu disahkannya beberapa regulasi tentang kerja sama antar-daerah, maka kini telah ada dasar hukum pelaksanaannya. Terbangunnya kerja sama antar wilayah diharapkan dapat mengembangkan potensi Negara Indonesia di mata dunia.

90 Antonius Tarigan, “ Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Daya Saing Wilayah,”,


(47)

mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel; meningkatkan mutu Pelayanan Satu Titik (One Stop Service) dengan membuat mutu pelayanan (waktu, biaya, kecepatan) masyarakat dan meningkatan investasi daerah; meningkatkan partisipasi kelompok masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program kinerja pemerintah provinsi; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia aparatur dalam melayani masyarakat dan pelaksanaan tugas Pemerintah melalui pendidikan dan pelatihan lanjut secara berkesinambungan.91

Upaya dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan penanaman modal asing sektor pariwisata, antara lain :

Upaya yang dibangun untuk menarik investasi oleh pemerintah daerah harus diikuti dengan jaminan kepastian hukum bagi kegiatan investasi. Kepastian hukum menurut undang-undang adalah jaminan pemerintah untuk menempatkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai landasan utama dalam setiap tindakan dan kebijakan bagi penanam modal.

92

1. Meningkatkan komitmen kepala daerah dan Stakeholder untuk dapat melaksanakan kegiatan penanaman modal, sehingga tercipta iklim investasi yang kondusif serta memberi jaminan kepastian hukum bagi Investor yang berinvestasi di daerah. Apabila iklim investasi dapat dibangun lebih kondusif yang didukung oleh kepala daerah dan stakeholder yang ada, maka dalam jangka panjang secara makro akan dapat meningkatkan insentif pajak dan

91

Juniarso Ridwan & Achmad Sosik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung:Penerbit Nuansa, 2009), hlm. 9

92

Tulus Tambunan, “Kendala Perizinan dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia dan Upaya perbaikan yang perlu dilakukan pemerintah”,Jurnal hukum Bisnis, Vo. 26, Nomor 4,


(48)

101

pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Akhirnya, dengan iklim investasi yang kondusif, investasi akan meningkat, dan secara sinergi kesejahteraan masyarakat dan kesejahteraan aparatur penyelenggara juga akan meningkat. 2. Membuat peraturan-peraturan kebijakan yang tetap dan konsisten yang tidak

terlalu cepat berubah dan dapat menjamin adanya kepastian hukum karena ketiadaan kepastian hukum akan menyulitkan perencanaan jangka panjang usaha mereka.

3. Prosedur perizinan yang tidak berbelit-belit yang dapat mengakibatkan high

cost economy. Pemerintah pusat sudah seharusnya membantu

sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah daerah dalam menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah. Pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan penanaman modal terpadu satu pintu adalah bagian dari pelayanan publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya kalangan dunia usaha. Pelayanan publik ini sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur Pemerintah sebagai abdi masyarakat. Badan penanaman modal daerah sebagai satuan kerja perangkat daerah berdasarkan peraturan daerah Nomor 9 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja inspektorat, badan perencanaan pembangunan daerah dan lembaga teknis pemerintah daerah merupakan badan yang berwenang di bidang pelayanan penanaman modal terpadu satu pintu/one stop service. Sebagai Badan yang bertanggung jawab terhadap investasi di daerah maka dalam memberikan pelayanan perizinan yang berkaitan dengan penanaman modal dilakukan berdasarkan


(49)

Pemerintah Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah, tentang pelaksanaan perizinan terpadu. Pelaksanaan perizinan ini diharapkan terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, transparan, pasti dan terjangkau, terwujudnya hak-hak penanam modal untuk mendapatkan pelayanan dibidang perizinan serta terciptanya iklim investasi yang kondusif.

4. Meningkatkan sarana dan prasarana yang dapat menunjang terlaksananya investasi dengan baik.

5. Menyusun rencana-rencana penanaman modal daerah yang dalam garis besarnya berisi tujuan, susunan proiritas strategis dan promosi penanaman modal.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab IV, dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan kegiatan investor asing dalam kegiatannya menanamkan modalnya di Indonesia pada sektor pariwisata diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.. Undang-undang No.10.Tahun 2009 Pariwisata. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Badan Koordinasi Penanaman Modal. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.

2. Kewenangan pemerintah daerah dalam pelayanan kegiatan penanaman modal asing sektor pariwisata, wewenang pemerintah daerah sebagaimana halnya didalam izin investasi mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah Pusat dengan berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Provinsi untuk menerbitkan surat persetujuan penanaman Modal yang ditujukan kepada pihak investor,


(51)

3. keperluan perizinan di daerah telah diselesaikan tergantung jenis investasi yang akan dilakukan.

4. Peran pemerintah daerah dalam meningkatkan penanaman modal asing sektor pariwisata, yaitu: pengelolaan infrastruktur, kelangkaan perangkat hukum dan peraturan, meningkatkan sumber daya manusia, ekonomi biaya tinggi (High

Cost Economy)

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini untuk pihak-pihak yang berkepentingan dimasa mendatang demi pencapaian manfaat yang optimal, dan pengembangan dari hasil penelitian berikut :

1. Perlunya konsistensi pelaksanaan UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan peraturan pelaksananya agar penanam modal asing terjamin keamanannya dan mendapatkan perlindungan hukum dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia.

2. Pemerintah Daerah harus lebih aktif dalam mendengar aspirasi dari masyarakat yang terkena dampak dari penerbitan izin tersebut agar fungsi penerapan terhadap para pelaku usaha dapat mencapai kepatuhan terhadap perizinan serta dapat menerapkan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya, meskipun itu sampai dengan pencabutan izin.

3. Diharapkan peran Pemerintah Kabupaten/Kota, antara lain lebih kepada pemberian izin (legalisasi), pengelolaan langsung sumber pembiayaan dan


(52)

105

investasi bisnis serta pemeliharaan dan peningkatan kualitas sarana, kualitas penunjang pelayanan sumber pembiayaan dan investasi bisnis di daerah terutama pada sektor pariwisata.


(53)

B. Penanaman Modal Asing Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 2007 Pemerintah melakukan satu kegiatan usaha yang memerlukan modal dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusianya (SDM) untuk memperoleh hasil yang maksimal guna meningkatkan perekonomian nasioanl. Modal tersebut didapat dari para penanam modal yang menanamkan modalnya. Pada perkembangan ekonomi dunia saat ini, penanaman modal menjadi salah satu altenatif yang dianggap baik bagi pemerintah untuk memecahkan kesulitan modal dalam melancarkan pembangunan nasional, sebab salah satu fungsi penanaman modal, khususnya penanaman modal asing adalah untuk memanfaatkan modal, teknologi, skill atau kemampuan yang dimiliki oleh penanaman modal guna mengelola potensi-potensi ekonomi "(economic

recourcess)" yang sangat memerlukan modal yang besar, teknologi yang canggih,

skill dan kemampuan yang profesional yang belum sepenuhnya mampu tertangani oleh pihak swasta nasional maupun pemerintah sendiri.20

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, menciptakan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang

20


(54)

24

berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.

Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Menurut ketentuan undang-undang tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri (yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-haknya dan benda-benda baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan /disediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1967) bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya.21

21Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: PT RadjaGrafindo

Persada, 2007), hlm.122-123.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970, pada awalnya merupakan dasar hukum bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia. Sejak diundangkannya kedua undang-undang tersebut, kegiatan penanaman modal baik modal asing maupun dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan ekonomi nasional, namun untuk mempercepat perkembangan ekonomi nasional


(55)

diperlukan mengganti kedua undang-undang tersebut.22

Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 tidak mengadakan pembedaan antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Oleh karena itu, undang-undang tersebut mengatur mengenai kegiatan penanaman modal, baik penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dan tidak mengadakan pemisahaan undang-undang secara khusus, seperti halnya undang-undang penanaman modal terdahulu yang terdiri dari dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Undang-undang ini mengatur secara komprehensif berbagai hal mengenai kegiatan penanaman modal secara langsung di Indonesia untuk menetapkan iklim investasi yang kondusif tetapi tetap mengedepankan kepentingan nasional. Dasar pemikiran undang-undang penanaman modal ini adalah bahwa investasi merupakan instrumen penting pembangunan nasional dan diharapkan dapat menciptakan kepastian hukum bagi penanam modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan komitmennyaberinvestasi di Indonesia.

23

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.24

22 Rahayu Hartini, Mengkritisi Undang-Undang Penanaman Modal, Published Oktober 5,

2009, Artikel Bagian 1.


(56)

26

Menurut Komaruddin, yang dikutip oleh Pandji Anoraga merumuskan penanaman modal dari sudut pandang ekonomi dan memandang investasi sebagai salah satu faktor produksi disamping faktor produksi lainnya, pengertian investasi dapat di bagi menjadi tiga,yaitu:25

1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suatu penyertaan lainnya; 2. Suatu tindakan memberi barang-barang modal;

3. Pemamfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di masa mendatang

Selain pembagian penanaman modal yang di kenal dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu yang membagi penanaman modal dengan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, kegiatan penanaman modal pada hakikatnya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Investasi langsung (direct invesment) atau penanaman modal jangka panjang Investasi lansung di Indonesia saat ini diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang memperbaharui ketentuan perundang-undangan yang menyangkut investasi asing sebelumnya. UU tersebut mengatur baik investasi yang dilaksanakan oleh investor dalam negeri maupun investasi yang dilaksanakan oleh investor asing.26

Ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal, pengertian penanaman modal hanya mencakup penanaman modal secara langsung. Penanaman modal adalah ”segala bentuk kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal

25 Pandji Anoraga, Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing, (Jakarta: Dunia

Pustaka Jaya, 1995), hlm 57

26


(1)

ABSTRAK

Analisis Yuridis Terhadap Peran Pemerintah Daerah Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata

*Juergen K. Marusaha. P. Panjaitan ** Budiman Ginting

***Mahmul Siregar

Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata berperan besar dalam pembangunan Indonesia khususnya sebagai penghasil devisa negara.

Rumusan masalah adalah Bagaimana Pengaturan Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata, terdiri dari Penanaman Modal Asing Menurut UU No. 25 Tahun 2007, Penanaman Modal Asing Dalam Rangka Investasi Sektor Pariwisata, dan Pengaturan Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata. Bagaimana Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata, terdiri dari Pelayanan Pemerintah Daerah Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata, Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata, dan Akibat Hukum Pelayanan Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata Bagi Investor. Bagaimana Peran Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata, terdiri dari Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata, Peran Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata, dan Upaya Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan.

Pengaturan kegiatan investor asing di Indonesia sektor pariwisata diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal. Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No.10.Tahun 2009 Pariwisata. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal. Wewenang pemerintah daerah dalam penanaman modal asing sektor pariwisata dalam hal izin investasi, mengajukan rekomendasi ke Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi untuk menerbitkan surat persetujuan Penanaman Modal dimana izin tergantung jenis investasi. Penanaman Modal Asing dapat meningkatkan pendapatan dan potensi daerah.


(2)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yesus, Allah yang penuh kasih setia, karena atas berkat, penyertaan dan kekuatan dari-Nyalah Penulis dapat menjalani hari-hari perkuliahan sampai pada akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.Adapun judul skripsi penulis adalah Analisis Yuridis Terhadap Peran

Pemerintah Daerah Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari penyajian materi maupun penyampaiannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai pihak guna memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam masa penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulis banyak sekali menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

4. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr.Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Ucapan terima kasih yang tiada tara untuk kedua orang tua penulis. Untuk Ayahanda Drs. Jamel Panjaitan, MM dan Ibunda Sumihar br Sinaga, yang telah menjadi orang tua terhebat sejagad raya, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa yang tentu takkan bisa penulis balas.

10. Kepada Kakak-Kakak dan Adik-Adikku Tercinta Renova Panjaitan, Vetty Panjaitan, Venny Panjaitan, dan Praku Jodi Panjaitan.

11. Kepada rekan-rekan mahasiswa/i, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Esther Wita Simanjuntak, Tri Bosco, Arjuna Te Simanullang, Anggiku Jannes Sitanggang, Rawady, Samuel Sinurat, Linton, Rio Elfrado, Enim, Erin, Eldbert, bang Goklas, Rika, bang Jhonny, bang Bob, Yonggi, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


(4)

12. Kepada kawan-kawan Tarutung dan Balige 13. Kepada Gerakan Muda-Mudi Panjaitan (GMP)

14. Dan kepada semua rekan-rekan yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, April 2016 Penulis

Juergen K. Marusaha. P. Panjaitan


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

D. Keaslian Penelitian ... 12

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II PENGATURAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING SEKTOR PARIWISATA ... 23

A. Penanaman Modal Asing Menurut UU No. 25 Tahun 2007 ... 23

B. Penanaman Modal Asing Dalam Rangka Investasi Sektor Pariwisata ... 44

C. Pengaturan Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata ... 52

BAB III KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAYANAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING SEKTOR PARIWISATA ... 59

A. Pelayanan Pemerintah Daerah Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata ... 59


(6)

B. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Kegiatan

Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata ... 64

C. Akibat Hukum Pelayanan Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata Bagi Investor ... 81

BAB IV PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENANAMAN MODAL ASING SEKTOR PARIWISATA ... 83

A. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata ... 83

B. Peran Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata ... 88

C. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA