Latar Belakang Analisa Masalah Persoalan Hubungan Kerja Antara Pemimpin Perusahaan PT Supraco Indonesia Dengan Buruh Kontraknya Di Lingkungan Perusahaan Chevron Di Kecamatan Minas Kabupaten Siak

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kontrak ini sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem karyawan kontrak ini, diyakini akan mampu menggerakkan roda industri secara dinamis. Dampak dari krisis moneter yang selalu dijadikan pembenaran terhadap segala kebijakan pengusaha untuk melakukan efisiensi, penekanan cost, untuk tujuan menjaga stabilitas proses produksi ini, menjadi acuan menarik dengan munculnya sistem tenaga kontrak ini. 1 Dengan adanya buruh kontrak, maka segala permasalahan antara pengusaha dan para buruhnya akan semakin mudah untuk diminimalisir. Kita pahami bersama adanya perbedaan visi dan misi, atau perbedaan target tujuan antara pengusaha dengan buruh yang tidak mungkin satu rel beriringan sejalan. Tentunya pengusaha berupaya mempertahankan sistem ini untuk membangun manajemen yang bisa memanen keuntungan sebesar-besarnya. Sedangkan buruh berjuang untuk kesejahteraan dirinya, seperti kenaikan gaji, bonus, THR, tunjangan kesehatan, tunjangan shift, dll. Tentunya, hal ini akan berpengaruh besar terhadap 1 http:buruhberjuang.wordpress.com20091011buruh-kontrak-dan-serikat-buruh diakses pada hari rabu tanggal 8 Juni 2010 pada pukul 10.16. Universitas Sumatera Utara anggaran finansial perusahaan. Semakin tinggi tuntutan buruh semakin besar pula cost yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Padahal manajemen punya program efisiensi. Dari sini kita bisa menilai bahwa buruh dan pengusaha adalah dua kutub yang berlawanan. Adanya sistem kerja kontrak membuat posisi tawar pekerja atau buruh semakin lemah karena tidak ada kepastian kerja, kepastian upah, jaminan sosial, jaminan kesehatan, pesangon jika di PHK, dan tunjangan-tunjangan kesejahteraan lain. Semakin sempitnya lapangan pekerjaan membuat buruh tidak dihadapkan pada banyak pilihan, kecuali menerima kondisi yang ada. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan yang menggunakan tenaga kerja kontrak. Perusahaan- perusahaan tersebut ada yang merekrutnya sendiri, namun ada juga yang bekerjasama dengan perusahaan penyedia tenaga pekerjaan yang disebut dengan perusahaan outsourching atau perusahaan pemborong tenaga kerja. Pada tahun 2003 pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan terhadap buruh, dengan pertimbangan bahwa beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan yang lama dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan. Dengan adanya UU No. 13 tahun 2003 telah menjadikan titik balik bumerang bagi gerakan buruh di Indonesia. Dengan adanya Undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003 ini kiranya diusahakan sebagai peraturan yang menyeluruh dan komprehensif antara lain mencakup pengembangan masyarakat, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja di Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan Universitas Sumatera Utara hubungan industrial. Tetapi bila dilihat maka Undang-undang ini belumlah menjawab keseluruhan masalah-masalah Rusli:2004. Gerakan buruh di Indonesia harus menerima pil pahit yaitu dengan diberlakukannya karyawan kontrak dan peraturan yang banyak merugikan buruh di Indonesia. Hal ini harus menjadikan sebuah evaluasi lebih dalam dan tajam bagi para pejuang gerakan buruh, analis tenaga kerja, pakar, ilmuwan, aktivis mahasiswa dan perburuhan di Indonesia. Ada sebuah pergeseran besar terjadi pada saat ini tentang status kerja buruh. Dari status kerja tetap menjadi tetap kerja dengan status kontrak atau outsourcing. Pertumbuhan jumlah buruh kontrak dan outsourcing dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa : “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang danatau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dengan demikian, bahwa kata setiap orang dalam pasal di atas dapat berupa laki-laki atau perempuan yang melakukan suatu kegiatan dengan tujuan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa baik untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat. Akan tetapi, sekarang ini banyak diberitakan, dimana para buruh kontrak outsourcing merasa tidak diperhatikan kesejahteraan oleh perusahaan, sehingga mereka melakukan aksi demontrasi yang menuntut Universitas Sumatera Utara kebijaksanaan perusahaan untuk lebih memperhatikan para buruh outsourcing dalam memberikan perlindungan. 2 Masalah perlindungan tenaga kerja dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Kenyataan tersebut terjadi karena berbagai pemikiran inovatif yang muncul, baik dalam bentuk spesialisasi produk, efisiensi dan lain-lain. Untuk memperoleh keunggulan kompetitif, ada dua hal yang dilakukan oleh pengusaha berkaitan dengan ketenagakerjaan, yakni melakukan hubungan kerja dengan pekerja melalui perjanjian kerja untuk waktu tertentu PKWT dan melakukan outsourcing. Buruh outsourcing merupakan pihak yang paling dirugikan dalam suatu perjanjian kerja, karena apabila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan, maka buruh outsourcing tidak mendapatkan hak-hak normatif Pasal 86 ayat 1,2,3 tentang kesehatan dan keselamatan kerja mengatakan : “1 Setiap pekerjaburuh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 2 Untuk melindungi keselamatan pekerjaburuh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. 3 Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 2 http:www.google.co.idhl=idsource=hpq=latar+belakang+buruh+kontrak aq=oaqi=aql=oq=gs_rfai=fp=f9a262a261e6d1c diakses pada hari jumat tanggal 4 juni 2010. Universitas Sumatera Utara sebagaimana layaknya tenaga kerja atau buruh biasa, walaupun masa kerja sudah bertahun-tahun. Praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing membawa efek degradasi atau penurunan pada kondisi kerja dan kesejahteraan buruh. Dalam hubungan kerja ini tidak ada jaminan pekerjaan karena hubungan kerja bersifat kontrak dengan rata-rata masa kontrak 1 tahun, hanya mendapatkan upah mínimum dan menerima beberapa tunjangan yang jumlahnya lebih kecil dibandingkan yang diterima buruh tetap, untuk memperpanjang masa kontrak harus mengeluarkan biaya untuk penyalur tenaga kerja, tidak ada kompensasi saat hubungan kerja berakhir, peluang peningkatan status dan karir sangat kecil. Upah buruh kontrak selalu lebih rendah dibandingkan buruh tetap. Praktek hubungan kerja kontrak dan outsourcing cenderung eksploitatif karena untuk melakukan kewajiban pekerjaan yang sama, buruh kontrak dan outsourcing memperoleh upah dan hak-hak yang berbeda dan sebagian buruh harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pekerjaan atau untuk mempertahankan pekerjaannya. Menurut pasal 52 ayat 1,2,3 mengatakan, 1 Perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. kesepakatan kedua belah pihak; b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. Universitas Sumatera Utara 2 Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a dan b dapat dibatalkan. 3 Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf c dan d batal demi hukum.” Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan yaitu suatu perjanjian dimana pihak pertama, buruh, mengikat diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya yaitu majikan. Dalam hal ini mengikat mengikat diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah. Yang berarti bahwa pihak buruh dalam melakukan pekerjaan berada di bawah pimpinan majikan Soepomo:1975. Hubungan yang terjadi antara buruh dengan perusahaan outsourcing dan perusahaan pengguna pemilik modal, adalah hubungan ketergantungan. Tentunya tipe ketergantungan dependensi yang terjadi yaitu ketergantungan yang tidak seimbang. Dijelaskan bahwa kekuasaan yang menumpuk di tangan kelompok pemberi upah atau borjuis dalam mengelola dan menguasai sumber-sumber daya yang terbatas. Sehingga dalam prakteknya hubungan ketergantungan ini berjalan dengan berat sebelah, karena prinsip para kapitalis yaitu memaksimalkan keuntungan yang menekankan pada efisiensi dan produktivitas, sehingga buruh sering dieksploitasi. Hubungan perburuhan dalam sistem outsourcing sebagaimana yang telah disebutkan diatas sangat merugikan kaum buruh. Universitas Sumatera Utara Masa kerja buruh outsourcing tidak merupakan faktor penentu, karena tiap tahun kontrak kerjasama dapat diperbarui, sehingga masa pengabdian dimulai lagi dari awal saat terjadi kesepakatan kontrak kerja antara perusahaan dengan buruh. Terjadilah hubungan yang tidak sehat disatu sisi pengusaha diuntungkan dan dilain sisi buruh dirugikan. Inilah gambaran hubungan buruh dalam sistem outsourcing. Hak lainnya seperti, pesangon yang diatur dalam Pasal 156 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UMPK Pasal 156 ayat 3, uang pengganti perumahan dan pengobatan Pasal 156 ayat 4 dan uang pengganti cuti tahunan yang bersangkutan saat penghentian hubungan kerja, serta uang gaji yang dihitung sejak diberhentikan, merupakan bukan hak dari buruh outsourcing. Perusahaan selain menggunakan sistem kontrak dalam waktu tertentu dengan masa cobaan kerja tiga bulan pada buruhnya, perusahaan juga menggunakan sistem kerja borongan. Sistem kerja borongan dipergunakan oleh perusahaan untuk mengimbangi pesanan konsumen dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah yang banyak. Perjanjian kerja antara buruh dengan perusahaan sering menggunakan sistem perjanjian kerja dalam waktu tertentu berdasarkan lama waktu dan selesainya suatu pekerjaan yang disebut dengan buruh outsourcing. Para buruh outsourcing dengan menggunakan perjanjian waktu tertentu telah merugikan buruh. Dalam hal gaji, buruh hanya memperoleh gaji pokok dan uang makan yang besarnya minim. Para buruh outsourcing tidak memperoleh tunjangan kesejahteraan dan kesehatan. Selain itu, buruh outsourcing juga terancam PHK secara sepihak dari perusahaan. Dengan demikian, buruh Universitas Sumatera Utara harus menerima perlakuan tersebut, karena begitu sulitnya untuk mencari pekerjaan. Kontrak kerja dengan masa percobaan yang dilakukan oleh perusahaan, secara langsung menguntungkan perusahaan, karena perusahaan tidak akan menambah upah buruh berdasarkan lama kerja. Penyebab perusahaan dalam memberikan upah yang murah adalah kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, tetapi tetap bisa bersaing di dalam maupun luar negeri Sulaiman:2008. Perusahaan hanya membayar upah buruh dengan masa percobaan dan lamanya pekerjaan dapat diselesaikan oleh buruh. Selain itu, buruh yang terikat perjanjian kerja waktu tertentu tidak mendapatkan jaminan kesejahteraan sosial buruh JAMSOSTEK, karena masih dalam masa percobaan. Keadaan buruh yang demikian, penting diperhatikan untuk mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum untuk buruh outsourcing dapat dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakkan-kebijakkan yang mengatur perlindungan hukum bagi buruh, sehingga perusahaan akan lebih memperhatikan kesejahteraan buruh. Di lain sisi perusahaan harus menghemat pengeluaran perusahaan namun ia juga akan berhadapan dengan masalah kompetensi. Maka untuk itu, biasanya perusahaan yang merekrut para karyawan outsourcing biasanya akan mengupah mereka dengan gaji di bawah UMR. Pada sisi karyawan outsourcing itu sendiri, mereka mengalami ketidak pastian, sebab sewaktu waktu mereka bisa di PHK tanpa adanya pesangon serta masalah gaji yang rendah. Mereka juga tidak Universitas Sumatera Utara mendapat hak hak jaminan sosial sebagaimana yang diatur dalam UU ketenaga kerjaan. Menghapus sistem outsourcing tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengingat ada beberapa pekerjaan pada suatu perusahaan yang tidak berlaku permanen, seperti tukang cat, cleaning servis, atau pun pekerjaan yang berkala. Untuk itu kerugian tersendiri bagi perusahaan untuk merekrut pegawai permanen untuk pekerjaan berkala tersebut. Upah tidak layak, sistem kontrak, dan outsourcing, masih menjadi masalah utama perburuhan Indonesia. Serikat pekerja menilai lemahnya pengawasan pemerintah menjadi penyebab utama berbagai penyimpangan dalam perekrutan buruh. Namun demikian, para karyawan outsourcing tidak terlindungi dan tidak terpenuhi hak-haknya. Sebagian besar daripada mereka digaji di bawah UMR mengingat mereka yang biasanya menjadi karyawan outsourching adalah mereka yang tidak memilik kompetensi tinggi. 3 3 Pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah Soepomo:2003. http:buruhberjuang.wordpress.com20091011buruh-kontrak-dan-serikat-buruh diakses pada hari rabu tanggal 8 Juni 2010 pada pukul 10.16 Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah