Hubungan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan pada perusahaan mikro, kecil dan menengah.

(1)

Intan Riana Dewi ABSTRACT

This study were aimed to determine the relationship between leader supervision with discipline employees. The hypothesis purposed in this research: there the positive correlation between leader supervision with employees discipline. Subjects in this study were 177 employees from 14 micro, small, medium enterprise who have worked for minimum three months. Realibility in this research were tested using Alpha Cronbach. The leader supervision scale consist of 24 items with realibility value 0,921. Employee discipline scale filled by employee consist of 16 items and realibility value was 0,843 and scale of discipline employee filled by supervisor consist of 8 items and realibility value was 0,791. The data was analyzed by Spearman Rho technique. The result of hypothesis test showed that correlation of leader supervision and employee discipline was 0,0471 with p = 0,000 (p<0,05). This result indicated that there was a significant positive correlation between leader supervision and employee discipline.


(2)

Intan Riana Dewi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Subjek penelitian ini adalah 177 karyawan dari 14 perusahaan mikro, kecil, menengah yang berbeda dengan masa kerja minimal 3 bulan. Reliabilitas skala diuji menggunakan teknik Alpha Cronbach. Skala pengawasan pemimpin yang terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,921. Skala kedisiplinan kerja yang diisi oleh karyawan yang terdiri dari 16 aitem dengan nilai reliabilitas 0,843 dan skala kedisiplinan kerja yang dinilai pengawas terdiri dari 8 aitem dengan nilai reliabilitas 0,791. Data penelitian ini termasuk dalam distribusi data yang tidak normal. Uji hipotesis data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,471 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja.


(3)

i

HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN PEMIMPIN DENGAN KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN MIKRO,

KECIL, DAN MENENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi PSikologi

Disusun Oleh:

Nama : Intan Riana Dewi NIM : 119114127

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Aku ceritakan kesedihanku, Kepada sungai..

agar sungai mengajariku

Bagaimana mengalir tanpa sedikitpun mengeluh.”

(Khrisna Pabhicara, Sepatu Dahlan)

“Aku tidak berusaha menjadi lebih baik dari orang lain Aku berusaha menjadi lebih baik dari diriku yang dulu.”

(Pidi Baiq)

Karya sederhana ini aku persembahakan untuk… Allah SWT, yang selalu menuntun langkah kecilku.. Mama, Papa, yang tidak pernah lupa mendoakanku.. Kedua kakak laki-laki ku, yang sangat menginspirasiku.. Seseorang yang tidak pernah ingin melihatku menyerah..


(7)

(8)

vi

HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN PEMIMPIN DENGAN KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN MIKRO,

KECIL, DAN MENENGAH Intan Riana Dewi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Subjek penelitian ini adalah 177 karyawan dari 14 perusahaan mikro, kecil, menengah yang berbeda dengan masa kerja minimal 3 bulan. Reliabilitas skala diuji menggunakan teknik Alpha Cronbach. Skala pengawasan pemimpin yang terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,921. Skala kedisiplinan kerja yang diisi oleh karyawan yang terdiri dari 16 aitem dengan nilai reliabilitas 0,843 dan skala kedisiplinan kerja yang dinilai pengawas terdiri dari 8 aitem dengan nilai reliabilitas 0,791. Data penelitian ini termasuk dalam distribusi data yang tidak normal. Uji hipotesis data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,471 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja.

Kata kunci: Pengawasan pemimpin, kedisiplinan kerja, perusahaan mikro kecil menengah


(9)

vii

RELATIONSHIP BETWEEN LEADER WITH DISCIPLINE WORK OF EMPLOYEE

Intan Riana Dewi ABSTRACT

This study were aimed to determine the relationship between leader supervision with discipline employees. The hypothesis purposed in this research: there the positive correlation between leader supervision with employees discipline. Subjects in this study were 177 employees from 14 micro, small, medium enterprise who have worked for minimum three months. Realibility in this research were tested using Alpha Cronbach. The leader supervision scale consist of 24 items with realibility value 0,921. Employee discipline scale filled by employee consist of 16 items and realibility value was 0,843 and scale of discipline employee filled by supervisor consist of 8 items and realibility value was 0,791. The data was analyzed by Spearman Rho technique. The result of hypothesis test showed that correlation of leader supervision and employee discipline was 0,0471 with p = 0,000 (p<0,05). This result indicated that there was a significant positive correlation between leader supervision and employee discipline.


(10)

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho dan penyertaan-Nya selama penyusunan skripsi sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak yang terlibat dari awal hingga kahir selama proses pengerjaan skripsi. Atas segala bantuan yang diberikan penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Y. B. Cahya Widiyanto, S.Psi., M.Si. selaku Wakil Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Psi. selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memilih dan menetapkan dosen pembimbing skripsi terbaik bagi saya.

4. Bapak C. W. Adinugroho, M.Psi selaku Dosen Pendamping Akademik yang

telah membimbing saya dari awal kuliah sampai akhir, membimbing saya dalam masa galau akademik.

5. Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi. selaku Dosen Pembimbig Skripsi yang

telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya, perhatian dan kerendahan hatinya untuk membimbing saya menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu P. Henrietta P. D. A. S., M.A. selaku dosen seminar pada semester 7 yang


(12)

x

7. Segenap dosen, staff akademik, dan karyawan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma atas segala bantuan selama penulis menjalani studi.

8. Seluruh Karyawan dan Pemilik Usaha yang bersedia menjadi subjek

penelitian ini, untuk meluangkan waktu demi meingisi kuisioner yang saya bagikan.

9. Mamah kribo, terimakasih atas segala doa yang telah dipanjatkan disetiap

ibadah mamah untuk putrimu satu-stunya. Terimakasih atas semua ocehan-ocehan yang didalamnya penuh dengan harapan yang besar.

10. Papah, salah satu kebanggaan tersendiri memiliki dan disayangi oleh laki-laki sepertimu. Terimakasih atas segala nasehat, doa, dan omelan yang kau beri untuk putri kecilmu satu-satunya di dunia ini,

11. Oh Willy dan Oh Fendy, kedua kakak laki-laki saya yang sangat menginsipirasi kehidupanku. Terimakasih atas semua ajaran-ajaran baikmu, yang mengajariku untuk selalu kuat dan keras agar tidak kalah dengan dunia. Sungguh aku ingin menjadi sepertimu.

12. Dhani Wurianto, manusia yang selalu berikan kesabaran dan motivasi seperti Mario teguh. Orang sederhana yang memandang kehidupan secara sempurna, dan selalu bersyukur. Tak perlu kujelaskan kebaikanmu karena tak akan cukup lembaran-lembaran ini menceritakanmu.

13. Seluruh teman dan sahabat di Purwokerto, kampung halamanku, yang selalu menghinaku dan mendukungku. Terimakasih atas semua kaceriaan dan obrolan menarik yang membangkitkan semangatku.


(13)

xi

14. Sahabatku di sini, Komar yang selalu ada saat senang duka hujan panas. Hahaha. Terimakasih atas tingkah laku dan cerita-cerita yang aneh yang membuatku ketagihan.

15. Teman-teman kosan, sebelah kamar, yang di atas yang di bawah. Terimakasih atas keceriaan dan perhatian serta semangat-semangat yang kalian tularkan kepadaku.

16. Teman-teman PSIKOLOGI 2011, khususnya kelas C.

Dulu kami menyebut dengan nama GKC. Terimakasih atas segala keceriaan yang diberikan dari awal kuliah sampai sekarang semoga pertemanan kita tiada ujungnya. Semoga tak ada satupun dari kalian yang melupakanku. Muahaha

17. Teman-teman seangkatan sedosen pembimbing Pak Tius. Terimakasih ya atas dukungan dan semangat yang diberikan. Terimakasih juga saat ngerjain bareng kalian, aku Cuma dapet satu kalimat dan dapet gossip yang banyak. Hahahaha. I’m to Glad to meet you!

18. Semua teman-teman Psikologi Universitas Sanata Dharma yang tak bisa kusebutkan satu-satu, yang pernah satu tim dengan ku disebuah kepanitiaan. Terimakasih atas smua pihak yang membantuku, mengajariku ketika aku kebingungan. Aku bahagia menjadi keluarga Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk


(14)

xii

memperbaiki karya ilmiah ini. Penulis juga berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.


(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERESTUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERYATAAN PERSETUJUAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR GRAFIK ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB1. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ... 11

A. Kepemimpinan ... 11

1. Pengertian Kepemimpinan Dan Pemimpin ... 11

2. Tugas Pemimpin ... 13

B. Pengawasan ... 14

1. Pengertian Pengawasan ... 14

2. Tipe-tipe Pengawasan ... 15

3. Dampak Pengawasan ... 18

C. Kedisiplinan Kerja ... 20


(16)

xiv

2. Aspek-aspek Kedisiplinan Kerja ... 22

3. Faktor-Faktor Kedisiplinan Kerja ... 24

4. Tujuan Kedisiplinan Kerja ... 30

D. Perusahaan Mikro, Kecil, Menengah ... 33

E. Hubungan Pengawasan dengan Kedisiplinan Kerja ... 36

F. Kerangka Penelitian ... 38

G. Hipotesis ... 39

BAB III. METODE PENELITIAN... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Variabel Penelitian ... 40

C. Definisi Operasional... 40

1. Pengawasan Pemimpin... 41

2. Kedisiplinan Kerja ... 41

D. Subjek Penelitian ... 42

E. Metode Pengumpulan Data ... 42

1. Skala Penilaian Pengawasan Pemimpin ... 43

2. Skala Penilaian Kedisiplinan Kerja ... 44

F. Validitas dan Reliabilitas ... 47

1. Validitas ... 47

2. Seleksi Aitem ... 48

a. Skala Pengawasan ... 50

b. Skala Kedisiplinan Kerja Karyawan ... 51

1. Reliabilitas ... 54

H. Metode Analisis Data ... 56

1. Uji Asumsi ... 56

a. Uji Normalitas ... 56

b. Uji Linearitas ... 57

2. Uji Hipotesis ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Pelaksanaan Penelitian ... 60


(17)

xv

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 62

D. Hasil Penelitian ... 65

1. Uji Asumsi ... 65

a. Uji Normalitas ... 65

b. Uji Linearitas ... 68

1) Uji Linearitas Pengawasan Pemimpin dengan Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 68

2) Uji Linearitas Pengawasan Pemimpin dengan Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 70

3) Uji Lineritas antar SkalaKedisiplinan Kerja ... 72

2. Uji Hipotesis ... 73

E. Pembahasan ... 76

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 83

1. Bagi Subjek Penelitian ... 83

2. Bagi Perusahaan Mikro, Kecil dan Menengah ... 84


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Pengawasan Pemimpin ... 44

Tabel 2. Penilaian Skala Pengawasan Pemimpin ... 44

Tabel 3. Blue Print Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 46

Tabel 4. Blue Print Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 46

Tabel 5. Penilaian Skala Kedisiplinan Kerja... 47

Tabel 6. Sebaran Aitem Skala Pengawasan ... 50

Tabel 7. Skala Penelitian Pengawasan Pemimpin... 51

Tabel 8. Sebaran Aitem Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan)... 52

Tabel 9. Skala Penelitian Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 53

Tabel 10. Sebaran Aitem Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 53

Tabel 11. Skala Penelitian Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 54

Tabel 12. Nilai Koefisien Reliabilitas ... 59

Tabel 13. Data Demografis Subjek Penelitian ... 62

Tabel 14. Deskripsi Data Penelitian ... 62

Tabel 15. Hasil Uji T Mean Skala Pengawasan Pemimpin ... 63

Tabel 16. Hasil Uji T Mean Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 64

Tabel 17. Hasil Uji T Mean Skala Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 64

Tabel 18. Hasil Uji Normalitas ... 65

Tabel 19. Hasil Uji Linearitas 1 ... 68

Tabel 20. Hasil Uji Linearitas 2 ... 70

Tabel 21. Uji Korelasi Skala Pengawasan dengan Skala Kedisiplinan Kerja (diisi karyawan) ... 74


(19)

xvii

DAFTAR BAGAN


(20)

xviii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Kurva Pengawasan Pemimpin ... 66

Grafik 2. Kurva Kedisiplinan Kerja (diisi Karyawan) ... 67

Grafik 3. Kurva Kedisiplinan Kerja (diisi Pengawas) ... 67

Grafik 4. Scatterplot Hasil Uji Linearitas 1 ... 69

Grafik 5. Scatterplot Hasil Uji Linearitas 2 ... 71


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Tryout Pengawasan Pemimpin dan Kedisiplinan Kerja (diisi

oleh karyawan) ... 89

Lampiran 2. Skala Tryout Kedisiplinan Kerja (diisi oleh pengawas) ... 99

Lampiran 3. Skala Penelitian Pengawasan Pemimpin dan Kedisiplinan Kerja (diisi oleh karyawan) ... 104

Lampiran 4. Skala Penelitian Kedisiplinan Kerja (diisi oleh pengawas) ... 118

Lampiran 5. Uji Reliabilitas Skala ... 128

Lampiran 6. Deskriptif Data Penelitian ... 128

Lampiran 7. Uji Normalitas ... 130

Lampiran 8. Uji Linearitas ... 131


(22)

(23)

ada beberapa faktor yang menentukan kualitas tenaga kerja yaitu tingkat kecerdasan, bakat, sifat kepribadian, kualitas fisik, etos (semangat kerja), dan disiplin kerja.

Selain itu, suatu ulasan empiris pada penelitian yang sejenis oleh

Sanjaya (2009) tentang “Pengaruh Kedisiplinan Terhadap Produktivitas

Kerja Karyawan Pada Perusahaan Keripik Kentang Di Junrejo Batu”juga

menyatakan bahwa suatu perusahaan tidak terlepas dari unsur karyawan sebagai pekerja dalam kegiatan bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu sikap kerja yang mempengaruhikeberhasilan suatu perusahaan adalah kedisiplinan sehingga kedisiplinan karyawan diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk lebih produktif. Tujuan perusahaan tidak akan tercapai tanpa peran aktif tenaga kerja yang disiplin, oleh sebab itu kedisiplinan merupakan salah faktor yang penting dalam keberhasilan suatu perusahaan itu sendiri.

Inayati (2014) menyatakan bahwa pegawai merupakan motor penggerak utama dalam organisasi. Sebagai karyawan yang baik, maka karyawan itu harus memiliki disiplin kerja. Disiplin kerja yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja pada dasarnya merupakan suatu sikap kepatuhan terhadap peraturan-peraturan, norma, hukum dan tata tertib yang berlaku. Disiplin kerja sangat perlu dalam organisasi, karena dapat memperlancar tujuan pencapaian tujuan organisasi.


(24)

Hasibuan (2004) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah sikap seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosialyang berlaku. Karyawan dengan disiplin kerja yang baik diharapkan mampu melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan efektif dan efisien. Seseorang yang mempunyai kedisiplinan cenderung akan bekerja sesuai dengan peraturan dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Disiplin kerja pegawai yang tinggi, akan mampu mencapai efektivitas kerja yang maksimal, baik itu disiplin waktu, tata tertib atau peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Pada pengertian disiplin terdapat dua hal yang penting, yaitu hal yang berkaitan dengan waktu dan hal yang berkaitan dengan kegiatan atau perbuatan. Seorang pekerja yang berdisiplin tinggi, masuk kerja tepat pada waktunya, demikian juga pulang pada waktunya, dan selalu taat pada tata tertib (Anoraga, 1992). Disiplin kerja seorang karyawan tidak hanya dilihat dari absensi, tetapi juga bisa dinilai dari sikap karyawan tersebut dalam melaksanakan pekerjaan. Karyawan yang mempunyai disiplin tinggi tidak menunda-nunda pekerjaan dan selalu berusaha menyelesaikan tepat waktu (Setiawan, 2013).

Menurut Saydam (2005) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhitimbulnya perilaku disiplin kerja, yaitu: besar kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan, ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan,


(25)

keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan, ada tidaknya pengawasan pimpinan, ada tidaknya perhatian kepada para karyawan, dan terciptanya kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Berdasarkan hasil wawancara pribadi yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 Februari 2015 dengan beberapa pemilik usaha mikro, kecil dan menengah tersebut, beberapa dari pemilik tempat usaha mengeluhkan tentang kedisiplinan kerja karyawan mereka. Permasalahan ini nampak dari beberapa fenomena yaitu karyawan yang datang terlambat, meninggalkan tempat kerja tanpa izin, tidak masuk kerja tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, tidak serius dalam bekerja, dan menunda pekerjaan.

Plunkett dan Attner (dalam Anoraga & Suyati, 1995) mengemukakan

bahwa leadership atau kepemimpinan adalah sebagai proses

mempengaruhi grup atau individual untuk merencanakan tujuan dan mencapai tujuan tersebut. Ia harus dapat membuat perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan serta keputusan yang efektif. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah mengendalikan tingkah laku kelompok. Tugas ini adalah mengawasi, memantau, dan mengendalikan tingkah laku kelompok yang mungkin dapat merugikan atau tingkah laku individu yang dapat merugikan kelompok.

Salah satu fungsi pemimpin menurut Fleishman & Haris dalam Schultz, D. & Schulttz, S.E (2010) berkaitan dengan fungsi kepemimpinan, pengorganisasian, mendefinisikan dan mengarahkan


(26)

kegiatan kerja bawahan. Atasan harus menetapkan tugas khusus untuk karyawan, mengarahkan cara dimana tugas harus dilakukan, dan memantau pekerjaan untuk memastikan bahwa pekerjaan itu sedang dilakukan dengan benar (Schultz, D. & Schulttz, S.E.,2010). Hal ini selaras dengan proses pengawasan yang dikemukakan oleh Winardi (1989) yaitu penetapan standar pelaksanaan, membandingkan hasil pekerjaan dengan standar yang ada dan melaksanakan tindakan koreksi guna memperbaiki penyimpangan dari standar.

Selain itu, pengawasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya disiplin kerja, dimana pengawasan ini adalah tindakan nyata dan efektifitas dalam mewujudkankedisiplinan karyawan perusahaan. Suatu pengawasan dikatakan penting karenatanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi para pekerjanya. Pengawasan juga merupakan salah satu upaya pemimpinuntuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan (Agustina & Bismala, 2014).

Pengawasan pemimpin adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dilakukan seseorang, agar proses pekerjaan tersebut sesuai dengan hasil yang diinginkan. Pengawasan dilakukan ketika kegiatan operasional itu sedang berlangsung. Pengawasan yang telah dilakukan adalah untuk membantu


(27)

terlaksananya kesepakatan pencapaian sasaran organisasi (Kadarisman, 2012).

Fungsi pengawasan adalah mengecek seluruh kegiatan dan menjaga agar kegiatan tersebut terarah dengan tepat menuju pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan apabila ditemukan peyimpangan maka diambil tindakan koreksi (Mansoer, 1989).

Sementara itu, orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan (Saydam, 2005). Hal ini sama dengan apa yang diutarakan Nawawi (1989) bahwa fungsi pengawasan dapat dilakukan sendiri oleh setiap pemimpin, terutama jika jumlah bawahannya dan unit kerja di lingkungannya tidak terlalu banyak. Namun, di samping itu, pengawasan pun dapat dilakukan dengan menunjuk orang lain atau mempercayakannya pada suatu unit kerja yang khusus dibentuk untuk menjalankan fungsi pengawasan. Cara kedua ini dilakukan apabila pemimpin sangat sibuk dengan kegiatan yang lain.

McCromick &Ilgen (1980) juga menyatakan individu yang berkedudukan sebagai pengawas diharapkan untuk merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan orang-orang untuk lebih tanggung jawab, sehingga mencapai tujuan yang ditetapkan untuk kelompok mereka. Mereka diharapkan untuk menunjukkan kepemimpinan


(28)

dengan mempengaruhi anggota kelompok untuk berkontribusi di setiap kegiatan organisasi.

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan apa yang telah diciptakan. Namun sudah seperti hal yang tidak asing lagi bahwa pada dasarnya manusia selalu ingin bebas. Hal ini sama dengan karyawan yang cenderung ingin bebas dari segala peraturan yang ada. Para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja dengan adanya pengawasan seperti demikian, maka kurang lebih para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja sehingga mereka tidak berbuat semaunya di dalam perusahaan (Saydam, 2005).

Berdasarkan hasil wawancara dan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berfokus pada hubungan antara pengawasan pemimpin dan kedisiplinan kerja karyawan.

Suatu ulasan empiris pada penelitian yang sejenis oleh Agustina &

Bismala (2014) dengan judul “Dampak Pengawasan Dan Kepuasan Kerja

DalamMempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara

IV (Persero) Medan” menyatakan bahwa pengawasan tidak berpengaruh

terhadap disiplin kerja. Namun, pada penelitian yang sejenis pula pada

tahun 2004 oleh Desy Arisandy dengan judul “Hubungan Antara Persepsi

Karyawan Terhadap Kontrol Supervisor dan Kedisiplinan Kerja Karyawan


(29)

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara persepsi terhadap kontrol atasan dengan disiplin kerja. Artinya, semakin positif persepsi karyawan terhadap kontrol atasan maka semakin tinggi disiplin kerja. Selain itu hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwakontrol atasan mampu memberikan kontribusi yang berarti pada disiplin kerja sebesar 45,96%. Hasil yang berbeda dari penelitian yang sejenis tersebut, semakin membuat peneliti sangat tertarik untuk membuktikan hal tersebut dalam penelitian ini.

Penelitian ini melakukan saran dari penelitian sejenis yang sebelumnya yang dilakukan oleh Putri pada tahun 2012, dimana aspek kedisiplinan kerja hanya dinilai oleh karyawan sendiri tanpa ada penilaian dari atasan sehingga besar kemungkinan adanya bias dari karyawan dan juga kurang menggambarkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya sehingga saran yang diberikan kepada peneliti selanjutnya adalah atasan sebaiknya memberikan penilaian juga tentang karyawannya. Berdasarkan saran tersebut, maka penilaian kedisiplinan kerja pada penelitian ini akan melibatkan penilaian dari atasan dengan cara memberikan skala

kedisiplinan kerja untuk menilai kedisiplinan karyawan yang


(30)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan pada perusahaan mikro, kecil, menengah?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah pengawasan pemimpin memiliki hubungan dengan kedisiplinan kerja karyawan pada perusahaan mikro, kecil dan menengah. Selain itu tujuan dari penelitian ini adalah dengan melaksanakan pengawasan pemimpin, peneliti mengharapkan semakin baik pengawasan pemimpin semakin tinggi kemungkinan karyawan lebih disiplin dalam bekerja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari peneilitian ini bermanfaat bagi perkembangan beberapa ilmu psikologi yaitu Psikologi Industri Organisasi, Psikologi Kepemimpinan dan Ilmu Psikologi dalam Perusahaan. Selain itu menambah sumbangan pada teori perilaku organisasi, dan manajemen sumber daya manusia khususnya untuk memperkaya pemahaman mengenai pengawasan pemimpin yang dapat berdampak pada peningkatan kedisiplinan kerja karyawan.


(31)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan refleksi, evaluasi dan pembelajaran bagi atasan atau pimpinan atau pemilik usaha dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pegawai sehingga mampu meningkatkan kedisiplinan kerja para karyawan, dan kedua belah pihak mampu bekerja dengan etos kerja yang baik serta lebih professional dalam menjalankan perusahaan tersebut.


(32)

(33)

Menurut Hogg (dalam Day, Kelloway, Hurrel 2014) kepemimpinan merupakan hal yang berkaitan dengan bagaimana beberapa individu yang memiliki pengaruh dalam mengatur agenda, mendefinisikan identitas organisasi dan mengarahkan orang untuk mencapai tujuan.

Sementara itu, pemimpin adalah seseorang yang memimpin dengan

jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,

menunjukkan, mengorganisasikan atau mengendalikan orang lain melalui prestise, kekuasaan atau posisi (Henry Pratt dalam Anoraga & Suyati, 1995). John Gage Alle dalam Kartono (2003) juga menyatakan hal yang senada bahwa pemimpin itu adalah pemandu, penunjuk, penuntun dan komandan.

Plunkett dan Attner (dalam Anoraga & Suyati, 1995) seorang pemimpin atau manajer harus dapat membuat perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan serta keputusan yang efektif. Salah satu tugas seorang pemimpin adalah mengendalikan tingkah laku kelompok. Tugas ini adalah mengarahkan, memantau, dan mengendalikan tingkah laku kelompok yang mungkin dapat merugikan atau tingkah laku individu yang dapat merugikan kelompok. Pemimpin mempunyai tugas untuk menjadi pengamat dan pengendali kelancaran hubungan-hubungan yang terjadi.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan atau potensi dari seorang


(34)

pemimpin untuk mempengaruhi suatu kelompok atau individual untuk bekerja sama secara sukarela dalam rangka merencanakan tujuan dan mencapai tujuan tersebut. Sedangkan seorang pemimpin adalah

seseorang yang harus memimpin, mengatur, menunjukkan,

mengorganisasikan, membuat perencanaan, membuat keputusan, serta mengendalikan dan mengawasi tingkah laku kelompok yang mungkin merugikan perusahaan atau tingkah laku individu yang dapat merugikan kelompok.

2. Tugas Pemimpin

Menurut Anoraga & Suyati (1995) dan Floyd D. Rusch (dalam Santoso, 2010) tugas seorang pemimpin ada 3 yaitu :

1) Memberikan struktur terhadap situasi (Sructuring The Situation)

Dalam hal ini pemimpin menyederhanakan dan mencarikan alternative pemecahan/solusi terhadap berbagai masalah serta memahami struktur situasi yang jelas yang sedang dihadapi kelompoknya.

2) Mengendalikan tingkah laku kelompok (Controlling Group

Behavior)

Dalam tugas ini, pemimpin bertugas untuk mengawasi, memantau dan mengendalikan tingkah laku kelompok yang mungkin dapat merugikan atau tingkah laku individu yang dapat merugikan kelompok atau menyimpang dari tujuan yang diinginkan.


(35)

Pemimpin harus menjadi juru bicara kelompoknya dalam berhubungan dengan keadaan kelompok terhadap pihak luar serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang sesuatu yang diperlukan dalam rangka mengamankan kelompoknya dan juga memberikan informasi ke bawahan tentang sesuatu yang dibutuhkan bawahan.

B. Pengawasan Pemimpin

1. Pengertian Pengawasan Pemimpin

Pengawasan pemimpin merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dilakukan seseorang, agar proses pekerjaan tersebut sesuai dengan hasil yang diinginkan. Pengawasan dilakukan ketika kegiatan operasional itu sedang berlangsung.Pengawasan yang telah dilakukan adalah untuk membantu terlaksananya kesepakatan pencapaian sasaran organisasi (Kadarisman, 2012).

Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses pemantauan

kegiatan untuk menjaga bahwa kegiatan tersebut memang

dilaksanakan terarah dan menuju kepada pencapaian tujuan yang direncanakan dan mengadakan koreksi terhadap kegiatan yang menyimpang. Fungsi pengawasan adalah mengecek seluruh kegiatan dan menjaga agar kegiatan tersebut terarah dengan tepat menuju


(36)

pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan apabila ditemukan peyimpangan maka diambil tindakan koreksi (Mansoer, 1989)

Manullang (1996) menyatakan bahwa pengawasan pemimpin merupakan proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa pengawasan pemimpin merupakan proses atau tindakan pimpinan untuk mengarahkan karyawan pada suatu pekerjaan,memantau pekerjaan seseorang untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat, dan melakukan tindakan koreksi terhadap tindakan menyimpang.

2. Tipe-tipe Pengawasan

Menurut Winardi (1989) fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe atas dasar fokus aktivitas pengawasan yaitu:

1) Pengawasan pendahuluan (Preliminary Control), yaitu pengawasan

yang memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan pada organisasi.Sumber daya manusia harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan.


(37)

2) Pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung (Concurrent

Control), yaitu pengawasan yang memonitor pekerjaan yang

berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran

dicapai.Pengawasan dilaksanakan dengan aktivitas para manajer memberikan arahan atau melaksanakan supervisi.

3) Pengawasan Feedback (Feedback Control) yaitu pengawasan yang

memusatkan perhatian pada hasil akhir tindakan korektif dan mengungkapkan fakta bahwa hasil-hasil historical mempengaruhi tindakan-tindakan masa mendatang.

Menurut Handoko (2003) juga ada tiga tipe dasar pengawasan yaitu :

1) Pengawasan pendahuluan (Feedforward Control) atau yang sering

disebut dengan steering control, dirancang untuk antisipasi masalah atau penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan.

2) Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan

kegiatan (Concurrent Control) yaitu pengawasan yang merupakan proses dimana aspek tertentu dari prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan

bisa dilanjutkan atau semacam menjadi alat “double-check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.


(38)

3) Pengawasan umpan balik (Feedback Control) yaitu pengawasan ini dikenal dengan istilah past-action controls, yang mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi. Sedangkan menurut Mansoer (1989) ada tiga bentuk-bentuk pengawasan yaitu :

1) Pengawasan pra-kerja (Feedforward Control) yang merupakan

bentuk pengawasan yang mengantisipasi permasalahan yang akan datang sehingga sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar.

2) Pengawasan pada saat kerja (Concurrent Control) yang merupakan

pengawasan yang dilakukan saat tugas-tugas diselenggarakan, dan pengawasan ini memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu terjadi penyimpangan sebelum penyimpangan tersebut terjadi lebih jauh.

3) Pengawasan pasca-kerja (Feedback Control) merupakan

pengawasan yang dilaksanakan sesudah pekerjaan berlangsung dan malah sudah berselang waktu yang lama.

Berdasarkan dari beberapa tokoh diatas, peneliti menyimpulkan bahwa ada tiga bentuk atau tipe pengawasan, yaitu :

1) Pengawasan pendahuluan atau pra-kerja

Pengawasan yang memusatkan perhatian pada pencegahan timbulnya masalah atau penyimpangan dari standar atau tujuan


(39)

yang telah ditentukan sehingga sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar.

2) Pengawasan pada saat kerja

Pengawasan yang merupakan proses memonitor pekerjaan atau tugas-tugas yang sedang berlangsungdengan memberikan arahan atau melaksanakan supervisi, dimana aspek tertentu dan syarat-syarat tertentu harus dipenuhi terlebih dahulu untuk menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan serta dalam pengawasan memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu terjadi penyimpangan sebelum penyimpangan itu terjadi lebih jauh.

3) Pengawasan setelah kerja

Pengawasan yang dilakukan setelah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan memusatkan perhatian pada hasil akhir tindakan korektif yang mengungkapkan fakta bahwa hasil tersebut mampu mempengaruhi tindakan di masa mendatang.

2. Dampak Pengawasan

Menurut Hasibuan (2009) dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin maka :

a) Proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan


(40)

b) Adanya tindakan perbaikan (corrective), jika terdapat penyimpangan-penyimpangan

c) Tujuan yang dihasilkan sesuai dengan rencananya

Controlling bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan,

tetapi berusaha untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan serta memperbaikinya jika terjadi kesalahan.

Selain itu, dengan adanya pengawasan, perusahaan yang bersangkutan dapat memastikan bahwa perusahaan tersebut sedang menuju ke arah pencapaian sasaran-saran yang telah ditetapkan. Apabila terjadi penyimpangan, manajer harus segera mencari sebab-sebab yang menimbulkan hal tersebut dan setelah itu mereka harus segera memperbaikinya (Winardi, 2004). Pendapat tersebut sama dengan penyataan Wursanto (2005) yang menyatakan bahwa dengan adanya pengawasan, penyimpangan dapat diketahui lebih dini dan dapat segera diperbaiki sehingga tujuan perusahaan bisa dicapai.

Dampak dari pengawasan pemimpin yang terkait dengan kedisiplinan kerja, dengan adanya pengawasan pemimpin, pegawai akan bekerja dengan tekun, bersemangat, dan bertanggung jawabkerja yang tinggi, sehingga hasil kerja menjadi optimal (Inayati, 2014)

Berdasarkan penejelasan dari beberapa pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa dampak adanya pengawasan adalah dapat memastikan pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sehingga pelaksanaan tersebut menuju ke arah sasaran


(41)

yang telah ditetapkan dan melakukan tindakan koreksi sedini mungkin bila ada penyimpangan. Selain itu, karyawan juga merasa diperhatikan sehingga karyawan bekerja dengan tekun, bersemangat dan bertanggung jawab tinggi sehingga tercipta disiplin kerja yang optimal demi pencapaian tujuan organisasi.

C. KEDISIPLINAN KERJA

1. Pengertian Kedisiplinan Kerja

Disiplin kerja adalah sikap kejiwaaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan.disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan motivasi. Kedisiplinan dapat dibina melalui latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya yang akan memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan (Anoraga & Suyati, 1995)

Sedangkan Hasibuan (2004) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Karyawan dengan disiplin kerja yang baik diharapkan mampu melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan efektif dan efisien. Seseorang yang mempunyai kedisiplinan cenderung akan bekerja sesuai dengan peraturan dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Disiplin kerja pegawai yang tinggi, akan mampu mencapai


(42)

efektivitas kerja yang maksimal, baik itu disiplin waktu, tata tertib atau peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Menurut Mangkuprawira & Hubeis (2007) karyawan dikatakan disiplin apabila dia secara sadar mematuhi aturan dan peraturan dari perusahaan atau tempat kerjanya. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2005) disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya. Disiplin adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu menaati tata tertib.Pada pengertian disiplin juga tersimpul dua hal yang penting, yaitu tentang waktu dan kegiatan atau perbuatan. Seorang pekerja yang berdisiplin tinggi, masuk kerja tepat pada waktunya, demikian juga pulang pada waktunya, dan selalu taat pada tata tertib (Anoraga, 1992). Disiplin kerja seorang karyawan tidak hanya dilihat dari absensi, tetapi juga bias dinilai dari sikap karyawan tersebut dalam melaksanakan pekerjaan. Karyawan yang mempunyai disiplin tinggi tidak menunda-nunda pekerjaan dan selalu berusaha menyelesaikan tepat waktu (Setiawan, 2013).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kedisiplinan kerja adalah sikap seseorang atau kelompok yang secara sadar mematuhi, menghormati, menghargai, patuh, serta taat pada segala peraturan yang telah ditentukan baik tertulis maupun tidak tertulis dan mematuhi norma-norma sosial yang berlaku.


(43)

2. Aspek-Aspek Kedisiplinan Kerja

Saydam (2005), menyatakan bahwa aspek – aspek kedisiplinan

kerja meliputi;

a. Aspek keteraturan jam masuk, pulang kerja dan istirahat

b. Aspek cara berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan

c. Aspek cara kerja

d. Aspek keteraturan terhadap apa yang boleh dan tidak boleh

dilakukan oleh para karyawan selama dalam perusahaan

Menurut Moekijat (1990) disiplin kerja dapat dilihat sebagai berikut:

a. Disiplin Waktu

Disiplin waktu diberi pengertian sebagai ketaatan karyawan terhadap waktu kerja. Hal ini meliputi ketaatan karyawan terhadap jam masuk kerja, pulang kerja dan kehadiran.

b. Disiplin terhadap peraturan-peraturan

Disiplin terhadap peraturan-peraturan dapat diartikan sebagai ketaatan karyawan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku di lingkungan kerjanya, hal ini meliputi peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Disiplin ini dapat berupa ketaatan untuk memberitahukan bila tidak masuk kerja, berpakaian dengan ketentuan, ketaatan dalam menggunakan alat-alat perlengkapan yang tersedia.


(44)

c. Disiplin terhadap tanggung jawab

Disiplin terhadap tugas dan tanggung jawab ini dapat diberi pengertian sebagai ketaatan karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan keapdanya.Hal ini meliputi ketaatan karyawan untuk mematuhi cara-cara yang telah ditentukan, menerima tugas yang dibebankan dan ketaatan untuk menyelesaikan setiap tugas.

Sedangkan Amriyani (dalam Prestawan, 2010) menyimpulkan bahwa aspek kedisiplinan kerja mencakup aspek-aspek:

a. Kepatuhan terhadap perintah, yaitu karyawan melakukan

sesuatu yang telah diperintahkan kepadana.

b. Waktu kerja, yaitu merupakan ketentuan yang diberikan kepada

karyawan mengenai jangka waktu kerja yang harus dijalani atau waktu untuk memulai pekerjaan dan meninggalkan pekerjaan.

c. Kepatuhan terhadap peraturan yaitu karyawan wajib untuk

patuh kepada serangkaia aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

d. Pemakaian seragam atau alat kerja dengan hati-hati. Setiap

karyawan wajib menggunakan seragam yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan menggunakan alat kerja sesuai dengan fungsinya.


(45)

Beberapa aspek yang telah diutarakan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa aspek-aspek untuk mengukur kedisiplinan kerja pada penelitian ini adalah ketaatan dan kepatuhan pada peraturan-peraturan perusahaan, ketepatan waktu dalam hal memulai pekerjaan dan meninggalkan pekerjaan, tanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan, dan memakai bahan serta perlengkapan kerja sesuai dengan fungsinya.

3. Faktor-Faktor Kedisiplinan Kerja

Helmi (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi disiplin kerja berasal dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal yaitu faktor kepribadian dan faktor lingkungan.

a. Faktor kepribadian

Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah sistem yang dianut. Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan disiplin. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin yang diajarkan orang tua, guru, dan masyarakat akan digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat kerja.Sistem nilai akan terlihat dari sikap sesorang. Sikap diharapkan akan tercermin dalam perilaku. Perubahan sikap ke dalam perilaku terdapat 3 tingkatan menurut Kelman yaitu:


(46)

1) Disiplin karena kepatuhan

Kepatuhan terhadap aturan-aturan yang didasarkan atas perasaan takut. Disiplin kerja dalam tingkatan ini dilakukan semata untuk mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau atasan yang memiliki wewenang. Sebaliknya, jika pengawas tidak ada di tempat disiplin kerja tidak nampak.

2) Disiplin karena identifikasi

Kepatuhan aturan yang didasarkan pada identifikasi adalah perasaan kekaguman atau penghargaan pada pimpinan. Pemimpin yang kharismatik adalah figur yang dihormati, dihargai, dna sebagai pusat identifikasi. Karyawan yang menunjukkan disiplin terhadap aturan-aturan organisasi bukan disebabkan karena menghormati aturan tersebut tetapi lebih disebabkan keseganan pada atasannya. Karyawan merasa tidak enak jika tidak menaati peraturan. Penghormatan dan penghargaan karyawan pada pemimpin dapat disebabkan karena kualitas kepribadian yang baik atau mempunyai kualitas professional yang tinggi di bidangnya. Jika pusat identifikasi ini tidak ada maka disiplin kerja akan menurun dna pelanggaran akan meningkat frekuensinya.

3) Disiplin karena internalisasi

Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi karena karyawan mempunyai sistem nilai pribadi yang menjunjung tinggi


(47)

nilai-nilai kedisiplinan. Dalam taraf ini, orang dikategorikan telah mempunyai disiplin diri.

b. Faktor Lingkungan

Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan suatu prosese belajar yang terus menerus. Proses pembelajaran efektif bila pemimpin memperhatikan prinsip-prinsip konsistensi, adil, bersikap positif dan terbuka. Konsisten adalah memperlakukan aturan secara konsisten dari waktu ke waktu. Sekali aturan yang telah disepakati dilaknggar, maka rusaklah sistem aturan tersebut. Adil dalam hal ini adalah memperlakukan seluruh karyawan dengan tidak membeda-bedakan.

Sedangkan Menurut Saydam (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja dalam suatu organisasi yaitu besar kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya keteladanan kepemimpinan dalam perusahaan, ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan, keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan, ada tidaknya pengawasan pimpinan, ada tidaknya perhatian kepada para pegawai, dan yang terakhir diciptakannya kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.


(48)

Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan menurut Hasibuan (2009), yaitu sebagai berikut:

a. Tujuan dan kemampuan

Hal ini ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar karyawan bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan itu di luar kemampuannya atau jauh di bawah kemampuannya, maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah.

b. Kepemimpinan

Hal ini juga sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan

panutan oleh para bawahannya. Pimpinan jangan

mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan.


(49)

c. Insentif (tunjangan dan kesejahteraan),

Faktor ini ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena adanya insentif akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Artinya semakin besar insentif semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila insentif kecil kedisiplinan karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.

d. Keadilan

Keadilan juga ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.

e. Pengawasan melekat

Hal ini merupakan tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Waskat berarti


(50)

atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada hadir di tempatkerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Waskat yang efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan.Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasannya.

f. Sanksi hukuman

Faktor ini berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat agar hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.

g. Ketegasan

Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan seperti ini akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya.


(51)

Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap karyawan yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik.

h. Hubungan kemanusiaan

Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun horizontal di antara semua karyawannya. Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akanmemotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.

4. Tujuan Kedisiplinan kerja

Redeker (dalam Chirasha, 2013) menyebutkan bahwa disiplin bertujuan untuk menciptakan dan memelihara, saling menghormati dan kepercayaan antaramanajemen dan karyawan. Sedangkan pernyataan Wheeler mencatat bahwa disiplin dilihat dari dua dimensi, yaitu positif dan negatif disiplin. Disiplin positif menyiratkan disiplin tanpa hukuman. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan dan mendorong disiplin diri pada karyawan. Disiplin negatif adalah seperti mematuhi aturan dalam ketakutan akan hukuman yang mungkin dalam bentuk denda, hukuman, penurunan pangkat atau transfer. Pada hal ini,


(52)

karyawan mungkin tidak melihat organisasi sebagai tujuan mereka sendiri karena mereka lebih fokus pada mengikuti aturan dan menghindari hukuman. Hal ini menyebabkan perasaan tidak aman dalam karyawan dalam bekerja.

Namun pendapat tersebut senada dengan Monnapa (dalam Chirasha, 2013) yang menyatakan bahwa disiplin sangat penting untuk suasana industri yang sehat dan pencapaian tujuan organisasi. Mekanisme dapat dimanipulasi dalam organisasi yang meliputi penguatan positif dan negatif. Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan Martin (dalam Chellilah, J. & Tyrone, P.,2010) tujuan penguatan tersebut yaitu membantu karyawan dalam meningkatkan kinerja dengan memberikan umpan balik dan dukungan untuk memperbaiki masalah yang dihadapi. Namun, setelah karyawan diberikan kesempatan yang wajar untuk meningkatkan kinerja nya dan tidak ada progress, maka konsekuensinya menjadi lebih serius dan akhirnya menyebabkan penghentian.

Selain itu, penerapan disiplin dalam kehidupan perusahaan ditujukan agar semua karyawan yang ada dalam perusahaan bersedia dengan sukarela mematuhi dan meaati segala peraturan dan tata tertib yang berlaku tanpa paksaan (Saydam, 2005)

Disiplin mampu menciptakan kerja sama yang baik antar karyawan. Kerja sama berarti bekerja bersama-sama ke arah tujuan yang sama (Anoraga & Suyati, 1995). Selain tanpa dukungan disiplin


(53)

pegawai, perusahaan akan sulit untuk mewujudkan tujuaanya dan pegawai perlu menyadari bahwa setiap organisasi kerja itu perlu diatur sedemikian rupa sehingga tidak semua keinginan dan kemauan perseorangan dapat dilakukan, maka semua pegawai dipimpin untuk bekerja secara teratur untuk berusaha memenuhi tujuan kerja yang telah ditentukan (Rofi, 2012)

Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Sanjaya (2009), tujuan perusahaan tidak akan tercapai tanpa peran aktif tenaga kerja yang terampil dan disiplin. Oleh sebab itu kedisiplinan merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan suatu perusahaan itu sendiri. Hasibuan (2004) menyatakan dengan disiplin kerja pegawai yang tinggi, pegawai juga akan mampu mencapai efektivitas kerja yang maksimal, baik itu disiplin waktu, tata tertib atau peraturan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.

Dengan adanya kedisiplinan kerja diharapkan pekerjaan akan dilakukan seefektif mungkin. Bilamana kedisiplinan tidak dapat ditegakan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kembuan, 2011). Oleh karena itu, kedisiplinan merupakan salah satu faktor yang penting dalam perusahaan.

Berdasarkan pendapat tokoh diatas, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan dari kedisiplinan kerja adalah menciptakan suasana saling menghormati dan menjaga kepercayaan antar manajemen agar mampu


(54)

bekerja sama ke arah tujuan yang sama dan mencapai tujuan tersebut secara efektif dan efisien. Selain itu,dengan terciptanya kedisiplinan kerja karyawan maka perusahaan mampu menwujudkan tujuannya dan pegawai juga akan mampu mencapai efektivitas kerja yang maksimal, baik itu disiplin waktu, tata tertib atau peraturan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.

D. Perusahaan mikro, kecil, menengah

Perusahaan merupakan bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan di dalamnya terikat hubungan antara seseroang atau kelompok yang disebut atasan atau pimpinan dan seorang atau kelompok yang disebut bawahan (Anoraga & Suyati, 1995).

Peranan UMKM di bidang Sosial, UMKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negara-negara berkembang. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat (Sulistyastuti, 2004).

Sementara itu, peranan psikologis sesuai dengan aktivitas perusahaan, produsen perlu menilai keinginan-keinganan serta kebutuhan para konsumen berdasarkan situasi pasar. Apabila perusahaan mempunyai gagasan baru


(55)

untuk memproduksi atau menjual suatu barang maka perlu dipikirkan tentang barang atau product apa yang saat ini dirasa sangat dibutuhkan, dalam bentuk apa barang tersebut disajikan agar konsumen dapat mempergunakan dengan lebih efisien, target social class manakah yang diharapkan kelak menjadi konsumen dari barang tersebut, dan strategi harga

bagaimanakah yang akan dibuat (As’ad, 1978).

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk industri rumah tangga memiliki jumlah tenagakerja 1 sampai 4 orang, usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.

Pengertian dari usaha mikro, kecil, menengah yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 adalah ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan. Yang membedakan dari ketiga perusahaan tersebut adalah jumlah kekayaan bersih dan asset yang dimiliki. Kriteria dari usaha mikro, kecil, menengah sebagai berikut:

1) Usaha Mikro

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau


(56)

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2) Usaha Kecil

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3) Usaha Menengah

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data omset dari setiap perusahaan untuk mengkategorikan mikro, kecil atau menengah. Data tersebut diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada pemilik setiap perusahaan.


(57)

E. Hubungan Pengawasan dan Kedisiplinan Kerja Pada Perusahaan Mikro, Kecil dan Menengah

Hasibuan (2009) menyatakan bahwa pengawasan yang baik berarti atasan langsung harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya. Pengawasan yang efektif akan merangsang kedisiplinan dan moral kerja pegawai begitu pula sebaliknya.

Sementara itu Saydam (2005) menyatakan bahwa dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan apa yang telah diciptakan. Pengawasan pemimpin mampu membuat karyawan terbiasa melaksanakan disiplin kerja, sehingga mereka tidak berbuat semaunya di dalam perusahaan. Selain itu, pegawai juga merasa mendapat perhatian, bimbingan dan petunjuk dari atasannya, begitu pula sebaliknya (Hasibuan, 2009)

Disiplin kerja seorang karyawan tidak hanya dilihat dari absensi, tetapi juga bisa dinilai dari sikap karyawan tersebut dalam melaksanakan pekerjaan (Setiawan, 2013). Seorang pekerja yang berdisiplin tinggi, akan masuk kerja pada waktunya, demikian juga pulang pada waktunya dan


(58)

selalu taat pada tata tertib dan berpakaian serta menggunakan alat kerja sesuai aturan,begitu pula sebaliknya (Anoraga, 1992).

Hubungan ini dibuktikan pula oleh Inayati (2014) dalam penelitiannya

yang berjudul “Hubungan Pengawasan Dengan Disiplin Kerja Pegawai Pada

Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Dharmasraya” yang

menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan disiplin kerja menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin kerja adalah pengawasan. Hasil ini memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan disiplin kerja. Hal ini berarti dengan adanya pengawasan memungkinkan pegawai bekerja dengan disiplin. Pegawai akan bekerja dengan tekun, semangat, dan bertanggung jawab kerja yang tinggi, sehingga hasil kerja optimal. Namun sebaliknya pengawasan yang kurang akan membuat pegawai merasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga hasil kerjanya kurang memuaskan.


(59)

F. Kerangka Penelitian

BAGAN 1

Skema Pengawasan Pemimpin dan Disiplin Karyawan Pengawasan Pemimpin

Baik Buruk

 Adanya pengarahan dalam

melaksanakan pekerjaan

 Aktif mengawasi perilaku, moral,

sikap, gairah kerja & prestasi

 Memberi petunjuk dalam

penyelesaian masalah serta

melakukan tindakan koreksi

apabila terjadi penyimpangan

 Tidak adanya pengarahan dalam

melaksanakan pekerjaan

 Tidak aktif dalam mengawasi

perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi

 Tidak memberi petunjuk dalam

penyelesaian masalah dan tidak

melakukan tindakan koreksi

apabila terjadi penyimpangan

Karyawan tidak berbuat semaunya di dalam perusahaan, karyawan merasa

mendapat perhatian, bimbingan,

pengarahan, petunjuk dan pengawasan dari atasannya

Karyawan akan berbuat semaunya

sendiri di dalam perusahaan,

karyawan merasa tidak mendapat perhatian, bimbingan, pengarahan,

petunjuk dan pengawasan dari

atasannya.

Disiplin kerja rendah Disiplin kerja tinggi

 Karyawan taat pada tata tertib

 Tanggung jawab terhadaptugas

yang diberikan

 Datang dan pulang sesuai

waktunya

 Berpakaian dan menggunakana

alat kerja sesuai aturan

 Karyawan tidak taat pada tata

tertib

 Tidak bertanggung jawab

terhadap tugas yang diberikan

 Datang dan pulang semaunya

sendiri

 Berpakaian dan menggunakana


(60)

G. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitan ini adalah adanya hubungan yang positif antara pengawasan pemimpin dengan kedisiplinan kerja karyawan. Semakin tinggi nilai pengawasan, maka semakin tinggi pula kedisiplinan karyawan yang terbentuk. Sebaliknya, semakin rendah pengawasan maka semakin rendah pula kedisiplinan kerja karyawan perusahaan mikro, kecil, menengah.


(61)

(62)

1. Pengawasan Pemimpin

Pengawasan pemimpin adalah proses atau tindakan pimpinan untuk mengarahkan karyawan pada suatu pekerjaan, memantau pekerjaan seseorang untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat, dan melakukan tindakan koreksi terhadap tindakan menyimpang. Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala pengawasan pemimpin yang dibuat sendiri oleh peneliti dimana skala tersebut akan diberikan kepada karyawan. Semakin tinggi skor total, semakin baik penilaian karyawan terhadap pengawasan pemimpin. Sebaliknya, semakin rendah skor total, semakin buruk penilaian karyawan terhadap pengawasan pemimpin.

2. Kedisiplinan Kerja

Kedisiplinan Kerja adalah sikap kejiwaaan seseorang atau kelompok yang secara sadar untuk mematuhi, menghormati, menghargai, patuh, serta taat pada segala peraturan yang telah ditentukan baik tertulis maupun tidak tertulis dan mematuhi norma-norm yang berlaku. Pada penelitian ini, alat ukur yang akan digunakan adalah skala kedisiplinan kerja yang dibuat sendiri oleh peneliti. Skala kedisiplinan kerja akan diisi oleh karyawan dan atasan langsung dari karyawan tersebut. Semakin tinggi skor total, maka semakin tinggi kedisiplinan karyawan tersebut. Sedangkan semakin rendah skor total, maka artinya kedisiplinan karyawan semakin rendah.


(63)

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah karyawan yang bekerja pada perusahaan mikro,kecil, menengah. Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel untuk penelitian. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan anggota sampel dari populasi yang dialkukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2014).

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah penyebaran skala yang telah dibuat oleh peneliti. Ada tiga skala yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama, skala pengawasan pemimpin yang akan diisi oleh karyawan. Kedua skala kedisiplinan kerja karyawan yang diisi sendiri oleh karyawan, dan ketiga skala kedisiplinan kerja karyawan yang diisi oleh pengawas. Menurut peneliti, pengawasan pemimpin di tempat kerja perlu dinilai oleh bawahannya, agar kedua belah pihak dapat saling terbuka dan memperbaiki diri sehingga pekerjaan dapat berjalan sesuai rencana. Selain itu, penilaian kedisiplinan kerja tidak hanya dilihat dari karyawan saja melainkan juga perlu dinilai dari sisi pengawas, dengan demikian adanya timbal balik antara atasan dan bawahan sehingga dapat mencapai visi dan misi perusahaan.


(64)

1. Skala Penilaian Pengawasan Pemimpin

Skala penilaian pengawasan pemimpin disusun berdasarkan aspek-aspek pengawasan yang tersurat dalam definisi pengawasan yaitu : a) mengarahkan karyawan dalam melakukan pekerjaan, b) memantau karyawan pada saat bekerja, c) melakukan penilaian dan tindakan koreksi terhadap tindakan menyimpang.

Berdasarkan keempat aspek tersebut disusunlah pernyataan dalam skala 30 butir aitem. Masing-masing aspek terdiri dari 10 butir pernyataan, baik bersifat favorable maupun unfavorable. Aitem dikatakan bersifat favorable apabila penyataan-pernyataan yang jika disetujui menunjukkan sikap positif terhadap objek yang terkait, sedangkan aitem dikatan bersifat unfavorable apabila pernyataan-pernyataan yang jika disetujui menunjukkan sikap negative terhadap objek yang menjadi sasaran perhatian (Anderson dalam Supratiknya, 2014).

Jenis skala dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala

Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pada skala ini terdapat empat alternative jawaban yaitu Selalu (SL) mendapat skor 4, Sering (SR) skor 3, Kadang-Kadang (KK) skor 2, Tidak Pernah (TP) mendapat skor 1. Sedangkan untuk aitem bersifat unfavorable Selalu (SL) mendapat skor 1, Sering (SR) skor 2, Kadang-Kadang (KK) skor


(65)

3, Tidak Pernah (TP) mendapat skor 4. Distribusi atau penyebaran aitem pada skala tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1

Blue Print Skala Pengawasan Pemimpin

No Aspek Komponen Aitem Total Presentase

Favorable Unfavorable

1. Mengarahkan 1, 4, 7, 10,

13

16, 19, 22, 25, 28

10 33,33%

2. Memantau 2, 5, 8, 11,

14

17, 20, 23, 26, 29

10 33,33%

3. Melakukan

penilaian dan tindakan koreksi

3, 6, 9, 12, 15

18, 21, 24, 27, 30

10 33,33%

Total 15 15 30 100%

Tabel 2

Penilaian Skala Pengawasan Pemimpin

Respon Favorable Unfavorable

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang-kadang 2 3

Tidak Pernah 1 4

2. Skala Penilaian Kedisiplinan Kerja

Skala kedisiplinan kerja karyawan disusun berdasarkan aspek-aspek dari beberapa tokoh yang telah disimpulkan oleh peneliti, aspek-aspek tersebut yaitu: a) ketaatan dan kepatuhan pada peraturan-peraturan perusahaan, b) ketepatan waktu dalam hal memulai pekerjaan dan meninggalkan pekerjaan, c) tanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan, d) cara berpakaian dan penggunaan alat kerja dengan hati-hati.


(66)

Skala kedisiplinan kerja yang diberikan kepada karyawan memiliki 24 butir aitem. Masing-masing aspek terdiri dari 6 butir pertanyaan, baik bersifat favorable maupun unfavorable. Sedangkan skala kedisiplinan kerja yang diberikan kepada pengawas memiliki 16 butir. Skala kedisiplinan karyawan yang diberikan kepada pengawas julmalh aitemnya lebih sedikit karena untuk mempermudah dan meringankan pengawas dalam menilai kedisiplinan kerjakaryawannya. Ada 4 aitem pada setiap aspek kedisiplinan kerja dimana aitem tersebut bersifat

favorabledan unfavorable. Aitem dikatakan bersifat favorable apabila

penyataan-pernyataan yang jika disetujui menunjukkan sikap positif terhadap objek yang terkait, sedangkan aitem dikatan bersifat

unfavorable apabila pernyataan-pernyataan yang jika disetujui

menunjukkan sikap negative terhadap objek yang menjadi sasaran perhatian (Anderson dalam Supratiknya, 2014).

Jenis skala dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala

Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pada skala ini terdapat empat alternative jawaban yaitu Selalu (SL) mendapat skor 4, Sering (SR) skor 3, Kadang-Kadang (KK) skor 2, Tidak Pernah (TP) mendapat skor 1. Sedangkan untuk aitem bersifat unfavorable Selalu (SL) mendapat skor 1, Sering (SR) skor 2, Kadang-Kadang (KK) skor 3, Tidak Pernah (TP) mendapat skor 4.


(67)

Disribusi atau penyebaran aitem pada skala tersebut dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3 berikut ini :

Tabel 3

Blue Print Skala Kedisiplian Kerja (diisi karyawan)

No Aspek Komponen Aitem Total Presentase

Favorable Unfavorable

1. Kepatuhan pada

peraturan 4, 8, 10 15, 18, 21 6 25%

2. Ketepatan waktu 1, 5, 11 13, 19, 22 6 25%

3. Tanggung jawab 2, 6, 12 16, 20, 23 6 25%

4.

Cara berpakaian dan penggunaan alat kerja dengan hati-hati

3, 7, 9 14, 17, 24 6 25%

Total 12 12 24 100%

Tabel 4

Blue Print Skala Kedisiplinan Kerja (diisi pengawas)

T a

No Aspek Komponen Aitem Total Presentase

Favorable Unfavorable

1. Kepatuhan pada

peraturan 1, 5 9, 13 4 25%

2. Ketepatan waktu 2, 6 10, 14 4 25%

3. Tanggung jawab 3, 7 11, 15 4 25%

4.

Cara berpakaian dan penggunaan alat kerja

dengan hati-hati

4, 8 12, 16 4 25%


(68)

Tabel 5

Penilaian Skala Kedisiplinan Kerja

Respon Favorable Unfavorable

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang-kadang 2 3

Tidak Pernah 1 4

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas adalah kualitas esensial yang menunjukkan sejauh mana suatu tes sungguh-sungguh mengukur atribut psikologis yang hendak diukurnya. Pengertian yang paling lazim tentang validitas adalah sebagai berikut. Pertama, validitas dipandang sebagai kualitas atau ciri yang melekat pada tes. Kedua, validitas bisa dibedakan dalam tiga tipe atau jenis yaitu validitas isi, validasi terkait dengan criteria serta validasi konstruk (Goodwin & Leech dalam Supratiknya, 2014).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu menyangkut tingkat kebenaran suatu instrument mengukur isi (content) dari area yang dimaksudkan untuk diukur. Untuk mengetahui suatu kuisioner dapat dianggap valid secara isi dapat dilakukan dengan cara meminta pendapat ahli yang sesuai dengan bidang penelitian (Kountur, 2007). Pakar yang meneliti isi tes ini adalah dosen pembimbing skripsi peneliti.


(69)

2. Seleksi Aitem

Parameter utama dalam seleksi item skala adalah daya diskriminasi item, yaitu sejauh mana item mampu membedakan individu yang memiliki atribut dan individu yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur oleh skala. Daya diskriminasi item tersebut diuji melalui komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada masing-masing item dengan distribusi skor keseluruhan pada skala yang menjadi kriteria. Hasil dari komputasi ini berupa

koefisien korelasi item total (rix) yang disebut dengan parameter

daya beda item (Azwar, 2009).

Besarnya koefisien korelasi aitem total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau negative. Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00. Koefisien yang mendekati angka 0 atau yang memiliki tanda negative mengindikasikan daya diskriminasi yang tidak baik (Azwar, 2009)

Korelasi item total digunakan sebagai kriteria pemilihan item

yang memiliki batasan rix≥ 0,30 yang berarti bahwa item-item yang

koefisien korelasinya bernilai minimal 0,30, daya diskriminasinya

dianggap memuaskan . Sebaliknya, apabila nilai rixkurang dari

0,30, maka item tersebut memiliki daya diskriminasi yang rendah (Azwar, 2009).


(70)

Aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi sama dengan atau lebih besar dari 0,30 dan jumlahnya melebihi jumlah aitem yang direncanakan untuk dijadikan skala, maka dapat memilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi tinggi. Namun, jika jumlah aitem yang lolos tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan untuk menurunkan batas criteria 0,30 menjadi 0,25 (Azwar, 2009).

Uji coba terhadap aitem-aitem dalam skala telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2015 hingga tanggal 3 Oktober 2015 pada toko elektronik dan Café di Purwokerto. Dari 35 kuesioner yang dibagikan, terdapat 34 kuesioner yang kembali dan ada 6 kuisioner yang dianggap gugur karena tidak memenuhi criteria yaitu minimal bekerja selama 3 bulan. Setelah 28 kuisioner dipastikan dapat terpakai, peneliti kembali membagikan skala yang ketiga yang diberikan kepada setiap pengawas untuk menilai kedisiplinan kerja para karyawannya pada tanggal 4 Oktober 2015. Peneliti memberikan kepada tiga pengawas dimana setiap kuisioner yang dibagikan telah tercantum nama karyawan yang sesuai dengan nama-nama yang mengisi kuisioner sebelumnya. Dikerenakan jumlah subjek dalam uji coba skala belum mencukupi, tanggal 21 Oktober 2015 peneliti kembali membagikan skala-skala tersebut kepada 6 karyawan dan seorang pengawas pada sebuah salon di Yogyakarta. Jumlah seluruh responden pada uji coba skala ini


(71)

adalah 34 orang karyawan dan 4 orang pengawas. Berikut hasil olahan data uji seleksi aitem yang dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 22.

a. Skala Pengawasan Pemimpin

Uji coba skala pengawasan terdiri dari 30 aitem. Berdasarkan keempat aspek masing-masing aspek terdiri dari 10 butir pernyataan, baik bersifat favorable maupun

unfavorable. Berikut tabel sebaran aitem skala pengawasan

pemimpin:

Tabel 6

Sebaran Aitem Skala Pengawasan

No Aspek Komponen Aitem Total

Favorable Unfavorable

1. Mengarahkan 1, (4), 7,

10, *13

16, 19, 22, 25,

28 10

2. Memantau (2), 5, 8,

11, 14

17, 20, 23,

(26), 29 10

3.

Melakukan penilaian dan tindakan koreksi

(3), 6, 9, 12, 15

*18, 21, 24,

27, 30 10

Total 15 15 30

Keterangan :

* : Aitem yang gugur

() : Aitem yang sengaja digugurkan

Hasil uji korelasi aitem total rix awal berkisar antara 0,043

hingga 0,769. Untuk mendapatkan aitem dengan daya diskriminasi yang baik maka dilakukan seleksi aitem dengan

menggugurkan aitem yang memiliki korelasi aitem total (rix) di


(72)

Dari 28 aitem skala pengawasan yang lolos uji seleksi, dilakukan pengguguran manual aitem untuk menyeimbangkan jumlah aitem tiap aspek. Aitem yang digugurkan adalah aitem

dengan nilai korelasi aitem total (rix) terendah pada

masing-masing aspek. Hasilnya terdapat 4 aitem yang digugurkan yang meliputi 1 aitem pada aspek mengarahkan, 2 aitem pada aspek memantau dan 1 aspek pada pemberian nilai dan tindakan koreksi. Hasil akhir Skala Pengawasan terdiri dari 24 aitem, masing-masing aspek memiliki 8 aitem. Berikut tabel akhir Skala Pengawasan Pemimpin:

Tabel 7

Skala Penelitian Pengawasan

No Aspek Komponen Aitem Total

Favorable Unfavorable

1. Mengarahkan 1, 7, 10 16, 19, 22,

25, 28 8

2. Memantau 5, 8, 11, 14 17, 20, 23, 29 8

3.

Melakukan penilaian dan

tindakan koreksi

6, 9, 12, 15 21, 24, 27, 30 8

Total 12 12 24

b. Skala Kedisiplinan Kerja Karyawan

Uji coba skala kedisiplinan kerja yang diisi oleh karyawan terdiri dari 24 aitem yang meliputi 6 aitem aspek kepatuhan pada peraturan, 6 aitem pada aspek ketepatan waktu, 6 aitem pada aspek tanggung jawab dan 6 aitem pada aspek cara berpakaian dan penggunaan alat kerja.


(73)

Berikut tabel Skala Kedisiplinan Kerja yang dinilai sendiri oleh karyawan:

Tabel 8

Sebaran Aitem Skala Kedisiplinan Karyawan (dinilai karyawan)

No. Aspek Komponen Aitem Total

Favorable Unfavorable

1. Kepatuhan pada

peraturan 4 , 8 , 10

(15), (18),

21 6

2. Ketepatan waktu 1, 5, 11 13, (19),

*22 6

3. Tanggung jawab 2, 6, (12) 16, (20), 23 6

4.

Cara berpakaian dan penggunaan alat kerja

dengan hati-hati

3, 7, 9 *14, 17, *24 6

Total 12 12 24

Keterangan :

* : aitem yang gugur

( ) : aitem yang sengaja digugurkan

Hasil uji korelasi aitem total (rix) awal berkisar antara 0,00 hingga 0,724. Untuk mendapatkan aitem dengan daya diskriminasi yang baik maka dilakukan seleksi aitem dengan menggugurkan aitem yang memiliki korelasi aitem total (rix) di bawah 0,25. Standar ini digunakan untuk mencukupi jumlah aitem per aspek. Hasilnya terdapat 3 aitem yang gugur.

Dari 20 aitem yang lolos uji coba, dilakukan pengguguran manual aitem untuk menyeimbangkan jumlah aitem tiap aspek. Total aitem yang digugurkan secara manual adalah 5 aitem yang meliputi 2 aitem pada aspek kepatuhan pada peraturan, 1 aitem pada aspek ketepatan waktu dan 2 aitem pada aspek tanggung


(74)

jawab. Berikut tabel hasil akhir Skala Kedisiplinan kerja yang diisi oleh karyawan :

Tabel 9

Skala Penelitian Kedisiplinan Kerja (diisi oleh karyawan)

No. Aspek

Komponen Aitem

Total

Favorable Unfavorable

1. Kepatuhan pada

peraturan

4, 8, 10 21 4

2. Ketepatan waktu 1, 5, 11 13 4

3. Tanggung jawab 2, 6 16, 23 4

4. Cara berpakaian dan

penggunaan alat kerja dengan hati-hati

3, 7, 9 17 4

Total 11 5 16

Sedangkan uji coba Skala Kedisiplinan Kerja yang diisi atau dinilai oleh pengawas terdiri dari 16 aitem yang masing-masing aspek memiliki 4 aitem yang bersifat favorable dan unfavorable. Berikut tabel sebaran skala kedisiplinan kerja yang diisi oleh pengawas :

Tabel 10

Sebaran Aitem Skala Kedisiplinan Kerja (diisi oleh pengawas)

No Aspek Komponen Aitem Total

Favorable Unfavorable

1. Kepatuhan pada

peraturan

1,* 5 9, *13 4

2. Ketepatan waktu 2, (6) 10, (14) 4

3. Tanggung jawab 3, *7 11, *15 4

4. Cara berpakaian dan

penggunaan alat kerja dengan hati-hati

4, *8 12, *16 4

Total 8 8 16

Keterangan :

* : Aitem yang digugurkan


(1)

LAMPIRAN 6

DESKRIPTIF DATA PENELITIAN

Descriptive Statistics N

Minimu m

Maximu

m Mean

Std. Deviation

pengawasan 177 69 93 80.93 4.765

Kedisiplinan kerja 177 49 64 57.28 2.578

kedisiplinanKerja (diisi

pengawas) 177 19 32 25.76 2.762

Valid N (listwise) 177

One-Sample Test Test Value = 60

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

pengawasan 58.429 176 .000 20.927 20.22 21.63

One-Sample Test Test Value = 40

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Kedisiplinan

kerja (diisi karyawan)


(2)

Test Value = 20

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Kedisiplinan

Kerja (diisi pengawas)


(3)

LAMPIRAN 7 UJI NORMALITAS

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pengawasan .075 177 .017 .991 177 .322

Kedisiplinan kerja .107 177 .000 .977 177 .005

KedisiplinanKerja

(diisi pengawas) .213 177 .000 .935 177 .000


(4)

UJI LINEARITAS HASIL UJI LINEARITAS 1

HASIL UJI LINEARITAS 2

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Kedisiplinan Kerja (diisipengawas) * pengawasan

Between Groups (Combined) 208.525 24 8.689 1.165 .283

Linearity 17.068 1 17.068 2.288 .132

Deviation from

Linearity 191.457 23 8.324 1.116 .335

Within Groups 1134.029 152 7.461

Total 1342.554 176

HASIL UJI LINEARITAS 3

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

kedisiplinan_kerja * kedisiplinan Kerja pengawas

Between Groups

(Combined) 69.843 12 5.820 .868 .581

Linearity 9.202 1 9.202 1.372 .243

Deviation from

Linearity 60.641 11 5.513 .822 .618

Within Groups 1100.033 164 6.708

Total 1169.876 176

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Kedisiplinan kerja * pengawasan

Between Groups (Combined) 447.763 24 18.657 3.927 .000

Linearity 273.105 1 273.105 57.487 .000

Deviation from

Linearity 174.658 23 7.594 1.598 .050

Within Groups 722.113 152 4.751


(5)

LAMPIRAN 9 UJI HIPOTESIS

Correlations

pengawasan

Kedisiplinan kerja (diisi karyawan) Spearman's rho pengawasan Correlation

Coefficient 1.000 .471

**

Sig. (1-tailed) . .000

N 177 177

Kedisiplinan kerja

Correlation

Coefficient .471

**

1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 177 177

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Uji Korelasi Skala Penelitian Kedisiplinan Kerja Yang Diisi Karyawan Dan Pengawas

Correlations

kedisiplinan_ke rja

kedisiplinanKerj a_pengawas Spearman's rho kedisiplinan_kerja Correlation Coefficient 1.000 .072

Sig. (1-tailed) . .169

N 177 177

kedisiplinanKerja_pen gawas

Correlation Coefficient .072 1.000

Sig. (1-tailed) .169 .


(6)