23 Gagne dalam Ngalim Purwanto 1997 : 84 mengemukakan bahwa
“Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempegaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya performance-
nya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
Morgan dalam Ngalim Purwanto 1997 : 84 mengemukakan bahwa “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.” Witherington dalam Ngalim Purwanto 1997 : 84 mengemukakan
bahwa “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.” Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas terdapat beberapa
elemen penting yang merupakan ciri belajar, yaitu : 1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tigkah laku,
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman,
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap,
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun
psikis. Ngalim Purwanto 1997 : 85 Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu bentuk perubahan
tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun psikis yang relatif menetap setelah ia mendapatkan latihan atau pengalaman.
c. Prestasi Belajar
“Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka nilai yang diberikan guru.” KBBI 1990 : 700 Suharsimi Arikunto 1990 : 450 menyatakan bahwa “Prestasi belajar
sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan dalam
belajar yang dapat berupa perbedaan tingkah laku yang terjadi pada pelaku belajar.”
24 Sedangkan Sutratinah Tirtonegoro 1989 : 43 mengemukakan bahwa
“Prestasi adalah hasil usaha kegiatan belajar yang diyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.” Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam jagka waktu tertentu, berupa penguasaan pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan sikap yang diyatakan dalam bentuk nilai yang berupa simbol-simbol baik angka, huruf maupun kalimat.
d. Matematika
Banyak pendapat dari para pakar tentang definisi matematika. Dengan kata lain tidak ada pendapat tunggal yang disepakati sebagai definisi tentang
matematika. Berikut ini beberapa pendapat tentang pegertian matematika. “Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar
bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.” KBBI 1990 : 566. Sedangkan Purwoto 1998 :
4 mengemukakan bahwa “Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang struktur terorganisasikan, mulai unsur-unsur
yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil.”
Soedjadi 2000 : 11 mengemukakan bahwa : a. Matematika adalah cabang ilmu pegetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik. b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Dari berbagai pendapat yang berbeda tersebut terlihat adanya
karakteristik khusus yang dapat mewakili pegertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik tersebut adalah :
25 a. Memiliki objek kajian abstrak.
b. Bertumpu pada kesepakatan. c. Berpola pikir deduktif.
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti. e. Memperhatikan semesta pembicaraan.
f. Konsisten dalam sistemnya. Soedjadi 2000 : 13
Dari pengertian prestasi, prestasi belajar dan matematika yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil
yang dicapai siswa setelah mengikuti pelajaran matematika dalam jangka waktu tertentu, berupa penguasaan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan
dan sikap yang diyatakan dalam bentuk nilai yang berupa simbol-simbol baik angka, huruf maupun kalimat. Menurut Drs. Thulus Hidayat dkk 1994 : 92,
“Prestasi belajar dipengaruhi banyak fator, baik faktor intern maupun ekstern murid”. Faktor intern murid antara lain aktivitas belajar, minat belajar, rasa
keingintahuan, kemampuan awal dan sebagainya, sedangkan faktor ekstern diantaranya adalah faktor guru sebagai pengajar, kurikulum dan bahan
pelajaran, pendekatan pembelajaran, sarana dan prasarana, serta faktor dari lingkungan. Dalam penelitian ini hanya akan membahas tentang pendekatan
pembelajaran dan faktor intern siswa yaitu kemampuan awal.
2. Pendekatan Pembelajaran Matematika
Pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan
pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus dikelola Ruseffendi, 1988: 240.
Soedjadi 2000: 102 membedakan pendekatan menjadi dua yaitu : 1. Pendekatan materi material approach, yaitu proses menjelaskan topik
matematika tertentu meggunakan materi matematika lain. 2. Pendekatan pembelajaran teaching approach, yaitu proses penyampaian atau
penyajian topik matematika tertentu agar mempermudah siswa memahaminya. Trefers 1991 mengklasifikasikan empat pendekatan pembelajaran dalam
pendidikan matematika berdasarkan komponen matematisasi matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal yaitu mekanistik, empiristik strukturalistik
26 dan realistik. Perbedaan pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika
ditekankan sejauh mana pendekatan tersebut memuat atau menggunakan kedua komponen tersebut, tabel berikut ini menunjukkan perbedaan ini menunjukkan
perbedaan tersebut tanda “ + ” berarti memuat komponen dan tanda “ – “ sebaliknya.
Komponen Matematisasi Pendekatan
Pembelajaran Horizontal
Vertikal Mekanistik
_ _
Empiristik +
_ Strukturalistik
_ +
Realistik +
+ Tabel 2.1
Pendekatan Pembelajaran dalam Pedidikaan Matematika Trefers, 1991 Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang
dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari
dunia nyata ke dunia simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri, jadi
matematisasi vertikal bergerak dari dunia simbol.
3. Realistic Mathematics Education
Pembelajaran Matematika Realistik
Realistic Mathematics Education RME merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus
dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matrmatika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-
hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberi
27 kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan
bantuan orang dewasa. I Gusti Putu Suharta, 2002. Proses pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah
kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Masalah kontekstual yang dimaksud adalah masalah-masalah nyata dan konkrit yang dekat dengan
lingkungan siswa dan dapat diamati atau dipahami oleh siswa dengan membayangkan. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematika horizontal,
yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan,
menginterprestasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan caranya sendiri dengan pengetahuan awal yang dimiliki, kemudian dengan atau tanpa
bantuan guru menggunakan matematika vertikal melalui abstraksi dan formulasi, sehingga tiba pada tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai
pembentukan konsep, siswa mengaplikasikan konsep-konsep tersebut kembali pada masalah kontekstual, sehingga dapat memahami konsep.
Model skematis
proses pembelajaran
yang merupakan
proses pengembangan ide-ide dan konsep-konsep yang dimulai dari dunia nyata yang
disebut matematisasi konseptual oleh de Lange 1987 : 72 dilukiskan dalam gambar berikut :
Dunia nyata
Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi dalam refleksi
Abstraksi dan formalisasi
Gambar 2.1 Matematika Konseptual de Lange, 1987
28 RME mempunyai lima karakteristik de Lange, 1987. Secara ringkas
kelimanya adalah sebagai berikut : 1. Menggunakan masalah kontekstual masalah kontekstual sebagai
aplikasi dan titik tolak darimana matematika yang diinginkan dapat muncul.
2. Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal perhatian diarahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi daripada
hanya mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung. 3. Menggunakan kontribusi murid kontribusi yang besar pada proses
belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah yang lebih formal
atau standar.
4. Interaktivitas negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses
belajar secara konstruktif dengan strategi informal murid digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal.
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya pendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara
terpisah, tetapi keterkaitan dan keterintegrasiannya harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah.
Mengacu pada karakteristik pembelajaran matematika realistik diatas, maka langkah langkah dalam kegiatan inti proses pembelajaran matematika
realistik pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual.
Guru memberikan masalah kontekstual dan siswa memahami permasalahan tersebut.
Langkah 2 : Menjelaskan masalah kontekstual Guru menjelaskan situasi dan kondisi soal dengan memberikan
petunjuksaran seperlunya terbatas terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami siswa. Penjelasan ini hanya
sampai siswa mengerti maksud soal.
Langkah 3 : Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontektual
dengan cara mereka sendiri. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan
masalah dengan
cara mereka
dengan memberikan pertanyaanpetunjuksaran.
Langkah 4 : Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Guru menyediakan waktu dan kesempatan pada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan
pada diskusi kelas.
Langkah 5 : Menyimpulkan Dari diskusi guru menarik kesimpulan suatu prosedur atau
konsep.
29
4. Teori Yang Terkait dengan Pembelajaran Matematika Realistik
Terdapat beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran matematika realistik, diantaranya adalah teori Piaget, teori Bruner dan teori
Vigotsky. a. Teori Piaget
Menurut teori belajar Piaget, manusia tumbuh beradaptasi dan berubah
melalui perkembangan
fisik, perkembangan
kepribadian, perkembangan sosioemosional, perkembangan kognitif dan perkembangan
bahasa. Menurut Piaget Ratna Wilis Dahar, 1998 : 181, perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi memberikan
organisme kemampuan
untuk mensistematikkan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses
psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur- struktur.
Adaptasi merupakan organisasi yang cenderung untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Dalam proses asimilasi, orang menggunakan struktur atau kemampuan yang ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam
lingkungannya, sedangkan dalam proses akomodasi, orang memerlukan modifikasi struktur mental yang sudah ada untuk menanggapi respon terhadap
masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi. Jika dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi maka akan terjadi proses ketidakseimbangan disequilibrium, yaitu
ketidaksesuaian atau ketidakcocokan antara pemahaman saat ini dengan pengalaman baru, yang menyebabkan akomodasi.
Implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran menurut Slavin 1994 : 5 adalah sebagai berikut :
1. Memusatkan perhatian pada proses berpikir anak, bukan sekedar pada hasilnya.
30 2. Menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan
keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas, “jadi“ tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong
menentukan sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya. 3. Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan, sehingga guru harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu atau kelompok-
kelompok. Berdasarkan teori Piaget, pembelajaran realistik cocok dalam
kegiatan pembelajaran
karena pembelajaran
matematika realistik
memfokuskan pada proses berpikir siswa bukan sekedar kepada hasil. Selain itu dalam pembelajaran ini mengutamakan peran siswa berinisiatif untuk
menemukan jawaban dari soal kontekstual yang diberikan guru dengan caranya sendiri dan siswa didorong untuk terlibat aktif kegiatan pembelajaran.
b. Teori Bruner Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar tentang konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari
serta mencari
hubungan-hubungan antara
konsep-konsep matematika itu. Pemahaman terhadap konsep dan struktur-struktur suatu
materi menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehensif. Selain dari itu peserta didik mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai
pola terstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer.
Bruner dalam Hudojo, 1988 : 56 menggambarkan anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan, yaitu :
1. Enactive, pada tahap ini anak di dalam belajarnya menggunakan akal memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
2. Ikonik, dalam tahap ini kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek.
3. Symbolik, pada tahapan ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan obyek-obyek.
31 Berdasar teori Bruner, pembelajaran realistik cocok dalam kegiatan
pembelajaran karena di awal pembelajaran sangat dimungkinkan siswa memanipulasi obyek-obyek yang ada kaitannya dengan masalah kontekstual
yang diberikan guru secara langsung. Kemudian pada proses matematisasi vertikal siswa memanipulasi simbol-simbol.
c. Teori Vigotsky. Menurut Vigotsky dalam Slavin 1994 : 49 menekankan pada
hakekat sosio-kultural pembelajaran, yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya. Lebih lanjut Vigotsky yakin bahwa
fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antara individu interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa
sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut.
Ide penting lain yang dapat diambil dari teori Vigotsky adalah scaffolding, yaitu pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang peserta
didik selama tahapa awal pembelajaran dan kemudian peserta didik tersebut mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar segera setelah ia dapat
melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan atau dorongan yang memungkinkan peserta didik tumbuh sendiri.
Teori Vigotsky sejalan dengan salah satu karakteristik dari pembelajaran matematika realistik yang menekankan perlunya interaksi yang
terus menerus antara siswa satu dengan siswa yang lainnya juga antara siswa dengan pembimbing sehingga setiap peserta didik mendapat manfaat positif
dari interaksi tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara
teori Piaget, Vigotsky dan Bruner yaitu sama-sama menekankan pada keaktifan siswa untuk membangun sendiri pengetahuan mereka, menekankan proses belajar
terletak pada siswa sedangkan guru berfungsi sebagai pembimbing dan fasilitator, serta belajar ditekankan pada proses dan bukan hasil. Hal ini sejalan dengan
prinsip dan karakteristik dari pembelajaran matematika realistik.
32
5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan RME
Menurut Suwarsono dalam Jaka Purnama : 18 kelebihan-kelebihan Realistic Mathematics Education RME adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
tentang kegunaan matematika pada umumnya kepada manusia. 2. Pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang “biasa“ yang lain,
tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut. 3. Pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang satu dengan orang yang lain.
4. Pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
suatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan
materi-materi matematika yang lain dengan bantuan pihak lain yang sudah tahu guru. Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi. 5. Pendekatan RME memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan
pembelajaran lain yang juga dianggap “unggul“. 6. Pendekatan RME bersifat lengkap menyeluruh, mendetail dan operasional.
Proses pembelajaran topik-topik matematika dikerjakan secara menyeluruh, mendetail
dan operasional
sejak dari
pengembangan kurikulum,
pengembangan didaktiknya di kelas, yang tidak hanya secara makro tapi juga secara mikro beserta proses evaluasinya.
33 Selain kelebihan-kelebihan seperti yang telah diuraikan diatas, terdapat
juga kelemahan-kelemahan Realistic Mathematics Education RME yang menurut Suwarsono dalam Jaka Purnama : 20 adalah sebagai berikut :
1. Pemahaman tentang RME dan upaya pengimplementasian RME membutuhkan paradigma, yaitu perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai
berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru, peranan soal, peranan kontek, peranan alat peraga, pengertian belajar dan lain-lain. Perubahan paradigma ini
mudah diucapkan, tetapi tidak begitu mudah untuk dipraktekkan karena paradigma lama sudah begitu kuat dan lama mengakar.
2. Pencarian soal-soal yang kontekstual, yang memenuhi syarat-syara yang dituntut oleh RME tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang
perlu dipelajari siswa, terlebih karena soal tersebut masing-masing harus bisa diselesaikan dengan berbagai cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan cara untuk menyelesaikan tiap soal juga merupakan tantangan tersendiri.
4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa dengan melalui soal-soal kontekstual, proses matematisasi horisontal dan proses matematisasi vertikal
juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat agar guru bisa membantu siswa
dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu. Dalam hal ini dibutuhkan microdicdactics.
5. Pemilihan alat peraga harus cermat agar alat peraga yang dipilih bisa membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan RME.
6. Penilaian assessment dalam RME lebih rumit daripada dalam pembelajaran konvensional.
7. Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa berlangsung sesuai dengan
prinsip-prinsip RME.
34
6. Pembelajaran Matematika Konvensional
Istilah pembelajaran konvensional sama artinya dengan pembelajaran klasikal atau pembelajaran tradisional. Karena menurut KBBI 1990 : 459
“konvensional adalah tradisional“. Sedangkan tradisional sendiri diartikan sebagai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma
dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. KBBI 1990 : 959. Ulihbukit Karo-karo 1981 : 100 berpendapat bahwa “tradisional adakah tindakan ukuran
atau kriteria yang telah lama atau biasa dipakai“. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran dimana guru memiliki sikap, cara berfikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada
secara turun temurun. Dalam pembelajaran konvensional, proses belajar mengajar didominasi oleh guru. Hal ini mengakibatkan siswa bersifat pasif, reseptif
sehingga antara siswa yang pintar dan kurang pintar mendapat perlakuan yang sama. Karena siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru, ini akan
mengakibatkan siswa kurang inisiatif, sangat tergantung pada guru dan tidak terlatih untuk mencoba memecahkan masalah sendiri.
Menurut Soedjadi 2001 : 2 pembelajaran di sekolah-sekolah kita selama ini terpateri kebiasaan dengan urutan sajian pelajaran sebagai berikut : 1
diajarkan teori definisi teorema, 2 diberikan contoh soal dan 3 diberikan latihan soal.
Menurut Ulihbukit Karo-karo 1981 : 8 – 10, dalam pembelajaran matematika dengan metode konvensional melalui empat tahapan, yaitu :
1. Persiapan Guru membangkitkan perhatian dan minat siswa dengan mengulangi
bahan pelajaran yang telah diberikan, menerangkan tujuan yang hendak dicapai serta masalah yang hendak dipecahkan.
2. Penyajian bahan Menghubungkan bahan pelajaran baru dengan bahan yang telah
diketahui siswa, menuliskan dengan jelas judul dari bahan pelajaran baru kemudian dilanjutkan dengan skema bahan pelajaran yang ingin
disampaikan serta menjelaskannya.
3. Penilaian evaluasi Guru menanyakan bahan yang telah disampaikan baik setelah
pelaksanaan pembelajaran maupun terpisah dari kegiatan pembelajaran.
35 4. Penutup
Guru menyimpulkan isi dari bahan pelajaran yang baru saja disajikan, kemudian memberikan wakktu kepada siswa untuk mencatat, meresapi
dan memahaminya.
Pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada menyampaikan pengetahuan kepada siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada
guru. Selama kegiatan pembelajaran, guru cenderung lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dan hampir tidak ada interaksi antar siswa. Kebanyakan siswa hanya
mendengarkan dan menulis dengan tekun, hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru, dengan kata lain siswa cenderung pasif.
Uraian diatas dapat dipandang sebagai kelemahan dari pembelajaran konvensional. Adapun kelebihan dari pembelajaran konvensional antara lain :
1. Dapat menampung kelas besar dan setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan penjelasan guru.
2. Kemampuan masing-masing siswa kurang mendapatkan perhatian, sehingga isi dari silabus dapat mudah diselesaikan.
3. Bahan pelajaran dapat diberikan secara urut sesuai kurikulum.
7. Kemampuan Awal
Dalam pembelajaran matematika, kemampuan awal siswa akan berpengaruh pada pemahaman siswa pada materi selanjutnya, karena matematika
adalah mata pelajaran yang terorganisasikan, dimulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, selanjutnya ke postulat atau aksioma
sampai ke dalil atau teorema, maka pembelajaran matematika harus dilakukan secara hierarkis. Dalam pembelajaran matematika ada persyaratan tertentu yang
harus dipenuhi sebelum suatu konsep tertentu dipelajari. Persyaratan tersebut disebut prasyarat. Misalnya penjumlahan merupakan prasyarat bagi perkalian,
diferensial merupakan prasyarat bagi integral, dan lain-lain. Abdul Gafur 1989 : 57 mengemukakan bahwa “Kemampuan awal dan
karakteristik siswa adalah pengetahuan dan ketrampilan yang relevan, termasuk didalamnya lain-lain, latar belakang informasi karakteristik yang telah ia miliki
pada saat akan mulai mengikuti suatu program pengajaran“.
36
P Q
A B
O C
Sedangkan Winkel 1996 : 134 berpendapat bahwa: “Setiap proses pembelajaran mempunyai titik tolaknya sendiri atau
berpangkal pada kemampuan siswa tertentu tingkah laku awal untuk dikembangkan menjadi kemampuan baru sesuai dengan tujuan
instruksional. Oleh karena itu, keadaan siswa pada awal proses pembelajaran tertentu tingkah laku awal mempunyai relevansi terhadap
penentuan, perumusan dan pencapaian tujuan instruksional tingkah laku akhir“.
Tentang pentingnya kemampuan awal ini dikuatkan pula oleh Ahmad Rofani dan Abu Ahmadi 1992 : 161 yang berpendapat bahwa “Pengajaran akan
berhasil dengan baik bila dimulai dari apa yang telah diketahui peserta didik, baik pengetahuan dan tingkah laku prasyarat bagi bahan pengajaran berikutnya“.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal adalah kemampuan siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran yang lebih
tinggi tingkatannya.
8. Tinjauan Materi Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung
a. Unsur-Unsur Tabung dan Kerucut
1. Unsur-unsur Pada Tabung
Gambar disamping menunjukkan sebuah tabung.
Tabung terdiri dari sisi alas yang selanjutnya disebut alas, sisi atas yang selanjutnya disebut
tutup, dan sisi lengkung yang selanjutnya disebut selimut tabung.
Sisi alas dan sisi atas tutup tabung berbentuk lingkaran yang kongruen sama bentuknya dan sama ukurannya.
Garis OA, OB, dan OC disebut jari-jari alas tabung. Garis AB disebut diameter atau garis tengah alas tabung.
Garis BQ atau AP disebut tinggi tabung. 2. Unsur-unsur pada kerucut
Gambar berikut menunjukkan sebuah kerucut. Kerucut terdiri dari sisi alas yang berbentuk lingkaran dan sisi lengkung yang selanjutnya disebut selimut
kerucut.
37 Garis OA, OB, dan OC disebut jari-jari alas
kerucut. Garis AB disebut diameter atau garis tengah alas
kerucut. Garis
TA dan
TB, yaitu
garis yang
menghubungkan titik puncak kerucut dengan titik pada keliling alas disebut garis pelukis
kerucut.
b. Melukis Jaring-Jaring Tabung dan Jaring-Jaring Kerucut