Hasil analisis FTIR fourier transform infrared

0,5cm atau kurang berarti lemah. Berdasarkan uji aktivitas antibakteri, kitosan yang diuji memiliki daya hambat yang tergolong sedang sampai kuat karena memiliki diameter rata-rata 0,5-1,0 cm dan 1,0-2,0 cm. Wang 1992 meneliti bahwa konsentrasi kitosan yang lebih tinggi 1-1,5 dapat menginaktivasi S. aureus setelah 2 hari di inkubasi dalam medium pada pH 5,5-6,5. Ia juga melaporkan bahwa pencegahan bakteri yang terbaik setelah 2 hari selama inkubasi dengan 0,5 ataupun 1,0 kitosan pada pH 5.5. Melalui tahapan penelitian pengujian aktivitas antibakteri, perlakuan konsentrasi kitosan yang terbaik dalam menghambat bakteri untuk dijadikan perlakuan dalam pengujian chitoplast dipilih dengan rentang konsentrasi kitosan 0,5-1,5 . Derajat keasaman pH merupakan parameter penting pada produk, karena pH dapat mempengaruhi daya absorpsi pada kulit. Hasil pengukuran pH terhadap konsentrasi kitosan yang digunakan dalam pembuatan chitoplast dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengujian tingkat keasaman larutan kitosan Konsentrasi kitosan Nilai pH Kitosan 0,50 4,50 Kitosan 1,0 4,72 Kitosan 1,5 5,86 Hasil pengujian terhadap pH larutan kitosan menunjukkan bahwa larutan kitosan cenderung memiliki pH asam. Hal ini karena bahan dasar penyusun kitosan bersifat asam karena dilarutkan menggunakan asam asetat. Menurut Purwatiningsih et al. 2009, kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organic pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5. Selain itu, keberadaan perbedaan derajat deasetilasi kitosan dapat menyebabkan hasil penelitian yang berbeda Shahidi et al 1999.

4.1.3 Hasil analisis FTIR fourier transform infrared

Spektrum inframerah digunakan untuk penentuan derajat deasetilasi kitosan yang digunakan, mengetahui gugus fungsi kitosan. Derajat deasetilasi adalah penghilangan gugus asetil COCH 3 yang terdapat pada kitin. Kitin yang mengalami proses deasetilasi disebut kitosan. Derajat deasetilasi dari kitosan menentukan banyaknya gugus asetil yang telah hilang selama proses deasetilasi kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat deasetilasi, maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina menggantikan gugus asetil. Gugus amina lebih reaktif dibandingkan gugus asetil karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam struktur kitosan Muzzarelli dan Peter 1997 dalam Kencana 2009. Hasil analisis FTIR dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Spektrum FTIR kitosan Gambar 6 menunjukan nilai Derajat deasetilasi DD kitosan yang dihasilkan sebesar 73,45 Lampiran 3. Hal ini menandakan bahwa kitosan yang digunakan sudah cukup optimal berdasarkan nilai derajat deasetilasi kitosan standar, yakni 70 , karena menurut Muzarelli dan Peter 1997 kitin dengan nilai derajat deasetilasi lebih dari 70 dapat dikatakan sebagai kitosan. Selain itu terlihat juga dari hasil deteksi FTIR yang dibandingkan dengan standar menunjukkan hasil yang tidak berbeda signifikan terhadap gugus fungsi kitosan pada umumnya, yaitu gugus OH, CH, NH, amida dan karbonil. Kitosan yang dihasilkan identik dengan kitosan standar dengan sedikit pergeseran bilangan gelombang dapat disebabkan sedikit perbedaan kadar air dan kondisi lingkungan pengujian yang berbeda. Derajat deasetilasi sangat penting untuk menentukan karakteristik kitosan dan akan mempengaruhi penggunaannya. Semakin tinggi derajat deasetilasinya semakin tinggi kemurniannya artinya kitin dan kitosan sudah murni dari pengotornya yaitu protein, mineral dan pigmen serta gugus asetil untuk kitosan yang disertai kelarutannya yang sempurna dalam konsentrasi asam asetat 1,0 Suptijah 2004. Menurut Suptijah 2006 untuk menghasilkan kitosan dengan nilai DD derajat deasetilasi sebesar 84 dibutuhkan pemanasan pada suhu 130 °C selama 4 jam atau suhu 120 °C selama 6 –7 jam. Perendamanan dengan NaOH selain dapat meningkatkan derajat deasetilasi dapat juga mengakibatkan terjadinya depolimerisasi, oleh karena itu perendaman dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan waktu yang singkat.

4.2 Penelitian Utama