Model Pembiayaan Pengembangan UKM Agroindustri : Studi Kasus Usaha Pengolahan Tepung Ubi Jalar di Desa CIkarawang Kecamatan Dramaga
FINANCING MODEL OF AGROINDUSTRIAL SMALL BUSSINESS
DEVELOPMENT
Hartrisari Hardjomidjojo and Faiz Nasrullah Samara
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java
Indonesia.
Phone 62 251 8624622, e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Developing a small business become the most promising sector to raise against the uncertainty of national economic condition. It was proved when the money crisis happened in Indonesia in 1997, many giant manufacturing coorporates collapsed but small bussines survived because they have flexibility and ability in using the local commodities. However, developing a small bussiness is not as easy as flip a hand. Most of small bussines still using traditional ways in production, financing, and management One of the most crucial problems in developing small business is financing. Developing business means the extra needs of money and it can not be fulfilled by the owner of the small bussines itself. Therefore, the financing from Bank, become the best solution for this problem. Nowadays there are many Banks providing money lending services to support the development of small bussines. In general, Banks can be divided in two types, which are the conventional Bank and the syariah Bank. Both of them provide financial support but in a different schemes of calculating method. The conventional Bank uses interest rate to calculate the amount of margin such as the flat interest and the effective interest. In other hand, the syariah Bank uses profit sharing to calculate the margins named akad, some of the akad are murabahah, ijarah, and musyarakah. This study will analyze the investment criteria in developing Hurips’s buessiness which consist of NPV, IRR and Net B/C and also identify the best scheme in developing the Hurip’s bussiness.
Keywords : Small Bussines, Financial Support, Conventional and Syariah Bank, Time Value of Money, Investment Crtiteria
(2)
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Peran serta sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi lokal maupun nasional memiliki posisi yang sangat penting. Terlebih lagi dengan didukung ketersediaan lahan dan jumlah tenaga kerja yang melimpah. Badan pusat statistik (2006) melaporkan bahwa pada tahun 2005 ada sekitar 94,95 juta penduduk berusia Indonesia berusia 15 tahun keatas yang menyatakan bekerja. Kurang lebih 41,8 juta dari total penduduk yang bekerja tersebut (44%) menyatakan bekerja pada sektor pertanian dalam arti luas. Selain itu, Badan Pusat Statistik (2006) juga menyebutkan bahwa 71,33 % dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia digunakan untuk usaha berbaberbasis pertanian.
Kegiatan agroindustri bergerak dalam sektor pengolahan bahan baku dan komoditi pertanian menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi dengan adanya peningkatan nilai tambah. Usaha agroindustri dapat dilakukan pada berbagai skala usaha mulai dari skala usaha kecil, menengah, ataupun besar. Dalam rangka memajukan ekonomi daerah, usaha kecil dan menengah (UKM) agroindustri menjadi salah satu solusi unggulan. Selain menggunakan sumberdaya dengan kearifan lokal, UKM agroindustri juga memilki ketahanan terhadap pergerakan ekonomi secara nasional. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Mereka juga menciptakan lapangan pekerjaan relatif lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya.
Keberadaan usaha kecil di Indonesia mewakili hampir seluruh unit usaha di berbagai sektor ekonomi. Sampai saat ini usaha kecil mewakili sekitar 99,85 % dari jumlah keseluruhan unit usaha yang ada, sedangkan usaha menengah sebesar 0,14% saja, sehingga usaha besar hanya merupakan 0,01%. Dengan demikian, secara tidak langsung dapat dilihat bahwa penggerak perekonomian di Indonesia adalah sektor ekonomi rakyat yang mayoritas merupakan usaha dalam sektor pertanian, perdagangan, dan jasa.
Usaha kecil dan menengah (UKM) yang merupakan mayoritas pelaku ekonomi serta sektor yang tidak ataupun sangat sedikit memiliki keterkaitan dengan usaha besar dan ekonomi formal, sehingga krisis ekonomi sebenarnya hanya menmpengaruhi sebagian kecil pelaku ekonomi, sedangkan sebagian besar yang lainnya tidak terpengaruh dan dengan cepat akan pulih kembali. Kemandirian sektor ini menunjukkan bahwasannya baik industri kecil maupun industri rumah tangga merupakan sektor yang relatif mandiri dan tidak terkait dengan berbagai fasilitas maupun keterkaitan dengan usaha besar.
Masyarakat kelas bawah melalui usaha kecil dan menengah (UKM) dan lembaga keuangan mikro lainnya jarang disentuh oleh ilmu ekonomi formal, padahal selain jumlahnya yang besar, mereka juga kuat dalam menopang perekonomian Indonesia. Menurut Swasono (2001) kenyataan empiris di Indonesia telah membuktikan krisis moneter tahun 1997 telah melumpuhkan sektor manufaktur (industri-industri besar) yang banyak menggunakan bahan-bahan impor. Ketika mata uang dollar melonjak nilainya karena krisis ekonomi, bahan dan komponen impor menjadi mahal nyaris tidak terbeli oleh sektor industri besar, sementara itu produk-produk UKM pada umumnya menggunakan bahan baku dan sumberdaya lokal masih dapat bertahan.
Pengembangan sektor ekonomi rakyat ini menghadapi berbagai kendala yang tidak diiringi dengan kewaspadaan pemerintah dan civitas akademia dalam mengelola usaha-usaha kecil yang berkembang. Bebagai persoalan dalam pengembangan usaha kecil seperti teknologi pemasaran, promosi, produksi, penyimpanan, serta informasi seringkali menjadi hambatan baik dalam pendirian maupun pengelolaan
(3)
uasaha kecil terutama masalah pembiayaan. Pada penelitian ini akan dianalisis kelayakan investasi pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip. Metode yang digunakan dalam menganalisis kelayakan investasi mengacu pada kriteria kelayakan investasi yaitu NPV, Net B/C, dan IRR. Selanjutnya akan dikaji skema pembiayaan terbaik dalam pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip dari produk pembiayaan yang disediakan oleh Bank kmersial di sekitar Kecamatan Dramaga.
Sabirin (2001) menjelaskan bahwa untuk memberdayakan masyarakat golongan ekonomi lemah atau sektor usaha kecil adalah dengan menyediakan sumber pembiayaan usaha yang terjangkau. Salah satu strategi pembiayaan bagi golongan ini adalah usaha kredit mikro. Kredit mikro merupakan bantuan pinjaman modal yang dikeluarkan oleh investor baik pemerintah maupun non pemerintah, yang diberikan kepada pelaku usaha kecil dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Pembiayaan melalui kredit mikro ini telah banyak disediakan oleh lembaga keuangan formal yaitu bank baik bank dengan sistem konvensional maupun bank dengan sistem syariah. Pemilihan skema terbaik pada sistem syariah dan sistem konvensional dapat dilakukan dengan membandingkan suatu ukuran yang sama yaitu tingkat suku bunga (interest rate) dari besarnya angsuran yang dibayarkan pada setiap akhir periode dalam suatu periode waktu tertentu antar tia produk pembiayaan yang disediakan oleh Bank Komersial di sekitar Kecamatan Dramaga.
1.2.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan investasi pengembangan usaha dan mengidentifikasi model pembiayaan pengembangan UKM Agroindustri pada studi kasus pengembangan usaha pengolahan ubi jalar kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang Darmaga.
1.3.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan dengan studi kasus pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar di daerah Cikarawang Darmaga dengan mitra kelompok Tani Hurip.
2. Variabel utama yang menjadi pokok penelitian adalah pembiayaan kredit mikro sebagai sumber pembiayaan pengembangan UKM pengolahan tepung ubi jalar.
3. Analisis kelayakan pengembangan usaha meliputi asumsi perhitungan finansial, biaya investasi, proyeksi laba dan rugi, proyeksi arus kas.
4. Identifikasi model pembiayan terbaik dilakukan dengan membandingkan suatu ukuran yang sama yaitu tingkat suku bunga (interest rate) dari besarnya angsuran yang dibayarkan pada setiap akhir periode dalam suatu periode waktu tertentu yaitu lima tahun antara sistem konvensional dengan syariah.
(4)
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gambaran Umum Usaha Kecil Menengah (UKM)
Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan UU No 9/1995 adalah unit usaha yang tidak merupakan cabang usaha besar dan memiliki penjualan di bawah Rp. 1 milyar setahun dan aset di luar tanah dan bangunan dibawah Rp. 200 juta. Sedangkan definisi usaha menengah baru kemudian dikeluarkan melalui suatu Instruksi Presiden No 11/1999, yang menggolongkan usaha menengah hanya atas dasar kriteria aset di luar tanah dan bangunan antara Rp. 200 juta,- hingga Rp. 10 milyar.
Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Gerak sektor UKM potensial dalam menciptakan pertumbuhan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar, dapat menciptakan lapangan pekerjaan relative lebih cepat jika dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Selain itu UKM juga cukup terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting dalam pembangunan ekonomi yang kompetitif terutama.
Keberadaan usaha kecil di Indonesia mewakili hampir seluruh unit usaha di berbagai sektor ekonomi. Sampai saat ini usaha kecil mewakili sekitar 99,85 % dari jumlah keseluruhan unit usaha yang ada, sedangkan usaha menengah sebesar 0,14% saja, sehingga usaha besar hanya merupakan 0,01%. Dengan demikian, secara tidak langsung dapat dilihat bahwa penggerak perekonomian di Indonesia adalah sektor ekonomi rakyat yang mayoritas merupakan usaha dalam sektor pertanian, perdagangan, dan jasa.
Masyarakat kelas bawah melalui usaha kecil dan menengah (UKM) dan lembaga keuangan mikro lainnya amat jarang disentuh oleh ilmu ekonomi formal, padahal selain jumlahnya yang besar, mereka juga menopang perekonomian Indonesia. Menurut Swasono (2001) kenyataan empiris di Indonesia telah membuktikan krisis moneter tahun 1997 telah melumpuhkan sektor manufaktur (industri-industri besar) yang banyak menggunakan bahan-bahan impor. Ketika mata uang dollar melonjak nilainya karena krisis ekonomi, maka bahan dan komponen impor menjadi mahal nyaris tidak terbeli oleh sektor industri besar, sementara itu produk-produk UKM pada umumnya menggunakan bahan baku dan sumberdaya lokal masih dapat bertahan.
Menurut BPS (2006), Berdasarkan skala usaha, sebagian besar perusahaan/usaha merupakan Usaha Mikro (UM) dan Usaha Kecil (UK), dengan persentase masing-masing 83,43 persen dan 15,84 persen. Sedangkan jumlah perusahaan/usaha yang merupakan Usaha Menengah dan Besar (UMB) hanya 166,4 ribu atau tidak lebih dari satu persen terhadap seluruh perusahaan/ usaha.
Untuk jumlah penyerapan tenaga kerja, menurut BPS (2006),dari total jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 50 juta orang. Sekitar 38,7 juta orang (77 persen) bekerja pada perusahaan/usaha dengan lokasi permanen, sementara sisanya bekerja pada perusahaan/usaha di lokasi tidak permanen. Menurut skala usaha, 62,68 persen bekerja pada usaha mikro, 21,91 persen pada usaha kecil, 5,39 persen pada usaha menengah, dan 10,02 persen pada usaha besar.
(5)
Dalam pengembangan UKM, sering ditemui beberapa hambatan. Berdasarkan sensus ekonomi yang dilakukan BPS pada tahun 2006, permasalahan yang sering dijumpai pada UKM dijelaskan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Jenis Kendala dalam UKM Jenis Kendala Jumlah Persentase Modal 3.899.264 35,7 Pemasaran 3.795.953 34,8 Bahan baku 1.173.911 10,8 BBM/Energi 444.340 4,1 Transportasi 303.327 2,8 Keterampilan 133.329 1,2 Upah Buruh 95.128 0,8 Lainnya 1.073.802 9,8 Sumber : BPS (2006)
Dari Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwsa kendala yang menjadi permasalahan utama UKM adalah masalah modal dan masalah pemasaran yaitu sebesar 35.7% dan 34,8%. Dalam sensus ekonomi yang dilakukan BPS pada tahun 2006, terkait permasalahan modal ternyata sebagian UMK menggerakkan usahanya dengan modal milik sendiri (84,4%), hanya 15,6 persen UMK yang melakukan pinjaman dari pihak lain Adapun UMK yang meminjam modal dari pihak lain, kebanyakan meminjam pada teman, rentenir, pemberi modal di luar kerabat, dan lainnya yang sifatnya perorangan.
2.2
Konsep Kredit Konvensional
Berdasarkan Supramono (2009), kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntunan. Kredit biasanya disediakan oleh perbankan dengan sistem konvensional dengan skema perhitungan kredit tertentu. Skema kredit dibagi berdasarkan penghitungan pengembalian atas suku bunga dan metode penghitungan yang diterapkan. Secara umum penghitungan skema kredit dibagi kedalam dua jenis yaitu kema penghitungan dengan bunga flat dan skema penghitungan dengan suku bunga efektif. Selain itu terdapat satu bentuk skema yang merupakan hasil modifikasi skema efektif yaitu penghitungan skema dengan bunga anuitas.
Suyatno (2007) menjelaskan bahwa bentuk pemberian kredit berdasarkan penggunaannya dibagi dalam dua jenis yaitu kredit eksploitasi dan kredit modal kerja. Pengertian kredit eksploitasi adalah kredit berjangka waktu pendek yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk membiayai modal kerja sehingga dapat beralan dengan lancar. Kredit eksploitasi lazim disebut dengan kredit modal kerja karena bantuan modal kerja digunakan untuk menutupi biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas. Kredit ini berupa pembelian bahan baku, bahan penolong, dan biaya lain seperti upah tenaga kerja, biaya pengepakan/pengemasan, dan distribusi. Tujuan dari kredit ini adalah meningkatkan produksi baik peningkatan kualitatif maupun kuantitatif, sedangkan kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal. Pengertian dari penanaman modal atau investasi adalah pembelian barang-barang modal serta jasa
(6)
yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi atau modernisasi maupun ekspansi proyek yang sudah ada maupun pendirian proyek baru, pembangunan pabrik, pembelian mesin-mesin yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas usaha.
Usaha kredit mikro adalah suatu istilah lain dari micro credit. Kredit mikro digunakan sebagai pengembangan pinjaman dalam jumlah kecil kepada pengusaha yang terlalu lemah kualifikasinya untuk dapat mengakses pada pinjaman dari bank tradisional. Pinjaman diberikan untuk melayani modal kerja sehari-hari, sebagai modal awal untuk memulai usaha, atau sebagai modal investasi untuk membeli asset tidak bergerak. Pada umumnya, kredit mikro melayani area geografi tertentu atau masyarakat tertentu. Dana awalnya diberikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan dari kelompok tertentu seperti wanita, pendatang baru, anakanak, dan orang cacat. Kebanyakan usaha kredit mikro menawarkan beberapa bentuk dari bantuan teknis, seperti pelatihan usaha kecil, pertukaran pengalaman di antara anggota, dan peluang networking.
Sementara itu definisi kredit mikro yang dicetuskan dalam pertemuan The World Summit on Microcredit di Washington, pada tanggal 2-4 Februari 1997 adalah program atau kegiatan memberikan pinjaman yang jumlahnya kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya (Srinivas, 1999). Secara umum kredit mikro memilki beberapa kriteria utama seperti yang dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 2. Kriteria dasar program kredit mikro
Kriteria Besaran
Ukuran -Pinjaman Kecil tau sangat kecil Kelompok Sasaran -Pengusaha kecil (sektor
informal)
-Keluarga berpendapatan rendah Penggunaan -Meningkatkan pendapatan
-Pengembaian usaha -Kegiatan sosial (kesehatan, pendidikian)
Waktu dan Persyaratan -Fleksibel
-Disesuaikan dengan kondisi masyarakat
(7)
Untuk membangun sebuah kegiatan yang berkesinambungan (sustainable) diperlukan usaha dan sumberdaya yang maksimal. Demikian halnya juga dalam membangun dan mengembangkan usaha kecil dengan pembiayaan program kredit mikro. Berdasarkan Sirnivas (1999) terdapat langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk membangun program kredit-mikro yang berkesinambungan yaitu :
a. Memilih model atau program kredit-mikro b. Membangun konsensus
c. Menunjuk staf untuk pengembangan ekonomi
d. Mengikuti dan menyelaraskan dengan kebijakan-kebijakan nasional e. Memilih dan menilai institusi keuangan sebagai mitra
f. Membuat kesepakatan dengan mitra g. Memelihara kesepakatan kemitraan
Beberapa model kredit mikro di Indonesia disediakan oleh lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah. Beberapa jenis kredit mikro yang diberikan pemerintah antara lain Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (KUKESRA), Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Program Jaring Pengaman Sosial Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (JPS-PDMDKE). Adapun model kredit mikro non pemerintah yang berkembang di masyarakat antara lain adalah arisan, bank plecit, rentenir, dan koperasi simpan pinjam. Selain itu terdapat juga beberapa organisasi non pemerintah yang mulai menyelnggarakan penyediaankredit mikro seperti YPWI, Bina Swadaya, Kesuma Multiguna, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), International Relief Development (IRD), Mercy Corps International (MCI), Baitul Maal Tanwil (BMT), dan sebagainya (Wardoyo & Prabowo, 2001).
Jumingan (2005) menyatakan bahwa pemberian kredit mengandung suatu tingkat resiko (degree of risk) tertetu. Untuk menghindari dan memperkecil resiko kredit tersebut, maka permohonona kredit harus dinilai oleh bank atas dasar syarat-syarat bank teknis yang biasa dikenal dengan 5C yaitu :
a. Character
Bank mencari data tentang sifat-sifat pribadi, watak dan kejujuran pimpinan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya. Untuk mengetahui karakter nasabah bank dapat melakukan beberapa langkah yaitu mengenal nasabah dari dekat, mengumpulkan keterangan mengenai aktivitas clon debitur dalam perbankan, mengumpulkan keterangan dan meminta pendapat dari kerabat dekatnya.
b. Capacity
Bank melakukan penilaian kemampuan nasabah dalam manajemen maupun keahlian di bidang usaha yang dijalani. Hl-hal yang harus dipehatkan dalam melakukan penilaian yaitu anga penjualana produksi, penjualan dan pembelian, perhitungan proyeksi laba rugi, serta data-data financial di waktu-waktu yang lalu yang tercermin dalam laporan keuangan.
c. Capital
Bank menganalisa posisi financial perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio finansialnya. Analisa yang dilakukan bank berupa analisa rasio untuk mengetahui likuiditas, solvabilitasi, dan rentabilitasu dari perusahaan calon peminjam kredit, sert analisa neraca keuangan minimal dari dua tahun terakhir.
(8)
d. Collateral
Bank dalam menilai kepemilikan jaminan, mengukur stabilitas nilai jaminan dan mempehatikan kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relative singkat tanpa terlalu mengurangi nilainya.
e. Conditions
Faktor-faktor bisnis yang ada di lingkungan sekitar lokasi proyek mempunyai pengaruh kuat terhadap ciri atu corak yang dibangun, baik proyek baru maupun perluasan. Hal-hal yang perlu diperhatikan bank yaitu keadaan ekonomi, kondisi usaha calon pinjaman, serta kebijaksanaan pemerintah.
2.3
Konsep
Time Value of Money
Nurmalina (2010) menjelaskan bahwa dalam studi kelayakan bisnis, biaya dan manfaat biasanya bukan hanya jumlahnya yang berbeda tetapi juga waktu dibayarkan dan diterima yang berbeda selama umur bisnis. Membandingkan besar biaya dan manfaat sama pentingnya dengan menilai waktu terjadinya biaya dikeluarkan dan manfaat yang diterima karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang. Sejumlah uang yang dikeluarkan dalam bentuk biaya bisnis, atau uang yang diperoleh sebagai manfaat bisnis mempunyai nilai yang berbeda bila dikeluarkan atau diterima dalam waktu yang berbeda.
Beberapa alasan yang menyebabkan nilai uang berubah seiring waktu adalah inflasi, konsumsi, dan produktifitas. Adanya faktor inflasi, time preference of money, risiko dan ketidakpastian, serta faktor produktivitas uang akan mempengaruhi besarnya nilai uang sekarang dibandingkan dengan nilainya di waktu yang akan dating. Dalam memperhitungkan nilai uang di masa dapat digunakan Discount Factor.
Discount Factor digunakan untuk menghitung sejumah uang disaat sekarang (P) bila diketahui sejumlah uang dimasa yang akan dating (F) dengan memperhatikan suatu periode waktu tertentu (n).
2.4
Konsep Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah adalah salah satu dari fungsi perbankan syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak-pihak yang membuthkan dana sesuai dengan prinsip syariah, yaitu bagi hasil, jual beli, dan sewa beli yang terbebas dari penetapan bunga. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 UU No 10 tahun 1998, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan tagihan atau yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan piak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Supramono, 2009).
Berdasarkan Yogaswara (2010), pembiayaan pada perbankan syariah secara umum terdiri atas tiga prinsip. Pertama yaitu prinsip jual beli yang terdiri atas murabahah, istishna, dan salam. Prinsip jual beli adalah akad jual beli antara nasabah dengan bank. Bank membeli barang tertentu dan menjual kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati. Kedua yaitu prinsip bagi hasil yang teridiri dari murabahah dan musyarakah. Konsep bagi hasil merupakan jenis pembiayaan dengan bagi hasil yang ditentukan sesuai kesepakatan antara bank dengan nasabah. Pihak bank menyediakan dana 100% sedangkan pihak nasabah berlaku sebagai pengelola. Keuntungan yang didapat akan dibagi berdasarkan porsi bagi hasil yang telah ditetapkan di awal. Ketiga yaitu prinsip sewa beli yaitu
ijarah yaitu pejanjian antara bank sebagai pihak yang menyewakan dengan nasabah sebagai pihak penyewa. Perjanjian dilakukan atas suatu barang milik bank dan bank mendapatkan imbalan atas barang yang disewakan. Pada akad ijarah biasanya diikuti dengan pembelian hak milik dari suatu barang diakhir jangka waktu sewa oleh nasabah sehingga pada akhir janka waktu, barang yang disewakan berpindah
(9)
kepemilikan kepada nasabah dengan nilai pembayaran yang disepakati. Perbedaan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Perbedaan bank konvensional dan bank syariah
No Permasalahan Bank Syariah Bank Konvensional 1 Fungsi dan kegiatan
bank
Manajer investasi, investor, sosial, jasa keuangan.
Intermediary unit, jasa keuangan 2 Mekanisme dan objek
usaha
Anti maisir, gharar, riba, dan
bathil
Pro maisir, gharar, riba, dan
bathil
3 Hubungan dengan nasabah
Kemitraan Pinjam Meminjam 4 Landasan operasional Tidak bebas nilai (berdasarkan
prinsip syariah), uang sebagai alat tukar bukan komoditi, bunga ddalam berbagai bentuknya dilarang, menggunakan prinsip bagi hasil atas keuntungan transaksi riil
Bebas nilai berdasarkan prinsip materialism, uang sebagai komoditi yang dipertahankan, bunga seagai instrumen imbalan terhadap pemilik uang yang sudah ditetapkan jumlahnya dimuka
5 Fungsi dan peran Lembaga intermediary, agen investasi, investor, penyedia jasa lalu lintas pembayaran, pengelola dana kebajikan, hubungan dengan nasabah adalah kemitraan
Lembaga intermediary, penghimpun dana masyarakat dan meminjamkan kembali kepada masyarakat dalam kredit dengan imbalan bunga, penyedia jasa/lalu lintas pembayaran, hubungan antara bank dengan nasabah adalah debitur dan kreditur
6 Resiko usaha Dihadapi bersama antara bank dengan ansabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran, tidak mengenal kemungkinan terjadinya selisih negatif karena sistem yang digunakan
Resiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, kemungkinan terjadi selisih negative antara pendapatan bunga dengan beban bunga 7 Sesitem pengawasan Adanya pengawasan syariah
untuk memastikan operasional bank tidak menyimpang dari syariah disamping tuntunan moralitas pengelola bank dan nasabah sesuai akhalkul karimah
Aspek moralitas seringkali terlanggar karena tidak adanya nilai-nilai religius yang mendasari operasionalnya
(10)
2.5
Potensi Tepung Ubi Jalar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sunarti (2010), tepung ubi jalar merupakan produk olahan dari bahan baku ubi jalar yang relatif mudah dilakukan oleh masyarakat pedesaan. Ubi jalar mempunyai prospek yang besar sebagai bahan industri pangan khususnya tepung. Pemberdayaan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar memiliki beberapa manfaat antara lain :
1. Bahan baku ubi jalar relatif mudah diperoleh karena tanaman ini banyak diusahakan oleh petani, baik di lahan sawah maupun di tegal.
2. Proses pembuatan tepung ubi jalar relatif mudah dan sederhana, sehingga dapat dilakukan oleh industri skala kecil sampai skala besar.
3. Tepung ubi jalar dapat digunakan sebgaai bahan substitusi terigu untuk produk makanan olahan (daya substitusi terganung dari produk yang dihasilkan).
4. Kemampuan substitusi tersebut diperkirakan dapat menekan biaya produksi untuk industri makanan olahan .
5. Untuk produk-produk makanan yang manis seperti cookies, dapat menghemat penggunaan gula sampai 20% karena tepung ubi jalar mengandung kadar gula yang tinggi.
6. Mutu bahan baku produk yang dihasilkan dan penerimaan konsumen tidak turun scara nyata. Selain itu, Heriyanto dan Winarto (1998) menambahkan bahwa upaya pemanfaatan tepung ubi jalar dapat memberikan dampak positif sebagai berikut :
1. Dinamika ekonomi pedesaan akan meningkat kaena adanya rangsangan aktivitas ekonomi ubi jalar. 2. Petani sebagai produsen ubi jalar akan terangsang untuk meningkatkan produktivitas karena adanya
jaminan pasar dan harga.
3. Munculnya industri pengolahan memungkinkan terserapnya surplus tenaga kerja yang pada umumnya terdapat di pedesaan.
4. Industri pengolahan pangan olahan dapat menekan biaya produksi dan ketergantungan pada tepung terigu.
(11)
III.
METODOLOGI
3.1
Kerangka Pemikiran Konseptual
Pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu strategi untuk memperkuat perokonomian nasional. Dalam rangka pengembangan UKM, dijumpai berbgaai permasalahan diantaranya SDM, teknologi, informasi, dan permodalan. Permodalan merupakan salah satu faktor pendukung dalam pengembangan usaha agroindustri terutama bagi usaha dengan skala kecil dan menengah. Sumber permodalan didapat dari modal sendiri dan modal pinjaman. Pada skala UKM modal sendiri biasanya tidak tersedia dalam jumlah besar sedangkan kebutuhan untuk pengembangan usaha membutuhkan jumlah biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu dalam pengembangan UKM, sumber modal pinjaman menjadi salah satu alternatif dalam pengadaan modal untuk pengembangan usaha.
Kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga merupakan kelompok Tani perintis yang memulai usaha pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar. Usaha yang dialankan masih mengolah bahan baku ubi jalar dengan bagian yang sangat sedikit dari jumlah keseluruhan panen ubi jalar yang tersedia di Desa Cikarawang. Dalam peningkatan kapasitas usaha, kelompok Tani Hurip memerlukan tambahan sarana dan infrastruktur yang pada akhirnya memerlukan sejumlah biaya tambahan untuk investasi dan modal kerja dengan jumlah yang tidak sedikit. Pengajuan pinjaman ke lembaga keuangan formal yaitu bank menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah permodalan.
Sumber pinjaman modal didapat dari lembaga keuangan formal yaitu bank dan tersedia dalam dua sistem pembayaran yaitu konvesional dan syariah. Pada dasarnya kedua sistem perbankan ini memiliki prinsip yang sama yaitu menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat serta melakukan jasa-jasa keuangan. Agar pengembangan usaha pengolahan ubi jalar yang dilakukan kelompok Tani Hurip dapat berjalan lancar, tentunya diperlukan analisis kelayakan pengembangan usaha dan bantuan permodalan yang secara finansial akan menguntungkan usahanya dan tidak memberatkan dalam pembayaran angsuran setiap bulannya. Untuk itu perlu dilakukan perbandingan antar skema pembiayaan konvensional dan skema pembiayaan syariah dengan menggunakan ukuran yang sama yaitu nilai present worth of annuity dari pinjaman yang dibayarkan setiap periode tertentu.
3.2
Tata Laksana
Tahapan yangharus dilaksanakan dalam melakukan penelitian ini terdiri dari pengumpulan data dan pengolahan data.
3.2.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan membandingkan skema pembiayaan untuk pengembangan usaha. Data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pemecahan masalah pengambilan suatu keputusan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak terkait yaitu kelompok Tani Hurip di Desa Cikarawang Kecamatan. Untuk data sekunder diperoleh melalui laporan, artikel, jurnal, dan statistik dari instansi-instansi pemerintah, buku, internet dan sebagainya.
(12)
3.2.2 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh kemudian diolah sehingga didapatkan analisis keuangan pengembangan usaha. Dari hasil tersebut akan dibandingkan kriteria investasi pengembangan dengan antar skema pembiayaan. Analisis kelayakan usaha akan dilakukan dengan melihat kriteria kelayakan investasi NPV, IRR, dan Net B/C. Untuk pemilihan skema terbaik dilakukan dengan membandingkan suatu ukuran yang setara pada sistem konvensional dan sistem syariah. Pada sistem konvensional tingkat suku bunga sudah ditentukan sebagai ukuran dalam penghitungan margin keuntungan bank, sedangkan pada sistem syariah perhitungan margin bank menggunakan sistem bagi hasil. Dalam penentuan skema terbaik perlu dilakukan analisis kesetaraan tingkat bagi hasil dan suku bunga dengan menggunakan ukuran nilai sekarang dari angsuran yang dibayarkan setiap akhir periode selama suatu periode waktu tertentu (present worth annuity factor). Skema yang akan dianalisis adalah skema flat dari sistem konvensional dengan tingkat suku bunga 40%, sedangkan pada sistem syariah akan dianalisis skema akad jual beli (murabahah) dan skema akad sewa (ijarah) dengan nisbah Bank 40%.
3.2.3 Kriteria Investasi
Soeharto (2002) mengungkapkan bahwa dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks yang disebut kriteria investasi (investment criteria). Pada umumnya kriteria investasi terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Setiap kriteria dipakai untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu proyek atau layak tidaknya suatu proyek atau usaha untuk dijalankan.
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.
Keterangan :
Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n)
n = umur ekonomis proyek
Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal. Nilai NPV juga bisa dicari dengan persamaan Microsoft Excel melalui fungsi berikut.
(13)
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen. IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan perhitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Rumus IRR adalah sebagai berikut.
Keterangan :
NPV (+) = NPV bernilai positif NPV (-) = NPV bernilai negatif
i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif
Jika IRR dari suatu proyek atau usaha sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku, maka NPV
dari proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ I, maka proyek atau usaha layak untuk dijalankan, begitu pula
sebaliknya. Perhitungan IRR juga bisa dilakukan dengan fungsi di Microsoft Excel sebagai berikut. = IRR (values,[guess])
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai berikut.
Net B/C = NPV B-C Positif / NPV B-C Negatif
Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan.
3.2.4 Present Worth Annuity Factor
Berdasarkan Nurmalina (2010), dalam menentukan tingkat suku bunga (interest rate), dapat digunakan analisis Present Worth Annuity Factor (P/A) dengan mencari nilai (i) dari sejumlah uang saat sekarang (P) dan sejumlah uang diterima atau dibayarkan setiap akhir periode (A) untuk suatu periode tertentu (n). Rumus perhitungan dapat dilihat dibawah ini. Penentuan tingkat suku bunga juga bisa menggunakan fungsi di Microsoft Excel sebagai berikut.
= rate (nper,pmt,pv,[fv],[type],[guess])
Keterangan : i : Rate
A : Annuity factor
n : time period
(14)
IV.
DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR
4.1
Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip
Kelompok Tani Hurip terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Desa Cikarawang adalah salah satu Desa di Kecamatan Dramaga dengan luas wilayah 226,56 Ha . Desa Cikarawang berbatasan dengan Sungai Cisadane disebelah utara, Kelurahan Situ Gede di sebelah timur, Sungai Ciapus di sebelah selatan, dan Sunga Cisadane di sebelah barat. Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga secara umum berupa daratan dan persawahan yang berada pada ketinggian sekitar 193 meter diatas permukaan laut dan dengan suhu rata-rata berkisar antara 25oC sampai dengan 30oC. Desa Cikarawang terdiri atas 3 Dusun, 7 RW dan 32 RT.
Jumlah penduduk Desa Cikarawang sebanyak 8.227 jiwa terdiri dari 4.199 laki-laki dan 4.028 perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 2.114 dengan jumlah keluarga miskin sebanyak 777 kepala keluarga atau menempati 35.3% dari jumlah keseluruhan. Jenis pekerjaan masyarakat di Desa Cikarwang dijelaskan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Perbandingan Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Cikarawang Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
Petani 310
Buruh Tani 225
Pedagang 435
Pegawai Negri Sipil 175
TNI/POLRI 2
Karyawan Swasta 477 Wirausaha Lainnya 600 Sumber : Profil Desa Cikarawang
Kelompok Tani Hurip merupakan merupakan salah satu kelompok Tani yang tegabung dalam Gabungan Kelompok Tani Cikarawang (GAPOKTAN) Mandiri Jaya. Kelompok Tani Hurip berdiri sejak tahun 1994 dengan komoditi pertanian utamanya adalah ubi jalar, padi, kacang tanah dan tanaman palawija. Pada tahun 2007 kelompok Tani Hurip baru memulai usaha pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar. Hal ini dilatarbelakangi melimpahnya bahan baku ubi jalar saat panen besar yang tidak dimanfaatkan sehingga membusuk begitu saja.
Ide pengolahan tepung ubi jalar dicetuskan oleh ketua kelompok Tani Hurip yaitu Ahmad Bastari yang hingga kini masih mengetuai kelompok Tani Hurip sekaligus juga mengetuai GAPOKTAN Mandiri Jaya. Dengan adanya usaha pengolahan tepung ubi jalar, selain meningkatkan nilai tambah ubi jalar juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Desa Cikarawang. Sampai saat ini pemasaran tepung ubi jalar
(15)
yang diberi nama Tepung Ubi Jalar Cap Hurip telah sampai ke Jakarta, Bogor, dan Tangerang dengan produk utama yaitu tepung ubi jalar. Struktur kepengurusan kelompok Tani Hurip dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Struktur Kepengurusan Kelompok Tani Hurip
4.2
Proses Produksi Tepung Ubi Jalar
Usaha pengolahan tepung ubi jalar yang dijalankan kelompok Tani Hurip menggunaan bahan baku ubi yang berasal dari hasil pertanian Desa Cikarawang. Saat ini kelompok Tani Hurip mengolah 100 kg ubi jalar setiap minggunya. Adapun diagram alir proses produksi dijelaskan pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Diagram alir pengoahan tepung ubi jalar
Proses produksi keseluruhan dilakukan di rumah ketua kelompok Tani Hurip yaitu Ahad Bastari. Proses produksi dimulai dari proses penerimaan ubi segar dari petani ubi di Desa Cikarawang. Penerimaan ubi segar dilakukan di teras rumah ketua kelompok Tani Hurip, ubi dikupas dengan pisau untuk memisahkan kulit luar ubi dengan daging ubi, kemudian dicuci dengan air hingga ubi bersih dari kotoran atau tanah yang masih menempel.
Proses selanjutnya adalah proses penyautan atau pemarutan. Ubi disaut menjadi bentuk kecil-kecil dan tipis. Tujuan dari proses penyautan adalah untuk memperluas bidang permukaan sehingga dalam proses pengeringan ubi akan lebih cepat kering. Hasil sautan ubi kemudian diperas dan hasil perasannya ditampung. Air hasil perasan ubi dan ubi yang telah diperas akan diendapkan dan kemudian dikeringakan dengan sinar matahari. Hasil air perasan yang dikeringkan akan menjadi pati sedangkan ubi yang telah kering akan digiling sehingga dihasilkan tepung ubi jalar. Produk akhir adalah campuran dari tepung hasil gilingan dengan pati hasil pengeringan air perasan ubi yang kemudian dikemas dan diberi label.
(16)
Dalam setiap pengolahan 5 kg ubi segar akan dihasilkan 2 kg tepung ubi jalar yang berarti tingkat rendemen pengolahan tepung ubi jalar adalah sebesar 40%. Jadi, dalam setiap pengolahan 100 kg ubi akan menghasilkan 40 kg tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar yang telah siap dikemas dalam kemasan 500 gram dan siap untuk dipasarkan.
Selama satu kali periode proses produksi, tenaga kerja yang dibutuhkan berjumlah empat orang ditambah satu tenaga kerja tambahan yang bertugas mengawasi proses pengeringan. Dalam proses penyautan, pemerasan, pengilingan, dan pengemasan sudah mengunakan mesin. Mesin yang digunakan antara lain hammer mill, mesin sautan, dan mesin pemeras sentrifugal yang semuanya mengunakan motor bakar sebagai sumber tenaganya dan untuk proses pengemasan menggunakan plastic sealer. Sedangkan untuk tahapan produksi yang lain masih menggunakan alat-alat sederhana seperti pisau untuk pengupasan, baskom unuk proses pencucian, dan nampan bambu yang digunakan selama proses pengeringan.
4.3
Rencana Pengembangan Usaha Kelompok Tani Hurip
Saat ini kapasitas produksi pengolahan tepung ubi jalar adalah 100 kg bahan baku ubi jalar segar. Kapasitas ini masih dirasa kecil dibandingkan bahan baku ubi jalar yang tersedia melimpah di Desa Cikarawang yaitu 50 ton ubi jalar segar setiap bulannya. Unsur ketidakpastian cuaca dan keterbatasan ruang menjadi latar belakang kelompok Tani Hurip hanya mengolah 100 kg bahan baku ubi jalar segar. Hal ini dikarenakan proses produksi tepung ubi jalar terutama proses pengeringan memerlukan tempat yang cukup besar dan sangat tergantung pada kondisi cuaca dimana sinar matahari cukup untuk proses pengeringan yang cukup lama.
Pengembangan usaha yang akan dilakukan oleh kelompok Tani Hurip adalah pemindahan lokasi produksi ke pabrik kecil yang akan didirikan di tanah milik ketua Kelompok Tani. Tanah yang tersedia seluas 300 m2 dan akan didirikan bangunan diatasnya seluas 50 m2. Menurut perkiraan ketua Kelompok Tani Hurip, dengan adanya lokasi produksi yang baru, kapasitas usaha dapat meningkat sampai dengan pengolahan ubi jalar 300kg untuk setiap minggunya.
Pemindahan lokasi produksi ini membutuhkan tambahan modal investasi untuk pengadaan sarana produksi dan juga membutuhkan modal kerja tambahan karena untuk pengadaan bahan baku, upah tenaga kerja, biaya kemasan, dan yang lainnya. Penjelasan lebih lanjut mengenai analisis keuangan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip akan dijelaskan pada bab seanjutnya.
4.4
Rencana keuangan
Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.
4.4.1 Asumsi Perhitungan Keuangan
Rencana keuangan memerlukan beberapa penetapan asumsi yang disesuaikan dengan kondisi pada saat kajian dilakukan dan didasarkan pada kondisi kebutuhan pengembangan usaha. Asumsi dasar yang menjadi perhitungan dalam rencana keuangan digunakan dapat menentukan kelayakan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip.
(17)
a. Rencana keuangan ini dilakukan dengan biaya investasi untuk pengembangan usaha. b. Umur investasi diasumsikan selama 10 tahun.
c. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek adalah 50% dari nilai awal, nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari nilai awal, nilai sisa perlengkapan kantor dan nilai sisa perlengkapan utilitas adalah 10% dari nilai awal.
d. Umur ekonomis diasumsikan selama 10 tahun e. Biaya pemeliharaan adalah 10% dari harga awal.
f. Jumlah hari kerja per tahun adalah 288 hari dengan asumsi dalam satu bulan terdapat 24 hari kerja dan dalam satu minggu terdapat 6 hari kerja.
g. Discount Factor yang digunakan diasumsikan sebesar 12%.
h. Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 2a yaitu 28%. i. Modal kerja dihitung berdasarkan kebutuhan produksi pada bulan petama produksi.
j. Kapasitas produksi pada tahun pertama adalah 80%, kapasitas produksi pada tahun kedua adalah 90%, kapasitas produksi pada tahun ketiga adalah 100%, kapasitas produksi pada tahun keempat dan seterusnya adalah 100%.
k. Proyek dimulai pada tahun ke-0 sedangkan produksi pertama dimulai pada tahun ke-1. Asumsi-asumsi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.4.2 Modal Usaha
Modal usaha terdiri dari dua jenis yaitu modal investasi dan modal kerja. Biaya investasi merupakan jumlah biaya yang dibutuhan dalam pengembangan usaha pengolahan ubi jalar Kelompok Tani Hurip. Biaya investasi yang dibutuhkan meliputi tanah dan bangunan, mesin dan peralatan, fasilitas penunjang, alat kantor, dan biaya perizinan. Ringkasan biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Ringkasan kebutuhan biaya investasi No. Komponen Nilai Total (Rp)
1. Tanah dan Bangunan 45.000.000 2. Fasilitas penunjang 1.300.000 3. Mesin dan peralatan 6.600.000
4. Perizinan 2.000.000
Subtotal 54.900.000
Kontingensi 10% 5.490.000
Total 60.390.000
Dalam perhitungan kebutuhan biaya investasi, suatu perkiraan biaya tidak mungkin sepenuhnya tepat. Oleh sebab itu, dalam suatu rencana bisnis biasanya terdapat suatu kontingensi yang disiapkan untuk menutupi kekurangan yang mungkin terjadi. Biaya kontingensi adalah biaya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga yang diperkirakan akan terjadi seperti bencana alam atau kesalahan perhitungan awal. Selain itu, biaya kontingensi juga disiapkan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang mungkin terjadi selama berlangsungnya pelaksanaan rencana bisnis.
(18)
Pada studi kasus pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip, total kebutuhan biaya investasi termasuk kontingensi adalah sebesar Rp 60.390.000. Pengadaan kebutuhan investasi tidak semuanya dilakukan dengan membeli kebutuhan investasi yang baru, namun menggunakan barang-barang yang sudah ada sebelum usaha ini dikembangkan seperti pada peralatan kantor. Rincian kebutuhan investasi untuk pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip dapat dilihat pada Lampiran 2.
Untuk modal kerja pada kasus pengembangan usaha tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip dibutuhkan pada bulan pertama produksi. Modal kerja digunakan untuk memenuhi biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap teridiri dari biaya administrasi, biaya pemasaran, biaya penyusutan, dan biaya pemeliharaan. Sedangkan biaya variabel teridiri dari biaya bahan baku, biaya
kemasan, dan upah tenaga kerja. Kebutuhan modal kerja untuk bulan pertama adalah sebesar Rp 3.819.700.
4.4.3 Perhitungan Depresiasi
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat arus kas adalah depresiasi atau penyusutan. Depresiasi adalah suatu metode perhitungan akuntansi yang bermaksud membebankan biaya perolehan asset dengan membayar selama periode tertentu dimana asset tersebut masih berfungsi (Soeharto,2000). Depresiasi menunjukkan penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud, misalnya gedung, mesin dan peralatan produksi, dan sebagainya seiring dengan waktu dan penggunaannya. Pada analisis ini metode yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line method). Dimana pada metode garis lurus memperhitungkan umur ekonomis, harga awal, dan nilai sisa. Umur ekonomis merupakan umur pakai mesin atau peralatan sehingga mesin atau peralatan tersebut dikatakan tidak menguntungkan lagi secara ekonomis walaupun sesungguhnya mesin atau peralatan tersebut masih dapat digunakan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai depresiasi setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 3.044.000. Rincian perhitungan depresiasi ini disajikan pada Lampiran 3.
4.4.4 Prakiraan Biaya Produksi dan Penerimaan
Biaya yang digunakan dalam rencana keuangan ini dibagi dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak dipengaruhi oleh intensitas kegiatan. Biaya yang termasuk biaya tetap adalah biaya administrasi, biaya promosi dan pemasaran, biaya penyusutan, dan biaya pemeliharaan. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya ditentukan sesuai dengan volume kegiatan produksi. Biaya variabel pada usaha pengolahan tepung ubi jalar kelompok Tani Hurip meliputi biaya bahan baku, biaya bahan kemasan, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya bahan bakar.
Rincian biaya tetap dan biaya variabel disajikan pada Lampiran 4 dan perhitungan biaya operasional disajikan pada Lampiran 5. Prakiraan biaya produksi tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip pada tahun pertama sebesar Rp. 44.568.800, pada tahun kedua sebesar Rp. 48.694.400, pada tahun ketiga dan seterusnya sebesar Rp. 52.820.000. Prakiraan biaya pada awal-awal produksi memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun ketiga dan seterusnya, hal ini dikarenakan pada awal produksi kapasitas produksi belum penuh, sedangkan pada tahun ketiga dan seterusnya kapasitas produksi sudah mencapai 100%.
Pada tahun pertama perusahaan memproduksi sebanyak 80% dari kapasitas total. Pada tahun kedua perusahaan memproduksi 90%, pada tahun ketiga perusahaan memproduksi sebanyak 100%, pada tahun keempat dan setersunya perusahaan memproduksi sebanyak 100%. Prakiraan penerimaan yang diperoleh
(19)
pada tahun pertama adalah Rp. 73.728.000 pada tahun kedua adalah Rp. 82.944.000 sedangkan prakiraan penerimaan pada tahun ketiga dan seterusnya adalah Rp. 92.160.000. Proyeksi penerimaan ini dihitung dengan asumsi harga tetap selama periode operasional. Informasi mengenai harga dan perkiraan penerimaan dapat dilihat pada Tabel 6 dan informasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 6.
Tabel 6. Proyeksi penerimaan pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip
Tahun ke- Kapasitas produksi (%) Produksi tepung per tahun (bungkus) Harga jual (Rp) Penerimaan (Rp)
1 80
9.216 8.000 73.728.000
2 90
10.368 8.000 82.944.000
3 100
11.520 8.000 92.160.000
4 100
11.520 8.000 92.160.000
5 100
11.520 8.000 92.160.000
6 100
11.520 8.000 92.160.000
7 100
11.520 8.000 92.160.000
8 100
11.520 8.000 92.160.000
9 100
11.520 8.000 92.160.000
10 100
11.520 8.000 92.160.000
4.4.5 Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba rugi merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan perusahaan setiap periode yang merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan. Proyeksi laba rugi diperlukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Jadi dari laporan rugi laba dapat dilihat keuntungan atau kerugian yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu tertentu. Laba rugi adalah selisih antara penjualan bersih produk selama satu periode tertentu dengan total biaya selama periode yang sama.
Pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 yaitu sebesar 28%, untuk mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih ini kemudian menjadi dasar perhitungan dalam analisis arus kas. Secara sederhana perhitungan rugi laba didapat antara selisih penerimaan dengan biaya operasional tiap periodenya yang hasilnya dikurangi dengan pajak. Penyusunan laporan rugi laba harus dibuat sedemikian rupa agar mudah diikuti urutan jalannya perhitungan dari awal sampai akhir. Pada kasus pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip, proyeksi laba yang didapatkan tiap tahunnya jika perproduksi pada kapasitas 100% adalah sebesar Rp 28.324.800 per tahun atau Rp 2.360.400 setiap bulannya dan telah dikurangi pajak. Besarnya proyeksi rugi laba ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 7.
(20)
Tabel 7. Proyeksi laba rugi pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip Tahun ke- Total Penerimaan (Rp) Total Pengeluaran (Rp) Laba Kotor (Rp) Pajak Penghasilan (Rp) Laba Bersih (Rp) 1 73.728.000 44.568.800 29.159.200
8.164.576 20.994.624 2 82.944.000
48.694.400
34.249.600
9.589.888 24.659.712 3 92.160.000
52.820.000 39.340.000
11.015.200 28.324.800 4
92.160.000
52.820.000 39.340.000 11.015.200 28.324.800 5
92.160.000
52.820.000 39.340.000 11.015.200 28.324.800 6
92.160.000
52.820.000 39.340.000 11.015.200 28.324.800 7
92.160.000
52.820.000 39.340.000 11.015.200 28.324.800 8
92.160.000
52.820.000 39.340.000 11.015.200 28.324.800 9
92.160.000 52.820.000 39.340.000 11.015.200 28.324.800 10 92.160.000
52.820.000 39.340.000 11.015.200 28.324.800 4.4.6 Proyeksi Arus Kas
Berdasarkan Soeharto (2000), aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran arus kas proyek dikelompokan menjadi tiga, yaitu aliran kas awal (initial cash flow), aliran kas periode operasi (operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash flow). Aliran kas masuk terdiri dari laba bersih (net income) dan depresiasi (operational cash flow). Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow), dan nilai sisa investasi (terminal cash flow). Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas industri cokelat batangan dapat dilihat pada Tabel 8 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 8. Proyeksi arus kas pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip
Tahun ke-
Total Kas Masuk (Rp) Total Kas Keluar (Rp) Aliran Kas Bersih (Rp) 0 0 (64.104.067) (64.104.067) 1 24.038.624 0
24.038.624 2 27.703.712 0
27.703.712 3 31.368.800 0
31.368.800 4 31.368.800 0 31.368.800
(21)
Tabel 8 lanjutan. Proyeksi arus kas pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip
Tahun ke-
Total Kas Masuk (Rp)
Total Kas Keluar
(Rp)
Aliran Kas Bersih (Rp) 5
31.368.800 0 31.368.800 6 31.368.800 0 31.368.800 7 31.368.800 0 31.368.800 8 31.368.800 0 31.368.800 9 31.368.800 0 31.368.800 10 31.368.800
23.160.000 54.528.800
4.5
Kriteria Investasi
Kriteria investai yang digunakan dalam analisis kelayakan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip antara lain NPV, IRR, dan Net B/C. Perhitungan kriteria investasi didasarkan pada proyeksi arus kas bersih (net cash flow) dengan menggunakan tingkat Discount Factor
(DF) sebesar 12%
4.5.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu. Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal.
Perhitungan NPV dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai NPV positif sebesar Rp 111.151.620 pada tingkat discount factor 12% selama 10 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa investasi yang digunakan dalam pengembangan usaha engolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip sepanjang 10 tahun ke depan memperoleh manfaat bersih menurut nilai uang sekarang sebesar Rp. 111.151.620.
4.5.2 Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen. IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan perhitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Jika IRR dari suatu proyek atau usaha sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku, maka
NPV dari proyek itu sebesar 0. Jika IRR ≥ I, maka proyek atau usaha layak untuk dijalankan, begitu pula sebaliknya. Hasil perhitungan IRR dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai IRR didapatkan sebesar 43%, nilai ini lebih besar dari nilai suku bunga 12% sehingga pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip layak untuk dijalankan.
(22)
4.5.3 Net Benefit / Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio adalah suatu perbandingan nilai kini arus manfaat bersih dibagi dengan nilai sekarang arus biaya bersih. Analisis ini merupakan perbandingan antara jumlah present value dari net benefit yang bernilai negatif. Suatu investasi dikatakan layak apabila hasil perhitungan Net B/C nya lebih besar atau sama dengan satu. Dari hasil perhitungan Net B/C kegiatan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip diperoleh nilai sebesar 2,73, yang berarti setiap investasi Rp. 1 yang dikeluarkan sekarang pada tingkat discount factor 12% akan memperoleh keuntungan bersih Rp. 2,73,-. Perhitungan Net B/C dapat dilihat pada Lampiran 9.
(23)
V.
MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN USAHA
5.1
Tipe Pembiayaan
Berdasarkan kebutuhan biaya dalam kegiatan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar kelompok Tani Hurip termasuk ke dalam pembiayaan kredit mikro. Kredit mikro adalah pinjaman yang diberikan untuk melayani modal kerja sehari-hari, sebagai modal awal untuk memulai usaha, atau sebagai modal investasi untuk membeli asset tidak bergerak. Pada umumnya, kredit mikro melayani area geografi tertentu atau masyarakat tertentu. Adapun persyaratan umum pengajuan kredit antara lain :
a. Usaha telah berjalan minimal 1 sampai dengan 2 tahun b. Usaha yang diajukan feasible/bankable
c. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Suami atau Istri d. Fotokoi Kartu Keluarga
e. Fotokopi Surat Nikah
f. Surat Keterangan Usaha dan NPWP g. Lolos BI Checking
h. Jaminan Fixed Asset (HM/SHGB/BPKB) i. Bukti tagihan rekening listrik, air, telepon
Sektor yang dibiayai adalah sektor usaha pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa. Berdasarkan kebutuhan pengunaannya, kredit yang diberikan kepada pelaku usaha dibagi kedalam dua jenis yaitu kredit eksploitasi dan kredit investasi. Pengertian kredit eksploitasi adalah kredit berjangka waktu pendek yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk membiayai modal kerja sehingga dapat beralan dengan lancar. Kredit eksploitasi lazim disebut dengan kredit modal kerja karena bantuan modal kerja digunakan untuk menutupi biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas. Kredit ini berupa pembelian bahan baku, bahan penolong, dan biaya lain seperti upah tenaga kerja, biaya pengepakan/pengemasan, dan distribusi. Tujuan dari kredit ini adalah meningkatkan produksi baik peningkatan kualitatif maupun kuantitatif.
Kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal. Pengertian dari penanaman modal atau investasi adalah pembelian barang-barang modal serta jasa yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi atau modernisasi maupun ekspansi proyek yang sudah ada maupun pendirian proyek baru, pembangunan pabrik, pembelian mesin-mesin yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas usaha.
Baik kredit eksploitasi maupun investasi keduanya memiliki batasan dalam hal jangka waktu pengembalian pinjaman yaitu 3 tahun untuk kredit eksploitasi dan 5 tahun untuk kredit investasi. Ketentuan ini disesuaikan dengan program pemerintah untuk mendorong kegiatan usaha dengan kesempatan kerja yang besar atau usaha padat karya. Untuk batas jumlah pinjaman maksimal baik eksploitasi mapun investasi dalam skala mikro adalah 150.000.000 ampai 200.000.000 tergantung bank penyedia pinjaman. Pada kasus pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar kelompok Tani Hurip, kebutuhan eksploitasi sebesar Rp 3.862.900 dan untuk kebutuhan investasi sebesar Rp 60.390.000.
Berdasarkan tipe perhitungan pengembalian kredit terdapat dua sistem yang umum dipakai dalam perbankan yaitu sistem konvensional dan sistem syariah. Pada sistem konvensional menggunakan suku bunga dalam perhitungan pengembalian kredit yaitu persentase yang harus dibayarkan kepada bank dalam
(24)
rangka pinjaman yang telah ditentukan oleh pihak bank diluar angsuran pinjaman pokok. Sedangkan pada sistem syariah menggunakan bagi hasil yaitu bagian yang diberikan kepada bank pemberi kredit yang jumlahnya telah disepakati berdasarkan akad tertentu antara nasabah dengan pihak bank. Pada dasarnya dalam hal pengajuan kredit untuk pengembangan usaha antara pengajuan pada pembiayaan konvensional dan syariah tidak berbeda jauh. Secara umum proses pengajuan pinjaman ke Bank dijelaskan pada gambar 3 berikut.
Sumber : Bank Jabar Cabang Dramaga
Gambar 3. Alur proses Pengajuan Kredit secara umum di Bank
Dalam pengembalian pinjaman kepada bank terdapat dua jenis angsuran yaitu angsuran pinjaman pokok dan angsuran bunga atau bagi hasil. Angsuran pinjaman pokok adalah jumlah yang harus dibayarkan tiap periode selama kurun waktu tertentu yang jumlah totalnnya sama dengan jumlah pinjaman di awal atau disebut pinjaman pokok. Sedangkan angsuran bunga/bagi hasil adalah jumlah yang harus
nasabah Costumer
service
diterima
ditolak Account
officer
diterima Proses:
Analisis Kualitatif Analisi Kuantitatif
diterima
Persetujuan Pempimpin Kantor Cabang Pembantu
Persetujuan Pempimpin Kantor Cabang
ditolak
ditolak
(25)
dibayarkan tiap periode selama kurun waktu tertentu yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan tingkat suku bungan pinjaman untuk sistem konvensional dan akad bagi hasil untuk sistem syariah. Jumlah angsuran merupakan hasil penjumlahan angsuran pokok pinjaman dengan angsuran bunga pinjaman.
Setiap bank mempunyai produk pinjaman masing-masing yang menggunakan skema tertentu dalam menentukan jumlah angsuran yang dibebankan kepada nasabah. Pada sistem konvensional secara umum terdapat dua skema yaitu skema bunga flat dan skema bunga efektif. Sedangkan untuk sistem syariah adalah akad murabahah, akad ijarah, dan akad musyarakah.
5.2
Asumsi Model Pembiayaan
Perhitungan pengembalian pinjaman yang akan dilakukan menggunakan asumsi sebagai berikut : a. Berdasarkan Pasal 11 Undang-undang Perbankan tentang ketentuan BMPK (Batas Maksimum
Pemberian Kredit), nasabah harus menanggung minimal 10% dari kebutuhan total pinjaman. Pada penelitian ini dari total kebutuhan investasi sebesar Rp 60.390.000, pinjaman yang diajukan ke Bank adalah sebesar Rp 40.000.000
b. Penentuan skema pembiayaan terbaik dilakukan dengan membandingkan produk-priduk pembiayaan yang disediakan oleh Bank komersil disekitar daerah Darmaga.
c. Jangka waktu pinjaman untuk kredit investasi yang diajukan adalah 3 tahun.
5.3
Skema Pembiayaan Investasi dengan Sistem Konvensional
Pada pembiayaan dengan sistem konvensional menggunakan bunga pinjaman sebagai perhitungan untuk menentukan besar keuntungan yang didapat oleh bank dari pinjaman yang diberikan. Pada sistem konvensional skema apapun yang digunakan pada dasarnya sama saja asalkan menggunakan tingkat suku bunga yang setara, hal ini disebut dengan prinsip ekuitas. Skema yang dapat dipilih dalam sistem pembiayaan konvensional adalah skema bunga flat dan skema bunga efektif.
5.3.1 Skema Bunga Flat
Bunga Flat adalah sistem perhitungan suku bunga yang besarannya mengacu pada pokok hutang awal. Bunga yang digunakan dalam perhitungan dengan skema flat seolah-olah terlihat lebih kecil daripada suku bunga yang digunakan pada skema lainnya yaitu efektif. Namun sebenarnya pada tingkat suku bunga yang setara, perhitungan dengan bunga flat menghasilkan jumlah total angsuran yang sama jika dibandingkan dengan bunga efektif. Perhitungan dalam pemberian kredit dengan bunga flat relatif sederhana sehingga banyak digunakan oleh bank penyedia kredit.
Dengan menggunakan sistem bunga flat ini maka porsi bunga dan pokok dalam angsuran bulanan akan tetap sama. Besar angsuran pokok dihitung dengan membagi jumlah pinjaman pokok terhadap jumlah atau lama periode pinjaman. Sedangkan untuk besar angsuran bunga dihitung dengan mengalikan tingkat suku bunga pinjaman terhadap total jumlah pinjaman pokok lalu dibagi rata dengan jumlah periode untuk setiap periode pembayaran. Berdasarkan Suyatno (2007) rumus penghitungan angsuran pokok dan angsuran bunga pada skema flat dijelaskan sebagai berikut.
(26)
P : Total pokok pinjaman (Rp)
i : Tingkat suku bunga flat per tahun (%) t : Lama periode pinjaman
5.3.2 Skema Bunga Efektif
Penghitungan bunga efektif merupakan kebalikan dari penghitungan bunga flat. Pada bunga efektif, besar bunga dihitung berdasarkan sisa pinjaman pokok yang telah dibayar. Pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman akan semakin menurun dari bulan satu ke bulan berikutnya sesuai dengan menurunnya pokok pinjaman akibat adanya pembayaran angsuran pokok. Besar suku bunga efektif secara sepintas memang lebih besar dari suku bunga flat. Untuk besar suku bunga yang setara, nila suku bunga efektif hampir mencapai dua kali lipat dari besar suku bunga flat namun jika dilhat dari total keseluruhan pengembalian akan menghasilkan jumlah pengembalian yang lebih sedikit.
Pada pinjaman dengan skema suku bunga efektif, besar angsuran atau angsuran pokok setiap bulannya akan tetap dari awal periode pengembalian sampai akhir periode pinjaman. Besar angsuran pokok didapat dengan membagi jumlah total pinjaman terhadap jumlah total periode dalam bulan. Sedangkan untuk besar angsuran bunga dihitung dengan mengalikan tingkat suku bunga terhadap jumlah sisa pinjaman pokok pada setiap awal periode. Oleh karena itu pada periode awal pinjaman, besar angsuran bunga efektif akan sangat tingi dikarenakan jumlah sisa pokok yang masih besar. Berdasarkan Suyatno (2007) rumus pengitungan bunga efektif dijelaskan sebagai berikut.
SP : Sisa pokok pinjaman pada awal periode (Rp) i : Tingkat suku bunga efektif pertahun (%)
5.4
Skema Pembiayaan Investasi dengan Sistem Syariah
Secara umum pembiayaan dengan konsep syariah dibagi kedalam tiga golongan akad yaitu
murabahah (jual beli), ijarah (sewa), dan musyarakah (kemitraan). Penjelasan msing-masing akad dijelaskan sebagai berikut.
5.4.1 Akad Jual Beli (Murabahah)
Akad murabahah merupakan akad transaksi jual beli dengan melakukan penjualan pada tingkat keuntungan yang disepakati antara pihak penjual (Bank) dan pembeli (nasabah) dengan pembayaran yang ditunda. Akad murabahah bukan merupakan transaksi pinjaman, dengan kata lain akad murabahah
(27)
Pada akad ini, pembiayaan syariah dilakukan untuk memfasilitasi pelaku usaha agar dapat memiliki sejumlah barang yang akan dipergunakan dalam rangka pengembangan usaha. Bank melakukan pembelian terhadap kebutuhan yang diperlukan nasabah lalu menjual kembali kepada nasabah dengan tingkat keuntungan bank berupa nisbah bagi hasil yang ditentukan diawal. Skema pembiayaan murabahah
dijelaskan pada Gambar 4 berikut
Gambar 4. Skema pembiayaan dengan akad murabahah
Tahapan dari skema yang digambar kan diatas dijelaskan sebagai berikut :
1. Nasabah melakukan identifikasi dan menentukan jenis bangunan yang akan dibangun
2. Bank membangun rumah dengan melakukan kontrak pembangunan secara tunai kepada kontraktor 3. Bank menjual bangunan tersebut kepada nasabah dengan harga jual yang didalamnya sudah
termasuk keuntungan bank berdasarkan kesepakatan bagi hasil 4. Nasabah membayar harga tersebut dengan cara mencicil
Dari tahapan yang telah dijelaskan diatas perlu dilakukan kesepakatan agar akad murabahah dapat berjalan. Perjanjian pertama adalah perjanjian pembangunan properti dimana bank melakukan perjanjian dengan kontraktor. Perjanjian kedua adalah perjanjian penjualan properti yaitu perjanjian penjualan bangunan dari bank kepada nasabah dengan harga termasuk bagi hasil yang disepakati. Perjanjian terakhir adalah perjanjian penjaminan dimana nasabah menjaminkan bangunan tersebut kepada bank sampai menyelesaikan pembayarannya.
5.4.2 Akad Sewa (Ijarah)
Bentuk akad lain yang bisa menjadi pilihan dalam pengembangan usaha adalah akad Ijarah. Akad ini pada dasarnya merupakan akad sewa (ijarah) dari satu aset riil berupa bangunan atau benda lainnya dimana penyewa menggunakan fasilitas tersebut sambil membayar uang sewa selama kurun waktu tertentu sampai jangka waktu sewa selesai dan diakhiri dengan pembelian asset oleh penyewa dengan harga tertentu yang telah disepakati. Skema pembiayaan ijarah dijelaskan pada Gambar 5 berikut.
(28)
Gambar 5. Skema pembiayaan dengan akad ijarah
Tahapan dari skema ijarah akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Nasabah melakukan identifikasi dan menentukan jenis bangunan yang akan dibangun
2. Bank membangun rumah dengan melakukan kontrak pembangunan secara tunai kepada kontraktor 3. Bank menyewakan bangunan tersebut dengan harga sewa danjangka waktu yang disepakati. 4. Konsumen membayar harga sewa bangunan setiap bulan dan diakhiri dengan membeli bangunan
pada harga yang disepakati diakhir masa sewa.
Pada tahapan skema ijarah terdapat tiga kontrak yang harus dijalani. Perjanjian pertama adalah kontrak antara bank dengan pihak kontraktor bangunan dimanan bank membayar tunai untuk pembangunan bangunan. Perjanjian kedua adalah kontrak sewa antara bank dengan nasabah dengan harga sewa yang telah ditentukan. Perjanjian terakhir adalah penjualan bangunan dari bank kepada penyewa. 5.4.3 Akad Kemitraan (Musyarakah)
Akad yang terakhir adalah Musyarakah yang dapat diterapkan untuk pembiayaan pengembangan usaha. Akad musyarakah merupakan suatu bentuk perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk memilki suatu asset ril berupa bangunan atau fasilitas lainnya dengan membagi keuntungan dan kerugian sesuai dengan proporsi awal investasi pada saat akad musyarakah dilakukan. Dalam kasus pembiayaan usaha, akad musyarakah biasanya disertai dengan mutanaqisah yaitu akad kerjasama antara pihak bank dengan nasabah yang berbagi hak kepemilikan dari bangunan, selanjutnya diikuti dengan pembayaran kepemilikan bank atas bangunan terebut oleh nasabah. Skema pembiayaan untuk akad musyarakah yang berbagi kepemilikan atas suatu bangunan dapat dijelaskan pada gambar 6 berikut.
(29)
Gambar 6. Skema pembiayaan dengan akad musyarakah
Tahapan dari skema yang digambarkan diatas adalah sebagai berikut :
1. Nasabah melakukan identifikasi dan menentukan jenis bangunan yang akan dibangun
2. Nasabah bersama-sama dengan bank melakukan kerjaama kemitraan kepemilikian bangunan, sehingga bank dan kosumen sama-sama memiliki bangunan tersebut sesuai dengan proporsi investasi
3. Nasabah membayar sewa setiap bulannya sesuai dengan porsi kepemilikan bank
4. Nasabah juga membayar kepada bank atas kepemilikan atas bangunan yang masih dimilik bank Dari tahapan tersebut terdapat dua kontrak perjanjian yang harus dilakukan agar akad musyarakah ini berjalan. Peranjian pertama adalah perjanjian kemitraan antara bank dengan nasabah untuk bersama-sama memilki bangunan dan secara bertahap nasabah akan membayarkan sejumlah dana yang disepakati untuk membeli status kepemilikan bangunan tersebut. Perjanjian kedua adalah perjanjian sewa dimana konsumen membayar sewa setiap bulannya kepada bank sesuai dengan proporsi kepemilikan rumah yang didalamnya sudah termasuk nisbah keuntungan bank. Aktivitas ini harus terus dilakukan sampai konsumen memiliki proporsi kepemilikan 100%.
5.5
Perbandingan antar skema pembiayaan
Untuk mencari skema terbaik dalam pembiayaan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip, perlu dibandingkan antar skema yang disediakan oleh Bank komersial dengan menggunakan suatu ukuran yang sama antar skema. Ukuran yang digunakan adalah nilai rate yaitu laju pengembalian dari angsuran yang dibayarkan setiap periodenya selama waktu tertentu.
Dalam penelitian ini dikumpulkan beberapa produk pembiayaan yang disediakan oleh Bank komersial di sekitar daerah usaha Kelompok Tani Hurip yaitu Dramaga. Tipe pembiayaan yang akan dianalisis terdiri dari tipe pembiayaan konvensional dan syariah dengan pembiayaan skala mikro dengan pinjaman sebesar Rp 40.000.000. Produk pinjaman yang memberikan nilai rate akan dipilih sebagai skema pembiayaan terbaik untuk pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip. Adapun hasil survey produk pembiayaan sejumlah Bank komersial akan disajikan pada Tabel 9 berikut.
(30)
Tabel 9. Produk pembiayaan Bank Komersial sekitar Dramaga Nama Bank Produk
Pembiayaan
Bunga / Nisbah Skema pinjaman Angsuran per bulan Bank Syariah Bina
Rahmah
Tidak dijelaskan Murabahah Rp 1,831,111.00 Bank Mitra BPR
Mitra Daya Mandiri
Tidak dijelaskan Flat Rp 1,878,000.00 Bank Mandiri KUM (Kredit
Usaha Mandiri)
2% per bulan Flat Rp 1,911,111.11 Bank Jabar Banten Kredit Mikro
Utama
23.25% per tahun
Efektif Rp 1,553,606.00 Mikro Laju (PT Bank
CIMB Niaga Tbk)
Kredit Mikro Madya
2 % per bulan Flat Rp 1,911,111.11 Bank DBS Pinjaman Tanpa
Jaminan
Tidak dijelaskan Flat Rp 1,711,111.00 USP Swamitra Kilat 2 % per bulan Flat Rp 1,911,111.11 Bank Syariah
Mandiri
BSM Warung Mikro
Tidak dijelaskan Murabahah Rp 1,742,176.12 Bank Permata Permata KTA 1.3% per bulan Flat Rp 1,631,111.00 Bank Bukopin Bukopin Mikro 18 % per tahun Flat Rp 1,711,111.11 Bank BRI KUR Ritel 14 % per tahun Efektif Rp 1,367,105.00
Dari Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa setiap Bank mmpunyai produk pembiayaan dengan bunga dan skema yang berbeda satu sama lain. Pada produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh Bank konvensional didominasi oleh skema flat karena skema flat lebih umum di masyarakat dan lebih mudah dalam proses penghitungan angsurannya. Pada pembiayaan syariah akad yang digunakan adalah akad jual beli (murabahah), akad ini paling popular digunakan sebagai akad dalam pembiayaan syariah dibandingkan akad lainnya yaitu sewa (ijarah) dan kemitraan (musyarakah).
Dalam menentukan sistem pembiayaan terbaik untuk pengembangan usaha pengolaan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip, dapat dianalisis dengan membandingkan nilai bunga efektif (rate) antara sistem pembiayaan konvensional dengan sistem pembiayaan syariah. Dari hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Perbandingan tingkat suku bunga (rate) antar skemaproduk pembiayaan
Nama Bank Nilai rate
Bank Syariah Bina Rahmah 35.95% Bank Mitra BPR Mitra Daya Mandiri 38.00%
Bank Mandiri 39.43%
Bank Jabar Banten 23.25% Mikro Laju (PT Bank CIMB Niaga Tbk) 39.43%
Bank DBS 30.59%
USP Swamitra Kilat 39.43% Bank Syariah Mandiri 32.00%
(31)
Tabel 10 lanjutan. Perbandingan tingkat suku bunga (rate) antar skemaproduk pembiayaan
Nama Bank Nilai rate
Bank Permata 26.91%
Bank Bukopin 30.59%
Bank BRI 14.00%
Berdasarkan hasil analisis tingkat suku bunga (rate) yang telah dijelaskan pada Tabel 10, produk pembiayaan terbaik untuk pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip adalah produk dengan nilai rate yang paling kecil. Dari pinjaman sebesar Rp 40.000.000 dan dengan periode pengembalian selama tiga tahun oleh Kelompok Tani Hurip, nilai rate paling kecil dimiliki oleh produk pembiayaan KUR ritel dari PT Bank BRI Tbk yaitu sebesar 14%. Pada kenyataannya, pemilihan produk pembiayaan selain didasarkan pada nilai rate dilihat juga dari fasilitas dan kemudahan proses pengajuan pinjaman ke Bank tersebut. Setiap Bank mempunyai keunggulan masing-masing dalam memberikan pelayanan (services) dalam penanganan pembiayaan usaha.
Bank Syariah memiliki potensi besar sebagai solusi untuk pembiayaan usaha, salah satu keuntungan pembiayaan syariah adalah bebas dari riba. Selain itu nisbah pembiayaan syariah bersifat fixed
yang artinya akan selalu tetap selama masa waktu pinjaman. Berbeda dengan Bank Konvensional yang kebanyakan memakai bunga floating dimana suku bunga bank berubah mengikuti suku bunga Bank Indonesia yang berlaku, sehingga angsuran pada Bank Konvensional dapat berubah sewaktu-waktu. Hanya saja pada Bank Syariah yang ada di Indonesia, kebanyakan akad yang digunakan adalah
murabahah dikarenakan paling diminati oleh nasabah dan mudah dalam penghitungannya dibandingkan akad lainnya seperti Ijarah dan Musyarakah. Selain itu pada Bank Syariah terkemuka di Indonesia, nilai nisbah tidak bisa dinegosiasikan dalam artian Bank telah menentukan tingkat nisbah yang harus disetujui oleh nasabah jika ingin melakukan pinjaman.
Dari Tabel 10 diatas dapat dilihat untuk produk pembiayaan syariah memiliki nilai rate yang cukup tinggi begitu juga dengan Bank Konvensional yang lain selain Bank BRI. Bank Nilai rate pada KUR dari Bank BRI memang rendah jika dibandingkan dengan produk pembiayaan yang lain. KUR adalah Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Pada dasarnya KUR merupakan program pemerintah dalam kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM sesuai dengan Inpres No. 6 tanggal 8 Juni 2007.
KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan penjaminan dilakukan oleh PT Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha. Selain Bank BRI, terdapat 5 bank pelaksana KUR lainnya yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Hanya saja pada penelitian ini Bank yang bersangkutan tidak menawarkan produk KUR dalam pembiayaan untuk usaha Kelompok Tani Hurip.
(32)
BRI sebagai salah satu bank yang berfokus pada pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah menempati posisi pertama dalam penyaluran KUR per bulan Maret 2011 dengan nilai penyaluran kredit sebesar Rp 4,04 trilyun diikuti Bank BNI sebesar Rp 515,6 milyar dan Bank Mandiri sebesar Rp 339,1 milyar. Dengan mempertimbangkan adanya KUR, produk pembiayaan dari Bank BRI menjadi pilihan terbaik untuk pembiayaan pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip dengan nilai rate 14%. Jika KUR tidak diperhitungkan maka akan dilihat pembiayaan yang berasal dari produk Bank sendiri (bukan program pemerintah). Pembiayaan yang paling baik adalah pembiayaan dari Bank Jabar Banten dengan nilai rate 23,25% dan Bank Permata dengan nilai rate 26,91%.
(33)
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1
Kesimpulan
Masalah modal menjadi salah satu masalah utama dalam menghitung kelayakan pengembangan usaha kecil. Pembiayaan oleh lembaga keuangan merupakan salah satau solusi terbaik dalam mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis mengenai skema pembiayaan terbaik dalam pengembangan usaha kecil. Dari hasil penelitian, kebutuhan modal dalam pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar kelompok Tani Hurip terdiri dari modal investasi dan modal kerja. Jumlah modal investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 60.390.000 sedangkan untuk modal kerja sebesar Rp 3.819.700. Pembiayaan untuk pengembangan usaha disediakan oleh dua tipe pembiayaan yaitu bank dengan sistem konvensional dengan bank dengan sistem syariah. Pada masing-masing tipe bank terdapat skema pembiayaan yang berbeda-beda. Pada bank konvensional terdapat skema bunga flat dan bunga efektif sedangkan pada bank syariah terdapat skema dengan akad murabahah, ijarah, dan msyarakah.
Kelayakan pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip diidentifikasi berdasarkan analisis kriteria investasi untuk kelayakan usahadan analisis present worth of annuity factor
untuk mencari skema pembiayaan terbaik dengan nilai suku bunga (i) terkecil dari jumlah angsuran yang dibayarkan setiap periodenya selama tiga tahun. Analisis yang digunakan dalam menilai kelayakan investasi pengembangan usaha Kelompok Tani Hurip adalah analisis kriteria investasi yang teridiri dari NPV, Net B/C , dan IRR. Penentuan skema terbaik didasrkan pada konsep time value of money dimana semua manfaat dan cost pada masing-masing skema akan dibandingkan pada ukuran waktu yang sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar layak dijalankan dengan nilai kriteria investasi NPV sebesar Rp 111.151.620, IRR sebesar 43% dan Net B/C rasio sebesar 2,73. Produk pembiayaan terbaik untuk pengembangan usaha pengolahan tepung ubi jalar Kelompok Tani Hurip dengan pinjaman sebesar Rp 40.000.000 periode pengembalian selama lima tahun adalah KUR Ritel dari PT Bank BRI Tbk yaitu sebesar 14%. Untuk pembiayaan non KUR yang terbaik adalah Kreidt Mikro Utama dari Bank Jabar Banten dengan nilai rate 23,25% dan Kredit Tanpa Agunan dari Bank Permata dengan nilai rate 26,91%
6. 2
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas pembiayaan usaha baik dengan skema dari sistem konvensional maupun skema dari sistem syariah. Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembiayaan oleh bank kepada usaha kecil bisa diteliti lebih lanjut sehingga hasil keseluruhan dari penelitian tersebut dapat dijadikan pedoman dalam pengembangan usaha kecil menengah yang bergerak di sektor agroindustri, khususnya di daerah Bogor.
(34)
MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN UKM AGROINDUSTRI
STUDI KASUS USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR DI DESA
CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA
SKRIPSI
FAIZ NASRULLAH SAMARA
F 34070028
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(35)
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Hasil Pendaftaran (Listing) Perusahaan Sensus ekonomi 2006. Jakarta [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Uraian Ringkas Perusahaan/Usaha Mikro dan Kecil di Indonesia.
Jakarta
Heriyanto, A. Winarto. 1998. Prospek pemberdayaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku industri pangan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pemberdayaan Tepung Ubi alar Sebagai Bahan Substitusi Terigu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan danUmbi-umbian. Malang, 12 Oktober 1998.
Jumingan. 2005. Analisis Laporan Keuangan.Jakarta : Bumi Akasara
Mary Handoko W., Izzatul Ummah. 2009. Perancangan Model Sistem Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan (Pendekatan Sistem Dinamik). Disampaikan dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009). Yogyakarta, 20 Juni 2009.
Nurmalina Rita, Sarianti Tintin, Karyadi Arif. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor : Departemen Agribisnis IPB
Permana Irwan. 2007. Analisis Perbandingan Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Konsumsi dengan Bantuan Pembiayaan Syariah dan Kredit Perbankan Konvensional di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan Kelautan FPIK IPB Purbo, O.W. 2001. Usaha Kecil dan Rumah Tangga di Dunia Maya. Artikel harian Kompas di
www.bmtlink.web.id
Retnadi, Djoko. Economic Review. No212. Juni 2008. Jakarta
Sabirin, S. 2001. Pemanfaatan Kredit Mikro untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Rakyat di dalam Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah Lustrum IX Universitas Andalas, Padang, 13 September 2001. Srinivas, H. 1999. The Virtual Library on Microcredit. http://gdrc.org/icm/concept.html
Soeharto Iman. 2002. Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta : Erlangga
Supramono, Gatot. 2009. Perbankan dan Masalah Kredit , Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis. Rineka Cipta. Jakarta
Sunarti, Titi Candra. 2010. Pengembangan Unti Pengolahan Tepung Ubi Jalar untuk Pemberdayaan Masyarakat di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor. Program IPEKS bagi masyarakat IIbM). LPPM IPB. Bogor
Suyatno, Thomas dkk. 1995. Dasar-Dasar Perkreditan Edisi Keempat.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Swasono, S. E. 2001.Empowerment vs Disempowerment: Restrukturisasi, Ekonomi Rakyat dan Globalisasi. Lokakarya Inovasi dalam Manajemen Kemandirian Daerah Era Otonomi. Kerjasama Depdagri Otda dengan Bank Dunia. Sanur, Bali, Juni, 2001.
(36)
Primahendra, R. 2002. The Role of Micro Finance In Economic Development & Poverty Eradication. Workshop On Micro Credit Schemes In NAM Member Countries (Empowering Women’s Role In Small-Scale Business Development), Jakarta, 24 –25 June 2002.
Purbo, O.W. 2001. Usaha Kecil dan Rumah Tangga di Dunia Maya. Artikel harian Kompas di
www.bmtlink.web.id
Wardoyo dan Prabowo, Hendro. 2004. Model Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Kredit Mikro Koperasi Warga Kesuma Tiara, Jakarta. Universitas Gundarma. Jakarta
Yogswara Rhesa. 2010. Skema pembiayaan perumahan syariah. Makalah dalam Seminar Internasional IBFI Trisakti 2010, Jakarta
(37)
MODEL PEMBIAYAAN PENGEMBANGAN UKM AGROINDUSTRI
STUDI KASUS USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR DI DESA
CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA
SKRIPSI
FAIZ NASRULLAH SAMARA
F 34070028
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(1)
38
(2)
39
(3)
40
(4)
41
Lampiran 6. Rekapitulasi produksi dan proyeksi penerimaan
Tahun ke-
Kapasitas produksi
(%)
Produksi tepung ubi jalar (bungkus) Biaya tetap (Rp/tahun) Biaya variabel (Rp/tahun) Harga jual (Rp) Penerimaan (Rp)
1 80
9,216 11,564,000 33,004,800 8,000 73,728,000
2 90
10,368 11,564,000 37,130,400 8,000 82,944,000
3 100
11,520 11,564,000 41,256,000 8,000 92,160,000
4 100
11,520 11,564,000 41,256,000 8,000 92,160,000
5 100
11,520 11,564,000 41,256,000 8,000 92,160,000
6 100
11,520 11,564,000 41,256,000 8,000 92,160,000
7 100
11,520 11,564,000 41,256,000 8,000 92,160,000
8 100
11,520 11,564,000 41,256,000 8,000 92,160,000
9 100
11,520 11,564,000 41,256,000 8,000 92,160,000
10 100
11,520 11,564,000 41,256,000 8,000 92,160,000
(5)
42
(6)
43