Konstituen Partai Keadilan Sejahtera PKS di Indonesia

Langkah antisipasi yang dilakukan PK untuk mengikuti Pemilu 2004 tidak hanya mengajukan peninjauan ulang mengenai electoral threshold, tetapi juga mempersiapkan berdirinya partai baru, jika gagal dalam memperjuangkan pengurangan batas ketentuan tersebut. Oleh karena itu, dalam sebuah rapat pleno tahun 2001 dicari cara lain untuk meneruskan dakwah melalui jalur politik. Dalam rapat tersebut, muncul dua pemikiran: pertama, pendapat agar PK menjadi organisasi massa, kedua, pendapat yang menginginkan membuat partai baru yang simbolnya tak jauh berbeda dengan Partai Keadlian. Pendapat kedua inilah yang akhirnya dipilih. Belajar dari “kegagalan” pada pemilu 1999, PKS menempuh upaya perekrutan kader dan simpatisan dengan ekstra keras. Selain itu, PKS juga mengubah strategi dengan menampilkan citra yang lebih inklusif dengan mengangkat isu-isu yang relavan bagi seluruh elemen masyarakat. Ini ditempuh dengan harapan PKS mampu menjaring pemilih seluas-luasnya, tidak terbatas hanya pada kalangan kader Tarbiyah. Berbagai upaya keras ini berbuah manis. Perekrutan dan pengkaderan PKS yang tetap mengandalkan gerakan Tarbiyah ini menunjukkan perkembangan yang sangat cepat. Jika pada awal berdirinya 1998 partai ini baru memiliki kader 42.202 orang maka pada 2004 pertumbuhan kader inti maupun pendukung berjumlah 394.190 orang. Artinya, pertumbuhan kader yang dibangun selama lima tahun mencapai 834 persen. Kader-kader partai tersebut tersebar di seluruh propinsi di Indonesia dengan Jawa Barat sebagai kantong terbesar kader berjumlah 59.595 orang. Jawa Tengah menduduki urutan kedua dengan 52.793 kader, disusul DKI Jakarta dengan 52.287 sebagai urutan ketiga. Selanjutnya secara berurutan Sulawesi Selatan dengan 37.909 kader, Maluku: 28.146 kader, DI Yogyakarta: 25.415 kader, Jawa Timur: 16.578 kader, Maluku Utara: 15.552 kader, Sulawesi Tengah: 12.047 kader, Banten: 11.632 kader, dan Lampung: 10.386 kader. Selebihnya, kader-kader tersebut tersebar di propinsi lain dengan kisaran jumlah di bawah 10.000 orang hingga 300-an orang. Peningkatan jumlah kader PKS ini ternyata juga parallel dengan peningkatan perolehan suara dalam pemilu 2004. Pada pemilu 2004 ini PKS mampu meraih suara sangat signifikan, yakni 8.325.020 suara 7,3 dari total suara. Jumlah kursi PKS di DPR Pusat juga melonjak menjadi 45 kursi. Partai ini juga mendudukkan wakilnya di DPRD provinsi sebesar 157 orang, dan di DPRD kabupatenkota sebesar 900 orang. Sebuah jumlah yang sangat signifikan. Sebagaimana jumlah kader yang meningkat dengan cepat, demikian juga jumlah simpatisan partai ini mengalami peningkatan yang sangat cepat. Pada Pemilu 1999, partai ini saat itu masih bernama PK meraih 1,4 juta suara 1,43 nasional. Jika jumlah ini dikurangi oleh jumlah kader sebesar 42.202 maka kita dapatkan jumlah simpatisan partai ini sebesar 1.350.000-an orang. Pada Pemilu 2004, yang sangat itu memiliki 394.190 kader, PKS meraih suara sebesar 8.325.020 orang. Dengan demikian, pada 2004 simpatisan PKS melonjak hingga hamper 8 juta orang. Jadi, kenaikan simpatisan PKS dalam kurun waktu 5 tahun mencapai sekitar 580. 59 Gerakan dakwah ini semakin membesar dan berkembang, dan jaringan mereka pun semakin luas. Mereka juga berupaya membangun ruh ke-Islam-an melalui media tabligh, seminar, aktivitas social, ekonomi, dan juga pendidikan, sehingga saat ini PKS coba mendeklarasikan diri sebagai partai Islam yang terbuka, tidak eksklusif bagi elit aktivis kampus saja, tapi kepentingan masyarakat luas dan kesejahteraan bangsa Indonesia, melalui upaya pemenangan – pemenangan pemilu dalam rangka mengisi suksesi kepemimpinan bangsa ini. Masuknya kader – kader PKS dalam lingkaran elit penguasa sebagai ketua MPR, juga beberapa menteri sejak era presiden Abdurahman Wahid, menjadi bukti bahwa PKS juga ikut berperan besar dalam hajatan suksesi kepemimpinan di negara Indonesia. 59 M. Imadadun Rahmat. Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, Yogyakarta: Lkis, 2008, h. 36-41 57

BAB IV “SUKSESI KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS”

Semangat reformasi yang membawa angin keterbukaan dan menumpaskan orde otoriter dibawah kepemimpinan Soeharto, menjadi alasan kuat PKS hadir dan ikut ambil bagian sebagai peserta suksesi atau pemilu di negara demokratis ini sebagai partai politik. Orde baru benar – benar masa kelam bagi pengkaderan kepemimpinan nasional saat ini, sehingga kepemimpinan baru yang hadir pada era reformasi sangat labil dan mudah ditumbangkan, tercatat B. J Habibie yang langsung otomatis menggantikan presiden Soeharto, kemudian Abdurahman Wahid dan Megawati tercatat tidak pernah sampai satu periode kepemimpinan yaitu lima tahun, hanya Susilo Bambang Yudhoyono yang sampai saat ini bisa bertahan, ini menunjukkan bahwa bangsa yang besar ini butuh angin – angin segar mengisi kepemimpinan, semangat pembaharuan ini di praktikkan oleh PKS, sehingga memadukan system politik demokratis dan era reformasi PKS memiliki peluang besar, bukan saja hanya untuk menjadi partisipasi pemilu, tetapi lebih dari itu ikut mengisi kepemimpinan nasional.

A. Kepemimpinan dalam Pandangan PKS

Partai Keadilan Sejahtera PKS yang berlambangkan bulan sabit dan padi merupakan sebuah partai yang belum lama lahir, tetapi mampu meraih simpati pemilih dalam pemilu beberapa waktu lalu, sungguh merupakan fenomena yang tidak biasa. Partai Keadilan Sejahtera PKS telah mampu melakukan lompatan jauh ke depan dengan menunjukkan diri sebagai partai yang tampil tidak membosankan. Kesantunan yang ditunjukkan oleh Partai Keadilan Sejahtera PKS telah mendatangkan simpati masyarakat, walaupun usia partai ini masih relatif muda dibanding dengan usia partai-partai lainnya. Dalam pandangan publik, PKS merupakan salah satu partai yang memiliki karakter tersendiri. Salah satu karakter yang ditampilkan partai tersebut adalah kuatnya dalam membangun sistem kepartaian. Ketika banyak partai dilanda konflik saat melakukan suksesi kepemimpinan, PKS bisa menghindarinya. Tidak ironis jika PKS meraih prestasi yang cukup memuaskan, bahkan dapat melampaui partai-partai yang usianya jauh lebih tua. Dalam Pemilu 1999, partai ini meraih 1,5 juta suara, 7 kursi DPR dan 100 kursi DPRD. Dengan nama PKS, dalam Pemilu 2004, diraih 9,1 juta suara, 45 kursi DPR dan 100 DPRD. 1 Pada hakekatnya PKS tidak memiliki public figure seperti PKB dengan Gus Dur, PDI-P dengan Megawati atau Partai Demokrat dengan SBY. Walaupun tanpa public figure PKS dapat meraih prestasi yang eskalatif dan spektakuler, yaitu mencapai perolehan 600 persen suara. Hal itu disebabkan karena PKS merupakan salah satu partai yang mampu menata kesinambungan kepengurusan, baik secara internal maupun eksternal. Pada tataran praksis, partai tersebut tampak kuat dalam membangun sistem kepartaian baik secara struktural maupun kultural. 1 Artikel diakses pada tanggal 24 April 2011 dari http:www.suarakarya- online.comnews.html?id=117228 Tidak mengherankan jika partai ini tidak pernah dilanda konflik sebagaimana yang telah terjadi pada beberapa partai yang lain. Selain itu, basis utama PKS berasal dari kalangan muda Islam terdidik. Barisan mereka amat kokoh seperti diperlihatkan di banyak kampus. Anak-anak muda dengan tekun berdiskusi sepanjang hari sebagai bagian dari upaya mereka membangun kader secara terus-menerus. Pada tataran empiris PKS menampakkan kesan sebagai partai yang berpihak terhadap rakyat, khususnya dalam membela golongan ekonomi lemah. Untuk sekadar menjadi contoh, ketika masyarakat dikejutkan dengan kenaikan tunjangan gaji DPR, PKS adalah salah satu pihak yang menolak kenaikan gaji tersebut dan program studi banding anggota DPR ke luar negeri. PKS harus mampu mempertahankan citra di mata masyarakat sehingga prestasi yang telah diraih dapat meningkat pada masa-masa mendatang. Untuk itu, PKS harus dapat menampilkan kader-kader yang mampu merepresentasikan para pemilihnya di lembaga legislatif. Keseragaman dalam tindakan berpolitik harus tetap dianut agar tidak menghilangkan citra dan nama baik partai. Untuk mempertahankan citra di mata masyarakat, para kader PKS harus tetap berada dalam lingkaran keberpihakan kepada kaum tertindas sebagai bentuk konsistensi terhadap masa depan rakyat Indonesia. Selain itu, komitmen dan loyalitas partai harus tetap terbina untuk membumikan demokrasi substantif yang bercorak liberatif dan transformatif demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mewujudkan partai yang merakyat, maka posisi PKS harus tetap netral sehingga dapat diterima oleh semua golongan. Patut diacungi jempol