sang pemimpin menemui ajalnya, mungkin itu sebuah pemaksaan, dan pemaksaan adalah hal yang sangat buruk buat siapa saja. Kecuali ditengah-tengah
kepemimpinannya terhenti karena Kuasa Illahi yaitu kematian dan ini tidak bisa ditolak.
Persepsi sebuah suksesi selalu ditanggapi dengan sebuah kontroversi, hal ini sangatlah wajar sebagai sebuah dinamika kehidupan yang selalu ada dua sisi
bertolak belakang. Ada yang menanggapi dengan dukungan dan sudah pasti ada banyak yang menolak terjadinya suksesi ini, rasio nya bisa berat sebelah, tidak
seimbang. Sebuah suksesi yang memang benar-benar mendapat dukungan positip, biasanya dikarenakan sang pemimpin sudah menemui ajal dan kondisi negara saat
beliau tinggalkan dalam keadaan yang sangat baik. Tidak semua suksesi berakhir seperti itu, kebanyakan suksesi terjadi
dikarenakan ada sebuah sistem yang mengharuskan itu terjadi, seperti periode jangka waktu kepemimpinan. Hal ini yang selalu menjadi sebuah polemik, ada
banyak pertentangan untuk suksesi yang sudah mencapai waktunya untuk berakhir. Ada yang bisa menerima namun banyak pula yang menolaknya mentah-
mentah, biasanya ditunjukkan dengan ekspresi yang berlebihan bahkan sampai kepada tindakan-tindakan anarkis. Ini yang tidak kita inginkan, siapapun anggota
negara itu harus bisa ber-apresiasi secara positip pada setiap sebuah suksesi yang terjadi, pertentangan adalah suatu hal yang wajar, namun jangan sampai
menimbulkan hal-hal buruk yang bisa mengarah kepada sebuah provokasi yang mengakibatkan proses suksesi itu terganggu. Maka haruslah bisa menerima
suksesi ini dengan lapang dada, meskipun ada semacam intrik-intrik yang melandasi terjadinya suksesi itu. Jika merasa ada sebuah konspirasi yang menjadi
penyebab suksesi, terima itu semua dengan “legowo“, apapun komponen- komponen suksesi itu yang diketahui tidak sesuai dengan keinginan kita. Itu
semua dinamika hidup, dinamika negara, dinamika kepemimpinan, jangan terlalu khawatir dengan apa yang akan terjadi jika pemimpin itu diganti. Setiap individu
yang memimpin tentulah sudah cukup layak untuk menduduki kursi jabatan kepemimpinannya.
4
Jadi, apapun yang akan terjadi pada saat berlangsungnya suksesi kepemimpinan, maka harus diterima apa adanya tanpa harus berbuat anarkis.
Proses suksesi kepemimpinana dalam suatu negara merupakan suatu hal yang pasti terjadi yang tidak mungkin dapat dihindari.
B. Kepemimpinan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits
Kepemimpinan merupakan bagian terpenting dari organisasi lembaga pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin
telah menjalankan tugasnya dalam mengolah organisasinya dengan baik maka organisasi tersebut akan menjadi baik pula. Dalam Islam sendiri, kepemimpinan
mendapatkan porsi bahasan yang tidak sedikit. Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan Hadits yang membincang akan pentingnya kepemimpinan dalam sebuah
komunitas. Beberapa istilah al-Quran yang terkait dengan kepemimpinan antara
4
Artikel diakses pada tanggal 3 Maret 2011 pukul
08.00 wib dari http:hasmisusanto.web.id?p=308.
lain, khalifah khilafah, imam imamah dan uli al-Amri. Disamping itu disebutkan juga prinsip-prinsip kepemimpinan, yang mana prinsip tersebut harus
dimilki oleh seorang pemimpin walaupun tidak secara totalitas.
5
1. Prinsip – prinsip Kepemimpinan
Dalam Al-Qur’an prinsip-prinsip kepemimpinan antara lain; amanah, adil, syura musyawarah dan amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an al- munkar.
a Amanah
Dalam Kamus Kontemporer al-Ashr Amanah diartikan dengan kejujuran, kepercayaan hal dapat dipercaya.
6
Amanah ini merupakan salah satu sifat wajib bagi Rasul. Ada sebuah ungkapan “kekuasan adalah amanah, karena itu harus
dilaksanakan dengan penuh amanah”. Ungkapan ini menurut Said Agil Husin Al- Munawwar, menyiratkan dua hal.
Pertama, apabila manusia berkuasa di muka bumi, menjadi khalifah, maka kekuasaan yang diperoleh sebagai suatu pendelegasian kewenangan dari Allah
SWT. delegation of authority karena Allah sebagai sumber segala kekuasaan. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar amanah dari Allah
yang bersifat relative, yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Kedua,karena kekuasaan itu pada dasarnya amanah, maka pelaksanaannya pun
5
Artikel diakses
pada tanggal
23 Mei
2011 pukul
13.30 wib
dari http:alumnigontor.blogspot.com200804teori-kepemimpinan-dalam-perspektif-al.html
6
Atabik Ali Ahmad Zuhdi Mudlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yayasan Ali Maksum, Yogyakarta, tt, hal. 215
memerlukan amanah.
Amanah dalam
hal ini
adalah sikap
penuh pertanggungjawaban, jujur dan memegang teguh prinsip. Amanah dalam arti ini
sebagai prinsip atau nilai.
7
Mengenai Amanah ini Allah berfirman:
ِإ ﱠﻧ َﻋ ﺎ
َ ﺮ ْﺿ
َﻨ َْ ﻷا ﺎ
َﻣ َﻧﺎ
َﺔ َﻋ
َﻠ ﱠﺴﻟا ﻰ
َ ﻤ َ وﺎ
ِتا َ و
َْﻷا ْ ر
ِض َ و
ِ ْﳉا َﺒ
ِلﺎ َﻓ
َﺄ َـﺑ َْ ﲔ
َأ ْن َْﳛ
ِﻤ ْﻠ ِﻨ
َﻬ َ و ﺎ
َأ ْﺷ
َﻔ ْﻘ
َ ﻦ ِﻣ
ْـﻨ َﻬ
َ و ﺎ ََﲪ
َﻠ َﻬ
ِْ ﻹا ﺎ ْﻧ
َ ﺴ ُنﺎ
ِإ ، ﱠﻧ ٌﻪ
َﻛ َنﺎ
َﻇ ُﻠ ْﻮ
َﻣ َ ﺟ ﺎ
ُﻬ ْ ﻮ
ًﻻ ﴿
باﺰﺣﻷا
: ٧٢
﴾
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.
Menurut Hamka, ayat tersebut bermaksud menggambarkan secara majaz atau dengan ungkapan, betapa berat amanah itu, sehingga gunung-gunung, bumi
dan langitpun tidak bersedia memikulnya. Dalam tafsir ini dikatakan bahwa hanya manusia yang mampu mengemban amanah, karena manusia diberi kemampuan itu
oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat dzalim, terhadap dirinya sendiri, maupun orang lain serta bertindak bodoh, dengan mengkhianati amanah
itu.
8
7
Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hal. 200
8
M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Paramadina, Jakarta, 2002, Cet. II, hal. 195