Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3. Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi

Pada penelitian ini, uji aktivitas antiinflamasi in vitro dengan prinsip penghambatan denaturasi protein William et al, 2008 dipilih untuk melakukan skrining awal antiinflamasi pada senyawa hasil modifikasi. Denaturasi protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit inflamasi dan artritis. Produksi dari antigen-auto pada penyakit artritis dapat mengakibatkan denaturasi protein secara in vivo. Oleh karena itu, penggunaan suatu agen tertentu yang bisa mencegah denaturasi protein akan bermanfaat pada pengembangan obat antiinflamasi Chatterjee et al., 2012. Antiinflamasi Non Steroid AINS selain memiliki mekanisme antiinflamasi dengan menghambat enzim siklooksigenase Vane, 1987, juga memiliki mekanisme penghambatan denaturasi protein yang memiliki peran penting sebagai antirematik Mizushima, 1964; Umapathy et al, 2010. Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode penghambatan denaturasi Bovine Serum Albumin BSA ini dilakukan pada dua senyawa yaitu etil p- Metoksisinamat, N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida dan N,N-bis- hidroksietil-p-metoksi sinamamida dengan Na diklofenak sebagai kontrol positif. Uji penghambatan denaturasi BSA dengan inhibisi 20 dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi Williams et al, 2008. Penelitian uji aktivitas antiinflamasi ini dilakukan dengan melihat efek penghambatan denaturasi pada protein. Natrium diklofenak dalam uji ini aktif memberikan efek antidenaturasi protein dimulai dari konsentrasi 10 ppm dengan persen inhibisi 24,93 dan pada konsentrasi 100 ppm mampu menghambat denaturasi protein sebesar 97,43 tabel 4.7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada senyawa N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida aktif menghambat denaturasi protein pada konsentrasi 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm dengan persen inhibisi terbesar pada konsentrasi 100 ppm yaitu 78,62 tabel 4.7. Dan pada senyawa N,N-bis-hidroksietil-p-metoksi sinamamida aktif menghambat denaturasi protein pada konsentrasi 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, dimana persen inhibisi terbesar terdapat pada konsentrasi 100 ppm yaitu 74,15 . Aktivitas antiinflamasi EPMS dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menghambat denaturasi protein terjadi pada konsentrasi 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm dimana persen inhibisi terbesar terdapat pada konsentrasi 100 ppm yaitu 54,94. Tabel 4.7 Hasil uji antiinflamasi natrium diklofenak, EPMS dan Senyawa Hasil Modifikasi No Sampel Konsentrasi ppm Inhibisi SD 1 Natrium diklofenak 0,1 1,59 0,36 1 2,99 0,76 10 24,93 1,84 100 97,43 0,62 2 Etil p-metoksisinamat EPMS 0,1 30,91 3,10 1 36,48 6,45 10 43,18 2,06 100 54,94 2,43 3 N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida 0,1 15,37 3,42 1 61,14 1,40 10 70,20 4,81 100 78,62 5,24 4 N,N-bis-hidroksietil-p-metoksi sinamamida 0,1 48,88 1,01 1 59,47 3,49 10 65,16 2,60 100 74,15 4,00 Gambar 4.11 Bagan persentase inhibisi etil p-metoksiinamat dan turunannya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.12 Struktur EPMS dan senyawa modifikasi Berdasarkan data persen inhibisi EPMS dapat dianalisa bahwa modifikasi EPMS menjadi bentuk amidanya dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasi. Hal ini ditunjukkan pada senyawa N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida dimana pada 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm memiliki persen inhibisi yang lebih besar dibandingkan persen inhibisi dari EPMS. Sehingga dapat disimpulkan aktivitas antiinflamasi EPMS meningkat setelah dimodifikasi menjadi N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida. Begitu juga dengan N,N-bis-hidroksietil-p-metoksi sinamamida, dimana pada konsentrasi 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan 100 ppm memiliki persen inhibisi yang lebih besar dibandingkan dengan EPMS. Sehingga dapat disimpulkan aktivitas antiinflamasi meningkat setelah dimodifikasi menjadi N,N-bis- hidroksietil-p-metoksi sinamamida. Kemudian aktivitas antiinflamasi senyawa N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida lebih besar dibandingkan senyawa N,N-bis-hidroksietil-p-metoksi sinamamida. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk amin sekunder memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih baik dari bentuk amin tersier. Aktivitas antiinflamasi dengan menghambat denaturasi protein BSA menurut Sadler dan Tucker dapat terjadi karena adanya interaksi antara molekul sampel dengan tirosin aromatik, treonin alifatik dan residu lisin dari BSA Williams et al, 2002. Selain itu aktivitas antiinflamasi dengan menghambat denaturasi BSA juga terjadi karena molekul sampel dapat menghambat kerusakan bentuk sekunder dan tersier dari protein BSA, dimana denaturasi protein terjadi karena terputusnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan ikatan garam yang terdapat dalam bentuk sekunder dan tersier protein Ophardt, 2003. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Amidasi etil p-metoksisinamat dengan etanolamin dan dietanolamin telah berhasil dilakukan melalui iradiasi microwave menghasilkan senyawa N-hidroksietil-p-metoksi sinamamida BM. 221 dan senyawa N,N-bis-hidroksietil-p-metoksi sinamamida BM. 265,1. 2. Hubungan struktur aktivitas hasil modifikasi etil p-metoksisinamat terhadap aktivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa penambahan gugus amida dapat meningkatkan aktivitas antiinflamasi.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan analisa HSQC pada senyawa untuk menetukan letak karbon pada senyawa tersebut. 2. Perlu dilakukan uji antiinflamsi sevara in vivo untuk penelitian lebih lanjut.