Hasil Uji Hipotesis PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

Berdasar hasil di atas, terlihat bahwa grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal serta data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal pada grafik Normal Probability Plot. Hal ini menandakan H diterima, yang berarti bahwa sampel berasal dari distribusi data normal.

C. Hasil Uji Hipotesis

1. Uji Koefisien Determinasi Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen SIZE, ASSET, GROWTH, PER, dan VOLT mempengaruhi variabel dependen DER atau seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen. a. Uji koefisien determinasi sebelum UU Perpajakan 2000 Tabel. 4.15. berikut ini merupakan tabel hasil uji koefisien determinasi sebelum UU Perpajakan 2000. Tabel. 4.15. Hasil Uji Koefisien Determinasi Sebelum UU Perpajakan 2000 Model Summary .599 a .358 .299 .2141 Model 1 R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Predictors: Constant, VOLT, SIZE, GROW TH, PER, ASSET a. b. Uji koefisien determinasi sesudah UU Perpajakan 2000 Di bawah ini merupakan tabel hasil uji koefisien determinasi sesudah UU Perpajakan

2000. Tabel. 4.16.

Hasil Uji Koefisien Determinasi Sesudah UU Perpajakan 2000 Model Summary ,620 a ,385 ,328 ,1897810 Model 1 R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Predictors: Constant, VOLT, SIZE, GROWTH, PER, ASSET a. Dari tampilan output Model Summary, besarnya adjusted R 2 sebelum UU Perpajakan 2000 adalah 0,299. Hal ini berarti keputusan pengambilan kebijakan utang perusahaan sebelum pemberlakuan UU Perpajakan 2000 dapat dijelaskan dari kelima variabel independen yaitu ukuran perusahaan, struktur aset, tingkat pertumbuhan, PER, dan earning volatility sebesar 29,9. Sisanya 100 - 29,9 = 70,1 dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model. Sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000 besarnya adjusted R 2 adalah 0,328. Hal ini berarti keputusan pengambilan kebijakan utang perusahaan sesudah UU Perpajakan 2000 dapat dijelaskan dari kelima variabel independen yaitu ukuran perusahaan, struktur aset, tingkat pertumbuhan, PER, dan earning volatility sebesar 32,8 sedangkan sisanya 100-32,8=67,2 dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model seperti dividend payout ratio, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tingkat suku bunga, inflasi, kurs Rupiah terhadap mata uang asing, dan lain sebagainya. Dividend Payout Ratio DPR merupakan rasio pembayaran dividen terhadap earning after tax yang digunakan sebagai kebijakan dividen perusahaan Junaidi, 2006:221. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham atau dijadikan laba ditahan untuk pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen maka perusahaan mengurangi saldo laba dan selanjutnya mengurangi jumlah sumber dana intern internal financing. Hartono 1998 dalam Rahardjo dan Hartantiningrum 2006:5 menyatakan bahwa DPR merupakan persentase laba yang dibagikan kepada pemegang saham umum dari laba yang diperoleh perusahaan. Perusahaan yang tidak membayarkan dividen cenderung untuk menghindari penerbitan utang leverage perusahaan. Perusahaan menurunkan pembayaran dividen karena sebagian keuntungan digunakan untuk membayar utang. Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh dewan direksi dan dewan komisaris perusahaan yang ikut aktif dalam pengambilan keputusan perusahaan Junaidi, 2006:221. Semakin tinggi kepemilikan manajerial perusahaan berarti semakin kecil kebijakan utang yang diambil perusahaan. Kepemilikan institusional yaitu proporsi kepemilikan saham oleh pihak institusional yang diukur dengan prosentase. Dengan tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang besar oleh pihak investor institusional. Dengan demikian, diharapkan dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer Wahidahwati, 2002 dalam Junaidi, 2006:221. Kepemilikan institusional mempengaruhi kepemilikan manajerial maupun penggunaan utang. Semakin tinggi kepemilikan institusional berarti semakin kecil pengambilan kebijakan utang yang diambil perusahaan. Bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dari uang pinjaman tersebut apabila diinvestasikan. Jumlah pinjaman tersebut disebut pokok utang principal. Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa bunga dalam suatu periode tertentu disebut suku bunga http:id.wikipedia.orgwikiSuku_bunga. Suku bunga yang berlaku di Indonesia pada tahun 1998 yaitu 70,7 http:skripsi.blog.dada.netpost1206927474ANALISIS+KAUSALITAS+TINGKA T+SUKU+BUNGA+SBI+DENGAN+KURS+DI+INDONESIA+TAHUN+1998.1+– +2003.12+ serta pada tahun 2000 dan 2001 masing-masing adalah sebesar 13,56 dan 16,41 http:www.bi.go.idbiwebTemplatesMoneterDefault_Suku_Bunga_ID.aspx?NRM ODE=PublishedNRORIGINALURL=webidMoneterSuku2bBungaSuku2bB unga2bSBINRNODEGUID={6258EAEA-DBDF-4DCD- BB70E718D7F76900}NRCACHEHINT= Guest Semakin tinggi tingkat suku bunga yang berlaku maka semakin kecil kebijakan utang yang diambil perusahaan. Inflas i adalah fenomena kenaikan harga-harga pada sebuah lingkup ekonomi. Tingkat inflasi biasanya diberikan dalam persentase. Tingkat inflasi di Indonesia sebelum UU Perpajakan 2000 yaitu pada tahun 1998 dan 1999 sebesar 58,0 dan 20,7; dan sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000 yaitu pada tahun 2000 dan 2001 sebesar 3,8 dan 11,5 http:priyadi.netarchives20050720inflasi. Semakin tinggi tingkat inflasi menunjukkan semakin tidak stabilnya kondisi perekonomian yang mengakibatkan semakin kecil kemungkinan perusahaan untuk mengambil kebijakan utang. 2. Uji Statistik t Parsial Uji t digunakan untuk menguji hipotesa yaitu untuk menguji signifikansi pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. a. Uji statistik t sebelum UU Perpajakan 2000 Tabel hasil uji statistik t sebelum UU Perpajakan 2000 dapat dilihat pada tabel. 4.17. Tabel. 4.17. Hasil Uji Statistik t Sebelum UU Perpajakan 2000 Coefficients a -.094 .625 -.150 .881 .029 .025 .146 1.159 .252 -.122 .186 -.085 -.658 .514 .222 .055 .476 4.076 .000 -.007 .002 -.377 -3.005 .004 -1.276 .317 -.554 -4.031 .000 Constant SIZE ASSET GROWTH PER VOLT Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Dependent Variable: FINAGE a. b. Uji statistik t sesudah UU Perpajakan 2000 Tabel hasil uji statistik t sesudah UU Perpajakan 2000 dapat dilihat pada tabel. 4.18. Tabel. 4.18. Hasil Uji Statistik t Sesudah UU Perpajakan 2000 Coefficients a -,022 ,519 -,042 ,967 ,030 ,020 ,165 1,493 ,141 -,125 ,162 -,094 -,773 ,443 ,009 ,137 ,007 ,063 ,950 -,007 ,002 -,345 -2,989 ,004 -1,312 ,252 -,628 -5,199 ,000 Constant SIZE ASSET GROWTH PER VOLT Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Dependent Variable: FINAGE a. i.Ukuran Perusahaan SIZE Dari tabel hasil uji statistik t dapat dilihat bahwa variabel SIZE sebelum UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,252 dan sesudah UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,141. Tingkat signifikansi ini berada di atas 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel SIZE ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan baik sebelum maupun sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan. Perusahaan besar lebih mudah mengakses pasar modal. Hal ini berarti bahwa perusahaan besar memiliki fleksibiltas dan kemampuan yang lebih baik untuk mendapatkan dana dibanding perusahaan berskala kecil Junaidi, 2006:219. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan akan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan utang dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, ada kecenderungan untuk menggunakan jumlah pinjaman lebih besar. Tidak berpengaruhnya ukuran perusahaan baik sebelum maupun sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000 pada penelitian ini bisa saja terjadi. Hal ini dikarenakan sebagian besar industri manufaktur memiliki ukuran perusahaan yang relatif sedang sehingga sebagai akibat krisis moneter dari tahun sebelumnya di mana suku bunga masih tinggi, mengakibatkan banyak perusahaan enggan untuk mengambil kebijakan utang. Di samping itu, penelitian ini hanya menggunakan sampel 30 perusahaan manufaktur yang kurang mencerminkan kebijakan utang industri manufaktur secara keseluruhan. ii.Struktur Aset ASSET Dari tabel hasil uji statistik t dapat dilihat bahwa variabel ASSET sebelum UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,514 dan sesudah UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,443. Tingkat signifikansi ini berada di atas 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel ASSET struktur aset tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan baik sebelum maupun sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000. Weston dan Brigham 1990 dalam Kurniawati 2007:13 menjelaskan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat diserahkan sebagai jaminan cenderung menggunakan utang dalam jumlah besar. Aktiva yang dimaksud di sini adalah aktiva tetap. Dengan demikian struktur aktiva suatu perusahaan berpengaruh terhadap besarnya jumlah utang yang dapat diperoleh perusahaan. Tidak berpengaruhnya struktur aset pada penelitian ini terjadi karena tingginya tingkat suku bunga dan ketidakstabilan perekonomian di Indonesia pada sebelum maupun sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000. Jadi meskipun perusahaan memiliki aktiva tetap yang dapat dijadikan jaminan utang, perusahaan cenderung tidak mengambil kebijakan utang dikarenakan tingginya suku bunga saat itu yang dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah utang yang harus dibayar. Selain itu, penelitian ini hanya menggunakan sampel 30 perusahaan manufaktur yang kurang mencerminkan kebijakan utang industri manufaktur secara keseluruhan. iii.Tingkat Pertumbuhan GROWTH Dari tabel hasil uji statistik t dapat dilihat bahwa variabel GROWTH sebelum UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,000. Tingkat signifikansi sebelum UU Perpajakan 2000 berada jauh di bawah 0,05 yang menunjukkan bahwa variabel GROWTH tingkat pertumbuhan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Mardiana 2005 yang menyimpulkan bahwa tingkat pertumbuhan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan. Hasil ini didukung teori yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan cepat memerlukan tambahan dana yang besar untuk mengantisipasi peningkatan di semua bidang kegiatan, misalnya peningkatan penjualan, kapasitas produksi, skala usaha, dan sebagainya. Keperluan dana yang besar dari sumber internal laba ditahan tidak akan cukup memenuhinya. Oleh karena itu, biasanya didanai dengan sumber dana eksternal berupa utang atau pinjaman Rusdi Lubis, 1996:30 dalam Susilawati, 2005:17. Sedangkan variabel GROWTH sesudah UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,950. Tingkat signifikansi sesudah UU Perpajakan 2000 ini berada di atas 0,05 yang menunjukkan bahwa variabel GROWTH tingkat pertumbuhan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000. Tingkat pertumbuhan seharusnya memiliki pengaruh yang sama terhadap kebijakan utang baik sebelum maupun sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000. Akan tetapi, pada penelitian ini tingkat pertumbuhan sebelum UU Perpajakan 2000 berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan tingkat pertumbuhan sesudah UU Perpajakan 2000 tidak berpengaruh terhadap kebijakan utang. Perbedaan pengaruh tingkat pertumbuhan terhadap kebijakan utang perusahaan sebelum dan sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000 diakibatkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini diakibatkan pada tahun 2000, pemerintah menaikkan tarif dasar listrik yang menyebabkan makin menurunnya daya beli masyarakat dan akhirnya berakibat pada menurunnya tingkat penjualan perusahaan. iv.Price to Earning Ratio PER Dari tabel hasil uji statistik t dapat dilihat bahwa variabel PER sebelum UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,004 dan sesudah UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,004. Tingkat signifikansi ini jauh berada di bawah 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel PER berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan baik sebelum maupun sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000. Hasil ini konsisten dengan penelitian Chung 1993 dalam Nisa Fidyati 2003 yang menyimpulkan bahwa PER mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap kebijakan utang. Hasil ini didukung teori yang menyatakan bahwa PER menunjukkan besarnya laba perusahaan yang diharapkan di masa yang akan datang Lusiana, Sinahardja, dan Suharli, 2006:84. Dengan demikian semakin besar PER menunjukkan semakin besar kesempatan perusahaan untuk bertumbuh yang pada akhirnya menunjukkan semakin besar utang yang akan dipinjam perusahaan. v.Earning Volatility VOLT Dari tabel hasil uji statistik t dapat dilihat bahwa variabel VOLT sebelum UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,000 dan sesudah UU Perpajakan 2000 memiliki signifikansi sebesar 0,000. Tingkat signifikansi ini jauh berada di bawah 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel VOLT berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan baik sebelum maupun sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000. Hasil ini konsisten dengan penelitian Muhammad Indra 2004 dan Junaidi 2006 yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat risiko bisnis perusahaan maka semakin kecil tingkat penggunaan utang. Hasil ini didukung teori yang menyatakan bahwa earning volatility atau tingkat risiko bisnis dan kebangkrutan perusahaan yaitu adanya ketidakpastian atas proyeksi pendapatan di masa yang akan datang jika perusahaan tidak didanai dengan utang. Perusahaan yang memiliki tingkat risiko tinggi cenderung sulit untuk mendapatkan pinjaman. Oleh karena itu, makin tinggi risiko bisnis dan kebangkrutan perusahaan maka makin kecil kemungkinan perusahaan untuk mengambil kebijakan utang. 3. Uji Statistik F Simultan Uji F digunakan untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan utang secara simultan atau tidak. a. Uji statistik F sebelum UU Perpajakan 2000 Tabel hasil uji statistik F sebelum UU Perpajakan 2000 dapat dilihat pada tabel. 4.19. Tabel. 4.19. Hasil Uji Statistik F Sebelum UU Perpajakan 2000 ANOVA b 1.382 5 .276 6.034 .000 a 2.474 54 .046 3.857 59 Regression Residual Total Model 1 Sum of Squares df Mean Square F Sig. Predictors: Constant, VOLT, SIZE, GROWTH, PER, ASSET a. Dependent Variable: FINAGE b. Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 6,034 dengan probabilitas 0,000. Probabilitas ini jauh lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kebijakan utang perusahaan atau dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan, struktur aset, tingkat pertumbuhan, PER, dan earning volatility secara bersama-sama berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan dengan persamaan matematis sebagai berikut: FINAGE = -0,094 + 0,029 SIZE – 0,122 ASSET + 0,222 GROWTH – 0,007 PER – 1,276 VOLT + e b. Uji statistik F sesudah UU Perpajakan 2000 Tabel hasil uji statistik F sesudah UU Perpajakan 2000 dapat dilihat pada tabel. 4.20. Tabel. 4.20. Hasil Uji Statistik F Sesudah UU Perpajakan 2000 ANOVA b 1,216 5 ,243 6,754 ,000 a 1,945 54 ,036 3,161 59 Regression Residual Total Model 1 Sum of Squares df Mean Square F Sig. Predictors: Constant, VOLT, SIZE, GROWTH, PER, ASSET a. Dependent Variable: FINAGE b. Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 6,754 dengan probabilitas 0,000. Probabilitas ini jauh lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kebijakan utang perusahaan atau dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan, struktur aset, tingkat pertumbuhan, PER, dan earning volatility secara bersama-sama berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan dengan persamaan matematis sebagai berikut: FINAGE = -0,022 + 0,030 SIZE – 0,125 ASSET + 0,009 GROWTH – 0,007 PER – 1,312 VOLT + e Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, didapat kesimpulan bahwa kelima varibel independen SIZE, ASSET, GROWTH, PER, dan VOLT secara simultan berpengaruh pada kebijakan utang perusahaan baik sebelum maupun sesudah pemberlakuan UU Perpajakan 2000. Sebelum pemberlakuan UU Perpajakan 2000, kelima variabel independen ini mempengaruhi kebijakan utang perusahaan sebesar 29,9. Setelah pemberlakuan UU Perpajakan 2000, kelima variabel independen berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan sebesar 32,8. Hal ini berarti terdapat peningkatan sebesar 32,8 - 29,9 = 2,9. Peningkatan ini diakibatkan oleh mulai stabilnya kondisi perekonomian di Indonesia, yang ditandai dengan menurunnya tingkat suku bunga dari 70,7 tahun 1998 menjadi 13,56 dan 16,41 tahun 2000 dan 2001. Selain itu, inflasi di Indonesia juga mengalami penurunan dari 58,0 dan 20,7 tahun 1998 dan 1999 serta 3,8 dan 11,5 tahun 2000 dan 20001. Hal ini memberi kesempatan perusahaan untuk tumbuh sehingga perusahaan yang tadinya enggan untuk mengambil kebijakan utang, mulai tertarik untuk mengambil kebijakan tersebut karena didukung dengan meningkatnya kestabilan perekonomian di Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Momentum dan Price Earning Ratio Terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 37 85

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio Pada Perusahaan Manufaktur Subsektor Consumer Goods Industry yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 41 118

Pengaruh Price Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV), dan Earning Per Share (EPS) Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 105 93

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Harga Saham Dengan Price Earning Ratio Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 40 121

Pengaruh Earning Per Share, Price Earning Ratio, Book Value Per Share, dan Price To Book Value terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Hotel dan Pariwisata yang Terdaftar di BEI Tahun 2009 - 2011

0 25 102

Analisis pengaruh rasio modal saham terhadap return yang diterima oleh pemegang saham (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2004-2008)

0 4 96

Determinan Merger Dan Akuisisi : studi di perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2013

0 27 0

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN PROFITABILITAS, PERTUMBUHAN UKURAN PERUSAHAAN, DAN EARNING VOLATILITY TERHADAP PERTUMBUHAN DEBT RATIO

0 4 14

Pengaruh Struktur Aktiva, Return On Assets, Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Price Earning Ratio, dan Likuiditas Terhadap Struktur Pendanaan Dengan Kepemilikan Institusional Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

0 0 12

PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, STRUKTUR AKTIVA, UKURAN PERUSAHAAN, EARNING VOLATILITY DAN KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PERUSAHAAN - Repository UNTAR

0 0 31