Proses Pengambilan Keputusan Pengaruh promosi penjualan dan respon emosi terhadap pembelian impulsif : studi kasus konsumen carefour lebak bulus

26 3. Pre-purchase alternative evaluation: evaluasi dari pilihan yang ada, dilihat dari keuntungan yang diharapkan, lalu menyempitkan pilihan kepada alternatif yang dipilih. 4. Purchse: akuisisi alternatif yang terpilih atau pengganti yang dapat diterima. 5. Comsumption: penggunaan dari alternatif yang sudah dibeli. 6. Post-purchase alternative evaluation: mengevaluasi apakah proses konsumen yang sudah dilakukan membawa kepuasan. 7. Divestment: pembuangan dari produk yang tidak terkonsumsi.

G. Proses Pengambilan Keputusan

Menurut Tatik Suryani 2008:13, dilihat dari tujuan pembeliannya konsumen dapat di kelompokan menjadi konsumen akhir atau individual yaitu yang terdiri atas individu dan rumah tangga yang tujuan pemeliannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk dikonsumsi. Sedangkan kelompok adalah konsumen organisasional yang terdiri atas organisasi, pemakai industri pedagang dan lembaga non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk memperoleh laba atau kesejahteraan anggotanya. Keputusan pembelian barang dan jasa sering kali melibatkan dua pihak atau lebih. Umumnya ada 5 lima peranan yang terlibat, kelima pernan tersebut meliputi : 1. Pemrakarsa, initiotar, yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk membeli suatu barang atau jasa. 27 2. Pembawa pengaruh atau influencer, yaitu orang yang memiliki pandangan atau nasehat yang mempengaruhi keputusan pembelian 3. Pengambilan keputusan atau decider, yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian 4. Pembeli buyer, yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata 5. Pemakai user, yaitu orang yang mengkonsumsi dan menggunakan barang atau jasa yang dibeli. H Perilaku Pembelian Impulsif Pemahaman tentang konsep pembelian impulsif impulsive buying dan pembelian tidak direncanakan unplanned buying oleh beberapa peneliti tidak dibedakan. Philipps dan Brodshow 1993 dalam Semuel 2006, dalam Bayley dan Nancarrow 1998 tidak membedakan antara unplanned buying dengan impulsive buying, tetapi memberikan perhatian penting kepada periset pelanggan harus memfokuskan pada interaksi antara point-of-sale dengan pembeli yang sering diabaikan. Engel dan Blacwell 1982 dalam Semuel 2006, mendefinisikan unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa drencanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko. Cobb dan Hayer 1986 dalam Semuel 2006, mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko. Kollat dan Willett 1967 dalam Semuel 2006 memperkenalkan tipologi perencanaan sebelum membeli didasarkan 28 pada tingkat perencanaan terhadap produk dan merek produk, kategori produk, kelas produk, kebutuhan umum yang ditetapkan, dan kebutuhan umum yang belum ditetapkan. Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse sinonim dengan unplanned ketika para psikolog dan ekonom menfokuskan pada aspek irasional atau pembeli impulsif murni Bayney dan Nancarrow, 1998 dalam Semuel 2006. Thomson et al. 1990 dalam Semuel 2006, mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional. Rook dan Fisher 1995 dalam Semuel 2006, mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai “a consumers’ tendency to by spontaneously, immediately and kinetically”. Stern 1962 dalam Semuel 2006, mengidentifikasi hubungan Sembilan karakteristik produk yang mungkin dapat mempengaruhi pembelian impulsif, yaitu, harga rendah, kebutuhan tambahan produk atau merek, distribusi massa, self service, iklan massa, display produk yang menonjol, umur produk yang pendek, ukuran kecil, dan mudah disimpan. Impulsive buying atau belanja impulsif adalah gaya belanja spontan, tanpa perencanaan, merupakan pemicu timbulnya belanja impulsif. Belanja impulsif sendiri dapat dijelaskan sebagai belanja tanpa perencanaan, diwarnai dengan kuat untuk membeli yang muncul secara tiba-tba dan sering kali sulit untuk ditahan, hal itu diiringi dengan perasaan menyenangkan dan penuh gairah. Fitri, 2008. 29 Pembelian impulsif merupakan jenis yang paling simple dari limited problem solving LPS, tetapi memiliki beberapa perbedaan. Menurut Rook dan Hock yang dikutip dari Engel, et al, 1995 dalam Juwita 2008 karakteristik yang membedakan impulse buying dari LPS adalah: 1. Sebuah keinginan yang tiba-tiba dan spontan terjadi, diiringi oleh sebuah kepentingan. 2. Sebuah jenis diskuilibrium psikologis dimana seseorang merasa tidak berdaya. 3. Konflik dan perjuangan yang dipecahkan oleh tindakan tiba-tiba. 4. Evaluasi objektif yang minimal lebih didominasi oleh pemikiran emosional. 5. Tidak terlalu memikirkan konsekuensi atas tindakan tersebut. Konsep pembelian impulsif sesuai karakteristik diatas, banyak menimbulkan perdebatan diantara akademisi bidang pemasaran. Ada beberapa tokoh yang menggambarkan pembelian impulsif sebagai pembelian tidak terencana seperti Assael 1984 dalam Juwita 2008, atau meletakkan pembelian impulsif sebagai konsep yang berdiri sendiri, di ujung ekstrim dari pembelian tidak terencana seperti Solomon 2004 dalam Juwita 2008. Menurutnya, pembelian impulsif timbul ketika seseorang merasakan dorongan tiba-tiba yang tidak bisa dihindari. Tendensi untuk membeli secara spontan tersebut pada akhirnya menghasilkan suatu pembelian ketika orang tersebut merasa pantas bertindak secara impulsif. Akan tetapi, pada penelitian ini, 30 peneliti akan memandang konsep pembelian impulsif melalui perspektif hedonis dan experiential, sesuai klarifikasi Rook yang dikutip pada Engel, et al., 1995 dalam Juwita 2008 yaitu pembelian impulsif terjadi ketika seorang konsumen merasa keinginan yang tiba-tiba, seringkali kuat dan teguh untuk membeli sesuatu yang kompleks secara hedonis dan dapat menstimulasi konflik emosional. Pembelian impulsif juga cenderung muncul dengan pengacuhan terhadap konsekuensi dari tindakan tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan Rook yang dikutip pada Engel, et al, 1995 dalam Rizki Barkah 2008, pembelian impulsif dapat terdiri dari satu atau lebih karakterstik berikut: 1. Spontaneity: Pembelian impulsif terjadi secara tak terduga dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, seringkali karena respon terhadap stimulasi visual point-of-sale. 2. Power, compulsion, and intensity: Adanya motivasi untuk mengesampingkan hal-hal lain dan bertindak secepatnya. 3. Disregard for consequences: keinginan untuk membeli dapat menjadi tidak dapat ditolak sampai-sampai konsekuensi negatif yang mungkin terjadi diabaikan. 4. Excitement and stimulation: Keinginan membeli tiba-tiba ini seringkali diikuti oleh emosi seperti “exciting”,”thrilling”, atau “wild”. Menurut Stern seperti dikutip pada Loudon dan Della Bitta 1993 dalam Juwita 2008 menyebutkan empat tipe pembelian impulsif, yaitu: 31 1. Pure impulse: sebuah pembelian yang berlawanan dengan pola pembelian normal. 2. Suggestion impulse: seorang pembeli tidak mempunyai pengetahuan sebelumnya tentang sebuah produk, melihatnya untuk pertama kali dan merasakan kebutuhan akan produk tersebut. 3. Reminder impulse: seorang pembeli melihat sebuah produk dan teringat bahwa pasokan produk tersebut di rumah seudah berkurang, atau mengingat sebuah iklan atau informasi lain tentang sebuah produk dan keputusan pembelian terdahulu. 4. Planned impulse: seorang pembeli memasuki toko dengan ekspektasi dan tujuan untuk melakukan pembelian berdasarkan harga special, kupon, dan sejenisnya. Pembelian impulsif seringkali juga dipengaruhi akan jenis produk yang dibeli. Menurut Kotler 2003:411 dalam Juwita 2008 mendefinisikan benda-benda impulsif sebagai benda yang dibeli tanpa perencanaan atau upaya pencarian, contohnya coklat dan majalah. Menurut Loudon dan Bitta 1993:189 dalam Juwita 2008, karakteristik produk yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif adalah produk yang harganya murah dan ada kebutuhan marjinal akan produk tersebut, mempunyai umur produk yang pendek, berukuran kecil atau ringan, dan mudah dalam penyimpanan. Bagi peritel sendiri, pembelian impulsif dapat dimanfaatkan dengan baik karena dapat mendongkrak penjualan. 32 I. Penelitian Terdahulu Sebelumnya terdapat beberapa penilitian yang telah dilakukan berhubungan dengan promosi penjualan, respon emosi, dan perilaku pembelian impulsif. Juwita 2008 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Sikap Konsumen Ritel pada Promosi Penjualan terhadap Perilaku Pembelian Impulsif ” menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang tidak terlalu signifikan antara sikap konsumen pada promosi penjualan terhadap perilaku pembelian impulsif, hasil penghitungan regresi linier lewat program SPSS 15.0 menunjukan bahwa sikap konsumen pada promosi penjualan hanya mampu menjelaskan perilaku pembelian impulsif sebesar 12,6, variabel- variabel lain yang menjelaskan perilaku pembelian impulsive sebesar 87,4 diasumsikan pada imlikasi manajerial sebagai jenis produk yang ditawarkan pada program promosi penjualan dan pengaturan tata letak serta display di dalam ritel. Septriani Noti Hapsari 2005, dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Dampak Promosi Penjualan potongan harga dan Karakteristik Perilaku Konsumen Terhadap Perilaku Pembelian Spontan impulse buying Studi Pada Konsumen Hero S upermarket” dijelaskan adanya hubungan dan pengaruh yang signifikan dari dampak promosi penjualan yang berupa potongan harga terhadap perilaku timbulnya pembelian spontan. Dalam penelitian tersebut juga menjelaskan mengenai karakteristik konsumen yang bersifat experience dan makers, yang potensial untuk melakukan pembelian spontan saat berada di dalam toko. 33 Semuel 2005 telah berhasil melakukan penelitian dengan judul jurnal : “Respon Lingkungan Berbelanja sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana pada Toko Serba Ada Toserba Studi Kasus Carrefour Surabaya”. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa model yang dikembangkan melalui pendekatan structural equation model SEM dapat digunakan secara signifikan dalam menjelaskan hubungan antar variabel respon lingkungan belanja yang berpengaruh langsung terhadap pembelian tidak terencana, dapat dijelaskan secara positif oleh variabel dominance dan secara negatif oleh variabel pleasure. Variabel pengalaman belanja resources expenditure dapat berperan sebagai mediator bagi variabel respon lingkungan belanja, maupun pengalaman belanja dan berpengaruh negatif terhadap pembelian tidak terencana. Penelitian yang dilakukan oleh Semuel 2006 dengan judul jurnal : “Dampak Respon Emosi terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen Online dengan Sumberdaya Yang Dikeluarkan dan Orientasi Belanja Sebagai Variabel M ediasi”. Hasil penelitian ini menyimpulkan beberapa hal yang berhubungan dengan tujuan penelitian dan hipotesis penelitian. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 terdapat perbedaan pengaruh stimulus antara bentuk format media iklan online dengan model format offline terhadap respon emosi dan kecenderungan pembelian impulsif, walaupun demikian terdapat pengaruh stimulus yang lebih kuat dinampakan oleh bentuk format media iklan online. 2 Walaupun online mempunyai pengaruh kuat secara total terhadap respon emosi maupun 34 kecenderungan perilaku pembelian impulsif, namun media yang mempunyai pengaruh paling besar terletak pada media audio-visual dan teks-gambar. Menunjukan bahwa konsumen memerlukan informasi yang lebih lengkap, baik melalui teks, gambar, maupun berita secara audio tentang produk yang diingini. 3 Orientasi belanja kenyamanan maupun rekreasi mempunyai peranan sebagai mediasi antara respon emosi dan kecenderungan perilaku pembelian impulsif, sehingga seseorang dalam berperilaku sebagai pembeli online, tidak hanya dipengaruhi oleh respon emosi yang ditimbulkan secara langsung, namun juga terdapat proses kognitif melalui orientasi belanja yang dimilikinya. Dan 4 Sumberdaya yang dikeluarkan resources expenditure tidak mempunyai peranan sebagai intervening antara respon emosi dengan orientasi belanja rekreasi dalam model online. Penelitian yang dilakukan oleh Semuel 2007 dengan judul jurnal : “Pengaruh Stimulus Media Iklan, Uang Saku, Usia, dan Gender Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian I mpulsif studi kasus produk pariwisata”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh stimulus iklan melalui format media audio-visual, animasi gambar, dan teks gambar secara online dan teks gambar secara offline, uang saku, umur, dan gender terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Desain penelitian berbentuk rancangan percobaan faktorial dengan memasukan format media sebagai faktor perlakuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan pengaruh stimulus antara format media online dengan offline. Walaupun secara total format media online mempunyai pengaruh stimulus yang signifikan terhadap 35 kecenderungan perilaku pembelian impulsif, ternyata format media audio visual dan teks gambar mempunyai pengaruh yang lebih kuat dari bentuk format media animasi gambar. Hasil penelitian menemukan juga, bahwa tidak terdapat pengaruh uang saku, umur, dan gender terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Hal ini berbeda dengan hasil penelitan sebelumnya, yang menemukan bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap perilaku pembelian impulsif produk-produk fisik secara offline. Penelitian yang dilakukan oleh Tendai and Crispen 2009 dengan judul jurnal : “In-store Shopping Environment and Impulsive Buying”. Tujuan dari studi ini adalah untuk menyelidiki pengaruh toko-toko di lingkungan belanja impulsif konsumen. Pengambilan keputusan yang impulsif dan teori keputusan konsumen membuat model digunakan untuk memperkuat penelitian Schiffman dan Kanuk, 2007. Sebanyak 320 sampel nyaman berbelanja di pusat perbelanjaan yang dipilih berfungsi sebagai sampel. A 5 uji signifikansi menunjukkan bahwa di dalam toko faktor alam ekonomi seperti harga dan kupon lebih mungkin mempengaruhi pembelian impulsif dibandingkan dengan keterlibatan atmosfir efek seperti latar belakang musik dan aroma. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya didapat kesimpulan bahwa yang menjadi perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu dalam penelitian ini menggabungkan beberapa variabel dari penelitian sebelumnya, pada penelitian ini saya mengambil judul “Analisis Pengaruh Promosi Penjualan dan Respon Emosi terhadap Perilaku Pembelian 36 Impulsif ” dimana variabel dependennya terdiri dari Promosi Penjualan X 1 dan Respon Emosi X 2 sedangkan untuk variabel dependen dari analisis ini adalah Perilaku Pembelian Impulsif Y. Yang menjadi pembeda dalam penelitian ini juga adalah studi kasus yaitu pada Carefour Lebak Bulus. menggunakan alat analisis regresi linear berganda dengan sampel yang digunakan yaitu 60 enam puluh responden, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan regresi sederhana dan pendekatan structural equation model SEM, yaitu penggabungan antara regresi, analisis jalur dan analisis faktor.

J. Kerangka Pemikiran