1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kata ritel berasal dari bahasa Prancis,
ritellier
, yang berarti memotong
atau memecah sesuatu. Ritel atau eceran
retailing
dapat dipahami sebagai
semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau
jasa
secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan
bisnis
. Seringkali orang-orang beranggapan bahwa
ritel
hanya menjual produk- produk di toko. Tetapi
retail ritel
juga melibatkan pelayanan jasa layanan
antar delivery services ke rumah-rumah. Tidak semua
ritel
dilakukan di toko. http:vincentrehand.wordpress.com
. Menurut Levi Weitz 2001, Ritel adalah suatu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna dari barang
dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk kegunaan pribadi atau rumah tangga.
Industri ritel di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, saat ini toko ritel baik tradisional maupun modern dapat ditemukan
dengan mudah di mana saja, mulai dari pemukiman hingga di daerah perekonomian, bahkan tidak jarang ditemui ritel yang letaknya saling
berseberangan jalan. Pertumbuhan yang terjadi pada industri ritel membuat persaingan antar
ritel-ritel di dalamnya semakin intens. Para peritel harus lebih kreatif dalam menyusun strategi pemasaran yang dapat menarik konsumennya, karena
2
dengan banyaknya pilihan ritel sebagai tempat belanja, konsumen kini mempunyai daya tawar yang lebih tinggi. Konsumen dapat dengan mudah
memilih ritel yang dianggap memberikan penawaran dan manfaat lebih, tidak hanya sekedar tempat belanja semata, agar mendapatkan posisi yang unik di
mata konsumennya, peritel harus memikirkan strategi yang berbeda dari kompetitornya.
Menurut Titik Suryani 2008:189, komunkasi pemasaran pada hakekatnya merupakan suatu proses penyampaian pesan yang dilakukan
sumber kepada penerima yang dilakukan melalui media tertentu. Menurut George E.Belch Michael E.Belch
2004:16 dalam Juwita
2008, t
eknik – teknik komunikasi pemasaran terpadu bauran komunikasi
pemasaran yang secara umum digunakan adalah iklan advertising, penjualan langsung direct sellingdirect response, promosi penjualan sales
promotion, dan hubungan masyarakat public relations. Namun, George E.Belch Michael E.Belch juga memasukkan pemasaran langsung direct
marketing dan media interaktif interactive media ke dalam bauran tersebut yang disebutnya bauran promosi, dengan melihat perkembangan dunia
pemasaran modern yang terus berkembang saat ini. Seiring dengan meningkatnya persaingan, upaya komunikasi pemasaran
kini lebih ditekankan untuk meningkatkan penjualan dan merangsang konsumen untuk melakukan pembelian. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas
pemasaran yang bersifat di dalam toko yang sering disebut in-store marketing kini marak dilakukan.
3
Dengan in-store marketing, ritel kini bukan hanya sekedar tempat menjual sebuah produk, tetapi juga merupakan tempat untuk membangun
merek. Aktivitas komunikasi pemasaran yang kini marak digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah sales promotion atau promosi penjualan,
misalnya kupon dan premium. Menurut Fandy Tjiptono 1995:202, promosi penjualan adalah
komunikasi langsung tatap muka antara penjual dan calon pelanggan dengan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk, sehingga mereka
kemudian akan mencoba dan membelinya. Tujuan dari promosi penjualan ini adalah untuk meningkatkan volume
penjualan jangka pendek dengan menciptakan aktivitas-aktivitas promosi penjualan yang tepat untuk medorong impulse buying.
Menurut Cummin 2004, ada sepuluh tujuan promosi yang ingin dicapai melalui promosi penjualan, yaitu:
1. Meningkatkan volume penjualan dan jasa yang terjual dalam jangka pendek karena berbagai alasan;
2. Meningkatkan pembelian coba-coba Product Trial; 3. Meningkatkan pembelian ulang repeat purchise;
4. Meningkatkan loyalitas lewat promosi yang cendrung berlangsung jangka panjang dan menjadi satu kesatuan dengan cara berfikir para pembeli
tentang produk atau jasa; 5. Memperluas kegunan suatu produk:
4
6. Menciptakan ketertarikan pada produk atau jasa sebagai cara yang membuat pembeli tetap membeli produk atau jasa tersebut;
7. Menciptakan kesadaran awareness untuk produk baru atau yang dilansir ulang re-illaunch;
8. Mengalihkan perhatian dari harga; 9.
Mendapatkan dukungan dari perantara intermediary; 10. Melakukan diskriminasi para pengguna, yang memungkinkan perusahaan
untuk mengembangkan paket khusus dari produk, harga, distribusi, dan promosi untuk kategori pengguna yang berbeda.
Selain itu, untuk mendongkrak kuantitas penjualan, juga harus memperhatikan perilaku-perilaku konsemen dengan melihat tingkat perasaan
partisipan melalui cara berperilaku dan dapat diungkapkan secara lisan maupun laporan tertulis tentang kondisi diri sendiri, Mehrabian dan Russel,
1974; Donavan dan Rossiter, 1982 dalam Semuel 2006 setelah mengalami perlakuan, dalam hal ini setelah melihat iklan dalam bentuk format yang
dipilihnya.Menurut Semuel 2006 respon emosi dapat dikelompokan menjadi 1 pleasure adalah tingkat perasaan yang dijabarkan dalam bentuk perasaan
seseorang merasa baik, penuh kegembiraan, merasa bahagia, atau merasa dipuaskan dengan situasi khusus; 2 arousal dijabarkan sebagai tingkat
perasaan yang bervariasi dari perasaan-perasaan kegembiraan exicitement, terdorong stimulation, kewaspadaan alertness, atau menunjukan keaktifan
activeness yang membuat kelelahan tired, perasaan lelah atau perasaan kantuk sleepy, atau bosan bored.Dengan memperhatikan hal tersebut
5
diatas, maka akan memaksimalkan kuantitas penjualan produk terhadap prilaku pembelian konsumen yang spontan impulsif buying.
Impulsive buying atau belanja impulsif adalah gaya belanja spontan, tanpa perencanaan, merupakan pemicu timbulnya belanja impulsif. Belanja
impulsif sendiri dapat dijelaskan sebagai belanja tanpa perencanaan, diwarnai dengan kuat untuk membeli yang muncul secara tiba-tba dan sering kali sulit
untuk ditahan, hal itu diiringi dengan perasaan menyenangkan dan penuh gairah. Fitri, 2008.
Impulse buying atau pembelian impulsif adalah perilaku orang yang tidak merencanakan sesuatu dalam berbelanja. Konsumen yang melakukan
pembelian impulsif tidak melakukan pemikiran yang panjang ketika membeli sebuah produk atau merek tertentu, konsumen langsung melakukan pembelian
karena ketertarikan pada merek atau produk pada saat itu juga. Engel dan Blacwell 1982 dalam Semuel 2006, mendefinisikan unplanned buying
adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada didalam toko.
Menurut Rook 1995 dalam Rizki Barkah 2008, belanja impulsif memiliki satu atau lebih karakteristik, yaitu :
1. spontanitas, belanja ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen
untuk membeli sekarang juga, sebagai respon terhadap stimulus promosi yang langsung di tempat penjualan.
2. kekuatan, kompulsi, dan intensitas, memungkinkan ada motivasi untuk
mengesampingkan yang lain dan bertindak dengan seketika.
6
3. kegairahan dan stimuli, desakan mendadak untuk membeli sering
disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai ”menggairahkan”, ”menggetarkan”, atau ”liar”.
4. ketidakpedulian akan akibat, desakan untuk membeli dapat menjadi
begitu sulit untuk ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diberikan.
Perilaku pembelian tanpa terencana tersebut kini marak terjadi dikalangan konsumen, terutama konsumen ritel. Seringkali seorang konsumen
karena aktivitas dan kesibukan sehari-harinya, tidak lagi mempunyai waktu tetap untuk berbelanja. Kegiatan berbelanja dan mengunjungi sebuah toko ritel
dilakukan dikala sempat dan tidak direncanakan sebelumnya. Pembelian tidak terencana juga bisa terjadi saat seorang konsumen mengunjungi toko karena
sudah merencanakan untuk membeli suatu produk tetapi di akhir kegiatan belanjanya pulang membawa produk-produk lain yang tidak terencana
sebelumnya. Bagi para peritel, perilaku pembelian impulsif tersebut dapat
dimanfaatkan untuk menciptakan keunggulan diantara para pesaingnya, peritel dapat melakukan strategi khusus untuk mendorong konsumen melakukan
pembelian impulsif seperti promosi di dalam toko, sehingga meningkatkan kunjungan konsumen dan mendorong terjadinya penjualan.
Kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan jasa berkembang terus dan mempengaruhi perilaku belanja produk. Upaya perusahaan
mengefektifkan strategi pemasaran dilakukan melalui riset perilaku konsumen.
7
Hasil riset akan berguna untuk memperbaiki strategi produk, harga, dan program periklanan yang meyakinkan pelanggan. Menurut Kotler dan
Armstrong 2007:200, konsumen membuat keputusan pembelian setiap hari. Keputusan pembelian dapat didasari oleh faktor individu konsumen yang
cenderung berperilaku afektif pleasure – arousal – dominance, pleasure
mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia, atau puas dalam suatu situasi; arousal mengacu pada tingkat dimana
individu merasakan tertarik, siaga atau aktif dalam suatu situasi; dan dominance ditandai oleh perasaan yang direspon konsumen saat
mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan. Perilaku ini kemudian membuat konsumen memiliki pengalaman belanja yang dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu: hedonic shooping value, resources expenditure dan utilitarian shooping value. Hedonic shooping value mencerminkan
potensi pembelian dan nilai emosi dari pembelian tersebut; resources expenditure digunakan untuk menaksir waktu pengeluaran, sumber
pengeluaran, dan interaksi sosial, utilitarian shooping value mencerminkan kegiatan pembelian dengan suatu mentalitas pekerjaan Negara, 2002 dalam
Semuel 2005. Keputusan pembelian yang dilakukan belum tentu direncanakan,
terdapat pembelian yang tidak direncanakan impulsive buying akibat adanya rangsangan lingkungan belanja. Implikasi dari lingkungan belanja terhadap
perilaku pembelian, mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, dihubungkan dengan
8
karakteristik lingkungan konsumsi fisik Bitner, Booms dan Tetreault, 1990; Cole dan Gaeth, 1990; Eroglu dan Machleit, 1990; Iyer, 1989 dalam Semuel
2005. Secara spesifik, dokumentasi mengenai suasana sebuah lingkungan belanja serta lingkungan retail dapat mengubah emosi konsumen Donovan
dan Rossiter, 1982; Donovan, 1994 dalam Semuel 2005. Perubahan emosi mengubah suasana hati konsumen yang mempengaruhi keduanya yaitu
perilaku pembelian dan evaluasi tempat belanja konsumen semula Babin, Darden dan Griffin, 1994; Dawson, Bloch dan Ridgway, 1990; Gardner, 1985
dalam Semuel 2005. Toko dapat menawarkan suasana atau lingkungan yang dapat mempengaruhi pola perilaku keputusan konsumen Baker, Grewal, dan
Parasuraman, 1994 dalam Semuel 2005. Lingkungan belanja dan suasana hati dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian tidak
terencana. Psikolog lingkungan menyatakan individu bereaksi dalam dua perilaku, yaitu; mendekat dan menghindar approach and avoidance
Mehrabian dan Russell, 1974 dalam Semuel 2005. Perilaku mendekat approach behavior meliputi semua perilaku positif yang diarahkan pada
tempat tertentu, seperti keinginan untuk tinggal, menyelidiki, bekerja, dan bergabung,
sedangkan perilaku
menghindar avoidance
behavior mencerminkan kebalikan dari perilaku positif.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh dalam bentuk skripsi dan mengambil penelitian di lingkungan kerja
Carrefour Lebak Bulus, mengapa Carrefour Lebak Bulus, karena peneliti belum pernah membaca pada penelitian sebelumnya yang mengambil objek
9
pada lokasi tersebut, dalam penelitian ini mereplikasi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juwita Christiani 2008 dengan judul
”Pengaruh Sikap Konsumen Ritel pada Promosi Penjualan Terhadap Perilaku Pembelian
Impulsif ” dan penelitian yang dilakukan oleh Semuel 2006 dengan judul
“Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen Online dengan Sumber Daya yang Dikeluarkan dan
Orientasi Belanja sebagai Variabel Mediasi ”. Sedangkan dalam penelitian ini
berjudul:
“Pengaruh Promosi Penjualan dan Respon Emosi terhadap Perilaku Pembelian Impulsif .” Studi Kasus pada Carrefour Lebak
Bulus. B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah Promosi Penjualan dan Respon Emosi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Perilaku Pembelian Impulsif ?
b. Apakah Promosi Penjualan dan Respon Emosi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Perilaku Pembelian Impulsif ?
c. Manakah variabel yang paling berpengaruh diantara variabel dependent terhadap variabel independent ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian