Aktivitas Fisik Olah Raga Penggunaan Zat

dibandingkan pasien yang memiliki berat badan normal atau kurang. Studi yang dilakukan terhadap 1010 pasien memperlihatkan, bila dilihat dari berat badan maka 47,9 pasien mempunyai kelebihan berat badan, 40,2 memiliki berat badan normal dan 11,9 memiliki berat badan di bawah standar untuk usia dan jenis kelaminnya.

2.3.6. Aktivitas Fisik Olah Raga

Manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur telah banyak dilaporkan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur selama 30 menit setiap hari minimal 3 kali dalam seminggu akan membantu memperpanjang umur harapan hidup dan menurunkan angka kesakitan dan kematian karena penyakit. Olah raga yang teratur akan membantu menjaga tubuh tetap sehat dan bugar karena kalori terbakar setiap hari serta mengendurkan semua otot yang kaku. Olahraga dapat membantu meningkatkan kekuatan tulang, kekebalan tubuh, menguatkan paru-paru, menurunkan emosi negatif, mempercantik tubuh dan kulit, menambah tenaga, mengurangi dampak proses penuaan, serta membantu tidur nyenyak. Dampak olah raga tersebut akan dirasakan bila olah raga minimal aerobik dilakukan 3 - 5 kali seminggu selama 30 menit dengan pemanasan terlebih dahulu. Sesuai dengan pernyataan Ayers, Bruno dan Langford 1999 bahwa pola hidup yang cenderung meningkatkan risiko menderita penyakit dilihat dari aktivitas fisik adalah individu yang lebih banyak duduk, tidak berolah raga atau melakukan olah raga tidak teratur atau frekuensi latihan fisik tidak mencapai 30 menit dengan aktivitas minimal 3 kali dalam satu minggu. Individu yang memiliki aktivitas fisik rendah berisiko mengalami beragam penyakit seperti diabetes, hiperlipidemia, hipertensi, dan obesitas yang Universitas Sumatera Utara merupakan faktor-faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskuler, GGK dan GGA. Hal ini diestimasi berdasarkan studi epidemiologi terhadap faktor risiko penyakit tidak menular dan serangkaian pemeriksaan kesehatan terhadap individu yang mengalami penyakit ginjal terkait dengan peningkatkan prevalensi penyakit GGK di Jepang. Adanya hubungan antara GGK dan gaya hidup yang berisiko akan membantu dalam meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyakit GGK dan gagal ginjal terminal Iseki, 2005.

2.3.7. Penggunaan Zat

Penggunaan zat baik legal maupun ilegal, memiliki risiko serius terhadap kesehatan. Salah satu perilaku yang tergolong penggunaan zat adalah merokok. Beragam penyakit dapat menyerang perokok diantaranya yaitu GGK. Gangguan ini pada perokok, berawal dari gangguan fungsi ginjal karena terjadinya nepfrosklerosis dan glomerulonefritis yang disebabkan kandungan zat dalam rokok. Seorang perokok diperkirakan berisiko mengalami kejadian tersebut 1,2 kali lebih tinggi dari individu yang tidak merokok. Risiko ini lebih tinggi bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari 20 batang perhari. Individu yang merokok 20 batang rokok perhari diperkirakan 2,3 kali lebih mungkin mengalami GGK dibandingkan yang merokok 1-20 batang sehari. Pernyataan Ayers, Bruno dan Langford 1999 bahwa pola hidup yang tidak baik dilihat dari penggunaan zat adalah perilaku berisiko seperti merokok, menggunakan obat-obatan tidak sesuai dengan aturan yang telah diberikan, penggunaan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh, dan sebagainya. Perilaku ini bila dilakukan oleh individu Universitas Sumatera Utara dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan kerja ginjal yang berakhir dengan GGK. Merokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal. Di antara insulin dan non-insulin-dependent pasien dengan diabetes, merokok tampaknya menjadi faktor risiko independen untuk nefropati dan mempercepat laju perkembangan gagal ginjal. Pada pasien hipertensi, merokok secara independen meningkatkan risiko albuminuria dan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Peran merokok pada penyakit ginjal primer kurang dikenal, namun penelitian telah menunjukkan hubungan dengan perkembangan proteinuria pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik dan penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan lupus nefritis, penyakit ginjal polikistik, dan glomerulonefritis. Mereka yang merokok selama lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan risiko 45, OR, 1,45, dalam kaitannya dengan pernah-perokok. Demikian pula, dosis kumulatif lebih dari 30 pack tahun menghasilkan 52 peningkatan risiko OR, 1,52. Ejerblad, E, et al, 2004 Pendapat lain yang juga mengemukakan, individu yang merokok berisiko menderita GGK 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan individu yang tidak merokok. Risiko menderita GGK ini tetap lebih tinggi pada perokok, meskipun kemudian memutuskan untuk berhenti merokok. Namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan individu yang memutuskan untuk tetap merokok. Perokok yang telah berhenti berisiko 1,08 kali menderita GGK sedangkan yang memilih untuk tetap merokok 2,4 kali lebih mungkin mengalami GGK . Universitas Sumatera Utara Mekanisme seseorang mengalami GGK yang berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang diinduksi oleh rokok, terjadi melalui tiga cara. Secara sederhana dapat dideskripsikan bahwa zat-zat racun yang terkandung di dalam rokok telah mengakibatkan terjadinya disfungsi endotelial. Nikotin menyebabkan sel manusia mengalami proliferasi di samping meningkatkan fibronectin sampai 50. Hal ini menginduksi ginjal mengalami fibrosis yang pada akhirnya mengurangi kerja ginjal dalam mengeksresikan urin. Zat lain yang turut merusak ginjal yaitu cadmium Cd yang terkandung di dalam rokok dimana penumpukan zat ini di korteks ginjal mengakibatkan kerusakan jaringan karena toksisitas zat tersebut yang akan menimbulkan jaringan parut pada ginjal. Mekanisme selanjutnya yaitu terjadi secara hemodinamik Hemodynamic mechanisms as potential mediators of smoking-induced renal damage. Zat-zat berbahaya di dalam rokok selain memicu perubahan secara langsung pada organ ginjal, berisiko meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah merupakan faktor penting terhadap progresivitas penyakit GGK. Mekanisme kerusakan ginjal terakhir dapat terlihat secara histopatologik Histopathologic features of smoking-induced renal damage. Gambaran histopalotogik yang ditemukan memperlihatkan progressi kerusakan glomerulus ginjal pada perokok yang berat, hiperplasia arteri intra renal, penebalan dinding arteri yang memicu nefrosklerosis dan kerusakan-kerusakan lainnya Orth dan Hallan, 2008. Selain rokok, menurut studi terhadap pasien yang menderita GGK yang kemudian mengalami gagal ginjal terminal, ditemukan zat-zat lain yang dapat Universitas Sumatera Utara mengakibatkan terjadinya kerusakan ginjal. Zat tersebut diantaranya yaitu obat anti nyeri. Observasi yang dilakukan selama 2 tahun memperlihatkan pasien yang telah mengkonsumsi obat anti nyeri secara tidak tepat lebih dari satu pil dalam seminggu sepanjang kurun waktu 2 tahun atau lebih untuk menghilangkan rasa sakit berisiko mengalami kerusakan ginjal. Pasien yang bekerja dalam waktu lama pada sektor industri, lebih mungkin mengalami gagal ginjal dibandingkan sektor lain. Sektor industri tertinggi frekuensi penderitanya automobil 51, diikuti pekerja konstruksi 17, pengecoran logam 9 dan pekerja rumah sakit 6 O’Callaghan, C., 2007. 2.4. Haemodialisa 2.4.1. Pengertian Haemodialisa