j. Reflektif
Berarti mampu menemukan kembali suatu nilai dari peristiwa yang pernah dialaminya. Pribadi yang bertanggung jawab
selalu berpikir ke depan sebagai antisipasi kemungkinan konsekuensi pilihannya. Seorang pribadi yang bertanggung jawab
juga memikirkan kembali apa yang telah dilakukannya dan tidak lakukan, agar lebih paham atas sebuah pilihan.
k. Memberi teladan yang baik
Berarti memberikan suatu contoh perilaku yang pantas patut, layak, wajar sehingga dapat mempengaruhi perilaku orang
lain. Pribadi yang bertanggung jawab paham bahwa tindakannya sering memengaruhi nilai dan perilaku orang lain.
4.
Faktor-faktor Perkembangan Tanggung Jawab
Sukmaningrum 2005: 3-4 menyebutkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan menghambat perkembangan tanggung jawab remaja
yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat. a.
Keluarga Keluarga adalah bagian penting bagi bagi siswa untuk
mengembangkan sikap tanggung jawab. Mempunyai peranan dalam mengasuh dan memberikan bimbingan dengan baik. Peran
keluarga menciptakan sikap tanggung jawab sangat dibutuhkan agar anak mengerti arti tanggung jawab dalam kehidupnya. Sejalan
dengan itu Musa 2006: 3-4 berpendapat bahwa, keluarga mejadi
kunci utama bagi anak tumbuh menjadi remaja yang memiliki tanggung jawab. mulai sejak sejak dini orang tua mendidik,
melatih, dan memberi kesempatan kapada anak untuk mulai memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri sesuai dengan
tingkat perkembangannya. b.
Sekolah Sekolah adalah tempat bagi para siswa untuk belajar
mencari ilmu pengetahuan. Sekolah mempunyai struktur organisasi yang jelas dalam proses kegiatan belajar-mengajar dan
mengajarkan ilmu budi pekerti. Ilmu budi pekerti berkaitan tentang sikap dan perilaku siswa yang baik sesuai perkembangan seorang
siswa. Sekolah mempunyai peran dalam menumbuhkan tangung
jawab dalam diri siswa melalui pemberian tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa di sekolah. Tugas-tugas itu melatih siswa
tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Tugas-tugas yang harus diselesaikan, menuntut siswa untuk mengatur waktu,
membuat perencanaan dalam menyelesaikan tugas-tugas itu sehingga dapat diselesaikan dan dapat dikumpulkan tepat pada
waktunya. c.
Masyarakat Masyarakat juga memiliki peran dalam menghambat dan
mengembangkan tanggung jawab dalam diri remaja. Remaja sering
kali menjalani kehidupan sosial kurang secara penuh terlibat. Hal ini menjadi perhatian khusus bahwa peran remaja di masyarakat
sangat penting dalam menciptakan tanggung jawabnya di lingkungan sekitar. Pemikiran masyarakat terhadap remaja sebagai
orang yang mempunyai arti dalam masyarakat akan membantu dalam mengembangkan tanggung jawab pada diri remaja, misalnya
dalam kehidupan bermasyarakat remaja mulai dilibatkan untuk ikut kerja bakti, dalam kegiatan penghijauan lingkungan, dalam
menyelenggarakan perayaan peringatan hari kemerdekaan dan lain sebagainya. Keterlibatan dan peran yang diberikan masyarakat
pada remaja, akan sangat membantu dalam mengembangkan tanggung jawab mereka sebagai anggota masyarakat.
Menurut pendapat Sudani, dkk 2013: 3 pada dasarnya, perilaku tanggung jawab belajar siswa yang rendah dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain yaitu: 1 kurangnya kesadaran siswa tersebut akan pentingnya melaksanakan hak dan kewajiban
yang merupakan tanggung jawabnya, 2 kurang memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki, dan 3 layanan
bimbingan konseling yang dilakukan oleh Guru BK dalam menangani perilaku tanggung jawab belajar secara khusus belum
terlaksana secara optimal di kelas.
B. Hakikat Bimbingan Belajar-Pribadi
Menurut Winkel dan Hastuti 2004:118, bimbingan pribadi-sosial berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi
berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perwatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran
nafsu seksual, dan sebagainya; serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan pergaulan sosial. Setiap
manusia mengetahui dari pengalamn sendiri apa akibatnya bila pergumulan batin tidak dapat terselesaikan, dan taraf penderitaan batin yang dialami bila
timbul problem dalam pergaulan sosial. Siswa remaja berhadapan dengan Aku-nya yang lain dari pada sebelumnya, misalnya timbul beberapa keinginan
serta perasaan yang silih berganti dari yang sangat sedih ke sangat gembira; ingin membangun cita-cita, tetapi tidak tahu bagaimana caranya.
Sehingga muncul Bimbingan pribadi sosial yang diberikan di jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sebagaian disalurkan melalui
bimbingan kelompok dan sebagain lagi melaui bimbingan individual Winkel dan Hastuti 2004: 118 - 119, serta mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Informasi tentang fase atau tahap perkembangan yang sedang dilalui oleh
siswa remaja dan mahasiswa, antara lain tentang konflik batin yang dapat timbul dan tentang tata cara bergaul yang baik. Termasuk di sini apa yang
disebut sex education, yang tidak hanya mencakup penerangan seksual, tetapi pula corak pergaulan antara jenis kelamin.
2. Penyadaran akan keadaan masyarakat dewasa ini, yang semakin
berkembang ke arah masyarakat modern, antara lain apa ciri-ciri kehidupan modern, dan apa makna ilmu pengetahuan serta teknologi bagi
kehidupan manusia. 3.
Pengumpulan data relevan untuk mengenal kepribadian siswa, misalnya sifat-sifat kepribadian yang tampak dalam tingkah laku, latar belakang
keluarga dan keadaaan kesehatan. Winkel dan Hastuti, 2004: 115 Bimbingan belajar adalah bimbingan
dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dalam mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan dengan
tuntutan belajar di situasi institusi pendidikan. Suatu program bimbingan di bidang belajar akan memuat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Orientasi kepada siswa dan mahasiswa baru tentang tujuan institusional,
isi kurikulum pengajaran, struktur organisasi, prosedur belajar yang tepat, dan penyesuaian diri dengan corak pendidikan di sekolah bersangkutan.
2. Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat selama
mengikuti pelajaran di sekolah dan selama belajar di rumah, secara individual atau secara kelompok.
3. Bantuan dalam hal memilih program studi yang sesuai, memilih beraneka
ragam kegiatan non-akademik yang menunjang usaha belajar, dan memilih program studi lanjutan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
4. Pengumpulan data tentang siswa mengenai kemampuan intelektual, bakat
khusus, arah minat, serta cita-cita hidup; dan pengumpulan data tentang
program studi di pergurungan tinggi yang tersedia dalam bentuk brosur, buku pedoman baru, kliping iklan di surat kabar, dan sebagainya.
5. Bantuan dalam hal mengatasi beraneka kesulitan belajar, seperti kurang
mampu menyusun dan menaati jadwal belajar di rumah, kurang siap menghadapi ujian dan ulangan, kurang dapat berkonsentrasi, kurang
menguasai cara belajar yang tepat di berbagai bidang studi, menghadapi keadaan di rumah yang mempersulit belajar secara rutin, dan lain
sebagainya. 6.
Bantuan dalam hal membentuk berbagai kelompok belajar dan mengatur seluruh kegiatan belajar kelompok, supaya berjalan efesien dan efektif.
C. Kajian Penelitian yang Relevan
Pada variabel penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang mengacu pada variabel tanggung jawab. Penelitian ini dilakukan oleh saudari
Dinia Ulfa, mahasiswa jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Semarang dengan judul
“Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar dengan Layanan Konseling Individual Berbasis Self-Management pada Siswa
Kelas XI di SMK Negeri Pemalang Tahun Pelajaran 20132014 ”.
Berdasarkan pada tujuan dan hasil penelitian, didapat hasil data empiris tentang gambaran tanggung jawab belajar pada siswa kelas XI SMK Negeri 1
Pemalang sebelum diberikan layanan konseling individual berbasisi self- management, gambaran tanggung jawab belajar pada siswa kelas XI SMK
Negeri 1 Pemalang setelah diberikan layanan konseling individual berbasisi self-management, dan peningkatan tanggung jawab belajar pada siswa kelas
XI SMK Negeri 1 Pemalang melalui layanan konseling individual berbasis self-management.
Dari hasil perhitungan analisis deskriptif dapat diketahui bahwa sebelum diberikan layanan konseling individual berbasis self-management, 6
siswa masuk dalam kriteria rendah. Rata-rata persentase dari 6 siswa sebelum diberikan layanan konseling yaitu sebesar 50,35, masuk dalam kriteria
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan konseli belum mempunyai kesadaran untuk bersikap tanggung jawab dalam belajar yaitu
dengan melakukan tugas secara rutin, mengetahui alasan belajar, tidak menyalahkan orang lain, mampu menentukan pilihan kegiatan belajar,
melakukan tugas sendiri dengan senang hati, bisa membuat keputusan yang berbeda dalam kelompok, adanya minat untuk belajar, menghormati dan
menghargai aturan sekolah, dapat konsentrasi dalam belajarnya, dan memiliki rasa tanggung jawab dengan prestasi di sekolah. Berdasarkan hasil pre test
tersebut siswa perlu mendapatkan treatment lebih lanjut terkait dengan masalahnya.
Gambaran tanggung jawab belajar siswa berdasarkan perhitungan analisis deskriptif, dapat diketahui bahwa setelah diberikan layanan konseling
individual berbasis self-management, terjadi perubahan kriteria tanggung jawab belajar pada 6 siswa tersebut masuk dalam kriteria tinggi dengan rata-
rata persentase sebesar 74,49. Hal ini menunjukkan bahwa setelah diberi
treatment sebanyak 6 kali terjadi peningkatan sebesar 24,14. Hal ini juga terlihat selama proses konseling bahwa siswa mulai bisa merubah kebiasaan
mereka untuk mampu melakukan tugas secara rutin, mengetahui alasan belajar, tidak menyalahkan orang lain, mampu menentukan pilihan kegiatan
belajar, melakukan tugas sendiri dengan senang hati, bisa membuat keputusan yang berbeda dalam kelompok, adanya minat untuk belajar, menghormati dan
menghargai aturan sekolah, dapat konsentrasi dalam belajarnya, dan memiliki rasa tanggung jawab dengan prestasi di sekolah.
D. Kerangka Pikir
Peneliti memilih metode kuantitatif deskriptif untuk mengetahui tingkat tanggung jawab siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta . Dengan
harapan penelitian ini dapat memperoleh informasi mengenai tingkat tanggung jawab dalam aktivitas belajar guna memberikan layanan Bimbingan dan
Konseling di sekolah.
Tanggung jawab terhadap penyelesaian aktivitas belajar adalah kesadaran siswa dalam melaksanakan kewajiban yang sepantasnya dikerjakan.
Tugas-tugas seperti pekerjaan individu menjadi tanggung jawab siswa dalam berproses mencapai sebuah perubabahan dalam belajar. Siswa akan
bertanggung jawab jika memiiki aspek-aspek tanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pelajar. Pada dasarnya tanggung jawab
dan tugas siswa sangat berkaitan, siswa dapat dikategorikan siswa yang
bertanggung jawab terhadap sekolahnya salah satunya ketika ia mengerjakan tugasnya dengan baik, namun sebaliknya apabila siswa tersebut tidak
mengerjakan tugasnya maka ia dapat dikatakan sebagai siswa yang tidak bertanggung jawab. Jika siswa telah memiliki sikap tanggung jawab akan
bertindak baik sesuai dengan kewajibannya, namun jika siswa tidak memiliki tanggung jawab akan menghambat penyelesain tugas-tugasnya dan
menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan.