Keramba Jaring Apung di Danau Toba Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung KJA

Rekomendasi yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah yang berkaitan dengan: a. kelebihan kapasitas penangkapan ikan; b. ketidakseimbangan antara kepentingan berbagai pihak dalam memanfaatkan sumberdaya; c. kerusakan habitat, kecenderungan kepunahan jenis ikan tertentu; d. degradasi sumberdaya perikanan; e. peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan yang tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat.

2.5 Keramba Jaring Apung di Danau Toba

Kegiatan budidaya ikan di dalam keramba jaring apung KJA akan memberikan nilai tambah bagi sumberdaya perairan. Saat ini Danau Toba telah dimanfaatkan antara lain untuk sebagai lokasi penangkapan dan budidaya keramba jaring apung. Metoda keramba jaring apung KJA semakin marak dilakukan oleh masyarakat dalam membudidayakan ikan, khususnya diperairan air tawar. Perkembangan teknologi ini berkembang pesat. Hal ini terbukti dari banyaknya danau-danau di seluruh nusantara yang dipenuhi oleh kerambah jaring apung milik masyarakat. Dilihat dari efektifitas dan efisiensinya, metoda keramba jaring apung ini sangat baik. Dengan memanfaatkan luasnya perairan di danau dan Universitas Sumatera Utara ditambah dengan cocoknya iklim di air danau dengan perkembangan ikan, membuat penggunaan KJA semakin banyak. Namun dalam perkembangannya, pemakaian metode KJA di perairan danau, telah menimbulkan banyak problema. Mulai dari kematian ikan yang mendadak hingga ke persoalan terganggunya ekosistem di danau. Pengembangan KJA akan bernilai positif selama dalam batas kapasitas daya dukung DD perairan. Peningkatan KJA yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang buruk pada masa yang akan datang Lukman et al. 2011.

2.6 Ekosistem Danau

Secara umum ekosistem perairan darat dapat dibagi menjadi dua yaitu perairan lentik dan perairan lotik. Perairan lentik disebut juga perairan tenang karena mempunyai kecepatan arus yang lambat sehingga terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang cukup lama. Yang termasuk perairan lentik adalah danau, kolam rawa, waduk, situ dan telaga. Sementara itu perairan lotik merupakan perairan berarus deras atau memiliki kecepatan arus tinggi yang disertai dengan perpindahan massa air dengan cepat. Yang termasuk kedalam perairan lotik misalnya sungai dan kanal. Sebagai salah satu bentuk ekosisitem, perairan danau terdiri dari faktor abiotik fisika dan kimia dan faktor biotik produsen, konsumen dan dekomposer, dimana faktor-faktor tersebut membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air tetap, jernih atau beragam Universitas Sumatera Utara dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja Jorgensen dan Vollenweiden, 1989; Barus, 2004. Menurut Ruttner 1977, danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain, serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi. Sebagai ekosistem perairan lentik, perairan danau ditandai dengan keadaan arus air yang sangat lambat 0,001-0,01 mdetik atau bahkan tidak ada arus sama sekali, sehingga waktu tinggal air residence time dapat berlangsung dalam waktu sangat lama. Karena kondisi arus air pada danau sangat lambat, maka pengaruhnya tidak begitu besar terhadap kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Menurut Wetzel 2001, perairan danau biasanya memiliki stratifikasi vertikal kualitas air yang bergantung pada kedalamaan dan musim. Adanya perbedaan sifat air antar lapisan terutama berkaitan dengan perbedaan intensitas cahaya matahari yang diserap, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan suhu air pada setiap kedalaman. Berdasarkan adanya perbedaan suhu yang terdapat pada setiap kedalaman air, Effendi 2003 membedakan suatu perairan danau secara vertikal menjadi tiga stratifikasi, yaitu : 1. Epilimnion, merupakan lapisan bagian atas dari perairan danau. Lapisan ini merupakan bagian yang hangat dari kolam air dengan keadaan suhu yang relatif konstan perubahan suhu secara vertikal sangat kecil. Seluruh massa air pada dibedakan berdasarkan kedalaman penetrasi cahaya matahari kedalam Universitas Sumatera Utara badan air lapisan ini dapat bercampur dengan baik akibat dari pengaruh angin dan gelombang. 2. Metalimnion atau yang sering disebut termoklin. Lapisan ini berada di sebelah bawah lapisan epilimnion. Pada lapisan ini perubahan suhu secara vertikal relatif besar, dimana setiap penambahan kedalaman 1 meter, terjadi penurunan suhu air sekitar 1 C. 3. Hipolimnion, adalah lapisan paling dalamdari perairan danau, yang terletak di sebelah bawah lapisan termoklin. Lapisan ini mempunyai suhu yang lebih dingin dan perbedaan suhu vertikal relatif kecil, massa airnya stagnan, tidak mengalami percampuran dan memiliki kekentalan air densitas lebih besar. Selain membedakan lapisan air berdasarkan suhu, suatu perairan danau dapat juga menjadi beberapa zona. Dalam hal ini, Odum 1996 membedakan suatu perairan danau menjadi tiga zona, yaitu : 1. Zona litoral, adalah daerah perairan dangkal pada danau, dimana penetrasi cahaya dapat mencapai hingga ke dasar perairan. Organisme utama yang hidup pada zona ini terdiri dari produser yang meliputi tanaman berakar anggota spermatophyta dan tanaman yang tidak berakar fitoplankton, ganggang, sedangkan konsumernya meliputi beberapa larva serangga air, rotifera, moluska, ikan, penyu, zooplankton dan lain sebagainya. 2. Zona limnetik, adalah daerah perairan terbuka sampai pada kedalaman penetrasi cahaya yang efektif, sehingga daerah ini efektif untuk proses foto sintesis. Organisme utama yang hidup pada zona ini terdiri dari produser yang meliputi fitoplankton dan tumbuhan air yang terapung-apung bebas, Universitas Sumatera Utara sedangkan organisme konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan. 3. Zona profundal, adalah daerah dasar dari perairan danau yang dalam, dimana pada daerah ini tidak dapat lagi dicapai oleh penetrasi cahaya efektif. Sebagai organisme utama yang hidup pada zona ini adalah konsumer yang meliputi jenis cacing dan kerang-kerang kecil.

2.6.1 Faktor Fisika dan Kimia Air

Panjaitan 2009 menyatakan bahwa sekarang ini kualitas fisika dan kimia perairan Danau Toba telah mengalami penurunan oleh berbagai kegiatan manusia terutama kegiatan pemeliharaan ikan di Keramba Jaring Apung KJA sehingga sasaran manfaat air Danau Toba layak dikonsumsi sebagai air minum tidak akan tercapai di Ekosistem Kawasan Danau Toba.

2.6.1.1 Suhu Air

Suhu air merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap ekosistem perairan danau. Perubahan suhu air mempengaruhi perubahan beberapa sifat fisika maupun kimia air seperti perubahan kelarutan berbagai gas dalam air O 2 , CO 2 , N 2 dan CH 4 , sehingga berdampak terhadap aktifitas fisiologis organisme yang hidup didalamnya. Peningkatan suhu air dapat mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O 2 , CO 2 , N 2 dan CH 4 Haslam, 1995 . Suhu merupakan faktor pembatas utama kehidupan di air, dimana setiap jenis organisme memilki kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu media tempat hidupnya. Ada organisme akuatik yang memiliki kisaran toleransi luas terhadap perubahan suhu lingkungan euritermal dan ada organisme akuatik Universitas Sumatera Utara mempunyai kisaran toleransi suhu yang sempit stenotermal. Jadi suhu merupakan faktor pengendali controlling factor bagi proses respirasi dan metabolisme biota akuatik yang berlanjut terhadap pertumbuhan dan proses fisiologis serta siklus reproduksinya Hutabarat dan Evans, 1984. Selain itu, menurut Stumn dan Morgan 1981, suhu air juga dapat mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam ekosistem perairan. Parameter kualitas air yang berinteraksi dengan konsentrasi amonia adalah suhu, suhu yang lebih tinggi mengakibatkan peningkatan perpaduan amonia, oksigen terlarut dan kadar garam Booth, 1999. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, tutupan awan, dan aliran air serta kedalaman badan air. Pada danau-danau di daerah tropik, air danau mempunyai kisaran suhu yang cukup tinggi yaitu antara 20- 30 C, dan secara vertikal menunjukkan adanya penurunan suhu air seiiring dengan bertambahnya kedalaman, oleh karena itu dapat terbentuk stratifikasi air yang mantap sepanjang tahun. Sebagai akibatnya, pada danau yang amat dalam massa air cenderung hanya sebagian yang dapat bercampur Effendi, 2003.

2.6.1.2 Derajat Keasaman pH

Derajat keasaman merupakan gambaran dari jumlah atau aktivitas ion hidrogen di dalam air. Secara umum nilai pH air menggambarkan keadaan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 berarti kondisi air bersifat netral, pH 7 berarti kondisi air bersifat asam, sedangkan pH 7 berarti kondisi air bersifat basa Effendi, 2003. Keberadaan senyawa karbonat, bikarbonatdan hidroksida dalam air akan Universitas Sumatera Utara menaikkan kebasaan air, sementara keberadaan asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Selanjutnya, Pescod 1973 menjelaskan bahwa nilai pH air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitasdari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H 2 S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan yang tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah. Perairan dengan kondisi asam kuat akan menyebabkan unsur logam berat seperti aluminium memilki mobilitas yang meningkatdan karena logam ini bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan biota. Demikian juga bila pH air terlalu basa maka keseimbangan amoniumdan amoniak akan terganggu, dalam hal ini kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat toksik terhadap biota akuatik. Selain itu, pH air juga mempengaruhi parameter BOD 5 dan kandungan nutrien dalam air seperti fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya Dojildo dan Best, 1992. Selain itu Mahida 1993 menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. 2.6.2 Faktor Kimia Perairan 2.6.2.1 Biochemical Oxygen Demand BOD Secara spesifik, BOD diartikan sebagai banyaknya oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik untuk dapat mendegradasikan senyawa- senyawa organik yang terdapat pada perairan. Karena oksidasi aerobik yang Universitas Sumatera Utara dilakukan mikroorganisme terjadi dengan memanfaatkan oksigen yang terlarut dalam air, maka oksidasi bahan organik berakibat terhadap penurunan konsentrasi oksigen terlarut DO. Penurunan konsentrasi DO dapat terjadi sampai pada tingkat konsentrasi terendah, tergantung pada banyaknya senayawa organik yang didegradasikan. Berdasarkan hal tersebut, maka nilai BOD merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik pada suatu perairan Lee et al., 1978. Perairan dengan nilai BOD yang tinggi mengindikasikan bahwa kondisi perairan telah mengalami pencemaran oleh bahan-bahan organik, dan sebaliknya perairan dengan nilai BOD yang rendah mengindikasikan bahwa kondisi perairan miskin akan bahan organik sehingga diindikasikan tidak tercemar oleh limbah- limbah organik. Menurut Barus 2004 bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai BOD, yaitu jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya organisme aerob yang mampu menguraikan senayawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut.

2.6.2.2 Chemical Oxygen Demand COD

Dalam suatu perairan tidak semua senyawa organik dalama air dapat diuraikan secara biologi, sehingga untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan dalam penguraian keseluruhan senyawa organik dalama air dilakukan dengan analisis COD dengan menggunakan oksidator kuat kalium dikromat dan asam sulfat. COD adalah gambaran dari jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk Universitas Sumatera Utara mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik senyawa organik yang dapat di degradasi secara biologi maupun yang sukar atau tidak dapat didegradasi secara biologi Effendi, 2003. Berdasarkan hal tersebut maka nilai COD dianggap paling baik digunakan untuk menggambarkan tingkat pencemaran keseluruhan bahan-bahan organik pada suatu perairan.

2.6.2.3 Dissolved Oxygen DO

Oksigen terlarut DO adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air yang berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air serta hasil difusi dari udara APHA, 1989. Sebagian besar dari oksigen terlarut pada perairan danau dan waduk adalah merupakan hasil sampingan dari aktivitas fotosintesis. Proses difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, dimana proses ini hanya dapat terjadi secara langsung pada kondisi air yang diam stagnant atau terjadi karena pergolakan massa air agitasi yang diakibatkan adanya gelombang atau angin. Jeffries dan Mills 1996 menyatakan bahwa kelarutan oksigen perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : suhu air, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Selanjutnya masih menurut Jeffries dan Mills 1996, bahwa kandungan oksigen terlarut dalam air akan berkurang seiiring dengan meningkatnya suhu air, ketinggian tempat, dan berkurangnya tekanan atmosfer. Penyebaran oksigen penting untuk kebutuhan langsung berbagai organisme, mempengaruhi kelarutan dan ketersediaan unsur hara, oleh karena itu akan mempengaruhi produktivitas ekosistem perairan Lukman et al., 2010. Universitas Sumatera Utara Keberadaan oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan semua organisme aerob perairan termasuk mikroorganisme dekomposer. Oksigen terlarut diperlukan untuk proses respirasi, dalam ahl ini pembakaran terhadap bahan organik untuk menghasilkan energi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka oksigen terlarut mempunyai peranan yang sangat penting dalam penguraian bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme aerobik APHA, 1989, sehingga keberadaan oksigen terlarut sangat erat kaitannya dengan keberadaan senyawa organik dalam air dan dapat digunakan sebagai indikator adanya pencemaran limbah organik pada suatu perairan Lee et al., 1978. Secara umum suatu badan air yang telah mengalami proses eutrofikasi dapat ditandai adanya penurunan konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion Suryono et al., 2010. 2.6.2.4.Kandungan Nutrien N dan P 2.6.2.4.1 Nitrogen N Nitrogen merupakan salah satu unsur yang esensial dalam tubuh semua makhluk hidup, yang berperan sebagai komponen dasar penyusun molekul asam amino dan protein. Selanjutnya, protein mempunyai bermacam-macam fungsi, yang antara lain adalah sebagai penyusun enzym dan hormon. Dalam air, amonia terjadi dalam dua bentuk, yang secara bersama-sama disebut Nitrogen Amoniak total. Secara kimiawi kedua bentuk ini direpresentasikan sebagai NH 4 + dan NH 3 . NH 4 + disebut Amonia terionisasi karena memiliki muatan listrik positif, dan NH 3 disebut Amonia yang tidak gtetionisasi Mason,1988. Secara alami senyawa nitrogen di perairan berasal dari hasil metabolisme organisme air dan dari hasil proses dekomposisi bahan-bahan organik oleh Universitas Sumatera Utara bakteri. Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh adanya masukan limbah seperti limbah domestik, perikanan, pertanian, peternakan dan limbah industri ke perairan tersebut. Pada perairan, senyawa nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk gas nitrogen N 2 , nitri NO 2 , nitrat NO 3 dan amonia NH 3 , dan amonium NH 4 + serta beberapa senyawa nitrogen organik kompleks Haryadi, 2003. Biasanya pada perairan yang alami, senyawa nitrit ditemukan dalam konsentrasi yang sangat rendah, di mana kadarnya lebih rendah dari pada senyawa nitrat. Hal ini disebabkan karena nitrit bersifat tidak stabil, sehingga jika terdapat oksigen yang cukup akan teroksidasi menjadi senyawa nitrat. Senyawa nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat serta antara nitrat dan gas nitrogen N 2 yang biasa dikenal dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi Effendi, 2003. Proses nitrifikasi terjadi melalui dua tahap reaksi yaitu reaksi oksidasi amonia NH 3 menjadi nitrit dan selanjutnyareaksi oksidasinitrit menjadi nitrat. Reaksi tersebut melibatkan bakteri-bakteri aerobseperti Nitrosomonasdan Nitrobacter. Proses nitrifikasi dapat berlangsung optimal apabila berada pada lingkungan dengan pH = 8 dan akan berkurang secara nyata apabila pada pH 7 dan juga terjadi pada suhu antara 25 – 25 C Dari semua jenis parameter tentang kualitas air yang mempengaruhi kehidupan ikan, selain oksigen, amonia merupakan parameter yang juga paling penting. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam jumlah kecil, amonia menyebabkan stres dan kerusakan insang, dan untuk waktu yang lebih lama lebih rentan terhadap infeksi bakteri, memiliki pertumbuhan yang buruk. Amonia adalah pembunuh jika terdapat dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara

2.6.2.4.2 Fosfor P

Unsur Pospor merupakan salah satu bahan kimia yang keberadaannya sangat penting bagi semua makhluk hidup, terutama dalam pembentukan protein dan transfer energi di dalam sel seperti ATP dan ADP. Pada ekosistem perairan, fosfor terdapat dalam bentuk senyawa fosfor, yaitu : a fosfor anorganik; b fosfor organik dalam protoplasma tumbuhan dan hewan dan c fosfor oragnik terlarut dalam air, yang terbentuk dari proses penguraian sisa-sisa organisme Barus, 2004. Secara alami, senyawa fosfat yang terdapat pada perairan bersumber dari hasil pelapukan batuan mineral seperti Fluoropatite Ca 5 PO 4 3 F, Hydroxylapatite Ca 5 PO 4 3 OH dan Whytlockite Ca 3 PO 4 2 dan dari hasil dekomposisi sisa-sisa organisme di dalam air. Selain sumber alami, senyawa fosfat juga dapat bersumber dari faktor antropogenik yang antara lain berasal dari limbah rumah tangga seperti deterjen, limbah pertanian pupuk, limbah perikanan dan limbah industri. Sawyer dan Mc.Carty 1978 menyatakan bahwa senyawa fosfor anorganik yang terdapat pada perairan berada dalam dua bentuk, yakni : a dalam bentuk ortofosfat, yang terdiri dari trinatrium fosfat Na 3 PO 4 , dinatrium fosfat Na 2 HPO 4 , mononatrium fosfat NaH 2 HPO 4 dan diamonium fosfat NH 3 2 HPO 4 : b dalam bentuk polyfosfat, yang terdiri dari natrium hexametafosfat Na 3 PO 3 6 dan natrium tripolifosfat Na 5 P 3 O 10 . Orthofosfat merupakan bentuk senyawa fosfat yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik secara langsung sebagai sumber fosfat, sedangkan poly fosfat merupakan senyawa yang tidak dapat dimanfaatkan tumbuhan secara Universitas Sumatera Utara langsung, oleh sebab itu agar senyawa polyfosfat dapat dimanfaatkan tumbuhan akuatik sebagai sumber fosfat, maka senyawa polyfosfat harus terlebih dahulu mengalami hidrolisa menjadi senyawa ortofosfat. Oleh karena senyawa orthofosfat merupakan senyawa yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman termasuk fitoplankton dan alga pada perairan, maka kesuburan suatu perairan dapat ditentukan berdasarkan kandungan orthofosfatnya. Vollenweider dalam Wetzel 1975 mengklasifikasikan tingkat kesuburan suatu perairan berdasarkan tinggi rendahnya kandungan orthofosfat pada perairan tersebut Tabel 2.1 Tabel 2.1 Klasifikasi Perairan Berdasarkan Konsentrasi PO 4 No Klasifikasi Orthofosfat PO 4 mgl 1 Oligotrofik 0,003-0,01 2 Mesotrofik 0,011-0,03 3 Eutrofik 0,031-0,1 Sumber : Vollenweider dalam Wetzel 1975 Kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27 – 5,51 mgl, di mana apabila konsentrasinya kurang dari 0,02 mgl, maka fosfat akan menjadi faktor pembatas. Perairan dengan konsentrasi fosfat yang rendah 0,00-0,02 mgl akan didominasi oleh fitoplankton dari kelas Chlorophyceae, pada konsentrasi fosfat yang sedang 0,02 – 0,05 mgl akan didominasi oleh kelas Bacillariophyceae Diatoma, sedangkan pada konsentrasi fosfat yang tinggi 0,10 mgl akan didominasi oleh kelas Cyanophyceae ganggang biru-hijau. Secara umum suatu badan air yang telah mengalami proses Universitas Sumatera Utara eutrofikasi dapat ditandai dengan adanya kenaikan konsentrasi nutrien N dan P Suryono et al., 2010.

2.7 Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung KJA

Budidaya ikan sistem KJA merupakan kegiatan budidaya ikan yang dapat dikembangkan secara intensif dengan kepadatan densitas ikan budidaya yang cukup tinggi, sehingga tidak dapat lagi hanya dengan mengandalkan sumber makanan dari yang tersedia secara alami di perairan, melainkan harus didatangkan dari luar sebagai pakan tambahan. Pada umumnya pakan tambahan yang diberikan adalah pakan buatan yang disebut pelet. Secara ekonomi usaha budidaya ikan dengan sistem kerambah jaring apung mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: a menambah efisiensi penggunaan sumberdaya, b dapat meningkatkan produksi ikan, c memberikan pendapatan yang lebih teratur dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan. Namun demikian, bila pengelolaan budidaya ikan kerambang jaring apung KJA yang dilakukan dalam jumlah yang berlebihan dan teknologi yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan perairan akan dapat memberikan dampak yang serius terhadap lingkungan perairan tersebut, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotiknya. Menurut Beveridge 1984 kegiatan keramba jaring apung berdampak terhadap empat hal utama yaitu : a membutuhkan banyak tempat space atau permukaan perairan danau, b menghambat aliran air dan arus untuk transportasi oksigen, sedimen, plankton serta larva ikan, c menurunkan kualitas estetika perairan danau dan d menurunkan kualitas lingkungan hidup danau. Selanjutnya Universitas Sumatera Utara kegiatan budidaya ikan KJA berpengaruh secara nyata terhadap lingkungan perairan, yaitu mulai dari adanya perubahan hara air, perubahan konsentrasi oksigen terlarut DO, perubahan konsentrasi metabolik toksik serta berkembangnya organisme-organisme penyebab penyakit, sehingga perairan tersebut menjadi tidak layak lagi untuk dimanfaatkan sebagai sumber air minum, sarana rekreasi dan diperuntukan untuk perikanan itu sendiri.

2.8 Limbah Keramba Jaring Apung KJA