Laporan Hasil Penelitian Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan

78 sebagai kultur yang mendorong minat belajar 3 Minat belajar mata pelajaran PAK kelas XI SMA St. Maria Yogyakarta a. Faktor pendukung pelaksanaan mata pelajaran PAK. b. Faktor penghambat pelaksanaan mata pelajaran PAK 6 7 1 1 Jumlah Soal 7

C. Laporan Hasil Penelitian Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan

terhadap Minat Belajar Siswi Kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Pada bagian ini penulis akan menjabarkan hasil penelitian berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 13 Juni 2015 untuk 61 responden di SMA St. Maria Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan angket, kuesioner terbuka, dan wawancara. Angket dan kuesioner terbuka ditujukan kepada siswi kelas XI sedangkan wawancara ditujukan kepada seorang guru mata pelajaran PAK. Laporan hasil angket disajikan dalam bentuk data menurut masing- masing variabel. Laporan hasil kuesioner terbuka dan wawancara disajikan 79 dalam bentuk deskripsi. Rumus yang digunakan dalam penghitungan kuesioner tertutup adalah: fN x 100 Keterangan: f = frekuensi atau banyaknya responden yang memilih alternatif jawaban tertentu pada setiap item. N = jumlah responden. 100 = bilangan konstanta

1. Laporan Hasil Angket

Peneliti menggolongkan arah jawaban menjadi positif dan negatif. Pada pernyataan yang bersifat positif, jika responden yang menjawab pilihan sangat mengalami SM dan mengalami M lebih banyak dari responden yang menjawab ragu-ragu R, kurang mengalami KM, tidak mengalami KM dan tidak menjawab ; maka hasil penelitian bersifat positif. Jika dalam satu pernyataan, jawaban tersebar dari SM hingga tidak menjawab maka hasilnya cenderung negatif. Pada pernyataan yang bersifat negatif pernyataan nomor 34, 35, dan 36 berlaku sebaliknya. Pada tabel di bawah ini, bilangan yang diikuti tanda menunjukkan persentase jawaban responden, sedangkan bilangan tanpa tanda menunjukkan jumlah jawaban responden pada item pernyataan. 80 Tabel 1 Tingkat Penghayatan Katolisitas sebagai Dimensi Religius Pendidikan N= 61 NO PERNYATAAN SM M R KM TM Sekolah sebagai persekutuan aspek koinonia 1 Ketika memasuki sekolah, saya disambut dengan hangat oleh guru, karyawan dan teman-teman. 10 16,39 41 67,21 7 11,47 3 4,92 2 Saya merasa diterima oleh teman-teman, guru dan karyawan meski latar belakang saya berbeda dengan mereka. 15 24,59 41 67,21 2 3,28 2 3,28 1 1,64 1 1,64 3 Saya merasakan perhatian layaknya perhatian dari orang tua oleh para guru. 11 18,03 33 54,09 11 18,03 6 9,84 4 Teman-teman, para guru dan karyawan menerima 10 16,39 31 50,82 13 21,31 6 9,84 1 1,64 81 kekurangan saya. 5 Saya merasakan adanya kerjasama yang baik antara pimpinan sekolah dengan seluruh warga sekolah. 3 4,92 22 36,06 22 36,06 7 11,47 5 8,2 2 3,28 6 Saya merasakan kehadiran Tuhan dalam diri guru, teman-teman dan karyawan karena mereka membuat saya nyaman. 16 26,23 22 36,06 18 29,51 4 6,56 1 1,64 7 Saya kerasan berada di sekolah karena situasi sekolah yang penuh cinta kasih. 5 8,2 22 36,06 26 42,62 6 9,84 2 3,28 Sekolah memberikan pelayanan untuk perkembangan pribadi siswa secara menyeluruh aspek diakonia 8 Saya dibimbing untuk menerima kelemahan diri dan memperbaikinya. 18 29,51 35 57,38 4 6,56 3 4,92 9 Bakat saya semakin berkembang karena kegiatan 17 27,87 31 50,82 9 14,75 3 4,92 82 yang diselenggarakan sekolah. 10 Saya semakin mampu berpikir kritis karena pelajaran yang diberikan. 8 13,11 32 52,46 15 24,59 4 6,56 1 1,64 1 1,64 11 Saya semakin menyadari martabat saya sebagai perempuan dan mensyukurinya. 27 44,26 34 55,74 12 Saya merasakan kehadiran Tuhan dalam diri para guru dan karyawan karena pelayanan mereka yang maksimal. 10 16,39 27 44,26 17 27,87 5 8,2 2 3,28 Sekolah mengadakan perayaan-perayaan iman dan sakramen aspek leiturgia 13 Saya terlibat dalam perayaan Ekaristi atau ibadat yang diselenggarakan sekolah 26 42,62 27 44,26 6 9,84 1 1,64 1 1,64 14 Melalui perayaan 19 33 6 2 83 Ekaristi dan penerimaan sakramen yang diadakan sekolah, saya semakin dekat dengan Tuhan dan sesama. 31,15 54,09 9,84 3,28 15 Ekaristi yang diselenggarakan di sekolah semakin membuat saya mampu membina sikap yang tepat selama beribadat. 13 21,31 42 68,85 6 9,84 Sekolah mewartakan Kabar Gembira aspek kerygma 16 Saya menggunakan sarana rohani yang disediakan oleh sekolah misalnya bacaan rohani, Gua Maria, ruang hening. 10 16,39 27 44,26 18 29,51 5 8,2 1 1,64 17 Injil dan renungan yang dibacakan sebelum pelajaran dimulai menjadi 11 18,03 35 57,38 10 16,39 3 4,92 2 3,28 84 inspirasi bagi saya selama mengikuti pelajaran seharian. 18 Sekolah mengadakan kegiatan pendalaman iman di masa khusus misalnya APP, Bulan Kitab Suci, Adven, dll 26 42,62 32 52,46 2 3,28 1 1,64 19 Iman saya semakin diteguhkan berkat pendalaman iman yang diselenggarakan sekolah. 6 9,84 39 63,93 15 24,59 1 1,64 Sekolah mendorong warganya untuk terlibat memberikan kesaksian aspek marturia 20 Saya semakin mampu mengambil sikap untuk menghadapi arus negatif berdasarkan suara hati. 9 14,75 38 62,29 15 24,59 1 1,64 85 21 Pelajaran di sekolah membuat saya semakin terbuka terhadap kenyataan dunia. 14 22,95 32 52,46 13 21,31 2 3,28 22 Sekolah mendorong saya untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat. 13 21,31 37 60,66 8 13,11 3 4,92 Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat beberapa hal. Pertama, pada aspek koinonia terdapat kecenderungan jawaban yang bersifat negatif karena meskipun jumlah responden yang menjawab SM dan M lebih banyak namun responden menjawab R, KM, TM hingga tidak menjawab tanda cukup banyak. Jawaban responden yang bersifat positif ditemui pada pernyataan nomor 1 dan 2. Pernyataan pada item tersebut adalah tentang perasaaan responden diterima dan dicintai di sekolah baik dalam sambutan, dan penerimaan latar belakang. Sedangkan jawaban responden yang cenderung negatif ditemui pada pernyataan nomor 3, 4, 5, 6, dan 7. Kecenderungan ini disebabkan karena jumlah responden yang menjawab ragu-ragu hingga tidak menjawab cukup besar. Pada item nomor 5 mengenai hubungan kepala sekolah dengan seluruh waga sekolah dan 7 perasaan kerasan di sekolah bahkan lebih besar persentase jawaban ragu-ragu hingga tidak menjawab. Berikutnya pernyataan nomor 8 hingga 12 merupakan pendalaman aspek diakonia. Kecenderungan jawaban yang bersifat positif terdapat pada 86 pernyataan nomor 8, 9, 11, dan 12. Pernyataan nomor tersebut sehubungan dengan usaha sekolah mengembangkan diri siswi, bakat, dan martabat. Sedangkan kecenderungan jawaban yang bersifat negatif ada pada pernyataan nomor 10 dan 12. Pernyataan nomor 10 adalah mengenai kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan dalam pembelajaran, sedangkan pernyataan nomor 12 mengenai pelayanan maksimal para guru dan karyawan yang mampu menghadirkan Kristus. Pada aspek leiturgia, pernyataan yang diajukan dijawab dengan positif oleh responden. Pernyataan mengenai keterlibatan dalam Ekaristi dan manfaat dari Ekaristi dekat dengan Tuhan dan kemampuan bersikap dalam ibadat ditanggapi dengan positif. Hanya pada pernyataan nomor 14 mengenai kedekatan dengan Tuhan berkat Ekaristi terdapat dua responden yang menjawab tidak mengalami. Tidak mengalami dapat disebabkan oleh banyak hal, maka jawaban ini perlu dicek lagi. Aspek kerygma diukur melalui pernyataan nomor 16 hingga 20. Responden juga memberikan jawaban yang cenderung positif pada pernyataan nomor tersebut. Hasil yang sangat positif dilihat pada nomor 18, yaitu tentang terselenggaranya kegiatan pendalaman iman di masa khusus. Kendati demikian ada responden yang menjawab tidak mengalami pada pernyataan nomor 16 tentang penggunaan sarana rohani dan nomor 17 mengenai inspirasi dari Injil dan renungan harian. Pernyataan nomor 18 hingga 22 merupakan indikator aspek marturia. Jawaban dari responden juga cenderung positif. Hal ini terutama pada 87 pernyataan nomor 22, yaitu bahwa sekolah mendorong responden untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat. Sedangkan persentase jawaban ragu-ragu yang cukup besar ada di pernyataan nomor 18 mengenai kemampuan mendengarkan suara hati. Hal ini dapat dimaklumi, sebagaimana diungkapkan oleh Erikson dalam Upton, 2012: 22 mengenai kebingungan peran dalam masa remaja. Tabel 2 Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan terhadap Minat Belajar Mata Pelajaran PAK N = 61 NO PERNYATAAN SM M R KM TM Dimensi religius pendidikan sebagai stimulus minat belajar 23 Lingkungan sekolah yang penuh cinta kasih membuat saya berminat pada mata pelajaran PAK. 6 9,84 25 40,98 24 39,34 6 9,84 24 Suasana di lingkungan sekolah membuat saya cepat memahami yang diajarkan dalam mata pelajaran PAK. 2 3,28 27 44,26 25 40,98 7 11,47 88 25 Saya berminat pada mata pelajaran PAK karena yang diajarkan dalam pelajaran ini sesuai dengan kenyataan hidup di sekolah. 5 8,2 25 40,98 5 40,98 5 8,2 1 1,64 Dimensi religius pendidikan sebagai kultur yang mendorong minat belajar 26 Saya berminat pada mata pelajaran PAK karena cinta kasih dan nilai Injil dihayati dalam peraturan, pola kepemimpinan dan interaksi di sekolah ini. 7 11,47 29 47,54 22 36,06 3 4,92 27 Sikap baik, penuh cintatotalitas pelayanan para guru membuat saya berminat pada mata pelajaran PAK. 7 11,47 29 47,54 19 31,14 6 9,84 28 Kebiasaan kristiani berdoa, renungan harian, membaca Injil, ekaristi, penerimaan sakramen di 4 6,56 40 65,57 13 21,31 4 6,56 89 sekolah membuat saya berminat pada mata pelajaran PAK. Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa hampir semua pernyataan mendapat jawaban yang cenderung bersifat negatif dari responden. Jawaban yang bernada positif hanya terdapat di nomor 28. Pernyataan nomor 23 hingga 25 adalah tentang adanya dorongan bagi responden untuk berminat pada mata pelajaran PAK karena suasana sekolah dimensi religius sebagai stimulus. Responden yang menjawab ragu hingga tidak mengalami sangat tinggi pada pernyataan nomor 24 dan 25. Pernyataan nomor 24 adalah mengenai pemahaman dalam PAK karena didorong suasana sekolah, sedangkan nomor 25 mengenai kesesuaian yang diajarkan dengan kenyataan sekolah. Pernyataan nomor 26 hingga 28 hendak mengetahui adanya minat belajar PAK karena penghayatan nilai-nilai Kristiani dalam keseharian di sekolah dimensi religius sebagai kultur. Jawaban responden masih cenderung negatif juga, meski tidak se-negatif pada pernyataan nomor 23 hingga 25. Pernyataan nomor 26 dan 27 mengenai penghayatan nilai-nilai Kristiani kasih, pelayanan dan sikap baik oleh pemimpin sekolah, guru, interaksi dan peraturan sekolah; ditanggapi dengan cenderung negatif. Sedangkan pernyataan nomor 28 ditanggapi dengan positif. Pernyataan nomor 28 adalah 90 mengenai kebiasaan Kristiani yang ditanamkan di sekolah dapat mendorong minat pada mata pelajaran PAK. Tabel 3 Faktor Pendukung dan Penghambat Minat Belajar Mata Pelajaran PAK N = 61 NO PERNYATAAN SM M R KM TM Faktor pendukung minat belajar mata pelajaran PAK dari dalam diri 29 Saya berminat pada mata pelajaran PAK karena ingin memperdalam iman Katolik. 12 19,67 31 54,09 11 18,03 5 8,2 30 Saya berminat pada mata pelajaran PAK karena saya merasa mata pelajaran PAK penting sebagai bekal hidup. 15 24,59 31 50,82 11 18,03 4 6,56 Faktor pendukung minat belajar mata pelajaran PAK dari luar diri 31 Saya berminat pada mata pelajaran PAK karena ajakan teman-teman. 2 3,28 11 18,03 23 37,70 16 26,23 9 14,75 32 Saya berminat pada mata 7 11,4 27 44,26 20 32,79 4 6,56 3 4,92 91 pelajaran PAK karena guru mata pelajaran PAK menggunakan metode mengajar yang menyenangkan. Faktor penghambat minat belajar mata pelajaran PAK dari dalam diri 33 Saya kurang berminat pada mata pelajaran PAK karena saya lebih berminat pada mata pelajaran lain 4 6,56 20 32,79 25 40,98 10 16,39 2 3,28 34 Saya kurang berminat pada mata pelajaran PAK karena tidak sesuai dengan iman saya. 2 3,28 8 13,11 15 24,59 12 19,67 24 39,34 Faktor penghambat minat belajar mata pelajaran PAK dari luar diri 35 Saya kurang berminat pada mata pelajaran PAK karena jam pelajaran mata pelajaran PAK kurang strategis. 2 3,28 14 22,95 13 21,31 14 22,95 15 24,59 92 36 Saya kurang berminat pada mata pelajaran PAK karena suasana yang kurang kondusif di sekolah. 1 1,64 14 22,95 16 26,23 15 24,59 15 24,59 Jawaban mayoritas dari pernyataan nomor 29 bersifat positif, yakni adanya minat belajar PAK karena keinginan responden memperdalam iman Katolik. Pernyataan nomor 30 juga dijawab positif, PAK dianggap penting sebagai bekal hidup maka diminati. Responden yang menjawab ragu sebanyak 11 orang dan kurang mengalami sebanyak 4 orang. Keraguan dan rasa kurang mengalami ini masih cenderung sedikit dibanding dengan jawaban yang positif. Pernyataan nomor 31 dan 32 mengenai faktor pendukung minat belajar. Pernyataan nomor 31 hendak melihat andil faktor teman, ternyata jumlah responden yang berminat PAK karena faktor ajakan teman lebih sedikit daripada responden yang kurang dan tidak mengalami hal tersebut. Responden yang ragu menempati posisi yang paling besar. Pernyataan nomor 32 hendak melihat andil faktor metode mengajar guru terhadap minat belajar PAK. Responden menjawab dengan kecenderungan positif yang cukup besar. Responden dengan jawaban ragu-ragu melebihi 25 maka perlu dicek ulang. Pernyataan nomor 33 hingga 36 bersifat negatif, maka semakin banyak responden yang menjawab kurang mengalami hingga tidak mengalami akan 93 dibaca positif. Pernyataan nomor 33 mengenai kurangnya minat responden pada mata pelajaran PAK karena pelajaran lain lebih penting. Ternyata jawaban responden cenderung negatif karena yang menjawab sangat mengalami 6,56 dan mengalami 32,79 lebih tinggi dari yang kurang mengalami 16,39 dan tidak mengalami 3,28. Jawaban ragu-ragu menempati posisi paling tinggi. Pernyataan nomor 34 tentang kurangnya minat responden pada mata pelajaran PAK karena beda iman, ditanggapi dengan positif. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban kurang mengalami dan tidak mengalami yang lebih besar dari jawaban sangat mengalami dan mengalami. Uniknya, ada responden yang meragukan imannya dengan pelajaran PAK 24,59. Jawaban responden pada pernyataan nomor 35 tentang kurangnya minat responden pada mata pelajaran PAK karena jam pelajaran PAK yang kurang strategis, ditanggapi dengan variatif. Porsi jawaban terbanyak bersifat positif sebab yang kurang mengalami hingga tidak mengalami lebih banyak daripada yang sangat mengalami dan mengalami. Kendati demikian ada yang menjawab ragu-ragu hampir seperempat responden 21,31. Pernyataan nomor 36 dapat berhubungan dengan aspek koinonia pernyataan nomor 1 hingga 7 dan pengaruh dimensi religius terhadap minat belajar pernyataan nomor 23-28. Jawaban responden bersifat positif. Responden yang menjawab kurang mengalami dan tidak mengalami lebih besar daripada yang sangat mengalami dan mengalami. Hal ini berarti kurangnya minat pada mata pelajaran PAK tidak disebabkan karena suasana 94 sekolah yang kurang kondusif. Kendati demikian jawaban ragu-ragu tetap menempati posisi pertama.

2. Laporan Hasil Kuesioner Terbuka

Angket membatasi jawaban responden pada pilihan tertentu dan kurang membuka peluang bagi responden untuk menjawab dengan rinci. Guna melengkapi data tersebut, digunakan kuesioner terbuka. Pada kuesioner terbuka, responden bebas menjawab sesuai dengan pengalamannya, oleh karena itu bisa jadi jumlah jawaban yang terkumpul tidak sama dengan jumlah sampel 61 orang. Adapula kemungkinan jawaban yang meragukan. Hal tersebut karena pada kuesioner terbuka ini tidak ada batasan pilihan jawaban dan seorang responden bisa menjawab satu pertanyaan dengan beberapa jawaban. Berikut ini laporan hasil kuesioner terbuka. Pada pertanyaan nomor 1, mengenai perasaan responden dalam hal dicintai dan diterima di sekolah oleh para guru, karyawan dan teman-teman; sebanyak 50 responden menjawab merasa dicintai dan diterima. Hal yang menunjukkan penerimaan dan dicintai tersebut adalah: dalam segala hal 16 responden, dalam hubungan yang harmonis antara guru dengan siswi 17 responden, dalam hal penerimaan perbedaan latar belakang 10 responden, dalam hal melibatkan siswi dalam kegiatan sekolah 4 responden, sedangkan 2 responden tidak meyebutkan dalam hal apa. Dua responden menjawab ragu- ragu, 4 responden menjawab kadang-kadang dan 2 responden menjawab tidak merasa diterima dan dicintai dengan alasan: siswi yang kesulitan administrasi 95 kurang diperlakukan dengan baik, situasi sekolah yang kurang kondusif dan perhatian hanya diberikan pada siswi yang berprestasi. Pada pertanyaan nomor 2 mengenai kegiatan yang diikuti responden yang dapat mendukung perkembangan pribadinya, sebanyak 42 responden menjawab mengikuti kegiatan ekstrakurikuler paduan suara, teater, tata boga, jurnalis, cheer leader, modeling, basket, bulu tangkis, renang, dance, dan pramuka, sebanyak 18 responden menjawab kegiatan live in, 7 responden menjawab kegiatan camping rohani, 7 responden menjawab kegiatan Ekaristi dan ibadat, 5 responden menjawab kegiatan in group, 4 responden menjawab kegiatan class meeting, 2 responden menjawab kegiatan study tour. Sedangkan perkembangan yang dialami dalam hal: percaya diri, bakat, wawasan, kemampuan interpersonal solidaritas, mampu menghargai dan berkomunikasi dengan orang lain, perkembangan dalam kesehatan, perkembangan dalam kemampuan menghadapi masa depan, keterampilan diri dan perkembangan dalam hidup beriman. Pada pertanyaan nomor 3 mengenai peran perayaan Ekaristi dan sakramen yang diadakan oleh sekolah untuk membantu responden; sebanyak 3 responden menyatakan sangat terbantu dan 45 responden menjawab terbantu. Alasan yang terungkap: 27 responden mengatakan dengan adanya perayaan Ekaristi dan sakramen mereka dipermudah misalnya tidak repot ke gereja dan efisien waktu, 8 responden menyatakan semakin dekat dengan Tuhan, 4 responden meyatakan semakin memperdalam iman Katolik, 4 responden menyatakan hati semakin tenang dan percaya diri, sedangkan 2 responden tidak 96 menyatakan alasannya. Pada pertanyaan ini, 8 responden menyatakan tidak terbantu sebab kegiatan tersebut beda dengan agamanya. Responden yang menjawab cukup terbantu lumayan sejumlah 1 responden dengan alasan menghilangkan beban. Pada pertanyaan nomor 4, mengenai berkembangnya kebiasaan responden dalam membaca Kitab Suci, berdoa dan mengikuti renungan sejak sekolah di SMA Santa Maria Yogyakarta; sebanyak 30 responden menjawab berkembang. Alasan yang terungkap: 12 responden menyatakan hal tersebut diajarkan di sekolah dan menjadi kebiasaan, 7 responden menyatakan hal tersebut bersumber dari motivasi dalam diri, 5 responden menyatakan hal tersebut membuat diri semakin sadar dan dekat dengan Tuhan, 4 responden tidak menyebutkan alasan, 3 responden menyatakan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dalam keluarganya, dan 2 responden menyatakan untuk menambah wawasan. Pada pertanyaan yang sama, 15 responden menyatakan tidak berkembang dalam kebiasaan tersebut; dengan alasan malas 6 responden, dan bosan karena di awal pelajaran Kitab Suci dan doa sudah rutin dibacakan 5 responden serta 4 responden tidak menyebutkan alasannya. Responden yang menjawab terkadang sebanyak 8 responden dan yang ragu sebanyak 2 responden. Pada pertanyaan nomor 5 mengenai perasaan responden untuk semakin terdorong untuk terlibat dalam kehidupan bermasyarakat; sebanyak 1 responden menyatakan sangat terdorong dan 38 responden menyatakan terdorong. Alasan yang terungkap: sekolah membiasakan dan mendorong siswi 97 terlibat bermasyarakat 8 responden, motivasi dari diri sendiri 8 responden, terdorong untuk peduli 8 responden, sudah terbiasa dalam bermasyarakat 5 responden, menambah wawasan dan relasi 4 responden dan untuk bekal masa depan 1 responden, sisanya tidak menyebutkan alasan 4 responden. Pada pertanyaan yang sama, ada pula responden memberi jawaban belum terdorong 9 responden dengan alasan sibuk dan masih malu, serta 8 responden memberi jawaban tidak terdorong karena terlalu banyak tugas sekolah dan belum terbiasa. Pada pertanyaan nomor 6 mengenai peran lingkungan sekolah dalam mendorong minat responden untuk mengikuti mata pelajaran PAK dan sejauh apa dorongan tersebut; sebanyak 32 responden menyatakan lingkungan sekolah mendorong. Dorongan tersebut sejauh: suasana mendukung 11 responden, guru dan materi mendukung 7 responden, adanya kegiatan yang mendukung PAK 7 responden, dan adanya kewajiban mengikuti mata pelajaran PAK 4 responden, sedangkan 5 responden menjawab minat PAK berasal dari dalam diri. Pada pertanyaan yang sama, 12 responden menyatakan lingkungan sekolah tidak mendukung minat mata pelajaran PAK, alasannya suasana tidak mendukung 6 responden, PAK pelajaran yang biasa saja 4 responden dan tidak memberikan alasan 2 responden. Responden yang menjawab lingkungan sekolah cukup mendukung sebanyak 9 responden dengan alasan adanya keraguan. Pada pertanyaan nomor 7 mengenai penghayatan nilai-nilai Kristiani oleh pemimpin sekolah, guru, karyawan, teman-teman dan ditampakkan dalam 98 peraturan sekolah membuat responden berminat mengikuti mata pelajaran PAK sebanyak 26 responden menjawab iya. Alasan yang terungkap yaitu sejauh: bersumber dari sikap yang penuh kasih dan saling mendukung satu sama lain 15 responden, adanya perayaan sakramen yang menguatkan 1 responden, keteladanan guru yang mengajar sepenuh hati 2 responden, dan mata pelajaran PAK memampukan menghayati nilai Kristiani 4 responden, sisanya tidak menyebutkan alasan. Pada pertanyaan yang sama, 8 responden menjawab belum mempengaruhi sebab masih ada guru yang tidak melaksanakan apa yang diajarkan dan ada pelajaran yang lebih diminati. Sisanya, 8 responden menyatakan tidak berpengaruh, 5 responden menyatakan kurang tahu. Pada pertanyaan nomor 8 mengenai hal dalam diri responden yang membuat berminat pada mata pelajaran PAK, jawaban yang diperoleh sebagai berikut: karena sesuai dengan agamanya 12 responden, rasa ingin tahu 11 responden, keinginan untuk dekat dengan Tuhan 8 responden, nilai kehidupan yang diajarkan baik 6 responden, keinginan menerapkan apa yang diajarkan dalam PAK 6 responden, motivasi diri 4 responden, suasana hati 1 responden, kasih dan rahmat Tuhan yang mengalir dalam dirinya 1 responden, mudah mempelajari materi 1 responden, terbiasa memperlajari Kitab Suci 1 responden, keinginan menjadi pribadi yang baik 1 responden dan ada yang tidak menjawab 3 responden. Pada pertanyaan nomor 9 mengenai hal di luar diri responden yang mendorong minat belajar mata pelajaran PAK, 20 responden menjawab pengaruh orang terdekatnya teman, orang tua, dan guru, 10 responden 99 menjawab kebutuhan akan Yesus, 10 responden menjawab adanya PAK merupakan pelajaran yang menarik sarana, metode, kegiatannya, 3 responden menjawab PAK merupakan kewajiban, 2 responden menjawab PAK sebagai bekal hidup. Sedangkan sisanya, 8 responden menjawab tidak ada, 2 responden menjawab tidak tahu, dan 1 responden menjawab tidak berminat. Pada pertanyaan nomor 10 mengenai hal dari dalam diri responden yang membuat kurang berminat pada mata pelajaran PAK, 21 responden menjawab rasa malas, 9 responden menjawab tidak ada hal dari dalam diri yang membuat kurang berminat pada mata pelajaran PAK, 5 responden tidak menjawab, 4 responden menjawab emosi, semangat dan mood , 3 responden menjawab metode yang menjemukan, 2 responden menjawab dirinya sering lupa waktu, 1 responden menjawab 1 responden menjawab adanya rasa fanatik, 1 responden menjawab karena beda agama, 1 responden menjawab tidak sesuai pemikirannya, 1 responden menjawab sifat individu yang berbeda dengan yang diajarkan, 1 responden menjawab keinginan dekat dengan Tuhan. Pada pertanyaan nomor 11 mengenai hal di luar diri responden membuat kurang berminat pada mata pelajaran PAK, 16 responden menjawab tidak ada hal di luar diri yang membuat kurang berminat pada mata pelajaran PAK, 14 responden menjawab faktor teman dan guru, 10 responden menjawab rasa malas, 5 responden menjawab kemunafikan orang tertentu, 5 responden menjawab materi dan metode pelajaran PAK kurang menarik, 4 responden menjawab situasi kelas dan sekolah, 3 responden menjawab adanya kegiatan dan mata pelajaran lain yang lebih menarik, 2 responden menjawab masih lebih 100 tertarik hal duniawi, 1 responden menjawab agama yang berbeda, dan 1 responden menjawab jam pelajaran yang tidak pas. Dari laporan hasil angket dan kuesioner, dapat disimpulkan bahwa: dalam penelitian ini tidak ada kesamaan yang begitu rupa dalam angket dan kuesioner. Data yang menunjukkan kemiripan dapat dijumpai, misalnya: mengenai aspek koinonia angket nomor 1-7 dan kuesioner nomor 1 yang masih menunjukkan keraguan dalam beberapa hal, pengaruh dimensi religius yang masih samar-samar angket nomor 23-28 dan kuesioner nomor 6-7 dan faktor pendukung dan penghambat yang bersumber dari peran teman angket nomor 31 dan kuesioner nomor 10-11. Guna mengatasi hal tersebut, diperlukan data penguat yaitu wawancara dan kajian berdasarkan teori yang sudah dibahas dalam bab sebelumnya Bab II.

3. Laporan Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran PAK

Data yang diperoleh dari kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka, masih ada yang meragukan. Guna melengkapi dan memantapkan data kuesioner tersebut, penulis menggunakan metode wawancara. Menurut Sutrisno Hadi 1989: 218, metode wawancara digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu data yang diperoleh dengan cara lain. Data hasil wawancara ini digunakan untuk menguatkan pembahasan angket dan kuesioner pada bagian selanjutnya. Narasumber wawancara ini adalah guru mata pelajaran PAK SMA St. Maria Yogyakarta yang bernama Th. Heni Subekti, S.Pd. Beliau adalah alumna Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Program Studi Ilmu Pendidikan 101 Kekhususan Pendidikan Agama Katolik IPPAK tahun 1984. Beliau mengajar sejak tahun 1984 hingga sekarang. Ada tujuh hal yang menjadi fokus pertanyaan dalam wawancara ini. Tujuh hal tersebut adalah: a pengertian dimensi religius pendidikan, b usaha sekolah untuk menghayati dimensi religius pendidikan, c pengaruh katolisitas bagi siswa dan sekolah, d minat siswi mengikuti PAK di kelas XI dan alasannya, e pengaruh dimensi religius sebagi kultur sekolah, f faktor pendukung minat belajar PAK, dan g faktor penghambat. Ketujuh hal tersebut akan dibahas di bawah ini. Hal pertama, pengertian dimensi religius pendidikan. Menurut bu Heni, dimensi religius pendidikan bagi sekolah Katolik adalah unsur atau nilai kekatolikan yang masuk dalam kegiatan pendidikan. Nampak dari lima tugas Gereja yang diusahakan dalam kegiatan di sekolah Katolik. Lima tugas Gereja yaitu koinonia, kerygma, marturia, leiturgia, dan diakonia menjadi tugas sekolah Katolik juga. Dengan demikian sekolah menjadi nyata katolisitasnya. Jawaban yang diberikan bu Heni sudah mencerminkan pemahaman beliau akan dimensi religius pendidikan sekolah Katolik. Hal kedua yang ditanyakan adalah mengenai usaha sekolah untuk menghayati katolisitas. Beliau menjawab sekolah mendorong siswi untuk terlibat dalam kegiatan menjemaat misalnya dengan terlibat di paroki dan lingkungan, mendorong kreativitas siswi untuk membuat karya yang memuat ayat Kitab Suci misalnya hiasan dinding, pendalaman iman di masa khusus, pengabdian masyarakat, live in, doa dan renungan pagi, bakti sosial, in group, 102 Ekaristi, dan lain-lain. Berdasarkan jawaban beliau, kegiatan koinonia dapat dinyatakan dalam kegiatan in group di kelas X, kegiatan kerygma cukup banyak di sekolah ini, leiturgia dengan ibadat dan Ekaristi, diakonia dengan bakti sosial. Bentuk marturia dalam sekolah berupa kesaksian para guru yang dalam mengajar tidak hanya berhenti di konsep namun berupa penerapan dalam hidup guru itu sendiri. Hal ketiga yang ditanyakan yaitu pengaruh katolisitas bagi sekolah. Berdasarkan jawaban beliau, pengaruh katolisitas di sekolah jelas ada. Bukti dari hal ini adalah tingkat solidaritas warga sekolah yang tinggi. Dalam hal hidup rohani, siswi terbiasa untuk membaca Kitab Suci, memberi renungan pagi, berdoa dan terlibat dalam Ekaristi. Dalam hal kepedulian, siswi sudah terbiasa saling menolong dan antara guru dengan siswi seperti orang tua dengan anak. Siswi yang non-Katolik juga dihargai dan bahkan diingatkan sudah sholat atau belum. Dalam hal kepedulian masyarakat juga semakin nampak ketika ada calon siswi yang kurang mampu tetap diterima dan diberi keringanan. Hal keempat yang ditanyakan adalah mengenai minat siswi pada mata pelajaran PAK yang disebabkan oleh lingkungan sekolah dimensi religius pendidikan sebagai stimulus. Berdasarkan jawaban beliau, belum tentu. Sekolah memang sudah mengusahakan lima tugas Gereja tersebut dan siswi terlibat di dalamnya namun lingkungan sekolah lebih luas dari hal-hal tersebut dan lingkungan itu diciptakan oleh bermacam-macam pribadi. Hal itu belum 103 tentu mempengaruhi minat siswi akan mata pelajaran PAK. Masih ada faktor motivasi diri . Hal kelima yang ditanyakan adalah mengenai minat siswi pada mata pelajaran PAK yang disebabkan oleh penghayatan nilai-nilai Kristiani dimensi religius pendidikan sebagai kultur. Berdasarkan jawaban Beliau, berpengaruh. Adanya figur dan kepribadian guru berpengaruh terhadap minat belajar mata pelajaran PAK. Guru yang menghayati nilai-nilai Kristiani nampak dari perilakunya dan kesiapannya mengajar serta pendekatannya terhadap siswi. Hal tersebut dapat ditangkap siswi. Karena apa yang diajarkan sesuai dengan kenyataan, maka siswi berminat pada pelajaran. Selain itu dengan adanya pembiasaan nilai-nilai Kristiani juga menjadi pendukung minat mata pelajaran PAK. Hal keenam yang ditanyakan adalah faktor yang mendukung pelaksanaan mata pelajaran PAK. Jawaban yang diberikan bu Heni adalah kesiapan guru, metode yang tepat, materi, cara pendekatan guru ke siswi, dan sarana yang tersedia. Hal yang disampaikan oleh bu Heni ini menjadi faktor dari luar diri siswi yang mempengaruhi minatnya pada mata pelajaran PAK. Hal terakhir yang ditanyakan adalah mengenai faktor penghambat mata pelajaran PAK. Menurut bu Heni, penghambat terbesar adalah rasa malas dan faktor angkatan kelas. Berdasarkan jawaban ini dapat dikatakan bahwa faktor dalam diri siswi dan ditambah faktor ekstern yang berupa teman-teman angkatan mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan pelaksanaan mata pelajaran PAK. 104

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS X DI SMA SANTA MARIA MEDAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015.

0 1 45

PENGARUH FASILITAS BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI IS SMA KATOLIK BUDI MURNI 2 MEDAN TAHUN AJARAN 2013/2014.

0 2 25

Pengaruh pendidikan religiositas terhadap kontrol diri siswa-siswi kelas XI SMA Regina Pacis Surakarta tahun pelajaran 2015-2016.

0 0 2

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dalam mengerjakan PR matematika pada siswi kelas X dan XI SMA Santa Maria Yogyakarta yang tinggal di asrama tahun ajaran 2015/2016.

0 0 197

Pengaruh cerita terhadap empati siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta.

0 0 144

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered-heads together terhadap motivasi belajar pendidikan Agama Katolik siswi kelas XI di SMA Santa Maria Yogyakarta.

1 9 236

Pengaruh kreativitas guru dalam proses belajar-mengajar terhadap motivasi belajar siswa kelas XI dan XII pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SMA Sang Timur Yogyakarta.

1 18 184

Pengaruh kreativitas guru dalam proses belajar mengajar terhadap motivasi belajar siswa kelas XI dan XII pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SMA Sang Timur Yogyakarta

0 21 182

PERSEPSI SISWI KELAS XI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20072008 TENTANG MANFAAT PELAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

0 0 96

DESKRIPSI MOTIVASI BELAJAR SISWI-SISWI KELAS X SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 20092010: IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BELAJAR YANG SESUAI

0 0 115