Value Stream Mapping IDENTIFIKASI DAN PENGURANGAN WASTE DAN NON VALUE ADDED ACTIVITY DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DI PT. SRIWIJAYA AIR DISTRICT SURABAYA.

pemberangkatan, penanganan pelanggan di bandara, serta pelayanan pelanggan sampai kedatangan di tempat tujuan. 2. Selanjutnya adalah menggambarkan aliran informasi dari pelanggan ke agen yang berisi antara lain : peramalan dan informasi pembatalan supply oleh pelanggan, orang atau departemen yang memberi informasi ke perusahaan, lead time pemrosesan informasi, apa macam peramalan dan informasi pembatalan yang disampaikan kepada pelanggan, serta pesanan apa yang disyaratkan. 3. Kemudian menggambarkan aliran fisik yang berupa aliran material atau jasa dalam perusahaan, waktu yang diperlukan, titik terjadinya persediaan dan inspeksi, putaran rework, serta siklus tiap titik, berapa banyak produk dibuat dan dipindah tiap titik, waktu berpindah di tiap stasiun kerja, dimana persediaan diadakan dan berapa banyak, serta titik bottleneck yang terjadi. 4. Menghubungkan aliran informasi dan fisik dengan anak panah yang dapat berisi informasi jadwal yang digunakan, instruksi dikirimkan, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik, dll. Dan yang terakhir adalah melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan fisik. Dilakukan dengan menambahkan lead time dan value adding time dibawah gambar aliran yang dibuat.

2.6. Value Stream Mapping

Value Stream Mapping adalah semua tindakan value dan non-value added yang diperlukan untuk membawa suatu produk, atau kelompok produk yang menggunakan sumber daya yang sama dalam banyak jalan yang sama, melalui arus utama pada tiap-tiap produk - dari bahan baku hingga tiba di tangan pelanggan. VSM adalah suatu visualisasi pensil dan kertas yang menunjukkan aliran material dan informasi. Rother dan Shook, 2003 VSM bertindak sebagai titik awal untuk membantu manajemen, insinyur, supplier, dan pelanggan mengenali barang sisa dan sumber nya. Fokus daripada VSM itu sendiri dibatasi pada proses produksi “door to door” didalam suatu pabrik Hines dan Rich, 2004. Setiap proses yang dialami oleh materialproduk tersebut akan digambarkan dengan tujuan untuk menemukan aktivitas-aktivitas mana yang menambah nilai dan mana yang tidak, sehingga total throughput time total waktu produksi; total waktu value added dan non value added dapat diminimumkan. Value Stream Mapping dilakukan dalam dua langkah. Langkah yang pertama adalah menggambar current state value stream map untuk mengambil foto bagaimana berbagai hal dilaksanakan sekarang, dan langkah yang kedua adalah menggambar future state map untuk menunjukkan bagaimana berbagai hal hendaknya dilaksanakan. Value Stream Mapping menyediakan kedua-duanya sebagai gambaran kondisi yang sekarang seperti halnya suatu visi bagaimana kita melihat segala sesuatunya bekerja. Mengidentifikasi perbedaan didalam current state dan future state akan menghasilkan suatu roadmap untuk aktivitas peningkatan. Menurut Hines dan Rich 2004, ada 7 cara penggambaran value stream yang dapat dipakai : 1. Process Activity Mapping PAM Cara ini di konsep berdasarkan teori industrial engineering yang berisi teknik- teknik yang dapat digunakan untuk mengeliminasi waste, ketidak-konsistenan dan ketidak-rasionalan pada proses kerja sehingga pada akhirnya dapat menyediakan barang berkualitas tinggi secara mudah, cepat dan ekonomis Hines dan Rich 2004. Ada 5 tahapan dari penerapan teori ini: a. Pembelajaran alir proses b. Identifikasi waste c. Pertimbangan apakah ada pola alir termasuk layout alir atau alir transportasi yang lebih baik d. Pertimbangan apakah semua aktivitas yang dilakukan pada setiap tahapan proses diperlukan atau tidak, dan apa yang terjadi bila aktivitas-aktivitas yang tidak diperlukan tersebut dihilangkan. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam Process Activity Mapping : 1 Analisa awal daripada proses dilakukan, yang mana tiap aktivitas dicatat sesuai urutannya dan termasuk dalam kategori aktivitas apa operation, transport, inspection, store, delay. Mesin atau area yang dipakai, jarak waktu dan jumlah orang yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tersebut juga dicantumkan. 2 Langkah berikutnya adalah menghitung jumlah total jarak yang ditempuh, waktu yang diperlukan throughput time dan jumlah orang yang terlibat. Diagram yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk analisa selanjutnya dimana biasanya digunakan 5 pertanyaan sebagai berikut : mengapa analisa ini terjadidiperlukan? Siapa yang melakukannya? Pada mesin yang mana? Dimana? Kapan? Dan bagaimana? Tujuan dasar daripada analisa ini adalah untuk mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak diperlukan, mensimplifikasi atau menggabungkan ataupun merubah urutan proses sehingga sejumlah waste bisa diminimumkan atau bahkan ditiadakan. 2. Supply Chain Response Matrix SCRM Asal mula daripada cara mapping ini adalah teori Time Compression dan Logistics Movement. Cara ini bertujuan untuk menggambarkan pada diagram, batasan-batasan Lead time yang kritikal yang ada pada sebuah proses. Berikut adalah contoh supply Chain Response Matrix yang dilakukan oleh sebuah perusahaan distribusi, termasuk didalamnya para penyedia dan retailer produknya. Aksis horizontal menunjukkan kumulasi lead time yang diperlukan oleh produk untuk bergerak secara internal dan eksternal, sedangkan aksis vertikal menunjukkan jumlah rata-rata hari dimana produk disimpan sebagai standing inventory pada tingkat-tingkat tertentu dalam supply chain. Kemudian, total waktu respon akan dihitung dengan cara menambahkan jumlah akumulasi lead time horizontal dan jumlah hari produk berada dalam standing inventory vertikal. Setelah hasil itu didapat, masing lead time dan standing inventory dapat dianalisa apakah sudah minimum dan bila belum minimum, dapat diberikan target perbaikan. 3. Production Variety Funnel Alat ini memplots sejumlah produk berlainan yang dihasilkan dalam setiap tahap dalam proses produksi. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi titik, dimana sebuah produk generik diproses menjadi beberapa produk yang lebih spesifik. Dengan peta ini dapat ditentukan perbaikan kebijakan persediaan yang dilakukan, apakah dalam bentuk bahan baku, produk setengah jadi, atau produk jadi. Teknik ini juga menghasilkan satu rangkaian pertanyaan yang berkenan dengan pertimbangan logis untuk keaneka ragaman produk dan kebutuhan untuk memelihara kompleksitas suatu supply chain. Peta juga menyarankan titik yang logis di mana cadangan persediaan mungkin dipegang sebelum kustomisasi. Teknik ini bermanfaat ketika menganalisa kemampuan untuk menunda proses pabrikasi dibanding memelihara persediaan output produksi pada masing-masing langkah proses produksi. Titik di mana variasi produk naik dengan cepat merupakan kunci dan itu adalah penyangga yang menciptakan fleksibilitas dari sistem produksi. Singkatnya, dengan pabrikasi yang baik dan karakteristik permintaan, titik penyangga ini dapat digunakan untuk menciptakan suatu layanan pelanggan tingkat tinggi tanpa mengakibatkan biaya-biaya tambahan. Peta juga menyediakan data yang bermanfaat untuk produk potensial dan rasionalisasi persediaan. 4. Quality Filter Mapping Quality filter mapping merupakan alat yang didesign untuk mengidentifikasi masalah kualitas pada supply chain Hines dan Rich, 2004. Peta yang dibuat akan menunjukkan tipe cacat kualitas pada supply chain, yaitu : a. Product defect : merupakan cacat fisik produk yang tidak berhasil diseleksi pada saat terjadinya proses inspeksi sehingga dapat lolos ke tangan konsumen. b. Scrap defect : merupakan cacat yang berhasil ditemukan pada saat terjadinya proses inspeksi. c. Service : Keunggulan daripada cara ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasi di bagian supply chain dimana, defects tersebut paling banyak terjadi dan oleh karenanya, mengidentifikasi problem-problem yang menyebabkan defects tersebut, ketidakefisienan dan upaya-upaya yang terbuang percuma. Informasi-informasi ini kemudian dapat digunakan untuk memperbaiki proses yang ada. 5. Demand Amplification Mapping Grafik ini akan menggambarkan jumlah produk untuk tiap-tiap tahapan pada waktu tertentu dalam proses produksi. Dapat digunakan untuk mengetahui persediaan produk sepanjang supply chain pada waktu tertentu. Selain itu, grafik ini juga akan menunjukkan kecenderungan permintaan yang pada akhirnya bisa juga digunakan sebagai alat untuk memperbaiki kebijakkan persediaan. Hasil terpenting dari demand amplification map adalah untuk menunjukkan bullwhip atau Forrester effect. Peta ini juga berguna untuk menguji penjadwalan dan kebijakan besaran batch, dan keputusan persediaan. Gunakan peta ini untuk: a. Melihat tingkat pembesaran ketika pesanan melewati hulu. Semakin besar pembesaran, semakin sulit untuk mendorong arus. Yang ideal, tentu saja, jika semua tingkatan produksi bekerja pada tingkat permintaan pelanggan, membawa arus tak terputuskan. b. Keuntungannya adalah pada besaran batch yang terperinci dan kebijakan penjadwalan, memperhatikan kuantitas dan pemilihan waktu. Pertimbangan untuk batch yang berlebihan atau ketiadaan sinkronisasi boleh kemudian diselidiki. c. Mengecek keputusan persediaan. Persediaan adalah penyangga antara permintaan dan persediaan; inventaris seharusnya rendah jika ada sinkronisasi antara permintaan dan persediaan. 6. Physical Structure Mapping Cara mapping ini adalah cara yang relative baru dan berguna untuk melihat tampak supply chain dari level industri overview Hines dan Rich, 2004. Pengetahuan ini berguna untuk melihat bagaimana industri tersebut beroperasi dan juga bagian-bagian mana dari industri yang belum mendapat perhatian yang cukup. Ada dua buah diagram yang dihasilkan: diagram yang berdasarkan biaya dan struktur volume. Diagram yang pertama memperlihatkan struktur industri sesuai dengan jumlah perusahaan yang beroperasi pada industri tersebut dan tingkatan-tingkatan yang ada pada bagian perusahaan supplier dan distribusi, dimana perusahaan-perusahaan perakitan berada ditengah-tengah diagram tersebut sebagai penghubung. Diagram yang kedua menampilkan struktur industri tersebut berdasarkan struktur biaya masing-masing perusahaan, yang berhubungan langsung dengan proses value adding atau lebih tepatnya, cost adding yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Dari diagram ini, dimungkinkan untuk menganalisa proses value adding apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk jadi yang dijual kepada pelanggan. Pendekatan ini juga dapat menghasilkan desain ulang tentang cara beroperasi industri tersebut. metode analisa yang dilakukan mirip dengan process activity mapping, dimana aktivitas-aktivitas yang tidak menambah nilai diusahakan untuk dieliminasi, disimplifikasi atau dikombinasikan dengan aktivitas lainnya untuk meminimumkan waste. 7. Value Adding Time Profile Value adding time profile merencanakan akumulasi biaya-biaya value adding dan non value adding terhadap waktu. Value adding time profile adalah suatu alat sempurna untuk memperhatikan tekanan waktu atau merencanakan di mana uang disia-siakan. Perbedaan antara garis total biaya dan pertambahan nilai menggambarkan ongkos waste tersebut. Area di bawah garis total biaya menggambarkan jumlah uang yang diikat pada suatu unit persediaan. Perbedaan antara berbagai jenis waste dapat dengan mudah dilihat. Plateaux mengatakan waste pada penyimpanan dan penundaan, dan peningkatan tajam antara value adding line dan total cost line menggambarkan waste pada operasi non value adding

2.7. Value Stream Analysis