Pendekatan Lean Thinking Untuk Mengurangi Waste pada PT Baja Pertiwi Industri

(1)

STUDI PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK

MENGURANGI WASTE PADA PT BAJA PERTIWI

INDUSTRI

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

FANESHA FEBRIARY TOBING NIM. 060403060

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih Karunia-Nya serta kemurahannya sehingga penulis dapat meneyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini. Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Industri untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Penulis melaksanakan Tugas Sarjana di PT Baja Pertiwi Industri yang bergerak dalam industri pengolahan baja dengan produk yang dihasilkan adalah

sparepart dari peralatan di pabrik kelapa sawit. Tugas Sarjana ini berjudul “Studi

Pendekatan Lean Thinking Untuk Mengurangi Waste pada PT Baja Pertiwi Industri.”

Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis terbuka untuk setiap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini ke depan.

Medan, Desember 2010


(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini penulis telah mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa materi, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Aulia Ishak, S. T., M. T. dan Bapak Ir. Sugih Arto Pujangkoro, M. M. selaku koordinator Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara serta Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE. Selaku Ketua bidang Manajemen Rekayasa dan Produksi.

3. Bapak Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE, selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku Dosen Pembimbing II dalam pelaksanaan Tugas Sarjana yang telah memberikan banyak pengajaran baru bagi penulis dan memberikan motivasi yang sangat berharga.

4. Staff pegawai Teknik Industri Bang Mijo, Kak Dina, Bang Nurmansyah, Bang Kumis, Kak Rahma dan Ibu Ani, dan Bang Riidho terimakasih atas bantuannya dalam masalah administrasi untuk melaksanakan Tugas Sarjana ini.

5. Bapak Sudirman selaku Direktur Utama PT Baja Pertiwi Industri yang telah bersedia mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Perusahaan tersebut dan Bapak William Rajali selaku Manajer yang memberikan arahan mengenai perusahaan serta seluruh jajaran dan staff dari PT Baja Pertiwi


(6)

Industri yang telah banyak membantu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam melaksanakan Tugas Sarjana ini.

6. Kedua orang tua penulis (Z. Lumban Tobing dan E. Simatupang) dan saudara-saudara penulis (Debby Ishabel Tobing, Maria Monthesori Tobing, Jove Thobias Sumurung L Tobing) serta keluarga besar Simatupang dan Tobing yang telah mendukung lewat doa, semangat, dan dana.

7. Teman-teman B2B (K’Desima Aruan, B’ Marojahan Tampubolon, Wenny C S Purba dan Santa M Sitorus) yang selalu setia mendoakan penulis dan memberikan semangat yang luar biasa selama pengerjaan Tugas Sarjana ini serta membagikan kepadaku makna karya ini terhadap pengembangan dunia pendidikan.

8. Adik-adik Kelompok Kecil (Debby Purba, Melanie Saragih, Dewi Sihombing, Grace Sitepu, Rachel Ompusunggu, Petrus Pardede, Advent Silalahi) yang senantiasa memberikan semangat serta doa pada penulis.

9. Teman-teman pengurus UKM KMK USU UP FT periode 2011 (B’Saor, K’Chay, K’Neke, K’Grace, Mega, Yana, Juwita, Surya, Ayu, Anton, Oktav, Bonar dan lainnya) yang senantiasa menjadi tempat berbagi.

10.Dame, Pahala, Bernido, Folda, K’Trisna, K’Elly yang senantiasa memberikan doa dan semangatnya kepada penulis.

11.Indah Permata Sari Siahaan dan Mastora Siahaan yang menjadi sahabat, sahabat doa dan rekan peneliti di PT Baja Pertiwi Industri.

12.Rekan-rekan stambuk 2006 (Jefri, Delfandi, Yansis, Julius, Sartono, Andi V, Andi CW, Marwan, Viva, Silvi, Echa, Helga, Eko, Ahmad Affandi, Maylando,


(7)

Ronald, Yantok, Kiyo, Jacka dan yang lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu ) yang senantiasa memberikan semangat lewat sikap dan senyuman kepada penulis selama mengerjakan Tugas Sarjana ini.


(8)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii ABSTRAK

I. PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar belakang ... I-1 1.2. Rumusan Permasalah ... I-4 1.3. Tujuan dan Manfaat ... I-5 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-5 1.5 Sistematika Penulisan Laporan ... I-6

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Daerah Pemasaran ... II-2 2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.5.1. Struktur Organisasi ... II-2 2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-4 2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-4 2.5.3.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-4 2.5.3.2. Jam Kerja ... II-5 2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-6 2.6. Proses Produksi ... II-7 2.6.1. Bahan yang Digunakan ... II-7 2.6.1.1. Bahan Baku ... II-7 2.6.1.2. Bahan Penolong ... II-8 2.6.1.3. Bahan Tambahan ... II-9 2.6.2. Uraian Proses... II-10 2.7. Mesin dan Peralatan ... II-14 2.7.1. Mesin ... II-14 2.7.2. Peralatan ... II-16


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

III. LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Konsep Lean ... III-1 3.1.1. Defenisi ... III-1 3.1.2. Keunggulan dan Tujuan Pendekatan Lean ... III-3 3.1.3 Prinsip Utama Pendekatan Lean... III-6 3.1.4. Tujuh Tipe Pemborosan (Waste) ... III-9 3.2. Penerapan Lean pada Berbagai Perusahaan Manufaktur... III-11 3.3. Metode yang Digunakan dalam Lean Manufacturing ... III-12 3.3.1 Value Stream Mapping ... III-13 3.3.1.1. Current State Map ... III-15 3.3.1.2. Future State Map ... III-22 3.4. 5 S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) ... III-25 3.4.1. Seiri (Pemilahan) ... III-26 3.4.2. Seiton (Penataan) ... III-27 3.4.3. Seiso (Pembersihan) ... III-28 3.4.4. Seiketsu (Pemantapan) ... III-29 3.4.5. Shitsuke (Pembiasaan) ... III-29 3.5. Kanban ... III-30 3.5.1. Persiapan Pra Kanban ... III-30 2.5.2. Fungsi Kanban dan Aturan Kanban ... III-33


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.5.2.1. Fungsi Kanban ... III-33 3.5.2.2. Aturan Kanban ... III-35 3.6. Keseimbangan Lintasan (Line Balancing) ... III-37 3.6.1. Pendahuluan ... III-37 3.6.2. Data Masukan ... III-39 3.6.3. Metode Penyeimbangan Lintasan... III-40 3.7. Studi Waktu ... III-38 3.7.1. Cara Pengukuran Kerja Dengan Stop Watch Time Study ... III-40

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Blok Diagram Penelitian... IV-1 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-2 4.3. Metode Penelitian ... IV-2 4.3.1. Jenis Penelitian ... IV-2 4.3.2. Defenisi Variabel Operasional ... IV-2 4.3.3. Kerangka Konseptual... IV-3 4.4. Metodologi Penelitian ... IV-6 4.4.1. Pengumpulan Data ... IV-6 4.4.2. Pengolahan Data ... IV-7 4.4.3. Analisis Data ... IV-8


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Jumlah Permintaan ... V-1 5.1.2. Data Hasil Pengamatan Proses Produksi ... V-2 5.2. Pengolahan Data ... V-4 5.2.1. Pembentukan Current State Map ... V-4 5.2.1.1. Penentuan Produk Model Line ... V-4 5.2.1.2. Penentuan Value Stream Manager ... V-6 5.2.1.3. Pembuatan Peta Untuk Setiap Kategori Proses

(Door-to-Door Flow) di Sepanjang Value-

stream ... V-6

5.2.1.4. Pembentukan Peta Aliran Keseluruhan Pabrik ... V-22 5.2.2. Peramalan Jumlah Permintaan dengan Metode Time-

Series ... V-23

5.2.3. Perhitungan Takt Time ... V-31

VI. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisis Current State Map ... VI-1 6.2. Rancangan Tindakan Perbaikan ... VI-9 6.2.1. Implementasi 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) .... VI-9


(13)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

6.2.2. Kanban ... VI-14 6.2.3. Keseimbangan Lintasan Produksi ... VI-19

6.3. Kemungkinan Penerapan ... VI-26

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

6.1. Kesimpulan ... VII-1 6.2. Saran ... VII-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Waktu Menunggu pada Proses Produksi Roda Lorry ... I-2 2.1. Alokasi Tenaga Kerja ... II-4 3.1. Era yang Berbeda pada Industri Otomotif ... III-4 3.2. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan Lean ... III-12 3.3. Lambang-lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses ... III-18 3.4. Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan ... III-20 3.5. Hubungan Antara Fungsi Kanban dan Aturan yang Digunakan ... III-35 5.1. Jumlah Permintaan Roda Lorry ... V-1 5.2. Data Uptime, Scrap dan Jumlah Operator ... V-2 5.3. Data Pengamatan Waktu Siklus ... V-3

5.4. Cycle Time Stasiun Pembuatan Corong ... V-6

5.5. Uji Kecukupan Data Stasiun Pembuatan Corong ... V-8 5.6. Rekapitulasi Pengujian Data ... V-9 5.7. Rekapitulasi Waktu Proses ... V-10 5.8 Perhitungan Waktu Baku (Menit) ... V-12 5.9. Jumlah Permintaan Roda Lorry ... V-23 5.10. Perhitungan Peramalan untuk Metode Siklis ... V-24 5.11. Perhitungan Parameter Peramalan untuk Metode Kuadratis... V-28 5.12. Perhitungan SEE untuk Metode Siklis ... V-27 5.13. Perhitungan SEE untuk Metode Kuadratis ... V-28


(15)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.14. Perhitungan Hasil Verifikasi ... V-30 5.15. Rekapitulasi Takt Time ... V-34 6.1. Total Value Added Time ... VI-1 6.2. Total Non-Value Added Time ... VI-2 6.3. Penggunaan Metode 5 Why dalam Mengetahui Akar

Permasalahan ... VI-8 6.4. Kebutuhan Setiap Barang di Setiap Stasiun ... VI-9 6.5. Waktu Siklus dar Setiap Stasiun ... VI-20 6.6. Waktu Baku Setiap Proses ... VI-21 6.7. Menentukan Elemen Kerja Tiap-tiap Region ... VI-23 6.8. Hasil Work Center yang Diseimbangkan ... VI-24 6.9. Hasil Work Center yang Diseimbangkan ... VI-28


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Baja Pertiwi Industri ... II-3 3.1. Skema 5S ... III-26 3.2. Kanban Penarikan ... III-31 3.3. Kanban Perintah Produksi… ... III-31 4.1. Blok Diagram Penelitian ... IV-1 4.2. Kerangka Konseptual ... IV-5 4.3. Blok Diagram Pengolahan dan Analisis Data... IV-12 5.1. Flow Process Chart Produksi Roda Lorry ... V-5 5.2. Peta Kontrol Cycle Time Stasiun Pembuatan Corong ... V-8 5.3. Layout Stasiun Pembuatan Mal ... V-13 5.4. Layout Stasiun Pembuatan Corong ... V-14 5.5. Layout Stasiun Pembuatan Cetakan... V-15 5.6. Layout Stasiun Peleburan ... V-16 5.7. Layout Stasiun Pembongkaran ... V-16 5.8. Layout Stasiun Pembersihan ... V-17 5.9. Layout Stasiun Pembubutan Roda Lorry ... V-17 5.10. Layout Stasiun Pendempulan dan Pengecatan ... V-18 5.11. Layout Stasiun Pemotongan Ash ... V-18 5.12. Layout Stasiun Pembubutan Ash ... V-20 5.13. Current State Map PT. Baja Pertiwi Industri ... V-22


(17)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.14. Scatter Diagram Jumlah Permintaan Roda Lorry PT Baja

Pertiwi Industri pada Periode Satu Tahun ... V-24 5.15. Moving Range Chart Permintaan Roda Lorry ... V-31 6.1. Pie Chart Perbandingan VA dan NVA ... VI-3 6.2. Format Kanban Penarikan... VI-17 6.3. Kanban Penarikan ... VI-18 6.4. Format Kanban Perintah Produksi ... VI-18 6.5. Kanban Perintah Produksi... VI-19 6.6. Precedence Diagram ... VI-19 6.7. Future State Map PT. Baja Pertiwi Industri ... VI-30


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Tugas dan Tanggung Jawab Pemegang Jabatan di PT. BajaPertiwi

Industri ... L-1 2. Data Spesifikasi Mesin PT Baja Pertiwi Industri ... L-4 3. Pengujian Data Waktu (Cycle Time) ... L-8 4. Tabel Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh ... L-19 5. Tabel Distribusi F ... L-26

6. Form Tugas Akhir... L-27

7. SK Tugas Sarjana ... L-28 8. Surat Penjajakan ... L-29 9. Surat Balasan ... L-30 10. Lembar Asistensi ... L-31


(19)

ABSTRAK

Perusahaan Baja Pertiwi Industri merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan baja. Produk yang dihasilkan adalah sparepart dari peralatan di pabrik kelapa sawit seperti roda lorry, roda transfer carriage, screw,

jaw, parang tanduk, mesin pompa dan sebagainya. Bahan baku diperoleh dari supplier barang bekas yang bahan dasarnya stainless dan besi. Selama ini

perusahaan menggunakan sistem make to order, jadi produksinya adalah berdasarkan pesanan. Dengan demikian perusahaan sangat bergantung kepada pelanggan. Dalam menjalankan kegiatan produksinya, PT Baja Pertiwi Industri mengalami permasalahan yaitu adanya waste pada bagian produksi yang dalam hal ini pada pemenuhan order roda lorry antara lain waktu menunggu, transportasi dan

stock. Perusahaan perlu mengatasi pemborosan yang terjadi sehingga production lead time menjadi lebih pendek.

Penggunaan value stream mapping dapat membantu untuk mengidentifikasi terjadinya waste (tujuh jenis waste antara lain overproduction, waiting,

transportation, inappropriate processing, unnecessary inventory, unnecessary motion, defect)selama proses produksi berlangsung. Value stream mapping adalah

alat bantu untuk memetakan nilai selama proses produksi untuk setiap aktivitas yang terjadi sehingga dapat diketahui aktivitas mana yang dapat memberikan nilai tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah, dengan kata lain mengidentifikasi pemborosan yang terjadi selama proses produksi sehingga dapat diambil langkah untuk mengurangi pemborosan tersebut. Pemborosan yang menjadi perhatian adalah waktu menunggu antar proses yang panjang yang dapat pada current state

map. Setelah dicari akar permasalahan dengan menggunakan tool 5 why diperoleh

bahwa yang menjadi akar permasalahan adalah ketidakseimbangan lintasan produksi. Beberapa usulan perbaikan untuk membuat future state map kemudian diberikan antara lain penerpaan prinsip 5S, kanban, dan penyeimbangan lintasan dengan menggunakan metode Kilbridge Wester. Dengan dilakukannya perbaikan diperoleh pengurangan production lead time sebanyak 3825.57 menit ataupun 53.60%.

Keyword : value stream mapping, waste, waktu menunggu, 5S, kanban, line


(20)

ABSTRAK

Perusahaan Baja Pertiwi Industri merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan baja. Produk yang dihasilkan adalah sparepart dari peralatan di pabrik kelapa sawit seperti roda lorry, roda transfer carriage, screw,

jaw, parang tanduk, mesin pompa dan sebagainya. Bahan baku diperoleh dari supplier barang bekas yang bahan dasarnya stainless dan besi. Selama ini

perusahaan menggunakan sistem make to order, jadi produksinya adalah berdasarkan pesanan. Dengan demikian perusahaan sangat bergantung kepada pelanggan. Dalam menjalankan kegiatan produksinya, PT Baja Pertiwi Industri mengalami permasalahan yaitu adanya waste pada bagian produksi yang dalam hal ini pada pemenuhan order roda lorry antara lain waktu menunggu, transportasi dan

stock. Perusahaan perlu mengatasi pemborosan yang terjadi sehingga production lead time menjadi lebih pendek.

Penggunaan value stream mapping dapat membantu untuk mengidentifikasi terjadinya waste (tujuh jenis waste antara lain overproduction, waiting,

transportation, inappropriate processing, unnecessary inventory, unnecessary motion, defect)selama proses produksi berlangsung. Value stream mapping adalah

alat bantu untuk memetakan nilai selama proses produksi untuk setiap aktivitas yang terjadi sehingga dapat diketahui aktivitas mana yang dapat memberikan nilai tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah, dengan kata lain mengidentifikasi pemborosan yang terjadi selama proses produksi sehingga dapat diambil langkah untuk mengurangi pemborosan tersebut. Pemborosan yang menjadi perhatian adalah waktu menunggu antar proses yang panjang yang dapat pada current state

map. Setelah dicari akar permasalahan dengan menggunakan tool 5 why diperoleh

bahwa yang menjadi akar permasalahan adalah ketidakseimbangan lintasan produksi. Beberapa usulan perbaikan untuk membuat future state map kemudian diberikan antara lain penerpaan prinsip 5S, kanban, dan penyeimbangan lintasan dengan menggunakan metode Kilbridge Wester. Dengan dilakukannya perbaikan diperoleh pengurangan production lead time sebanyak 3825.57 menit ataupun 53.60%.

Keyword : value stream mapping, waste, waktu menunggu, 5S, kanban, line


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

1

Perusahaan Baja Pertiwi Industri merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan baja. Produk yang dihasilkan adalah sparepart dari peralatan di pabrik kelapa sawit seperti roda lorry, roda transfer carriage, screw, Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep perampingan atau efisiensi. Konsep lean thinking ini dapat diaplikasikan pada perusahaan manufaktur maupun jasa, karena pada dasarnya efisiensi selalu menjadi target yang ingin dicapai oleh semua perusahaan. Untuk dapat mengaplikasikan konsep lean thinking pada perusahaan, baik itu perusahaan jasa ataupun manufaktur, maka perusahaan harus mampu untuk mengidentifikasi kebutuhan dari konsumen, dan apa yang dipentingkan oleh konsumen. Pendekatan ini merupakan filosofi dasar untuk mengoptimalkan performansi sistem manufaktur.

Menurut Liker (2006) Toyota telah mengidentifikasikan tujuh jenis aktivitas utama yang tidak memiliki nilai tambah dalam bisinis maupun proses manufaktur antara lain produksi berlebihan, waktu menunggu, transportasi, persediaan berlebih, gerakan yang tidak perlu dan produk cacat. Seluruh kegiatan tersebut merupakan pemborosan (waste) yang dapat memperpanjang production lead time.

1


(22)

jaw, parang tanduk, mesin pompa dan sebagainya. Bahan baku diperoleh dari supplier barang bekas yang bahan dasarnya stainless dan besi. Selama ini

perusahaan menggunakan sistem make to order, jadi produksinya adalah berdasarkan pesanan. Dengan demikian perusahaan sangat bergantung kepada pelanggan. Karena itu kinerja perusahaan dalam memberikan supply produk pada pelanggan harus dioptimalkan. Adapun yang menjadi pelanggan dari PT Baja Pertiwi Industri adalah Pabrik-pabrik kelapa sawit yang berdomisili di daerah Sumatera Utara.

Produk yang memiliki pemenuhan order terbanyak adalah roda lorry yaitu mencapai 23% dari jumlah produk yang dihasilkan dalam setiap bulannya. Proses produksi dari roda lorry terdiri dari proses peleburan baja, penuangan cairan baja ke dalam cetakan pasir, pembongkaran, pembubutan, pemotongan dan pembubutan

ash, pengecatan dan pengepressan. Sepanjang proses produksi tersebut terjadi

waktu menunggu yang dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Waktu Menunggu pada Proses Produksi Roda Lorry

No Kegiatan Waktu Menunggu (Menit)

1 Cetakan pasir (cup dan drag) di stasiun pencetakan 180

2 Corong di stasiun pencetakan 180

3 Bahan baku di stasiun peleburan 40

4 Cetakan yang telah didinginkan di stasiun pembongkaran


(23)

Tabel 1.1. Waktu Menunggu pada Proses……(Lanjutan)

No Kegiatan Waktu Menunggu (Menit)

5 Calon produk di stasiun pembersihan 30

6 Roda lorry di stasiun pembubutan 120

7 Roda lorry distasiun pendempulan dan pengecatan 960

8 Roda lorry di stasiun pengepressan 480

9 Ash distasiun pemotongan 60

10 Ash dstasiun pembubutan 480

11 Ash distasiun pengepressan 4

Sumber: PT. Baja Pertiwi Industri

Selain itu transportasi yang terjadi pada proses produksi roda lorry sering terjadi karena stasiun kerja disusun berdasarkan jenis layout by process dan perusahaan dalam menjaga ketersediaan barang senantiasa melakukan stock dalam bentuk calon produk (work in process).

Penelitian dengan menggunakan pendekatan lean telah banyak dilakukan dalam rangka mereduksi waste. Sri Hartini dkk pada tahun 2009 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pemborosan Perusahaan Mebel dengan

Pendekatan Lean Manufacturing (Studi Kasus PT X)”. Pada penelitian ini

mengelompokkan aktivitas kedalam tiga bagian yaitu value added, non value

added, necessary non value added. Hasil penelitian ini adalah value stream mapping (VSM) perusahaan yang meliputi aliran material dan informasi. Dari VSM

diketahui peta aktivitas-aktivitas dilantai pabrik yang mendominasi. Dari FMEA diketahui nilai RPM (Risk Priority Number) terbesar pada aktivitas yang berhubungan dengan jig. Untuk mereduksi pemborosan (waste) dilakukan manajemen jig dengan baik. Selain itu penelitian dengan pendekatan yang sama


(24)

dilakukan oleh Marcy Lolita dan Wilma Latuny dari Universitas Pattimura Ambon dengan judul “Implementasi Konsep Lean Thinking untuk Menganalisis Order

Fullfilment Process” yaitu dengan menyebarkan kuisioner waste workshop untuk

mengidentifikasi jenis waste. Tools yang digunakan untuk menganalisa waste tersebut adalah root cause analysis (RCA). Dari hasil simulasi diperoleh peningkatan output sebesar 6872 buah aquarium dengan penambahan 1 mesin

cutting glass dan 4 operator, 1 mesin bending dan 1 orang operator, 1 mesin corner

dan 1 orang operator.

Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengidentifikasi dan mereduksi waste pada proses produksi agar perusahaan dapat menghemat sumber daya bahan baku, waktu dan energi sehingga terjadi peningkatan efisiensi dengan menggunakan pendekatan lean. Adapun tools yang digunakan dalam penelitian ini adalah value stream mapping yang akan memberikan gambaran jelas mengenai proses produksi perusahaan. Saran perbaikan untuk mengurangi waste diharapkan dapat memperbaiki kinerja perusahaan.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah pemborosan yang terjadi pada lantai produksi yang mengakibatkan panjangnya production lead time. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya perbaikan untuk mereduksi pemborosan tersebut.


(25)

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian adalah untuk mengeliminasi waste yang terjadi pada bagian produksi PT Baja Pertiwi Industri dan memberikan masukan kepada perusahaan untuk mengurangi pemborosan (waste) dalam rangka meningkatkan produktivitas perusahaan.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan konsep lean thinking yang digunakan untuk mereduksi waste

2. Menjadi sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis yang terjadi dengan menggunakan konsep lean thinking.

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi

Penelitian dilakukan dalam batasan-batasan tertentu, antara lain:

1. Waste yang diamati adalah 7 macam waste yang didefinisikan Shigeo Shingo

yaitu produksi berlebihan (overproduction), menunggu (waiting), transportasi (transportation), proses yang tidak tepat (inappropriate processing), persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory), gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion), kecacatan (defect).

2. Pengamatan yang dilakukan adalah pada proses pemenuhan order produk roda

lorry yang merupakan produk dengan permintaan terbanyak dari konsumen.

3. Pengujian waktu hanya digunakan untuk data waktu proses produk sedangkan data waktu lainnya diambil dari data histori perusahaan.


(26)

4. Tahapan penelitian yang dilakukan hanya sampai pada perancangan strategi perbaikan.

5. Didalam penelitian ini tidak dilakukan perhitungan biaya.

Sedangkan asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Proses produksi berlangsung normal

2. Tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian masing-masing sebesar 95% dan 5%.

3. Tidak terjadi perubahan proses produksi selama penelitian berlangsung.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Untuk mempermudah dalam memahami sistematika penulisan tugas sarjana ini disajikan dalam beberapa bab. Pada bab I (pendahuluan) dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi yang digunakan serta sistematika penulisan tugas akhir. Pada bab II (gambaran umum perusahaan) diuraikan mengenai sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, struktur organisasi dan manajemen, dan proses produksi yang terjadi di perusahaan.

Pada bab III diuraikan mengenai kerangka teoritis yang berisikan teori-teori yang mendukung permasalahan dan analisis pemecahan masalah, antara lain konsep

lean manufacturing, value stream mapping, 5S, kanban, line balancing dan studi


(27)

penelitian, rancangan penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, instrument penelitian, pengolahan data, analisis data dan pelaksanaan penelitian.

Bab V (pengumpulan dan pengolahan data) adalah bab yang memuat data yang digunakan dalam penelitian yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan antara lain urutan proses produksi, waktu siklus, data permintaan 1 tahun terakhir dari roda lorry, serta data mengenai mesin seperti data change over time, uptime, dan jumlah operator. Dengan menggunakan data tersebut dilakukan pengolahan data yaitu untuk memperoleh waktu siklus yang digunakan dalam current state map, peramalan permintaan untuk mengetahui takt

time yang digunakan untuk mengetahui seberapa sering suatu produk diproduksi

untuk memenuhi permintaan konsumen. Pada bab VI (analisis pemecahan masalah) diuraikan analisis dan pembahasan mengenai hasil dari pengolahan data yaitu dengan menganalisis pemborosan yang terjadi selama proses produksi yang diperoleh dari current state map kemudian dilakukan perbaikan terhadap proses produksi saat ini dengan mengupayakan mengurangi pemborosan yang terjadi dengan menggunakan beberapa metode yang sesuai dengan akar permasalahan penyebab terjadinya pemborosan pada proses produksi.

Bab terakhir yaitu bab VII (kesimpulan dan saran) berisikan mengenai kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini serta rekomnedasi saran-saran yang diperlukan bagi perusahaan.


(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Baja Pertiwi Industri didirikan pada tahun 1983 oleh Sudirman. PT. Baja Pertiwi Industri merupakan badan usaha yang merupakan badan usaha yang bergerak dalam bidang pelayanan kebutuhan spare part dalam pembangunan jalan raya, yang pada akhirnya berubah menjadi perusahaan pengecoran. Pendirian PT. Baja Pertiwi Industri dilatarbelakangi dengan adanya permintaan akan spare part dimana dalam usaha pemenuhannya sangat sulit dan dengan kualitas yang kurang memuaskan sehingga diputuskan untuk mendirikan PT. Baja Pertiwi Industri.

Pada awalnya PT. Baja Pertiwi Industri menghasilkan produk hanya untuk memenuhi kebutuhan perusahaannya sendiri. Tetapi seiring dengan banyaknya permintaan konsumen terhadap spare part yang dihasilkan maka perusahaan memutuskan memproduksi untuk perusahaan lain yang membutuhkan. Barang yang diproduksi sesuai permintaan konsumen atau dengan kata lain job order.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Baja Pertiwi Industri merupakan badan usaha yang bergerak di bidang

manufacturing spare part. Spare part yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan

pada perkebunan kelapa sawit, spare part kereta api, pompa air dan pompa minyak. Dalam hal ini, PT. Baja Pertiwi Industri akan memproduksi barang sesuai dengan pesanan dari konsumennya.


(29)

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. Baja Pertiwi Industri beralamat di Jln, Sisingamangaraja No. 62B, KM 7,5 Medan-Tanjung Morawa.

2.4. Daerah Pemasaran

Produk yang paling banyak dipesan oleh pelanggan adalah spare part untuk perusahaan kelapa sawit, di antaranya loda lorry. Perusahaan ini memberikan harga produk yang lebih murah dibanding dengan perusahaan pesaing, yang mengakibatkan tingginya permintaan pada perusahaan ini. Sistem produksi make to

order yang diterapkan oleh perusahaan ini membuat konsumen dapat menentukan

spesifikasi yang diinginkan sehingga sesuai dengan kebutuhan.

2.5. Organisasi dan Manajemen 2.5.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi PT. Baja Pertiwi Industri berbentuk fungsional. Untuk gambaran struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(30)

Director

Manager

Human Resource

Coordinator Shift Coordinator

Financial Coordinator

Head of Marketing Head of Cost Production Head of

Laboratory Maintance

Foreman Production

Foreman Daily

Security Office

Administration

Sumber: PT. Baja Pertiwi Industri


(31)

2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Bardasarkan struktur organisasi di atas, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari setiap pemegang jabatan di PT. Baja Pertiwi Industri dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja 2.5.3.1. Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan sumber daya yang paling menentukan bagi perusahaan karena pada prinsipnya sumber daya manusia bagian integral dari unsur-unsur manajemen. Setiap jabatan atau pekerjaan memerlukan persyaratan minimal dari personil yang menjabatnya. Persyaratan ini harus dipenuhi agar setiap tugas dalam jabatan atau pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

PT. Baja Pertiwi Industri memiliki jumlah tenaga kerja 104 orang, dimana tenaga kerja yang ada pada umumnya lulusan SMP, SMA dan SMK, dengan pendistribusian ketenagakerjaan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Alokasi Tenaga Kerja

Tenaga Kerja Jumlah

1. Direktur utama 1

2. Manajer 1

3. Kepala bagian personalia 1

4. Kepala bagian pabrik 1

5. Kepala bagian keuangan 1

6. Bagian administrasi 2

7. Bagian keamanan 4

8. Bagian kebersihan 4

9. Bagian produksi

a. Bagian membuat pola 4


(32)

Tabel 2.1. Alokasi Tenaga Kerja (Lanjutan)

Tenaga Kerja Jumlah

c. Bagian peleburan 3

d. Bagian penuangan 4

e. Bagian finishing 7

f. Bagian gerinda 6

g. Bagian bongkar muat bahan baku 6

h. Bagian sunblasting 8

i. Bagian pembubutan 14

j. Bagian pembongkaran 6

k.Bagian scrap 1

l. Bagian bor 2

10. Bagian perawatan 5

11. Bagian QC 6

12. Bagian pembelian dan penjualan 2

13. Bagian biaya produksi dan umum 2

Total 105

Sumber: PT. Baja Pertiwi Industri

2.5.3.2. Jam Kerja

PT. Baja Pertiwi Industri menetapkan hari kerja efektifnya dimulai dari hari senin hingga sabtu dengan jam kerja yang sebanyak delapan jam per hari. Jam kerja yang ada pada PT. Baja Pertiwi Industri sebagai berikut:

1. Bagian produksi

a. Hari Senin sampai Kamis

Kerja aktif : 08.00 – 12.00 WIB Istirahat : 12.00 – 13.00 WIB Kerja aktif : 13.00 – 16.00 WIB b. Hari Jumat

Kerja aktif : 08.00 – 12.00 WIB Istirahat : 12.00 – 14.00 WIB


(33)

Kerja aktif : 14.00 – 16.00 WIB c. Hari Sabtu

Kerja aktif : 08.00 – 12.00 WIB Istirahat : 12.00 – 13.00 WIB Kerja aktif : 13.00 – 16.00 WIB

2. Bagian personalia, administrasi dan kesekretariatan Senin sampai Sabtu

Kerja aktif : 08.00 – 12.00 WIB

Istirahat : 12.00 – 13.00 WIB

Kerja aktif : 13.00 – 16.00 WIB 3. Bagian security

Senin sampai Sabtu

Kerja aktif : 08.00 – 12.00 WIB

Istirahat : 12.00 – 13.00 WIB

Kerja aktif : 13.00 – 17.00 WIB

2.5.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

PT. Baja Pertiwi Industri menggunakan sistem pengupahan harian, dan akan diterima karyawan pada akhir bulan. Karyawan PT. Baja Pertiwi Industri didaftarkan sebagai anggota JAMSOSTEK, dimana jaminan sosial tersebut adalah salah satu bentuk layanan kesejahteraan sosial yang diberikan kepada setiap anggota yang membutuhkan.


(34)

Apabila karyawan tidak masuk kerja selama beberapa hari tanpa alasan yang jelas, maka perusahaan akan memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apabila karyawan bekerja melebihi jam normal, pihak perusahaan memberikan upah lembur. Lembur yang dilakukan di perusahaan ini biasanya jam 16.00-17.00 dengan upah lembur per jam adalah Rp. 10.000.

Karyawan yang bekerja di atas lima tahun akan diberikan fasilitas lainnya berupa baju atau seragam dan sepatu kerja.

2.6. Proses Produksi

Proses produksi didefinisikan sebagai suatu cara, metode dan teknik-teknik mengubah sumber atau input menjadi hasil atau output, sehingga hasil yang berupa barang atau jasa serta hasil sampingannya memiliki nilai tambah atau nilai guna yang berarti. Pengolahan atau pengubahan pada proses tersebut dapat terjadi secara fisik maupun nonfisik yang berupa bentuk, dimensi, serta sifat.

2.6.1. Bahan yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam melakukan proses produksi mencacup tiga hal, yaitu bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan.

2.6.1.1. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama dalam proses produksi dimana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan, yang langsung ikut dalam proses produksi. Bahan baku memiliki komposisi atau persentase yang besar pada


(35)

produk akhit dibandingkan dengan bahan-bahan yang lain. Adapun bahan baku yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Scrap atau potongan besi

Potongan besi merupakan bahan utama pembuat spare part pada perusahaan kelapa sawit, misalnya pembuatan lorry, screw dan lain-lain.

2. Scrap atau potongan baja

Potongan baja merupakan bahan utama dalam pembuatan komponen alat pembuat jalan, ataupun komponen yang digunakan oleh kereta api, di antaranya jaw, tip, liner, dan lain-lain.

3. Scrap atau potongan stainless

Potongan stainless digunakan untuk pembuatan komponen pompa, baik pompa air maupun pompa minyak.

2.6.1.2. Bahan Penolong

Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan selama proses produksi dengan tujuan membantu memperlancar proses produksi. Bahan ini tidak terlihat pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan dalam pembutan produk pada perusahaan ini terdiri atas:

1. Pasir merupakan bahan utama dalam pembuatan cetakan.

2. Air digunakan untuk mempertinggi keliatan pasir cetak sehingga pasir cetak mudah dibentuk.


(36)

3. Bentonit digunakan sebagai untuk membentuk pasir cetak, dimana bentonit akan dicampur dengan pasir. Bentonit berfungsi untuk memadatkan pasir cetak.

4. Pasir silika digunakan untuk menjaga bagian drag dan bagian cup agar tidak lengket.

5. Water glass digunakan sebagai campuran pasir silika untuk bahan pembuat

inti.

6. Molasses (Gula tetes) digunakan sebagai campuran pasir silika untuk bahan pembuat inti.

7. Grafit digunakan untuk memperhalus permukaan cetakan.

8. Kayu jelutung merupakan bahan yang digunakan untuk pembuatan mal.

9. Slack digunakan untuk menjaga suhu agar tetap stabil pada waktu penuangan,

dan untuk mengikat kotoran-kotoran kecil pada saat peleburan bahan.

10.Batu gamping berfungsi untuk meningkatkan suhu dan membantu pembakaran arang.

11.Arang kayu digunakan sebagai bahan bakar.

2.6.1.3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam proses pembuatan produk untuk membantu peningkatan mutu produk. Bahan tambahan dapat dilihat pada produk akhir. Adapun bahan tambahan yang digunakan dalam pembutan produk ini adalah sebagai berikut:


(37)

a. Cat digunakan untuk memberikan warna kepada produk sesuai dengan permintaan konsumen. Hal ini dilakukan untuk menambah nilai jual dari produk tersebut.

b. Silikon berfungsi agar produk menjadi lebih ulet.

c. Slack remover berfungsi untuk mengikat kotoran pada saat peleburan.

d. Aluminium merupakan bahan yang digunakan untuk menetralkan suhu agar bahan leburan tidak keluar dari dapur induksi.

e. Mangan, Crom berfungsi untuk mengeraskan bahan, yang dicampurkan dalam pembuatan alat-alat berat, misalnya dalam peleburan jaw.

2.6.2. Uraian Proses

Uraian proses untuk pembentukan produk secara umum dapat dilihat pada uraian berikut ini:

1. Penerimaan bahan baku

Scrap didatangkan dengan menggunakan dump truck dan diletakkan di

tempat penumpukan. Pemindahan bahan baku ke lokasi peleburan dilakukan secara manual dengan menggunakan lorry atau hoist crane. Sebagian bahan baku ditumpuk di sebelah dapur peleburan untuk proses peleburan. Sebelum

scrap dimasukkan ke dalam dapur induksi, scrap harus dipilih dengan

syarat-syarat sebagai berikut:

a. Bahan baku harus kering dari oli ataupun air. Hal ini digunakan untuk mencegah ledakan pada dapur peleburan.


(38)

b. Bahan baku tidak mengandung karat (Fe2O3), karena karat mengandung oksigen yang dapat menyebabkan pengikatan karbon pada waktu dilebur sehingga dapat menurunkan kadar karbon cairan logam. Untuk menjaga kestabilan kadar karbon maka diusahakan scrap yang mengandung banyak karbon dicampur dengan scrap yang mengandung sedikit karbon.

c. Scrap yang bentuknya terlalu besar atau panjang akan dipotong terlebih

dahulu agar tidak susah saat dimasukkan ke dalam dapur peleburan. 2. Proses peleburan

Proses peleburan (melting) adalah proses untuk mencairkan bahan baku serta campuran lainnya. Dapur yang digunakan oleh PT. Baja Pertiwi Industri adalah dapur listrik induksi kurs yang bervolume 800 ton dan 1000 ton.

3. Penuangan

Besi cair hasil peleburan dituangkan terlebih dahulu terhadap ladel yang digerakkan dengan menggunakan hoist crane dan bantuan operator untuk dibawa ke daerah pencetakan. Bahan cair yang akan dituang diusahakan pada temperature 13000C – 14000C dan kecepatan penuangan yang sesuai untuk menghindari cacat produk. Setelah leburan besi dituangkan ke dalam cetakan, didiamkan terlebih dahulu hingga 3 jam untuk mengalami proses pendinginan. Apabila leburan tersebut dingin, cetakan dibawa ke bagian pembongkaran. Adapun proses pembuatan cetakan dapat dilihat pada uraian berikut ini:


(39)

Bahan tersebut meliputi bahan dasar dan bahan pengikat. Bahan dasar merupakan substansi yang tidak dapat mengikat satu dengan yang lain, tahan api dan terdiri dari butiran-butiran dengan pembagiannya mengikuti analisa tertentu. Bahan dasar yang digunakan adalah pasir kuarsa (SiO2). Sedangkan bahan pengikat yang digunakan adalah water

glass atau tetes gula. Tetes gula digunakan untuk membuat part yang

dibutuhkan perusahaan, sedangkan untuk konsumen digunakan water

glass. Hal ini dilakukan karena harga water glass lebih murah daripada

tetes gula. b. Pengadukan pasir

Pasir dari penumpukan dimasukkan ke dalam mesin pengaduk pasir dengan menggunakan sekop. Pasir diangkat dengan crane ke dalam mesin penggilingan. Mesin penggilingan ini akan berputar dan memecah pasir yang masih berupa gumpalan-gumpalan. Pasir yang telah digiling diayak dengan menggunakan pengayak getar. Pasir dimasukkan ke dalam bak penampung pasir. Pasir yang akan segera digunakan membuat cetakan dimasukkan ke dalam mixer untuk diaduk secara merata dengan

water glass dan air. Proses pengadukan ini terjadi selama 15-20 menit.

c. Pembuatan cetakan

Cetakan terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas (cup) dan bagian bawah (drag). Cetakan ini terbuat dari kayu jelutung. Cetakan tersebut akan diisi dengan pasir yang telah digiling. Pada cetakan bagian atas dibuat saluran tempat mengalirkan logam cair dengan cara menempatkan pipa saluran di


(40)

bagian tertentu. Setelah pasir padat memenuhi tempat cetakan, cetakan tersebut dibalikkan. Mal diletakkan di cetakan bagian bawah kemudian ditutupi dengan pasir dan dipadatkan. Mal dikelurkan dari kayu tempat cetakan dan kemudian gas CO2 disemprotkan pada lubang-lubang tertentu pada cetakan pasir agar pasir cetak lebih kuat dan kokoh.

4. Pembongkaran

Pembongkaran yang dimasukkan adalah pemisahan calon produk dari cetakan pasir. Hasil dari penuangan dibawa ke bagian pembongkaran dengan troli dan dibongkar dengan mesin pembongkar. Setelah sebagian besar pasir cetakan terlepas dari produk, maka produk dibawa ke bagian pembersihan untuk melepaskan pasir-pasir yang masih melekat pada produk yang tidak dapat terlepas dengan menggunakan mesin pembongkar.

5. Pembersihan

Pada bagian pembersihan ini, pasir yang masih melekat pada produk di bagian pembongkaran dibersihkan dari seluruh permukaan produk. Produk dimasukkan ke dalam mesin pembersihan (sand blasting) dengan menggunakan troli. Setelah produk bersih, produk dikeluarkan dari mesin pembersihan dibawa ke bagian penggerindaan.

6. Penggerindaan

Penggerindaan merupakan proses perautan, perataan dan penghalusan material. Proses penggerindaan dilakukan dengan mesin gerinda yang kerjanya bergerak secara kontinu terhadap benda. Produk diangkat dan diletakkan pada mesin gerinda dan dikaitkan dengan baut agar produk tidak


(41)

bergerak saat dilakukan penggerindaan. Mesin gerinda dihidupkan dan roda gerinda akan berputar, dan operator akan mengarahkan ke permukaan tertentu.

7. Pembubutan

Proses pembubutan adalah proses pengikisan atau pemotongan benda kerja yang dilakukan dengan memutar benda kerja dan pisau pahat yang terbuat dari baja akan mengikis permukaan benda sesuai dengan yang diinginkan. Benda kerja diletakkan pada dudukan dan dikaitkan dengan menggunakan baut agar posisi benda kerja tidak berubah saat dilakukan pembubutan. Benda kerja diukur terlebih dahulu untuk menentukan ketebalan permukaan yang akan dibuat. Kemudian benda kerja diputar perlahan-lahan dengan panel kendali. Lalu mata pahat didekatkan sampai mengikis benda kerja sesuai dengan ketebalan yang diinginkan. Jika proses benda kerja sudah memenuhi ukuran yang ditentukan, maka kegiatan pembubutan selesai.

8. Pengecatan

Proses pengecatan dilakukan untuk melindungi produk dari korosi serta memberikan warna yang lebih menarik terhadap produk. Proses pengecatan dilakukan dengan bantuan kuas dan alat semprot. Setelah produk dicat, maka produk tersebut dikeringkan untuk beberapa saat.


(42)

2.7. Mesin dan Peralatan 2.7.1. Mesin

Adapun mesin yang digunakan pada PT. Baja Pertiwi Industri adalah sebagai berikut:

1. Mesin Bubut

Mesin bubut adalah mesin perkakas yang mempunyai gerakan utama berputar. Benda kerja diputar terhadap pahat pemotong sehingga benda kerja tersayat dalam bentuk bram/chips. Gerak jalan dilakukan oleh pahat yang dijepit pada tool post. Salah satu ujung benda kerja dijepit pada pelat cekam yang berada pada kepala tetap sedang ujung lain dari benda kerja ditumpu pada senter dari kepala lepas. Mesin bubut biasanya digunakan untuk mengerjakan benda-benda yang sentris tetapi disamping itu digunakan juga untuk meratakan permukaan datar, menggurdi (membuat lubang), memperbesar lubang (boring) dan lain-lain.

2. Mesin Bor

Mesin bor berfungsi untuk melubangi benda kerja 3. Mesin Gerinda

Mesin gerinda adalah mesin yang mampu meratakan permukaan dan penghalusan permukaan yang kasar. Cara kerja mesin gerinda adalah perputaran yang terjadi pada dengan kecepatan yang tinggi, dimana fungsi putaran batu gerinda tersebut mampu menghaluskan permukaan yang kasar. 4. Mesin Potong (Hack saw machine)


(43)

5. Mesin Press

Menyambung antara satu benda kerja dengan benda kerja lainnya 6. Mesin Pembersih (Sand blasting)

Mesin pembersih merupakan mesin yang digunakan untuk membersihkan pasir dan leburan yang masih melekat pada benda kerja.

7. Oven

Oven digunakan untuk mengeraskan benda atau produk. Produk yang

dikeraskan hanya produk tertentu saja, misalnya jaw, screw, tip, tapak saw. 8. Mesin Dapur Induksi Listrik

Meleburkan besi hancuran dan sisa tuangan

2.7.2. Peralatan

Adapun mesin yang digunakan pada PT. Baja Pertiwi Industri adalah sebagai berikut:

1. Hoist Crane

Hoist crane digunakan untuk memindahkan barang dari satu tempat ke

tempat yang lain. Biasanya digunakan untuk benda yang berat.

2. Multistick

Multistick digunakan untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat

lain dengan cara menarik atau mendorong alat tersebut oleh operator.

3. Vernier Caliper

Vernier Caliper adalah alat yang digunakan untuk mengukur benda kerja


(44)

4. Flens

Flens adalah alat yang digunakan untuk mengunci batu gerinda pada poros

mesin gerinda. 5. Batu Gerinda

Batu gerinda adalah alat potong yang dipasang pada mesin gerinda yang dijepit pada flens.

6. Drill Chuck

Drill chuck merupakan alat bantu yang digunakan untuk mencekam mata bor

saat melakukan pengeboran.

7. Lathe Centre

Lathe centre adalah alat bantu yang digunakan untuk menahan benda kerja

yang panjang pada saat pembubutan.

8. Dial Indicator

Dial indicator adalah alat bantu yang digunakan untuk mengukur kerataan

dan kesejajaran benda kerja maupun alat yang digunakan. Ketelitian dari pekerjaan ini tergantung pada penggunaan alat ini.

9. Meteran

Meteran digunakan untuk mengukur benda kerja apakah sesuai dengan spesifikasi atau tidak. Selain itu meteran ini juga digunakan mengukur mal yang digunakan apakah sudah sesuai atau tidak.

10. Mata Pisau

Mata pisau digunakan sebagai alat untuk memakan benda kerja. 11. Pengait


(45)

Pengait digunakan untuk mengambil scrap dari mesin tersebut supaya tidak menganggu pekerjaan mesin. Selain itu pengait juga digunakan untuk mengangkat kotoran-kotoran pada dapur peleburan.

12. Kertas Pasir


(46)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Konsep Lean 3.1.1. Defenisi Lean

2

Defenisi berdasarkan kamus bahasa Inggris diartikan sebagai perampingan, ataupun sesuatu yang tidak sesuai dengan proporsi dasarnya. Dalam bukunya

Lean Thinking, James Womack dan Daniel Jones mendefinisikan lean manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah:

mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream, membuatnya “mengalir”, “ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk mencapai yang terbaik. Untuk menjadi perusahaan manufaktur yang lean diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one-piece flow), suatu sistem “tarik” yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat, dan suatu budaya dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus.

3

2

Likert, J. K. 2006. The Toyota Way. Jakarta: Penerbit Erlangga

Tujuan utama dari implementasi lean adalah untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi waste dari suatu stasiun kerja. Eliminasi waste dilakukan

3


(47)

dengan mengidentifikasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah terhadap konsumen karena aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dapat menambah waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan pada akhirnya akan mengurangi produktivitas dari tiga faktor produksi yang mempengaruhi efisiensi proses antara lain pekerja, peralatan, dan fasilitas. 4

1. Identifikasi apa yang memberikan nilai dan apa yang tidak dilihat dari sudut pandang pelanggan dan bukan dari perspektif organisasi, fungsi dan departemen.

Lean pada awalnya merupakan terminologi yang digunakan untuk

mendeskripsikan pendekatan yang dilakukan di industri otomotif Jepang yaitu Toyota untuk membedakannya dengan pendekatan produksi massal yang ada di Barat. Pendekatan lean yang diterapkan di pabrik Toyota kemudian disarikan oleh Womack dan Jones dalam bukunya Lean Thinking menjadi lima prinsip berikut:

2. Identifikasi langkah-langkah yang diperlukan untuk merancang, memesan dan memproduksi produk di sepanjang aliran proses nilai tambah untuk menandai adanya pemborosan.

3. Buat kegiatan yang memberikan nilai tambah mengalir tanpa gangguan, berbalik atau menunggu.

4. Buatlah hanya yang diminta oleh pelanggan.

4


(48)

5. Berupayalah untuk sempurna dengan secara kontinyu mengurangi pemborosan.

3.1.2. Keunggulan dan Tujuan Pendekatan Lean

Pendekatan lean biasa dianggap sebagai perpanjangan dan kombinasi dari dua pendekatan terdahulu yaitu craft production dan mass production. Craft

production pada intinya adalah kegiatan produksi yang dilakukan dalam skala

yang sangat kecil. Karena tidak adanya kemampuan untuk menciptakan standar, tidak ada dua produk yang identik. Pada perusahaan yang beroperasi dengan model craft production, tenaga kerja biasanya terampil untuk membuat rancangan produk maupun memproduksi rancangan tersebut. Untuk mengakomodasikan kebutuhan produksi yang bervariasi, mesin-mesin dan alat produksi lainnya bersifat fleksibel dan bisa melakukan multifungsi.

Di sisi lain, mass production menekankan pentingnya jumlah output per satuan waktu dan variasi produk bukan merupakan isu yang penting. Pendekatan lean mengkombinasikan kedua pendekatan terdahulu tersebut. Fokus utamanya adalah efisiensi tanpa mengurangi efektivitas proses. Untuk mendukung tujuan ini tenaga kerja biasanya memiliki berbagai keahlian. Hirarki manajemen terpendek sehingga disamping biaya-biaya berkurang, juga terjadi penurunan waktu koordinasi serta peningkatan otonomi di level hirarki yang lebih rendah. Pendekatan lean juga menyadari bahwa penciptaan proses-proses yang efektif dan efisien juga berarti perusahaan harus melihat sumber-sumber pemborosan ke luar organisasi. Mengurangi jumlah defect


(49)

berarti mengajak supplier meningkatkan kualitas material yang dikirim serta mengajak perusahaan jasa pengiriman untuk menciptakan dan menerapkan standar kualitas pengiriman. Dengan demikain, pihak-pihak di luar organisasi ikut dirangkul untuk melakukan perbaiukan secara berkelanjutan.

Karena tantangan untuk melayani pelanggan yang semakin kritis dan siklus hidup produk yang semakin pendek, pendekatan lean juga didasari oleh prinsip fleksibilitas. Salah satu implikasinya, fasilitas produksi harus cukup fleksibel dan bisa melakukan multifungsi. Karakteristik pendekatan sistem produksi craft, massal dan lean dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Era yang Berbeda pada Industri Otomotif (Diadaptasi dari The Machine that Changed the World)

Craft Mass Lean

Tenaga Kerja Terampil membuat

rancangan produk dan mengoperasikan mesin. Spesialisasi tenaga kerja namun dimungkinkan

rotasi dari satu pekerjaan ke yang lain

Tim bersifat fleksibel, hirarki manajemen sedikit, setiap lapisan di jajaran organisasi punya tanggung jawab perbaikan

Organisasi Sangat

terdesentralisasi tetapi konsentrasi di satu kota.

Integrasi vertikal. Kegiatan

perancangan, teknik dan produksi ada di satu tempat.

Jaringan supplier dengan kemampuan

perancangan dan teknik. Perbaikan terjadi di sepanjang

supply chain.

Alat Peralatan multi fungsi (general purpose)

Mesin-mesin khusus (dedicated)

Multi fungsi.

Produk Volume produksi

sangat rendah dan tidak ada produk yang sama atau identik

Volume produksi tinggi, siklus hidup produk panjang.

Siklus hidup produk menurun.


(50)

Konsep lean merupakan konsep perampingan yang fokus utamanya adalah efisiensi tanpa mengurangi efektivitas proses. Mekong Capital’s mendefinisikan lean manufacturing yang disebut juga lean production sebagai sekumpulan alat dan metodologi yang mempunyai tujuan untuk mengeliminasi waste secara kontinyu dalam proses produksi. Keuntungan utama yang diperoleh adalah biaya produksi lebih rendah, output meningkat dan lead time produksi lebih pendek.

Secara lebih spesifik, beberapa tujuan lean production antara lain sebagai berikut :

1. Defects dan wastage

Mengurangi defect dan scrap yang tidak diperlukan, termasuk penggunaan

input bahan baku yang berlebihan, defect yang dapat dicegah, biaya yang

dihubungkan dengan pengulangan proses untuk item yang cacat, dan karakteristik produk yang tidak diperlukan dimana tidak sesuai dengan keinginan customer.

2. Cycle Time

Mengurangi manufacturing lead time dan waktu siklus produksi dengan mengurangi waktu tunggu antar proses.

3. Inventory Levels

Meminimumkan level inventory pada semua tahap produksi per bagian pada

work-in progress antar tahap pemrosesan. Inventory yang lebih rendah berarti

membutuhkan working capital yang lebih rendah juga.


(51)

Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dengan mengurangi waktu idle dari pekerja dan memastikan bahwa pekerja sedang melakukan pekerjaannya, mereka menggunakan usaha yang seproduktif mungkin dalam bekerja (tidak melakukan tugas yang tidak diperlukan atau gerakan yang tidak perlu).

5. Utilization of equipment and space

Penggunaan peralatan dan ruang manufacturing lebih efisien dengan mengeliminasi bottleneck dan memaksimumkan tingkat produksi dengan peralatan yang ada, meminimasi downtime mesin.

6. Flexibility

Mempunyai kemampuan untuk memproduksi produk lebih fleksibel dengan meminimumkan change over cost dan change over time.

7. Output

Mengurangi waktu siklus, meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengeliminasi bottleneck dan downtime mesin yang dapat dicapai, perusahaan dapat meningkatkan output secara significan dengan fasilitas yang ada.

3.1.3. Prinsip Utama Pendekatan Lean

Konsep Lean Thinking ini diprakarsai oleh sistem produksi Toyota di Jepang.

Lean dirintis di Jepang oleh Taichi Ohno dan Sensei Shigeo Shingo dimana

implementasi dari konsep ini didasarkan pada 5 prinsip utama (Hines dan Taylor, 2000) yaitu :


(52)

1. Specify value

Menentukan apa yang dapat memberikan nilai dari suatu produk atau pelayanan dilihat dari sudut pandang konsumen bukan dari sudut pandang perusahaan.

2. Identify whole value stream

Mengidentifikasikan tahapan-tahapan yang diperlukan, mulai dari proses desain, pemesanan, dan pembuatan produk berdasarkan keseluruhan value

stream untuk menemukan pemborosan yang tidak memiliki nilai tambah (non value adding waste).

3. Flow

Melakukan aktivitas yang dapat menciptakan suatu nilai tanpa adanya gangguan, proses rework, aliran balik, aktivitas menunggu (waiting) ataupun sisa produksi.

4. Pulled

Hanya membuat apa yang diinginkan oleh konsumen.

5. Perfection

Berusaha mencapai kesempurnaan dengan menghilangkan waste (pemborosan) secara bertahap dan berkelanjutan.

Untuk dapat menerapkan lean production, pemahaman tentang nilai yang didefinisikan oleh customer menjadi hal yang sangat fundamental. Hal yang pertama harus dilakukan adalah mengeliminasi atau mengurangi waste dari aktivitas-aktivitas dalam value stream, dimana customer tidak berkeinginan


(53)

untuk membayar aktivitas-aktivitas tersebut. Dalam konteks ini akan dibedakan aktivitas-aktivitas menjadi tiga yaitu:

1. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (non-value adding) dan bisa direduksi atau dihilangkan.

2. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah tapi perlu dilakukan (necessary

but non-value adding).

3. Aktivitas yang memang memberikan nilai tambah (value-adding).

Aktivitas produksi, yaitu mengubah bahan baku menjadi produk setengah jadi atau produk jadi adalah kegiatan yang memberikan nilai tambah. Nilai tambah tersebut harus dikaitkan dengan perspektif pelanggan. Artinya, perubahan bahan baku menjadi produk jadi adalah sesuatu yang punya nilai bagi pelanggan karena produk tersebut punya fungsi atau bisa dimanfaatkan oleh pelanggan. Kegiatan memindahkan material tidak memberikan nilai tambah namun sering kali tidak bisa dihilangkan kecuali dengan melakukan perombakan dramatis pada tata letak fasilitas produksi. Demikian halnya dengan kegiatan transportasi dan penyimpanan. Kedua kegiatan ini tidak memberikan nilai tambah namun sering kali harus dilakukan.5

5

Pujawan, I Nyoman. 2005. Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya

Pada lingkungan manufaktur atau logistik dimana yang dominan adalah aktivitas fisik, aktivitas non-value adding biasanya dominan. Secara umum menurut Hines dan Taylor (2000), rasio ketiga jenis aktivitas di atas adalah sebagai berikut:


(54)

1. 5% aktivitas yang memberikan nilai tambah.

2. 60% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (dan mungkin bisa dikurangi)

3. 35% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah namun perlu dilakukan. Untuk lingkungan jasa, secara umum ketimpangan antar tiga jenis aktivitas tersebut ternyata lebih besar lagi. Aktivitas yang memberikan nilai tambah hanya 1%, sedangkan dua yang berikutnya masing-masing 49% dan 50%. Ini menunjukkan bahwa sektor jasa, upaya penerapan konsep lean bisa berpotensi meningkatkan efisiensi atau mengurangi pemborosan secara dramatis.

3.1.4. Tujuh Tipe Pemborosan (Waste)

Prinsip utama dari pendekatan lean adalah pengurangan atau peniadaan pemborosan (waste). Menurut Sistem Produksi Toyota (TPS), ada tujuh hal yang dikategorikan sebagai pemborosan (waste) yaitu:

1. Produksi berlebihan (overproduction) 2. Menunggu (waiting)

3. Transportasi (transportation)

4. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) 5. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) 6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) 7. Kecacatan (defect)

Produksi berlebihan dianggap sebagai bentuk pemborosan yang paling serius karena berpotensi menurunkan kualitas dan produktivitas serta menutupi


(55)

berbagai masalah yang ada pada sistem produksi. Masalah kualitas bisa muncul disini karena dengan produksi berlebihan, karyawan akan sulit secara dini mendeteksi adanya kecacatan. Produksi berlebihan juga mengakibatkan pemakaian kapasitas tidak tepat sehingga produk yang seharusnya bisa dikerjakan lebih dini bisa tertunda penyelesaiannya. Ini senada dengan inventory yang berlebih. Inventory yang berlebih bisa dianggap topeng dari masalah yang ada. Mesin yang kurang handal, tingkat kecacatan yang tinggi, dan supplier yang sering terlambat mengirim bahan baku menjadi tidak begitu kentara apabila perusahaan memiliki berbagai macam persediaan secara berlebihan.

Kegiatan menunggu juga merupakan pemborosan. Suatu komponen dalam sistem produksi harus menunggu karena sudah dikerjakan di satu proses tetapi proses berikutnya belum siap karena operator/ mesin sibuk atau rusak. Kegiatan menunggu juga bisa dialami oleh tenaga kerja, misalnya menunggu komponen yang belum datang atau mesin yang masih diperbaiki.

Semua kegiatan transportasi sebenarnya bisa dikatakan pemborosan. Namun yang bisa dikurangi adalah transportasi berlebihan seperti double handling. Kegiatan transportasi berlebih berpotensi menimbulkan kecacatan atau penurunan kondisi produk. Begitu pula dengan gerakan-gerakan yang tidak perlu (unnecessary

motion). Ini sering diakibatkan karena rancangan peralatan yang kurang

ergonomis sehingga memaksa operator untuk melakukan gerakan-gerakan yang sebenarnya berlebihan.

Tujuh jenis pemborosan tersebut sedapat mungkin dikurangi secara terus-menerus sehingga tercipta sistem yang lean. Namun karena masing-masing


(56)

pemborosan tersebut berbeda karakteristiknya diperlukan pendekatan yang berbeda-beda pula untuk menguranginya. Namun secara keseluruhan pengurangan pemborosan tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mempelajari dan mengerti proses dan mengerti pemborosan apa yang dominan di masing-masing lokasi proses. Ini kemudian diikuti dengan identifikasi potensi perbaikan dan membuat apa yang dinamakan to be process, yakni konfigurasi proses yang diinginkan. Skala perubahan yang harus dilakukan tergantung pada perbedaan antara apa yang terjadi sekarang (as is) dan proses yang diinginkan (to be).

3.2. Penerapan Lean pada Berbagai Perusahaan Manufaktur

Proses mencegah dan menghilangkan pemborosan (waste) memiliki sejarah yang panjang, dan sejarah ini merupakan dasar dari filosofi dari lean. Pada kenyataannya telah banyak konsep yang muncul sekarang ini sebagai suatu kunci dari ditemukannya lean dan selama bertahun-tahun menjadi dasar untuk mengurangi pemborosan.

Perusahaan manufaktur Toyota merupakan perusahaan pertama yang menerapkan lean yaitu dengan menerapkan 14 prinsip manajemen dimana beberapa dari prinsip tersebut merupakan tools yang digunakan dalam pendekatan

lean seperti value stream, 5S, Kanban dan sebagainya. Dampak dari keberhasilan

Toyota didokumentasikan dengan baik. Perusahaan ini memiliki reputasi yang baik sebagai perusahaan yang unggul dalam hal kualitas, pengurangan biaya dan kendaraannya yang laku terjual di pasar.


(57)

Perusahaan terbesar di Jacksonville, Florida yaitu Naval Air Depot, tempat dimana pesawat terbang milik Angkatan Laut direparasi. Pesawat terbang harus diperiksa dengan menyeluruh secara berkala, dan sejumlah pesawat terbang yang memiliki kelemahan serius memerlukan perbaikan yang spesifik. Dalam melakukan perbaikan pesawat tempur F18 dan P3 yang dikerjakan di hangar yang berbeda, dan diterapkan lean yaitu membuat bengkel kaizen yang dibuat untuk merancang setiap bagian dari keseluruhan sistem dan 5S untuk merancang areal kerja yang dibantu oleh konsultan lean dan diperoleh hasil perbandingan sebelum dan sesudah penggunaan lean seperti tertera pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Perbandingan Sebelum dan Sesudah Penerapan Lean

Sebelum Lean Sesudah Lean

Pesawat di hangar (WIP) 10 pesawat 8 pesawat

Takt time Tidak ada 15 hari

Lead time ketika takt dicapai - 120 hari

Lead time aktual (hari kalender) 247 hari 200 hari (berada dijalur yang

tepat untuk mencapai target 173 hari)

Hasil tambahan Biaya dan tenaga kerja berkurang

Sumber : I Nyyoman Pujawan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa penerapan

lean banya membawa dampak yang baik terhadapa perusahaan6

6

Likert, J. K. 2006. The Toyota Way. Jakarta: Penerbit Erlangga


(58)

3.3. Metode yang Digunakan dalam Lean Manufacturing

Perusahaan dapat memilih metode sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai serta kemungkinan penerapannya diperusahaan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menerapkan lean manufacturing adalah sebagai berikut.

3.3.1. Value Stream Mapping

Value Stream adalah sekumpulan dari seluruh kegiatan yang di dalamya

terdapat kegiatan yang memberikan nilai tambah, juga yang tidak memberikan nilai tambah, yang dibutuhkan untuk membawa produk maupun satu grup produk dari sumber yang sama untuk melewati aliran-aliran utama, mulai dari raw

material hingga sampai ke tangan konsumen. Kegiatan-kegiatan ini merupakan

bagian dari keseluruhan proses supply chain yang mencakup aliran informasi dan aliran operasi, sebagai inti dari setiap proses lean yang berhasil. Value Stream

Mapping merupakan suatu alat perbaikan (tool) dalam perusahaan yang digunakan

untuk membantu memvisualisasikan proses produksi secara menyeluruh, yang merepresentasikan baik aliran material juga aliran informasi.

Tujuan pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis pemborosan di sepanjang value stream dan untuk mengambil langkah dalam upaya mengeliminasi pemborosan tersebut. Mengambil langkah ditinjau dari segi

value stream berarti bekerja dalam satu lingkup gambar yang besar (bukan

proses-proses individual), dan memperbaiki keseluruhan aliran dan bukan hanya mengoptimalkan aliran secara sepotong-sepotong. Hal ini memunculkan suatu


(59)

bahasa yang umum digunakan dalam proses produksi, dengan demikian akan mampu memfasilitasi keputusan yang lebih matang dalam memperbaiki value

stream7

1. Untuk membantu perusahaan memvisualisasikan lebih dari sekedar level proses tunggal (misalnya: proses perakitan dan juga pengelasan) dalam produksi. Dengan demikian akan terlihat jelas seluruh aliran.

.

Value stream mapping dapat menyajikan suatu titik balik yang optimal

bagi setiap perusahaan yang ingin menjadi lean. Rother dan Shock (1999) seperti yang dikutip oleh Abdullah (2003), menyimpulkan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan penerapan konsep value stream mapping adalah sebagai berikut:

2. Pemetaan membantu perusahaan tidak hanya melihat pemborosan yang ada tetapi juga sumber penyebab pemborosan yang terdapat dalam value stream.

3. Value stream menggabungkan antara konsep lean dan teknik yang dapat

membantu perusahaan untuk menghindari pemilihan teknik dan konsep yang asal-asalan.

4. Sebagai dasar dari rencana implementasi. Dengan membantu perusahaan merancang bagaimana keseluruhan aliran yang door-to-door, diharapkan konsep lean ini dapat mengoperasikan bagian yang hilang dalam banyak upaya me-lean-kan suatu value stream map menjadi blueprint dalam mengimplementasikan proses yang lean.

Dua langkah utama dalam pemetaan Value Stream Mapping, yaitu:

7

Rother, M and Shook, J. 2003. Learning to See, Value Stream Mapping to Create Value and


(60)

a. Pembuatan Current State Map untuk memetakan kondisi di lantai pabrik saat ini, sehingga dapat mengidentifikasi pemborosan apa saja yang terjadi.

b. Pembuatan Future State Map sebagai usulan rancangan perbaikan dari

Current State Map yang ada.

3.3.1.1. Current State Map

Petunjuk pembuatan current state map adalah sebagai berikut: 1. Penentuan Family Product yang akan dijadikan sebagai Model Line

Tahap ini merupakan tahap awal dalam menggambar Current State Map. Setelah mengetahui konsep yang benar tentang Lean, maka pada tahap ini perlu ditentukan produk yang akan dijadikan model line sebagai target perbaikannya. Tujuan pemilihan model-line adalah agar penggambaran sistem fokus pada satu produk saja yang bisa dianggap sebagai acuan dan representasi dari sistem produksi yang ada. Mengidentifikasi suatu family

product dapat dilakukan baik dengan menggunakan produk dan matriks proses

untuk mengklasifikasikan langkah proses yang sama untuk produk yang berbeda. Untuk menentukan famili produk mana yang akan dipetakan tergantung keputusan perusahaan yang dapat ditentukan dari pandangan bisnis seperti tingkat penjualan, atau menurut fokus perusahaan. (Lovelle, 2001) 2. Penentuan Value Stream Manager

Untuk meluhat value-stream suatu produk secara keseluruhan tentunya perusahaan perlu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga batasan-batasan organisasi dalam perusahaan perlu diterobos. Karena pada dasarnya


(61)

perusahaan cenderung terorganisir untuk setiap departemen (proses) dan terbatas pada fungsinya masing-masing. Sehingga biasanya orang hanya bertanggungjawab pada apa yang menjadi bagiannya (pada areanya saja) tanpa perlu mengetahui proses secara keseluruhan menurut sudut pandang

value-stream. Oleh karena itu dalam memetakan value-stream agar nantinya dapat

dibuat suatu usulan perancangan, diperlukan seorang Value-stream Manager yakni orang yang paham mengenai proses keseluruhan dalam value-stream suatu produk sehingga dapat membantu dalam memberikan saran bagi perbaikan value-stream produk tersebut.

3. Pembuatan Peta Untuk Setiap Kategori Proses (Door-to-Door Flow) di Sepanjang Value-stream

Keadaan sebenarnya di lapangan diperoleh saat penggambar berjalan di sepanjang proses aktual value stream dari proses produksi yang aktual. Melakukan pengamatan mendetail untuk setiap kategori proses. Untuk setiap proses, maka seluruh informasi kritis termasuk lead time, cycle time,

changeover time, uptime, EPE (ukuran batch produksi), jumlah operator dan

waktu kerja (sudah dikurangi dengan waktu istirahat), level inventory, dan lain-lain perlu didokumentasikan. Yang semuanya akan dimasukkan dalam suatu data box untuk masing-masing proses. Untuk setiap pembuatan data

box, maka ukuran-ukuran yang diperlukan antara lain:

a. Cycle Time (C/T)

Cycle time (C/T) merupakan salah satu ukuran penting yang dibutuhkan


(62)

(L/T). Cycle time menyatakan waktu yang dibutuhkan oleh satu operator untuk menyelesaikan seluruh elemen/kegiatan kerja dalam membuat satu

part sebelum mengulangi kegiatan untuk membuat part berikutnya.

Value-creating time (VCT) menyatakan waktu keseluruhan elemen kerja yang biasa mentransformasikan suatu produk dalam cara yang rela dibayar oleh konsumen. Lead time (L/T) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk seluruh proses atau dalam satu value stream, mulai dari awal hingga akhir proses.

Biasanya : VCT < C/T < L/T

b. Change-over Time (C/O)

Menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merubah posisi (switch) dari memproduksi satu jenis produk menjadi produk yang lainnya. Dalam hal ini biasanya changeover time menyatakan waktu untuk memindahkan dari posisi kiri menjadi posisi kanan dalam pembuatan satu produk simetris.

c. Uptime

Menyatakan kapasitas mesin yang digunakan dalam mengerjakan satu proses. Kapasitas mesin bersifat on-demand machine uptime. Artinya informasi mesin ini tetap.

d. Jumlah Operator

Menyatakan jumlah orang yang dibutuhkan saat melakukan suatu proses. e. Waktu Kerja


(63)

Waktu kerja yang dibutuhkan untuk tiap shift pada suatu proses sesudah dikurangi dengan waktu istirahat (break), waktu rapat (meeting), dan waktu membersihkan area kerja (cleanup times).

Lambang-lambang yang biasa digunakan dalam penggambaran aliran proses VSM pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 3.3.


(64)

Tabel 3.3. Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses

No. Nama Lambang Fungsi

1 Customer /

Supplier

Merepresentasikan Supplier bila diletakkan di kiri atas, yakni sebagai titik awal yang umum digunakan dalam penggambaran aliran material. Sementara gambar akan merepresentasikan Customer bila ditempatkan di kanan atas, biasanya sebagai titik akhir aliran material.

2 Dedicated

Process

Menyatakan proses, operasi, mesin atau departemen yang melalui aliran material. Secara khusus, untuk menghindari pemetaan setap langkah proses yang tidak diinginkan, maka lambang ini biasanya merepresentasikan satu departemen dengan aliran internal yang kontinu.

3 red Process Menyatakan operasi proses, departemen atau

stasiun kerja dengan famili-famili yang saling berbagi dalam value-stream. Perkiraan jumlah operator yang dibutuhkan dalam Value Stream dipetakan, bukan sejumlah operator yang dibutuhkan untuk memproduksi seluruh produk.

4 Data Box Lambang ini memiliki lambang-lambang

didalamnya yang menyatakan informasi / data yang dibutuhkan unuk menganalisis dan mengamati sistem


(65)

Tabel 3.3. Lambang-Lambang yang Digunakan.... (lanjutan)

No. Nama Lambang Fungsi

5 Work Cell Mengindikasi banyak proses yang

terintegrasi dalam sel-sel kerja manufaktur, seperti sel-sel yang biasa memproses famili terbatas dari produk yang sama atau produk tunggal. Produk berpindah dari satu langkah proses ke langkah proses lain dalam berbagai batch yang kecil atau bagian-bagian tunggal.

6 Inventory Menunjukkan keberadaan suatu inventory

diantara dua proses. Ketika memetakan

current state, jumlah inventory dapat

diperkirakan dengan satu perhitungan cepat, dan jumlah tersebut dituliskan dibawah gambar segitiga. Jika terdapat lebih dari satu akumulasi inventory, gunakan satu lambang untuk masing-masing inventory. Lambang ini juga dapat digunakan untuk merepresentasikan penyimpanan bagi raw material dan

finished goods.

7

Operator Lambang ini merepresentasikan operator.

Lambang ini menunjukkan jumlah operator yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses.


(66)

2. Pembuatan Peta Aliran Material dan Informasi Keseluruhan Pabrik

Kesatuan peta alur value-stream juga mencakup aliran material yang harus ada dalam peta. Selain aliran material, maka yang tak kalah pentingnya dalam peta

value-stream adalah aliran informasi yang juga mencakup aliran yang

ditunjukkan dengan ikon push arrow. Penggambaran shipments dan lead-time

bar dari bahan mentah hingga produk jadi (finished good) yang telah berada di shipping-end untuk dikirim ke konsumen. Dengan demikian peta Current State Map telah lengkap. Pada tahapan ini, maka gambar yang telah dibuat

pada tahap sebelumnya, disempurnakan dengan lambang-lambang yang dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan

No. Nama Lambang Fungsi

1 Shipments Merepresentasikan pergerakan raw material

dari supplier hingga menuju gudang

penyimpanan akhir di pabrik. Atau pergerakan dari produk akhir di gudang penyimpanan pabrik hingga sampai ke konsumen.

2 Push Arrows Merepresentasikan pergerakan material dari

satu proses menuju proses berikutnya. Push (mendorong) memiliki arti bahwa proses dapat memproduksi sesuatu tanpa memandang kebutuhan cepat dari proses yang bersifat

downstream.

3 External

Shipments

Lambang ini berarti pengiriman yang dilakukan dari supplier ke konsumen atau pabrik ke konsumen dengan menggunakan pengangkutan eksternal (di luar pabrik).


(67)

Tabel 3.4. Lambang-Lambang yang Melengkapi....(Lanjutan)

No. Nama Lambang Fungsi

4 Production

Control

Merepresentasikan penjadwalan produksi utama atau departemen pengontrolan, orang atau operasi.

5 Manual Info Gambar anak panah yang lurus dan tipis

menunjukkan aliran informasi umum yang bisa diperoleh melalui catatan, laporan ataupun percakapan. Jumlah dan jenis catatan lain bisa jadi relevan

6 Electronic

Info

Merepresentasikan aliran elektronik seperti melalui: Electronic Data Interchange (EDI), internet, intranet, LANs (Local Area Network), WANS (Wide Area Network). Melalui anak panah ini, maka dapat diindikasikan jumlah informasi atau data yang dipertukarkan, jenis media yang digunakan seperti fax, telepon, dan

lain-lain dan juga jenis data yang

dipertukarkan itu sendiri.

7 Other Menyatakan informasi atau hal lain yang

penting.

8 Timeline Menunjukkan waktu yang memberikan nilai

tambah (cycle times) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu menunggu). Gunakan lambang ini untuk menghitung Lead

Time dan Total Cycle Time.


(68)

3.3.1.2. Future State Map

Setelah membuat Current State Map, maka langkah terakhir dalam value

stream mapping adalah membuat suatu future state map. Tujuan dari value stream mapping adalah untuk mengetahui dengan jelas sumber-sumber pemborosan dan

membantu membuat area target bagi proses perbaikan yang nyata. Future state

map tidaklah lebih dari sekedar pengimplementasian rencana yang menjelaskan

jenis tool yang dibutuhkan dalam proses lean untuk mengeliminasi pemborosan dan dimana (pada proses apa) tool tersebut diperlukan dalam value stream suatu produk. Pembuatan suatu future state map diawali dengan menjawab serangkaian pertanyaan terkait masalah yang menyebabkan perlu dibangunnya suatu future

state map, dan juga implementasi teknis terkait penggunaan tools dalam proses lean. Penemuan akar masalah dapat menggunakan Five Why. Future State Map ini

diperoleh berdasarkan analisis dari Current State Map yang telah dibuat sebelumnya dan dengan menerapkan tool yang sesuai untuk digunakan. Petunjuk untuk pembuatan Future State Map adalah:

1. Penentuan Takt Time

Takt time menyatakan seberapa sering seharusnya perusahaan memproduksi

satu part atau produk dalam sehari berdasarkan rata-rata harian penjualan produk agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Takt time dirumuskan sebagai berikut:


(69)

Takt time digunakan untuk menyelaraskan langkah produksi dengan langkah

penjualan sebagai suatu proses utama. Takt time merupakan nilai petunjuk berapa jumlah produk dalam satu proses harus diproduksi.

2. Mengembangkan Aliran yang Kontinu (Continuous Flow) di tempat yang memungkinkan

Continuous flow menunjukkan proses untuk memproduksi suatu produk dalam

satu waktu, dimana setiap item dengan segera melewati melewati satu proses ke proses berikutnya tanpa adanya stagnasi (juga tidak terdapat berbagai pemborosan) di antara proses tersebut.

3. Menggunakan Supermarket Untuk Mengontrol Produksi Saat Aliran Kontinu (Continuous Flow) Tidak Sampai Tahap Upstream

Ada kalanya beberapa area dalam value-stream dimana continuous-flow tidak mungkin diimplementasikan sementara pengelompokan diperlukan. Ada beberapa alasan yang bisa menyebabkan hal ini, diantaranya:

1. Beberapa proses yang memang dirancang untuk beroperasi dalam waktu siklus yang sangat cepat atau bahkan sangat lambat dan butuh change-over untuk melayani famili produk sekaligus.

2. Beberapa proses, seperti proses yang terdapat pada supplier, memiliki letak yang jauh sehingga pengiriman satu produk dalam satu waktu menjadi tidak realistis.

3. Beberapa proses memiliki terlalu banyak lead-time atau sangatlah tidak masuk akal untuk menggabungkan secara langsung antara proses yang satu dengan proses yang lain dalam satu continuous-flow.


(70)

Pengendalian produksi sering melalui supermarket berbasiskan pull-systems.

Pull-systems biasanya perlu diletakkan di area yang continuous flow-nya

terganggu serta proses yang sifatnya upstream masih harus diterapkan dalam satu ukuran batch. Tujuan meletakkan pull-system diantara dua proses adalah sebagai sarana untuk memberikan instruksi produksi yang akurat terhadap proses yang sifatnya upstream, tanpa perlu mencoba memprediksi permintaan

downstream dan menjadwalkan proses yang upstream. Pull merupakan

metode pengendalian produksi antar aliran. Ikon supermarket terbuka di sisi kiri, menghadap proses pengiriman yang dilakukan supplier. Ini dikarenakan supermarket merupakan bagian dari proses supply dan digunakan dalam proses penjadwalan.

4. Pemilihan Pacemaker Process

Dengan menggunakan supermarket pull system, maka hanya akan dibutuhkan satu point penjadwalan dalam value-stream yang dibuat secara door-to-door. Point ini yang disebut dengan proses utama (pacemaker process), karena bagaimana pengontrolan produksi dilakukan pada proses ini, akan menentukan keseluruhan proses upstream. Sebagai contoh, fluktuasi dalam volume produksi di proses utama akan berpengaruh terhadap kebutuhan kapasitas dalam proses-proses upstream. Pilihan terhadap point penjadwalan ini juga akan menentukan elemen-elemen apa dalam value-stream yang akan menjadi bagian lead-time dari order konsumen menuju produk jadi (finished goods). Ingat bahwa transfer material dari proses utama secara downstream menuju


(71)

atau pull yang downstream terhadap proses utama). Dengan demikian, proses utama biasanya merupakan proses continuous-flow yang paling hilir dalam

value-stream yang dibuat secara door-to-door.

5. Membangun level produksi yang konsisten

Volume kerja yang berubah besar menyebabkan munculnya overtime (waktu lembur) yang tidak menentu yang menyebabkan tambahan beban di mesin, orang dan supermarket. Dengan demikian perlu dibuat satu level produksi perintis yang dapat menangani aliran produksi yang bisa diprediksi, yang dapat membantu mengatasi masalah dan memampukan pengambilan tindakan perbaikan yang cepat.

3.4. 5 S ( SEIRI, SEITON, SEISO, SEIKETSU, SHITSUKE )

5S atau dikenal juga dengan istilah 5 R (5R: Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) dan (Sort, Set in Order, Shine, Standarize, Sustain) merupakan singkatan dari lima istilah Jepang yang berkaitan dengan pemerliharaan tempat kerja. Gerakan 5 S dirancang untuk menghilangkan pemborosan dan merupakan suatu gerakan untuk mengadakan penataan, pembersihan, memelihara kondisi yang mantap dan memelihara kebiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. 5S adalah metodologi digunakan untuk mengorganisasikan, membersihkan, membangun dan menjadikan lingkungan kerja yang produktif. Pada Gambar 3.1. dapat dilihat skema 5 S.


(72)

Gambar 3.1. Skema 5 S

Sumber : Keuntungan 5 S adalah :

1. Mewujudkan tempat kerja yang nyaman dan pekerjaan yang menyenangkan. 2. Melatih manusia pekerja yang mampu mandiri mengelola pekerjaannya.

3. Mewujudkan perusahaan bercitra positif di mata pelanggan tercermin dari kondisi tempat kerja.

4. Meningkatnya kualitas produk dan proses. 5. Hemat waktu dan tempat.

6. Dapat mengidentifikasi masalah dengan cepat. 7. Mesin dan peralatan terawat.

3.4.1. Seiri (Pemilahan)

Umumnya istilah ini berarti mengatur segala sesuatu, memilah sesuatu dengan aturan dan prinsip tertentu. Seiri berarti membedakan antara yang


(73)

diperlukan dengan yang tidak diperlukan, mengambil keputusan yang tegas dan menerapkan manajemen stratifikasi untuk membuang yang tidak diperlukan itu. Yang diutamakan disini adalah manajemen stratifikasi dan mencari penyebab penyebabnya untuk menghilangkan yang tidak diperlukan serta menghilangkan penyebab itu sebelum menimbulkan masalah.

Aktivitas mengatur segala sesuatu, memilah sesuai dengan aturan atau prinsip tertentu atau dapat dikatakan bahwa pemilahan adalah seni membuang barang. Menentukan barang yang diperlukan atau yang tidak diperlukan, menyingkirkan barang yang tidak diperlukan, sekaligus memastikan bahwa barang yang diperlukan disimpan dalam jangkauan supaya lebih efisien dengan memperhatikan frekuensi pemakaian.

3.4.2. Seiton (Penataan)

Menyimpan barang di tempat yang tepat atau dalam tata letak yang benar dengan memperhatikan efisiensi, kualitas dan keamanan serta mencari cara penyimpanan yang optimal sehingga dapat digunakan dalam keadaan mendadak karena dapat menghilangkan proses pencarian. Penataan juga termasuk mengambil keputusan tentang berapa banyak yang akan disimpan dan dimana menyimpannya. Langkah penerapan seiton adalah diawali dengan pengamatan secara langsung tempat-tempat yang kurang rapi dan barang-barang di area kerja yang belum memiliki tempat khusus. Hasil pengamatan secara langsung di area kerja digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan tindakan yang harus dilakukan. Untuk tempat yang kurang rapi akan dilakukan tindakan khusus


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)